• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STRES TERHADAP EFEK ANALGESIK PARASETAMOL PADA MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN METODE RANGSANG KIMIA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH STRES TERHADAP EFEK ANALGESIK PARASETAMOL PADA MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN METODE RANGSANG KIMIA SKRIPSI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRES TERHADAP EFEK ANALGESIK PARASETAMOL

PADA MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN

METODE RANGSANG KIMIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Severinus Yan Bertiyanto NIM : 058114014

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(2)

ii

PENGARUH STRES TERHADAP EFEK ANALGESIK PARASETAMOL

PADA MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN

METODE RANGSANG KIMIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Severinus Yan Bertiyanto NIM : 058114014

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGARUH STRES TERHADAP EFEK ANALGESIK PARASETAMOL

PADA MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN

METODE RANGSANG KIMIA

Yang diajukan oleh : Severinus Yan Bertiyanto

NIM : 058114014

telah disetujui oleh :

Pembimbing

(Drs. Mulyono, Apt.)

tanggal : ……….

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(4)

iv

Pengesahan Skripsi Berjudul

PENGARUH STRES TERHADAP EFEK ANALGESIK PARASETAMOL

PADA MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN

METODE RANGSANG KIMIA

Oleh:

Severinus Yan Bertiyanto NIM : 058114014

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal: 20 Maret 2009

Mengetahui,

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

Dekan

Rita Suhadi, M. Si., Apt. Dosen Pembimbing:

Drs. Mulyono, Apt. ……….. Panitia Penguji:

1. Drs. Mulyono, Apt. ………..

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Seseorang yang Menyerah di Tengah Jalan Tidak Akan Pernah Tahu

Bahwa Selangkah Lagi Ia Akan Mencapai Keberhasilan

(Anonim)

Kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kekuatan, bimbingan, semangat, dan kemampuan kepadaku dalam menyelesaikan skripsi ini Bapak dan Ibuku tercinta, kak Siska, dik Sela atas kepedulian, motivasi, dan

kasih sayangnya yang besar kepadaku Christina Maharani Tri Intani, terima kasih untuk kasih sayangmu Almamaterku

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Severinus Yan Bertiyanto

Nomor Mahasiswa : 058114014

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH STRES TERHADAP EFEK ANALGESIK PARASETAMOL PADA MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN METODE RANGSANG KIMIA

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 19 Juni 2009

Yang menyatakan

(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa yang maha mulia atas segala rahmat dan anugerah-Nya yang senantiasa menjadi kekuatan penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Stres Terhadap Efek Analgesik Parasetamol pada Mencit Putih Jantan Dengan Metode Rangsang

Kimia”. Skripsi ini dipersiapkan dan disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan berupa bimbingan, doa, saran, dukungan, semangat, dan nasehat, oleh karena itu dengan ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar mengarahkan serta memberikan bimbingan, bantuan dan saran kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. dan Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji atas kesediaan menguji serta saran-saran yang diberikan.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberi izin dalam penggunaan fasilitas Laboratorium Farmakologi demi terselesaikannya skripsi ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(8)

viii

5. Bapak, ibu, kakak dan adikku tercinta atas cinta, doa, motivasi, dan kasih sayang yang begitu besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Christina Maharani Tri Intani, atas dukungan, doa, perhatian, dan kasih

sayangmu.

7. Stefanus Dani, Nixon Fernando, Widdy Kurniawan, Ines Septi, dan Rias, teman-teman seperjuangan dalam bimbingan dan menemani berdiskusi. 8. Teman-teman kuliahku (Yoyok, Berto, Made, David, Gebi, Budi, Fian,

Hadian, Sinta, Sekar, Erlin, Mia, Dewi, Aster, dan Prima) atas dukungan kalian.

9. Teman-teman UKK A dan angkatan ’05 atas dukungannya.

10. Teman-teman mudika atas dukungannya, terutama Retno yang telah membantu menyempurnakan skripsi ini.

11. Laboran Laboratorium (Mas Kayat, Mas Parjiman, dan Mas Heru) yang telah banyak membantu penyediaan sarana dan prasarana penelitian.

12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

Yogyakarta, 4 April 2009

(9)

ix

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 4 April 2009

Penulis

Severinus Yan Bertiyanto

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Stres ... 7

(11)

xi

C. Reaksi Terhadap Stres ... 12

D. Stres Memicu Timbulnya Nyeri ... 14

E. Hubungan Stres Dengan Sistem Endokrin ... 14

F. Nyeri ... 15

G. Mekanisme Terjadinya Nyeri ... 17

H. Mekanisme Penghantaran Impuls, Lokalisasi Rasa Nyeri serta Inhibisi Nyeri Endogen ... 20

I. Analgetika ... 22

J. Parasetamol ... 24

K. Metode Pengujian Daya Analgesik Secara in-vivo ... 27

L. Pengujian Analgesik Secara in-vitro ... 30

M. Landasan Teori ... 31

N. Hipotesis ... 32

BAB III. METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 33

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 33

C. Bahan Penelitian ... 35

D. Alat Penelitian ... 35

E. Tata Cara Penelitian ... 35

F. Analisis Hasil ... 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Hasil Uji Pendahuluan ... 41

1. Penentuan kriteria geliat ... 41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(12)

xii

2. Penetapan dosis asam asetat ... 42

3. Penentuan selang waktu pemberian asam asetat ... 45

B. Hasil Uji Pengaruh Stres Terhadap Efek Analgesik Parasetamol Dosis Terapi ... 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 59

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I Rata-rata jumlah geliat mencit pada pemilihan dosis asam asetat .. 43 Tabel II Rata-rata jumlah geliat mencit pada penentuan selang waktu

pemberian asam asetat dengan dosis 100 mg/kg BB ... 45 Tabel III Rara-rata jumlah geliat mencit ± SE dan % daya analgesik ± SE

setelah perlakuan beserta hasil Uji Anova ... 49 Tabel IV Hasil analisis variansi satu arah (Anova) kontrol, perlakuan I

dengan pemberian parasetamol tanpa pra perlakuan stres, dan

kelompok perlakuan II dengan pemberian stres ... 52 Tabel V Hasil uji Scheffe daya analgesik kelompok kontrol, kelompok

perlakuan I dengan pemberian parasetamol 91 mg/kg BB tanpa pra-perlakuan stres, dan kelompok perlakuan II dengan pemberian parasetamol 91 mg/kg BB dengan pra-perlakuan stres ... 53 Tabel VI Perubahan % daya analgesik terhadap perlakuan I dengan

pemberian parasetamol 91 mg/kg BB tanpa pra perlakuan stres ... 54

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Stres sebagai suatu stimulus ... 10

Gambar 2. Stres sebagai suatu respon ... 11

Gambar 3. Skema General Adaptation Syndorme (GAS) ... 13

Gambar 4. Hubungan stres dengan sistem endokrin ... 15

Gambar 5. Mediator yang dapat menimbulkan rangsang nyeri setelah kerusakan jaringan ... 18

Gambar 6. Mekanisme terjadinya nyeri ... 19

Gambar 7. Mekanisme penghantaran impuls, lokalisasi, dan rasa nyeri serta inhibisi nyeri endogen ... 21

Gambar 8. Struktur parasetamol ... 25

Gambar 9. Skema kerja metode percobaan rangsang kimia ... 38

Gambar 10. Diagram batang dosis asam asetat 1% v/v vs rata-rata jumlah geliat mencit pada orientasi dosis asam asetat ... 44

Gambar 11. Diagram batang selang waktu vs rata-rata jumlah geliat mencit pada orientasi selang waktu pemberian asam asetat dengan dosis 100 mg/kg BB ... 46

Gambar 12. Kurva jumlah geliat mencit pada kelompok kontrol, perlakuan I, dan perlakuan II terhadap waktu ... 50

(15)

xv

Gambar 14. Diagram batang perlakuan vs rata-rata % daya analgesik

parasetamol pada uji daya analgesik ... 52

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Foto geliat mencit ... 60 Lampiran 2. Foto pipa pralon yang digunakan untuk memberi kondisi stres ... 60 Lampiran 3. Foto mencit yang diberi perlakuan stres dalam pipa pralon ... 61 Lampiran 4. Konversi dosis parasetamol dari manusia ke mencit 20 g BB ... 61 Lampiran 5. Contoh perhitungan % daya analgesik pada pemberian

parasetamol tanpa pra-perlakuan stres ... 62 Lampiran 6. Contoh perhitungan perubahan % daya analgesik terhadap

perlakuan I, pemberian parasetamol tanpa pra-perlakuan stres .... 62 Lampiran 7. Data jumlah geliat serta hasil analisis variansi satu arah pada

penetapan konsentrasi asam asetat ... 63 Lampiran 8. Data jumlah geliat serta hasil analisis variansi satu arah pada

penetapan selang waktu pemberian asam asetat ... 64 Lampiran 9. Data jumlah geliat serta hasil analisis variansi satu arah pada

kelompok kontrol, kelompok perlakuan I dan II... 66 Lampiran 10 Rata-rata jumlah geliat kelompok kontrol, perlakuan I, dan

perlakuan II ... 69 Lampiran 11. Data % daya analgesik serta hasil analisis variansi satu arah

pada kelompok parasetamol tanpa stres dan dengan pemberian

(17)

xvii

INTISARI

Beberapa bukti menunjukkan bahwa kecemasan yang disebabkan oleh stres dapat meningkatkan rasa sakit/nyeri. Penelitian ini menggunakan senyawa uji berupa parasetamol karena parasetamol merupakan obat analgesik yang penggunaannya cukup luas dan banyak digunakan oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa stres dapat menurunkan efek analgesik parasetamol.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan adalah metode rangsang kimia, menggunakan subyek uji mencit putih jantan. Mencit dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol dengan pemberian CMC-Na 1%, kelompok perlakuan parasetamol dosis 91 mg/kg BB tanpa perlakuan stres, dan kelompok perlakuan parasetamol dosis 91 mg/kg BB yang diberi pra-perlakuan stres, dengan memasukkan mencit ke dalam pipa pralon yang kedua ujungnya ditutup kawat kasa. Pengamatan dilakukan setiap 5 menit selama 1 jam dengan mengamati jumlah geliat. Jumlah komulatif geliat kemudian digunakan untuk menghitung persen proteksi geliat dengan persamaan Handerson-Forsaith. Data kuantitatif penghambatan terhadap geliat tersebut dianalisis menggunakan analisis one-way Anova test dan dilanjutkan Post Hoc test (uji Scheffe) dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres mampu menurunkan efek analgesik parasetamol. Persen proteksi geliat kelompok perlakuan parasetamol tanpa pra-perlakuan stres dan dengan pra-perlakuan stres berturut-turut sebesar 47.94% dan 25.29%.

Kata kunci : stres, parasetamol, analgesik, metode rangsang kimia, Anova.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(18)

xviii

ABSTRACT

Some evidences show that anxiety caused by stress can increase the pain. This research uses paracetamol because paracetamol is one of analgesic drugs which have used widely. The aim of this research is to prove that stress will decrease the analgesic activity of paracetamol.

This research is a pure experimental research with a complete random one direction research design. The method used in this research is writhing test method. The research uses white male mice. The mice are divided into 3 groups based on its treatment, i.e: control group is given CMC-Na 1%; paracetamol treatment group is given paracetamol 91 mg/kg BB without any stress; and paracetamol 91 mg/kg BB treatment group is given stress. The output data of this experiment is data of writhe every 5 minutes in 1 hour which later is used to calculate the percentage of writhe protection by Handerson-Forsaith equation. Percentage of writhe protection is analyzed statistically with one-way Anova tests and Post Hoc tests (Scheffe) with interval 95%.

The result of this research shows that stress can decrease paracetamol’s effect. The percentage of writhe protection in paracetamol treatment group without any stress and paracetamol treatment group given stress in a series is 47.94% and 25.29%.

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Anggapan bahwa stres merupakan ciri masyarakat modern tidaklah sepenuhnya benar, karena stres dapat dialami oleh setiap orang, dimanapun, kapanpun dan di lingkungan masyarakat apapun.

Stres adalah sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang harus kita jalani dan kemampuan untuk mengatasinya. Stres adalah keseimbangan antara bagaimana kita memandang tuntutan-tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat mengatasi semua tuntutan yang menentukan apakah kita tidak merasakan stres, merasakan distres atau eustres (Looker dan Gregson, 2005).

Stressor adalah kejadian ataupun keadaan yang dapat memicu terjadinya stres. Stressor dapat berupa situasi yang menyangkut hidup dan mati seseorang (contohnya perang) dan dapat pula berupa keadaan yang positif dan menyenangkan (contohnya pernikahan atau promosi jabatan) karena hal tersebut membutuhkan perubahan atau adaptasi (Morris, Maisto, dan Levine, 2002).

Stres bukanlah penyakit, tetapi banyak penyakit manusia modern bila ditelusuri berakar pada kondisi stres sang pengidap. Efek stres pada tiap individu berlainan, ada yang bersifat psikologis; misalnya menjadi cemas, panik, takut, dan menurunkan daya ingat atau konsentrasi kerja secara drastis. Ada pula yang bersifat fisik, contoh efeknya adalah sakit kepala yang terus-menerus, sakit perut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(20)

berlebihan, jadwal menstruasi mundur/maju terus, mual, muntah, diare, kelumpuhan/paralisis, kesulitan mengunyah, halusinasi, kebutaan, ketulian, bahkan kehilangan kesadaran (Looker dan Gregson, 2005).

Individu yang mengalami stres akan merasakan nyeri yang lebih hebat. Penderita pasca bedah elektif yang mengalami kecemasan merasakan nyeri lebih tinggi daripada yang tidak mengalami kecemasan. Pada individu yang diberi perlakuan restrain test (diletakkan dalam sebuah kurungan) yang merupakan stresor psikososial, ditemukan adanya inhibisi proliferasi limfosit dan penurunan ambang nyeri, sehingga intensitas nyeri dinyatakan lebih tinggi (Suwito, Putra, Sudiana, Mu’afiro, 2004).

Parasetamol merupakan salah satu obat analgesik yang banyak digunakan pada nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, sakit gigi, otot, perut, haid, dan lain-lain. Parasetamol termasuk analgetika golongan perifer/non-narkotik yang bekerja dengan mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran karena tidak mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP). Salah satu keunggulan dari parasetamol adalah karena tidak menyebabkan ketergantungan (Tjay dan Rahardja, 2002).

(21)

3

akan mengurangi rasa nyeri pada hewan uji, namun karena adanya stres yang dapat meningkatkan rasa nyeri maka obat analgesik yang diberikan pada hewan uji perlu diteliti lebih lanjut mengenai khasiatnya sebagai obat analgesik (Turner, 1965).

Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini penulis ingin mengamati pengaruh stres terhadap efek analgesik parasetamol sehingga diharapkan informasi yang diperoleh dapat memberikan informasi baru kepada masyarakat mengenai keefektifan penggunaan obat-obat analgesik dalam kondisi stres.

1. Permasalahan

Dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui:

1.) Apakah stres dapat menurunkan efek analgesik parasetamol pada mencit putih jantan?

2.) Berapakah perubahan persen daya analgesik antara kelompok parasetamol dosis 91 mg/kg BB (tanpa pra-perlakuan stres) dengan kelompok perlakuan parasetamol dosis 91 mg/kg BB yang diberi pra-perlakuan stres?

2. Keaslian penelitian

Sepanjang penelusuran penulis, sampai saat ini belum ada penelitian tentang pengaruh stres terhadap efek analgesik parasetamol. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(22)

a. Pengaruh Stresor Psikososial Terhadap Peningkatan Kadar Kortisol dan IL-1 Beta Serum Pada Tikus Jantan Galur Wistar (Suwito et al, 2004).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar kortisol dan IL-1 beta pada kelompok perlakuan berbeda secara nyata dengan kelompok kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini adalah stresor psikososial restraint test meningkatkan kadar kortisol dan IL-1 beta serum pada tikus jantan galur wistar.

b. Interaksi Farmakokinetik Kombinasi Obat Parasetamol dan Fenilpropanolamin Hidroklorida Sebagai Komponen Obat Flu (Rusdiana, Sjuib, dan Asyarie, 2004)

Hasil menunjukkan bahwa jika parasetamol dan fenilpropanolamin hidroklorida diberikan bersama maka Cmaks dan AUC0-∞ kedua obat tersebut

lebih kecil, sedangkan t

1/2β fenilpropanolamin hidroklorida lebih besar dari pada jika diberikan secara tersendiri.

c. Uji Analgetik Ekstrak Etanol 70% Batang Brotowali [Tinospora crispa [L.] Miers.] Pada Mencit Putih Betina Swiss Dengan Metode Rangsang Kimia (Filirida, 2008).

(23)

5

d. Pengaruh Praperlakuan Pentagamavunon-0 Terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Jantan Wistar (Wahyono dan Hakim, 2006).

Hasil penelitian menunjukkan praperlakuan PGV-0 peroral dosis 20 dan 40 mg/kg BB tidak mempengaruhi parameter farmakokinetika parasetamol dosis 150 mg/kg BB yang diberikan peroral pada tikus jantan (P>0,05).

e. Uji Analgetik Ekstrak Etanol 70% Daun Kepel [Stelechocarpus burahol [bi] hook.f.& th.] Pada Mencit Putih Jantan Swiss Dengan Metode Rangsang Kimia (Perdana, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun kepel mempunyai efek analgesik. Persen penghambatan terhadap geliat untuk parasetamol dosis 91 mg/kg BB sebesar 55,71% dan ekstrak etanol daun kepel dosis 35 mg/kg BB; 140 mg/kg BB; 560 mg/kg BB; dan 2240 mg/kg BB berturut-turut sebesar 38,04%; 58,21%; 77,75%; dan 43,24%.

3. Manfaat penelitian

Dengan adanya penelitin tentang pengaruh stres terhadap efek analgesik parasetamol ini diharapkan akan diperoleh manfaat sebagai berikut :

a. Manfaat teoritis. Manfaat teoritis yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang kefarmasian mengenai pengaruh stres terhadap efek analgesik.

b. Manfaat praktis. Manfaat praktis yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu memberikan informasi baru dalam pelayanan kefarmasian kepada masyarakat tentang pengaruh stres terhadap efek analgesik parasetamol.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(24)

c. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu metode alternatif untuk pengujian pengaruh stres terhadap efek analgesik suatu obat di mana metode alternatif ini merupakan gabungan dua buah metode yaitu metode perlakuan stres dan metode rangsang kimia.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi mengenai pengaruh stres terhadap efek analgesik.

2. Tujuan khusus

(25)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Stres

Stres adalah sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Stres adalah keseimbangan antara bagaimana kita memandang tuntutan-tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat mengatasi semua tuntutan yang menentukan apakah kita tidak merasakan stres, merasakan distres atau eustres (Looker dan Gregson, 2005).

Stressor merupakan peristiwa maupun keadaan yang memicu terjadinya stres. Stressor dapat beraneka ragam dalam hal intensitas dan durasinya, mulai dari yang ringan, peristiwa dalam jangka waktu yang singkat, maupun peristiwa atau keadaan yang terjadi dalam waktu yang lama. Biasanya stres dialami ketika kita mengantisipasi keadaan yang mengancam kehidupan kita (Morris et al, 2002).

Hans Selye menemukan bahwa terdapat dua jenis stres, yang pertama adalah stres akut yang terjadi apabila seseorang mengalami kejadian dalam hidupnya yang membutuhkan respon secara cepat. Jenis stres yang kedua adalah stres kronik yang kebanyakan dialami oleh para manager dan profesional. Stres kronis terjadi ketika krisis situasi yang terjadi terus-menerus tanpa henti terhadap tubuh. Hal tersebut dapat terjadi ketika suatu krisis diikuti krisis lain tanpa jeda

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(26)

waktu yang lama, sehingga tubuh belum sempat mengatasi stres sebelumnya saat menghadapi stres yang baru (Leatz and Stolar, 1993).

Stres merupakan sebuah pengalaman yang unik bagi kita semua. Apa yang mengesalkan (distressful) bagi seseorang dapat menjadi menyenangkan (eustressful) bagi orang lain. Dengan sengaja menempatkan diri ke dalam situasi-situasi yang menantang dapat mengesalkan sekaligus menyenangkan. Seseorang yang akan melakukan terjun payung untuk pertama kali mungkin saja dirasuki rasa takut dan tidak mampu melompat (distress). Seorang penerjun payung akan melompat tanpa merasa cemas tentang situasi yang berpotensial mengancam jiwanya dan menikmati tantangan lompatan itu-tetapi dengan respon stres mereka, dalam gairah yang tinggi, mereka akan waspada dan siap untuk menghadapi masalah-masalah yang mungkin muncul (eustress) (Looker dan Gregson, 2005).

Ketika kita menghadapi jumlah tuntutan yang semakin meningkat atau memandang tuntutan-tuntutan yang menghadang kita sebagai sulit atau mengancam dan kita tidak dapat mengatasinya maka akan terjadi distress. Sebaliknya bila kita merasakan kemampuan yang kita miliki lebih besar dari tuntutan-tuntutan yang dihadapi maka eustress akan terjadi (Looker dan Gregson, 2005).

(27)

9

Stres bukanlah penyakit itu sendiri, tetapi banyak penyakit manusia modern bila ditelusuri berakar pada kondisi stres sang pengidap. Stres yang tidak terkontrol akan memicu berbagai jenis penyakit mulai dari insomnia, gangguan pencernaan, tekanan darah tinggi, asma, migrain, sampai depresi, dan penyakit kronis lainnya (Looker dan Gregson, 2005).

Pengalaman nyeri seseorang secara signifikan dipengaruhi oleh emosi orang tersebut dan tingkat stres yang dimiliki. Psychogenic pain merupakan pengalaman nyeri yang terjadi bukan karena luka fisik, namun karena psikologis pasien terganggu (Bishop, 1994).

Salah satu efek paling signifikan dari stres yang lama adalah penekanan sistem kekebalan yang dimunculkan oleh kortisol. Dalam jumlah yang besar sekali, kortisol akan mengurangi jumlah limfosit-limfosit dan eosinofil (sel-sel darah yang membantu menyerang infeksi), menyebabkan nodus-nodus timus dan limpa (tempat limfosit dibentuk) menjadi layu, dan menekan produksi antibodi-antibodi (agen-agen yang menyerang infeksi) (Looker dan Gregson, 2005).

Restrain test dapat meningkatkan kadar plasma kortisol. Pada kelompok tikus dengan ekor dijepit (stresor fisik) serta kelompok tikus lain yang diberi aroma kucing (stresor psikososial) keduanya menunjukkan terjadinya peningkatan kadar dopamin dan kortikosteron. Stres akan meningkatkan sekresi IL-1 beta yang akan menstimulasi nerve ending medula spinalis dan mensekresi substansi-P lebih banyak, sehingga memacu cell signaling nyeri (Suwito et al, 2004).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(28)

B. Pendekatan-Pendekatan Stres

1. Stres sebagai ’stimulus’

Pendekatan yang pertama menitikberatkan pada lingkungan dan menggambarkan stres sebagai suatu stimulus. Berikut adalah gambar yang menunjukkan stres sebagai suatu stimulus :

Gambar 1. Stres sebagai suatu stimulus (Smet, 1994)

Menurut model ini, seorang individu bertemu secara terus menerus sumber-sumber stressor yang potensial yang ada di dalam lingkungan. Contoh : kejadian pada orang-orang yang mempunyai pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi. Orang demikian akan merasa tegang dan tidak nyaman (Smet, 1994).

Kelemahan model ini ditunjukkan dengan tidak adanya kriteria yang obyektif yang bisa mengukur situasi yang penuh stres, kecuali ukuran pengalaman individu (Smet, 1994).

R Ketegangan

stres LINGKUNGAN

stres

stres

stres

s

S = stimulus
(29)

11

2. Stres sebagai ’respon’

Pendekatan yang kedua memfokuskan pada reaksi individu terhadap stressor dan menggambarkan stres sebagai suatu respon. Berikut adalah gambar bagan stres sebagai suatu respon:

Gambar 2. Stres sebagai suatu respon (Smet, 1994)

Dalam konteks ini sering terdapat contoh sebagai berikut: seseorang akan merasa stres bila akan berpidato di depan suatu pertemuan. Respon yang dialami itu mengandung dua komponen yaitu: komponen psikologis yang meliputi: perilaku, pola pikir, emosi dan perasaan stres; dan komponen fisiologis, berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat seperti: jantung berdebar-debar, mulut menjadi kering, perut mules, badan berkeringat. Respon-respon psikologis dan fisiologis terhadap stressor ini disebut juga strain atau ketegangan. Stres sebagai suatu respon tidak selalu bisa dilihat. Hanya akibatnya saja yang bisa dilihat (Smet, 1994).

LINGKUNGAN

Agen stres

Respon stres

Psikologi

Fisiologi

Tingkah Laku Stimulus Æ Respon

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(30)

3. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan

Pendekatan ketiga menggambarkan stres sebagai suatu proses yang meliputi stressor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan lingkungan. Di sini stres bukan hanya suatu stimulus atau sebuah respon saja tetapi juga suatu proses dimana seseorang adalah pengantara (agen) yang aktif yang dapat mempengaruhi stressor melalui strategi-strategi perilaku, kognitif dan emosional (Smet, 1994).

Dengan kata lain stres dapat diartikan sebagai suatu proses tawar-menawar antara individu dan lingkungannya dimana terjadi penilaian dari individu tersebut terhadap tantangan yang dihadapinya dengan sumber-sumber coping (cara mengatasi stres) yang dimilikinya seiring respon fisiologi dan psikologi yang dirasakan saat itu (Bishop, 2004).

C. Reaksi Terhadap Stres

Menurut ahli fisiologi Hans Selye, terdapat tiga tahap reaksi terhadap stres secara fisik dan psikologi yang disebut general adaptation syndrome (GAS). 1. Reaksi alarm

(31)

13

2. Proses pertahanan / resistance

Hal ini terjadi ketika tubuh mulai melakukan perlawanan untuk keluar dari situasi stres. Contoh perlawanan yang dilakukan tubuh adalah berlari, memukul sesuatu, dan lain-lain. Jika tubuh tidak bisa melakukan apapun terhadap situasi stres, seperti bila terjadi percekcokan dengan teman kerja maupun suami/istri, tubuh kita mungkin mengalihkan respon stres ke jantung atau perut. Tahap kedua ini sangat penting untuk mengatasi stres dan mencegah kerusakan jaringan. Jika stres dapat diselesaikan pada tahap ini, maka proses GAS berakhir di sini, namun bila situasi stres tidak dapat diatasi oleh tubuh maka respon tubuh akan mengenali situasi stres yang kronik dimana adrenalin dan steroid mulai disekresi dalam jumlah yang besar.

3. Exhaustion (mulai terjadinya kelelahan )

Tahap ini terjadi jika situasi stres tidak dapat diatasi oleh tubuh pada tahap 2 dimana dengan adanya tambahan stressor, individu sudah tidak mampu lagi bertahan dan melawan karena individu sudah tidak mampu lagi mengatasi situasi yang terjadi dengan coping yang dimilikinya. Oleh karena itu, kebanyakan individu mulai berusaha melarikan diri dari situasi tersebut dan mulai muncul perilaku yang tidak wajar yang dapat membahayakan dirinya dan tidak menutup kemungkinan mulai muncul gejala penyakit pada dirinya (Leatz and Stolar, 1993).

Berikut adalah bagan General Adaptation Syndrome (GAS) menurut Hans Seyle secara skematis :

Gambar 3. Skema General Adaptation Syndorme (GAS) (Bishop, 1994)

Stressor Alarm Pertahanan Keletihan Penyakit

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(32)

D. Stres Memicu Timbulnya Nyeri

Tanpa mengetahui sumbernya dari mana, nyeri juga dapat dipengaruhi oleh adanya stres. Beberapa bukti menunjukkan bahwa kecemasan yang disebabkan oleh stres dapat meningkatkan rasa sakit/nyeri. Penjelasan yang masuk akal mengenai fenomena ini adalah bahwa emotional stress mungkin meningkatkan rasa sakit/nyeri dengan peningkatan kecemasan dimana terjadi ketegangan otot dan respon fisiologik yang lain, yang memicu timbulnya sensasi nyeri (Bishop, 1994).

E. Hubungan Stres Dengan Sistem Endokrin

Stres dapat mempengaruhi sistem saraf simpatik dan hipotalamus. Adrenalin (epinefrin) dan norepinefrin dikeluarkan saat terjadi stres akut, kedua pembawa pesan kimia tersebut diproduksi oleh tubuh kita untuk mengurangi waktu reaksi dan menajamkan indera kita, untuk persiapan melakukan perlawanan terhadap situasi stres. pelepasan epinefrin dan norepinefrin ini menyebabkan peningkatkan aktivitas kardiovaskular, peningkatkan respirasi, peningkatkan perspirasi, membawa darah menuju otot, menstimulasi aktivitas mental, dan meningkatkan metabolisme (Leatz and Stolar, 1993).

(33)

15

menyebabkan peningkatkan pelepasan energi, menekan respon inflamasi, dan menekan respon imun (Leatz and Stolar, 1993).

Gambar 4. Hubungan stres dengan sistem endokrin (Bishop, 1994)

F Nyeri

Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial. Nyeri merupakan suatu fungsi biologis sebagai penanda adanya bahaya eksternal (misal: panas atau trauma fisik) dan proses patologi internal (misal: inflamasi atau penyumbatan saluran kemih oleh batu ginjal) (Greene dan Harris, 2000).

Stres

Sistem Syaraf Simpatik

Hipotalamus

Medula Adrenal menghasilkan Epinefrin dan Norepinefrin : - meningkatkan aktivitas

kardiovaskular

- meningkatkan respirasi - meningkatkan perspirasi - mengalirkan darah menuju otot - menstimulasi aktivitas mental - meningkatkan metabolisme

Kelenjar Pituitari

Korteks Adrenal menghasilkan kortikosteroid :

- meningkatkan pelepasan energi - menekan respon inflamasi - menekan respon imun

Sistem Hypothalmic-pituitary-adrenocortical (HPAC) Sistem

Sympathoacdreno-medullary (SAM)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(34)

Nyeri dikatakan pula sebagai suatu perasaan pribadi dimana ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) dimana nyeri dirasakan untuk pertama kali. Jadi intensitas rangsangan yang terrendah saat seseorang merasakan nyeri. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan gejala, yang berfungsi melindungi tubuh (Tjay dan Rahardja, 2002).

Nyeri dapat dibedakan berdasarkan durasi (waktu) timbulnya nyeri yaitu: nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut merupakan sinyal bahaya yang diperoleh dari sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi. Nyeri akut menimbulkan refleks untuk menghindari sumber nyeri. Nyeri kronik tidak memberi perlingungan dan tidak memberikan peringatan terhadap jaringan yang terluka. Nyeri kronik biasanya terjadi karena kerusakan syaraf, seperti: luka pada otak, pertumbuhan tumor, respon abnormal karena kerusakan sistem saraf pusat (Anonim, 2001).

Nyeri berdasarkan sumbernya dapat dikategorikan menjadi nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri somatik yang muncul dari kulit, hal tersebut dinamakan nyeri superficial (permukaan) sedangkan nyeri yang muncul dari otot, sendi, atau jaringan ikat disebut nyeri dalam. Nyeri viseral muncul dari organ dalam dan berbeda bermakna dengan nyeri somatik (Anonim, 2001).

(35)

17

analgetika perifer. Nyeri berat misalnya nyeri setelah pembedahan atau fraktur (patah tulang) yang lebih efektif bila diobati menggunakan analgetika narkotik atau opioid (Tjay dan Rahardja, 2002).

G. Mekanisme Terjadinya Nyeri

Tahap awal dari timbulnya sensasi nyeri adalah adanya rangsangan atau stimulasi pada reseptor yang dikenal dengan nosiseptor. Reseptor ini terdapat pada struktur somatik dan viseral, serta diaktivasi oleh rangsang kimia, suhu, dan mekanis. Stimulasi noksius dapat memicu pelepasan mediator seperti brandikinin, K+, prostaglandin, histamin, leukotrien, serotonin, dan substansi P yang nantinya akan mengaktivasi nosiseptor (Baumann, 2005).

Tahapan selanjutnya adalah tahap transmisi. Rangsang bahaya atau noksius diteruskan menuju sistem saraf pusat dan menyebabkan eksitasi neuron sehingga menimbulkan nyeri. Aktivitas serabut C memicu pelepasan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP), sedangkan pada jaringan inflamasi akan dilepaskan Neuron Growth Factor (NGF) dan mediator lain seperti bradikinin, serotonin, prostaglandin, dan lain-lain (Rang, Dale, Ritter dan Flower, 2007).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(36)

Noksius (rangsang bahaya)

Kerusakan Jaringan

Pembebasan: Pembentukan:

H+ (pH<6) Kinin (mis: bradikinin)

K+ (>20 mmol/L) Prostaglandin

Asetilkolin

Serotonin Sensibilitasi reseptor

Histamin

Nyeri pertama Nyeri lama

Gambar 5. Mediator yang dapat menimbulkan rangsang nyeri setelah kerusakan jaringan (Mutschler, 1986)

(37)

19

Gambar 6. Mekanisme terjadinya nyeri (Rang et al, 2007)

Fosfolipid

Dihambat Glukokortikoid

Liso-gliseril- fosforilkolin

Dihambat agonis PAF

Arakhidonat

Fosofolipase A2

5-HPETE LTA4 LTB4 LTC4 LTD4 LTE4 (bronkokonstriktor, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah) 12-HETE (Kemotaksin) Lipoksin A dan B 12-Lipoksigenase

15-Lipoksigenase Endoperoksida siklik siklooksigenase TXA2 (trombotik, vasokonstriktor) PGI2 ( vasodilator, hiperalgesik, stops platelet aggregation) Induksi penghambatan glukokortikoid PGF2α (bronkokonstriktor, kontraksi miometrial) PGD2 (menghambat platelet aggregation, vasodilator) Dihambat NSAID 5-lipooksigenase PGE2 (vasodilator, hiperalgesik) Dihambat Antagonis PG Penghambat 5- lipooksigenase (contoh : zileutin) Penghambat TXA2 synthase

Dihambat oleh agonis reseptor Leukotrien (Contoh : zafirukast, montelukast) PAF (vasodilator, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, bronkokonstriksi, kemotaksin) Dihambat Antagonis TXA2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(38)

H. Mekanisme Penghantaran Impuls, Lokalisasi Rasa Nyeri serta Inhibisi Nyeri Endogen

Potensial aksi (impuls nosiseptif) yang terbentuk pada reseptor nyeri diteruskan melalui serabut aferen ke dalam akar dorsal sumsum tulang belakang. Pada tempat kontak awal ini, bertemu tidak hanya serabut aferen, yang impulsnya tumpang tindih, tetapi di sini juga terjadi refleks somatik dan vegetatif awal (misalnya menarik tangan pada waktu tangan tersentuh benda panas, terbentuknya eritema lokal) melalui interneuron (Mutschler, 1986).

Pembentukan impuls nyeri terjadi melalui interneuron pada neuron-neuron selanjutnya yang menyilang pada sisi yang lain dan menuju ke arah pusat dalam tractus spinothalamicus. Serabut-serabut yang berakhir dalam daerah formatio reticularis menimbulkan terutama reaksi vegetatif (misalnya penurunan tekanan darah, pengeluaran keringat). Tempat lain yang penting dari serabut nyeri adalah thalamus opticus. Di sini diteruskan tidak hanya perangsangan pada serabut yang menuju ke gyrus postcentralis (celah sentral belakang), tempat lokalisasi nyeri, melainkan dari sini juga impuls diteruskan ke sistem limbik, yang terutama terlibat pada penilaian emosional nyeri. Otak besar dan otak kecil bersama-sama melakukan reaksi perlindungan dan reaksi menghindar yang terkoordinasi (Mutschler, 1986).

(39)

21

kecelakaan lalu lintas) mula-mula tidak terasa, dan baru disadari setelah berhentinya ketegangan (Mutschler, 1986).

Rasa nyeri

Penilaian nyeri Lokalisasi nyeri

Reaksi pertahanan terkoordinasi

Reaksi vegetatif

Refleks pertahanan

Pembebasan zat mediator

Rangsang nyeri

Impuls penghantar nyeri yang mengikat

Reaksi nyeri

Inhibisi nyeri endogen

Gambar 7. Mekanisme penghantaran impuls, lokalisasi dan rasa nyeri serta inhibisi nyeri endogen(Mutschler, 1986)

korteks

Otak kecil Sistem

i bik

Thalamus optikus

Formatio

Sumsum tulang

Reseptor nyeri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(40)

I. Analgetika

Analgetika adalah obat atau senyawa yang bertujuan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Anonim, 2001). Efek analgesik dapat tercapai dengan berbagai cara, seperti menekan kepekaan reseptor terhadap rangsang nyeri mekanik, kimiawi, termik atau listrik di pusat atau dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri (Anonim, 1991).

Berdasarkan proses terjadinya, rangsang nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Mencegah sensibilitas reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintesis prostaglandin dengan analgetika yang bekerja perifer

2. Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris

3. Blokade pusat nyeri susunan saraf pusat dengan analgesik sentral

4. Mencegah pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri dengan memakai anastetika lokal

Nyeri ringan dapat diatasi dengan obat perifer, seperti parasetamol, asetosal, atau propifenazon. Nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau kodein, sedangkan nyeri yang disertai pembengkakan sebaiknya diobati dengan suatu analgesik antiradang seperti aminofenazon dan NSAID. Nyeri yang hebat diobati dengan morfin atau opiat lainnya (Tjay dan Rahardja, 2002).

(41)

23

1. Analgetika kuat (hipoanalgetika “kelompok opiat”)

Analgetika kuat atau sering disebut analgetika narkotik adalah zat yang bekerja terhadap reseptor opioid di susunan saraf pusat (SSP), hingga persepsi nyeri dari respon emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Atas dasar cara kerjanya, golongan ini dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:

a. Agonis opiat, dibagi menjadi alkaloida candu misalnya morfin, kodein, heroin, dan zat-zat sintetis seperti metadon, derivat metadon, dan petidin

b. Antagonis opiat misalnya nalokson, nalorfin

c. Kombinasi (mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak mengaktivasi kerjanya dengan sempurna) (Tjay dan Rahardja, 2002)

2. Analgetika perifer (non narkotik)

Obat-obat analgetika perifer mencegah pembentukan prostaglandin yang muncul akibat rangsang nyeri, sehingga mengurangi jumlah impuls nyeri yang diterima oleh susunan saraf pusat (SSP) (Baumann, 2005).

Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri, tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang. Oleh karena itu obat-obat analgetika perifer tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri saja tetapi juga pada gangguan demam dan peradangan. Obat-obat analgetika perifer ini banyak digunakan pada nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, sakit gigi, otot, perut, haid, dan lain-lain (Tjay dan Rahardja, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(42)

Secara kimiawi, analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:

1. derivat para amino fenol misalnya parasetamol 2. derivat salisilat misalnya asetosal dan salisilamida 3. derivat antranilat misalnya mefenamat

4. derivat pirazolon misalnya aminofenazon dan metamizol (Tjay dan Rahardja, 2002).

J. Parasetamol

Parasetamol atau N-asetil-para-aminofenol merupakan suatu obat non-opiat derivat para amino fenol yang memiliki khasiat sebagai analgesik-antipiretik. Parasetamol biasanya digunakan secara luas untuk mengobati nyeri dan demam ringan hingga sedang. Parasetamol tidak mengiritasi, mengerosi, dan menyebabkan pendarahan pada lambung (Anonim, 2005).

(43)

25

NH

OH C O

H3C

Gambar 8. Struktur parasetamol(Anonim, 1995)

Parasetamol sudah digunakan sejak tahun 1893 dan diabsorbsi dengan baik secara oral. Parasetamol biasa disajikan dalam bentuk tablet, kapsul, suspensi liquid, maupun supositoria. Sediaan yang paling umum untuk parasetamol adalah bentuk tablet (Anonim, 2008). Adanya makanan dapat mengurangi kecepatan absorpsi parasetamol. Disolusi parasetamol lebih cepat pada pH basa dalam usus jika dibandingkan dengan pH lambung yang lebih asam (Anonim, 2005).

Pada dosis yang dianjurkan parasetamol tidak memiliki efek samping. Parasetamol aman dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui dan juga aman dikonsumsi oleh anak-anak dan bayi pada dosis yang dianjurkan. Keunggulan lain dari parasetamol adalah tidak menyebabkan ketergantungan (Anonim, 2008).

Mekanisme kerja parasetamol adalah menghambat enzim siklooksigenase (COX). Parasetamol bekerja dengan menghambat biosintesis prostaglandin terutama di hipotalamus sehingga obat ini memiliki aktivitas antiinflamasi yang relatif rendah dan lebih efektif bila digunakan sebagai analgetik-antipiretik (Rang et al, 2007).

Konsentrasi puncak plasma parasetamol meningkat dalam waktu setengah hingga satu jam, dengan waktu paruh plasma sekitar 1–3 jam (Buck,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(44)

2000). Parasetamol memiliki kekurangan berupa hepatotoksisitas yang mungkin terjadi pada overdosis. Dosis sediaan oral berupa tablet konvensional yang biasa digunakan untuk nyeri dan demam pada orang dewasa atau anak-anak berumur 12 tahun atau lebih yaitu 650 mg hingga 1 gram setiap 4 – 6 jam, dosis sebaiknya tidak melebihi 4 gram sehari (Anonim, 2005).

Oksidasi parasetamol yang melalui fase I mengubah parasetamol menjadi metabolit yang bersifat toksik (intermediat kuinon reaktif) yaitu N-asetil-para-benzoquinone imin yang sering disebut NABQI. Parasetamol banyak dimetabolisme di hati menjadi bersifat tidak aktif dengan konjugasi sulfat dan glukuronida (sulfatasi dan glukuronidasi) yang kemudian akan dikeluarkan melalui urin. Hanya sebagian kecil dari parasetamol yang dimetabolisme oleh sistem enzim sitokrom P-450 di hati (khususnya CYP2E1) menjadi metabolit toksik NABQI yang akan berikatan dengan gugus sulfidril. Pada dosis terapi, metabolit toksik tersebut cepat dinetralkan dengan berikatan secara irreversible pada gugus sulfidril dari glutation untuk memproduksi konjugat non-toksik yang akan disekresi melalui urin (Chen et al., 1998).

(45)

27

K. Metode Pengujian Daya Analgesik Secara in-vivo 

Turner (1965) membagi metode pengujian daya analgesik menjadi dua, yaitu berdasarkan jenis analgesiknya.

1. Golongan analgesik opioid (narkotik)

a. Metode rangsang panas

Alat yang digunakan dalam metode ini berupa sebuah lempeng panas (hot plate) yang bersuhu antara 50oC sampai 55oC, dilengkapi dengan penangas yang berisi campuran sebanding antara aseton dan etil formiat dengan perbandingan 1 : 1. Hewan uji yang telah diberi larutan uji secara subkutan atau per oral diletakkan pada hot plate, kemudian diamati reaksinya ketika hewan uji mulai menjilat kaki belakang dan kemudian melompat.

b. Metode jepit ekor

Sekelompok mencit diinjeksi dengan larutan uji dengan dosis tertentu. Setelah itu pangkal ekor mencit dijepit dengan penjepit yang terbuat dari karet tipis selama 30 detik. Respon mencit yang tidak diberi analgesik akan berusaha untuk melepaskan diri dari kekangan penjepit tersebut, akan tetapi mencit yang diberi analgesik akan mengabaikan kekangan tersebut karena rasa sakit tidak begitu dirasakannya. Respon positif adanya daya analgesik dapat dicatat jika ada usaha dari mencit untuk melepaskan diri dari jepitan (selama 15 menit). Metode ini lebih baik daripada metode rangsang panas, karena rangsang yang diberikan tidak bersifat merusak (pada hot plate panas yang diberikan bersifat merusak).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(46)

c. Metode pengukuran tekanan

Alat yang digunakan pada metode ini menggunakan dua buah syringe yang dihubungkan pada kedua ujungnya, bersifat elastis, fleksibel, serta terdapat pipa plastik yang diisi dengan cairan. Sisi dari pipa dihubungkan dengan manometer. Syringe yang pertama diletakkan dengan posisi vertikal dengan ujungnya menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah penghisap syringe, ketika tekanan diberikan pada syringe kedua, maka tekanan akan terhubung pada sistem hidrolik pada syringe yang pertama lalu pada ekor tikus. Tekanan yang sama pada syringe kedua akan meningkatkan tekanan pada ekor tikus, sehingga akan menimbulkan respon dan akan terbaca pada manometer. Respon tikus yang pertama adalah meronta-ronta kemudian akan mengeluarkan suara (mencicit) sebagai tanda kesakitan.

d. Metode antagonis nalorpin

(47)

29

e. Metode potensiasi petidin

Metode ini kurang baik karena dibutuhkan hewan uji yang cukup banyak, tiap kelompok terdiri dari tikus sebanyak 20 ekor, setengah kelompok dibagi menjadi 3 bagian yang diberi petidin dengan dosis 2, 4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok lainnya diberi senyawa uji dengan dosis 20% dari LD50. Persen daya analgesik dihitung dengan metode rangsang panas.

f. Metode kejang oksitosin

Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari posterior, yang dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga menimbulkan kejang pada tikus. Responnya berupa kontraksi abdominal, sehingga menarik pinggang dan kaki ke belakang. Penurunan jumlah kejang diamati dan ED50 dapat diperkirakan. Selain morfin senyawa analgesik yang dapat diuji dengan menggunakan metode ini adalah heroina, metadon, kodein, dan meperidina.

g. Metode pencelupan pada air panas

Tikus disuntik secara intraperitonial dengan senyawa uji, kemudian ekor tikus dicelupkan pada air panas (suhu 58oC). Respon tikus terlihat dari hentakan ekornya menghindari panas.

2. Golongan analgetika non narkotika

a. Metode rangsang kimia

Metode ini menggunakan zat kimia yang diinjeksikan pada hewan uji secara intrapertioneal, sehingga akan menimbulkan rasa nyeri. Beberapa zat kimia yang biasanya digunakan antara lain asam asetat dan fenil kuinon. Metode ini cukup peka untuk menguji senyawa analgesik dengan daya analgesik lemah,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(48)

selain itu metode ini sederhana. Pemberian analgesik akan mengurangi rasa nyeri sehingga jumlah geliat dalam jangka waktu tertentu akan berkurang. Daya analgesik dapat dievaluasi menggunakan persen penghambatan terhadap geliat menggunakan persamaan menurut Handerson dan Forsaith.

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛ −

=100% 100% lg

% x

K O esik

ana daya

keterangan:

O = jumlah kumulatif geliat mencit kelompok perlakuan K = jumlah kumulatif geliat mencit kelompok kontrol b. Metode pedodolorimetri

Hewan uji diletakkan pada kandang yang bagian alasnya terbuat dari kepingan metal sehingga bisa dialiri arus listrik. Respon yang timbul yaitu ketika hewan uji mengeluarkan teriakan dengan pengukuran dilakukan tiap 10 menit selama 1 jam.

c. Metode rektodolorimetri

Tikus diletakkan di sebuah kandang yang dibuat dari alas tembaga yang dihubingkan dengan sebuah penginduksi berupa gulungan. Ujung lain dari gulungan tersebut dihubungkan dengan silinder elektrode tembaga. Sebuah voltmeter yang sensitif untuk mengubah 0,1 volt dihubungkan dengan konduktor pada gulungan di bagian atas. Pada penggunaan tegangan 1 sampai 2 volt akan menimbulkan teriakan pada tikus.

L. Pengujian Analgesik Secara in-vitro

(49)

obat-31

obat tersebut memiliki aksi penghambatan siklooksigenase (COX) pada jalur prostaglandin. Namun analgesik perifer baru harus diuji tidak hanya pada aktifitas in-vitro di sikloogsigenase saja tetapi juga harus diuji aktivitasnya secara in-vivo (Vogel, 2002).

Parasetamol bekerja paling tidak sebagian dengan mengurangi tonus peroksida sitoplasmik: peroksida penting untuk mengaktivasi enzim hem menjadi bentuk ferri. Pada daerah inflamasi akut, parasetamol tidak begitu efektif karena neutrofil dan monosit menghasilkan kadar H2O2 dan peroksida lipid yang tinggi, yang mengalahkan kerja obat. Akan tetapi, parasetamol merupakan analgesik efektif pada kondisi dimana infiltrasi leukosit rendah atau tidak ada (Neal, 2005).

M. Landasan Teori

Asam asetat merupakan zat perangsang nyeri yang diinjeksikan secara intraperitoneal sehingga menyebabkan pelepasan ion H+ dan timbul respon pada subyek uji berupa geliat. Parasetamol merupakan analgesik non-narkotik yang bekerja pada perifer, dapat mengurangi rasa nyeri akibat pemberian asam asetat (Mutschler, 1986). Parasetamol diabsorpsi dengan baik secara oral dalam keadaan lambung yang kosong (Anonim, 2005).

Dalam pustaka yang ditemukan diketahui bahwa restrain test dapat meningkatkan kadar plasma kortisol (Suwito et al, 2004). Stres juga dapat meningkatkan aliran darah dalam otot yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa nyeri (Leatz and Stolar, 1993).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(50)

N. Hipotesis

(51)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni, dimana dilakukan manipulasi atau perlakuan terhadap seluruh subyek uji dan bersifat eksploratif yaitu untuk mengetahui pengaruh stres terhadap efek analgesik parasetamol.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola searah. Acak berarti pengelompokkan mencit dilakukan secara random, setiap subyek uji memiliki kesempatan yang sama untuk dimasukkan ke dalam kelompok perlakuan. Termasuk penelitian rancangan lengkap karena variabel yang terdapat dalam penelitian ini sudah diperhitungkan sebelumnya baik bahan uji, sampel uji maupun hewan uji yang akan digunakan. Termasuk penelitian pola searah karena variabel bebas pada penelitian ini hanya ada satu yaitu kondisi mencit yang mengalami stres/tidak yang menentukan variabel tergantungnya yaitu berupa data jumlah geliat mencit tiap selang waktu 5 menit selama 1 jam.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1) Variabel penelitian

Variabel-variabel yang ada dalam penilitian ini, antara lain:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(52)

a. Variabel bebas, yaitu pengaruh pra-perlakuan stres terhadap parasetamol. Kondisi stres diberikan dengan memasukkan mencit ke dalam pipa pralon yang kedua ujungnya ditutup dengan kawat kasa.

b. Variabel tergantung, yaitu jumlah geliat mencit setiap 5 menit selama 1 jam. c. Variabel pengacau terkendali meliputi : jenis kelamin mencit (mencit putih

jantan galur lokal), berat badan mencit (20-30 gram), umur mencit (2-3 bulan). d. Variabel pengacau tak terkendali meliputi : kondisi patologis dari mencit yang digunakan sebagai hewan uji dalam penelitian ini, status kesehatan, cahaya, dan kelembaban.

2). Definisi operasional

a. Stres dapat diartikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya.

b. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan dan yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan.

c. Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anastesi umum.

d. Parasetamol merupakan salah satu obat golongan analgesik perifer (non-narkotik).

(53)

35

C. Bahan Penelitian

Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: hewan uji mencit putih jantan dewasa sehat berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram sebanyak tujuh ekor setiap kelompok perlakuan, asam asetat, parasetamol, aquades, dan CMC-Na. Seluruh bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

D. Alat Penelitian

Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: pipa pralon dengan ukuran diameter internal 2,6 cm dan panjang 10,7 cm yang kedua ujungnya ditutup dengan kawat kasa; timbangan mencit; timbangan analitik; alat suntik oral; alat suntik parenteral (intraperitonial); alat-alat- gelas; dan alat pencatat waktu (stopwatch).

E. Tata Cara Penelitian

Pada penelitian ini peneliti melakukan rangkaian proses sebagai berikut :

1. Penentuan metode uji

Pada percobaan ini penulis memilih metode uji yang digunakan adalah metode uji rangsang kimia. Penulis memilih metode ini karena metode rangsang kimia sangat mudah dikerjakan dengan hasil yang cukup akurat. Selain itu, pada pengerjaanya relatif tidak dibutuhkan waktu yang lama karena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(54)

total waktu yang diperlukan adalah selama 105 menit. Hasil yang ditunjukkan juga mudah diamati yaitu pengamatan jumlah geliat mencit saja.

2. Pembuatan sediaan

a. Pembuatan larutan asam asetat 1% dengan dosis 100 mg/kg BB

Larutan asam asetat 1% dibuat dengan mempipet asam asetat 100% sebanyak 0,25ml lalu dilarutkan dalam aquades secukupnya, kemudian diencerkan dengan aquades hingga volumenya 25ml.

b. Pembuatan larutan CMC-Na 1% 100 ml

Timbang dengan seksama serbuk CMC-Na sebanyak 1 gram dilarutkan dengan air panas secukupnya sambil diaduk sampai 100,0 ml. CMC yang digunakan yaitu Natrium karboksil metil selulose. Senyawa ini berwarna putih sampai krem, berbentuk serbuk, dan bersifat higroskopik (Anonim, 1995).

c. Pembuatan suspensi parasetamol dalam CMC-Na 1%

Larutan parasetamol dibuat dengan mensuspensikan parasetamol sebanyak 0,1 gram dalam CMC-Na 1% yang telah dibuat dengan langkah seperti di atas hingga volumenya 10 ml.

3. Penentuan dosis

a. Penentuan dosis asam asetat

(55)

37

Subyek uji diinjeksi secara intraperitonial dengan asam asetat pada masing-masing dosis yang telah ditentukan. Amati geliatnya setiap interval waktu 5 menit selama 60 menit. Dosis yang dipilih adalah dosis yang memberikan geliat yang tidak terlalu banyak sehingga memudahkan dalam pengamatan, tetapi juga tidak terlalu sedikit geliatnya sehingga apabila sebelumnya diberi perlakuan dengan analgesik lemah masih menunjukkan respon hingga waktu 60 menit.

b. Penentuan dosis parasetamol

Parasetamol yang akan digunakan berbentuk serbuk, dosis parasetamol yang biasa digunakan sebesar 500 mg/50 kg BB. Dosis ini kemudian dikonversikan ke mencit, sehingga diperoleh dosis 91 mg/kg BB.

Pada penelitian ini digunakan dosis parasetamol 91 mg/kg BB yang merupakan dosis terapeutik karena penelitian ini dibatasi untuk mengetahui pengaruh stres terhadap daya analgesik parasetamol pada dosis terapeutik.

4. Penentuan selang waktu pemberian asam asetat

Pada penelitian ini senyawa uji yang digunakan adalah suspensi parasetamol dalam CMC-Na 1% dengan dosis 91 mg/kg BB. Variasi selang waktu pemberian asam asetat yang dicobakan yaitu 10 dan 15 menit. Selang waktu pemberian yang dipilih adalah selang waktu pemberian yang memberikan jumlah geliat paling sedikit dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(56)

5. Perlakuan pada hewan uji

mencit (secara acak)

kontrol perlakuan I perlakuan II

pipa pralon

(stressor)

CMC-Na parasetamol parasetamol

1% b/v 91 mg/kg BB 91 mg/kg BB

asam asetat 1% v/v asam asetat 1% v/v asam asetat 1% v/v

jumlah geliat jumlah geliat jumlah geliat

Gambar 9. Skema kerja metode percobaan rangsang kimia

a) Pipa pralon disiapkan untuk stressor dengan ukuran diameter internal 2,6 cm dan panjang 10, 7 cm yang kedua ujungnya ditutup dengan kawat kasa. Pipa pralon diletakkan horisontal dalam posisi stabil sehingga tidak berubah posisinya.

b) Hewan percobaan dipuasakan makan selama lebih kurang 18 jam, minum tetap diberikan.

(57)

39

d) Kelompok kontrol diberi CMC-Na 1% (p.o) kemudian diinjeksikan larutan asam asetat (i.p) sebagai rangsang nyeri kemudian dicatat jumlah geliat yang timbul setiap interval waktu 5 menit selama 60 menit.

e) Kelompok perlakuan I diberi injeksi larutan parasetamol (p.o) dengan dosis 91 mg/kg BB. Setelah 15 menit, mencit diberi injeksi larutan asam asetat (i.p) sebagai rangsang nyeri kemudian dicatat jumlah geliat yang timbul setiap interval waktu 5 menit selama 60 menit.

f) Kelompok perlakuan II dimasukkan ke dalam stressor (pipa pralon) selama 30 menit. Setelah dikeluarkan dari pralon, mencit kemudian diinjeksi larutan parasetamol (p.o) dengan dosis 91 mg/kg BB. Setelah 15 menit, mencit diinjeksi larutan asam asetat (i.p) sebagai rangsang nyeri kemudian dicatat jumlah geliat yang timbul setiap interval waktu 5 menit selama 60 menit. g) Dibuat kurva mean jumlah kumulatif geliat masing-masing kelompok

perlakuan vs waktu (menit).

h) Persen daya analgesik dihitung dengan rumus:

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ −

=100% 100% lg % x K O esik ana daya dimana:

O = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi obat analgesik (perlakuan) K = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi CMC-Na 1% (kontrol) i) Daya analgesik perlakuan I dan II dibandingkan, daya analgesik yang baik

ditunjukkan dengan semakin sedikitnya jumlah geliat mencit. Bila pada kelompok perlakuan 2 (diberi stressor), parasetamol memiliki daya analgesik yang lebih buruk maka stressor menurunkan efek analgesik parasetamol.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(58)

j) Perubahan persen daya analgesik terhadap perlakuan I yaitu pemberian parasetamol tanpa pra-perlakuan stres dapat dihitung menggunakan rumus:

% 100 ) (

lg

% x

Kp P Kp esik ana daya

Perubahan = −

Keterangan:

P = % daya analgesik pada setiap kelompok perlakuan

Kp = rata-rata % daya analgesik pada perlakuan I, pemberian parasetamol tanpa pra-perlakuan stres

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh berupa jumlah geliat mencit pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan I, dan kelompok perlakuan II. Kemudian dihitung daya analgesik pada tiap-tiap kelompok mencit. Nilai daya analgesik tersebut dibandingkan antara kelompok kontrol, kelompok perlakuan I, dan kelompok perlakuan II.

(59)

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Pendahuluan

Dalam pengujian daya analgesik terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan. Uji pendahuluan tersebut dilakukan untuk mempersiapkan hal-hal yang perlu dalam pengambilan data, supaya memperoleh hasil yang baik pada saat pengambilan data yang sebenarnya. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi penetapan kriteria geliat, penetapan dosis asam asetat, dan penetapan selang waktu pemberian asam asetat. Berkaitan dengan pengujian tersebut, hewan uji yang akan digunakan juga perlu dipersiapkan. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencit putih jantan, berumur 2-3 bulan, dan berat badannya antara 20-30 gram. Sebelum perlakuan, semua mencit yang akan digunakan dipuasakan terlebih dahulu selama lebih kurang 18 jam.

1. Penentuan kriteria geliat

Penentuan kriteria geliat dalam penelitian ini perlu dilakukan untuk menentukan tipe geliat yang relatif sama sehingga memudahkan dalam pengamatan. Respon geliat yang diamati yaitu ketika kaki belakang dijulurkan ke arah belakang serta perut menempel ke bagian alas pada tempat pengamatan. Geliat yang diamati pada saat menjulurkan kaki belakang tidak perlu kedua kakinya asalkan gerakan tersebut terlihat sebagai gerakan menggeliat.

Pada penentuan kriteria geliat ini digunakan zat pengiritasi asam asetat 1% v/v dengan dosis 100 mg/kg BB yang disuntikkan secara intraperitonial, yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(60)

akan mengiritasi pada rongga perut sehingga timbul respon berupa gerakan menggeliat. Respon menggeliat dilakukan oleh mencit karena adanya rasa sakit yang ditimbulkan akibat pemberian asam asetat 1% v/v dengan dosis 100 mg/kg BB. Asam asetat menyebabkan kontraksi otot pada rongga perut sehingga timbul usaha mencit untuk melakukan relaksasi otot rongga perut tersebut dalam bentuk geliat.

Respon menggeliat pada setiap mencit tidak selalu sama karena rasa sakit bersifat subyektif. Subyektifitas penilaian rasa nyeri yang dilakukan oleh mencit dipengaruhi oleh ketahanan yang berbeda dari masing-masing mencit terhadap rangsang nyeri yang diwujudkan dalam respon menggeliat yang berbeda pula. Pengamatan geliat mencit dilakukan setiap 5 menit setelah pemberian rangsang asam asetat dan pengamatan tersebut berlangsung selama 60 menit. Pedoman dalam pencatatan jumlah geliat mencit berdasarkan kriteria geliat mencit yang telah ditetapkan di bagian awal.

2. Penetapan dosis asam asetat

Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menguji daya analgesik yaitu metode induksi secara kimia. Metode ini dilakukan dengan cara menginjeksikan rangsang nyeri (asam asetat, fenilkuinon, dan p-benzokuinon) secara i.p pada mencit putih jantan dengan selang waktu tertentu. Rangsang yang digunakan untuk pengujian ini yaitu asam asetat.

(61)

43

pembebasan ion H+ dari asam asetat, maka akan menyebabkan luka pada membran sel. Fosfolipid dari membran sel akan melepaskan asam arakhidonat yang pada akhirnya akan membentuk prostaglandin (Wilmana, 1995). Secara teoritis, peningkatan dosis rangsang dapat menimbulkan derajat nyeri yang lebih besar yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah geliat mencit. Maka, uji pendahuluan ini dilakukan untuk mencari dosis efektif asam asetat yang akan digunakan dalam percobaan.

Dalam percobaan ini dicobakan dua variasi dosis pada 3 ekor mencit putih jantan pada setiap kelompok. Kedua variasi dosis yang diuji adalah 50 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB yang disuntikkan secara i.p. Respon geliat mencit diamati dan dicatat setiap 5 menit, pengamatan dilakukan selama 60 menit. Data geliat mencit dan hasil statistik yang diperoleh terlampir dalam lampiran dan telah diringkas pada tabel I.

Tabel I. Rata-rata jumlah geliat mencit pada pemilihan dosis asam asetat

Dosis asam asetat Rata-rata jumlah geliat (M ± SE)

50 mg/kg BB 64 ± 1,5

100 mg/kg BB 107 ± 0,6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(62)

dosis

2.00 1.00

Mean gelia

t

120.00

100.00

80.00

60.00

40.00

20.00

0.00

Error bars: +/- 1 SE

Gambar 10. Diagram batang dosis asam asetat 1% v/v vs rata-rata jumlah geliat mencit pada orientasi dosis asam asetat

(63)

45

Dosis asam asetat yang dipilih adalah dosis 100 mg/kg BB karena memberikan rata-rata jumlah geliat yang optimum dan masih terjadi geliat hingga akhir waktu pengamatan sehingga memudahkan dalam pengamatan dan pencatatan jumlah geliat mencit. Dengan demikian kesalahan dalam pengamatan dan pencatatan dapat diminimalkan.

3. Penentuan selang waktu pemberian asam asetat

Penentuan selang waktu pemberian asam asetat perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mencari waktu yang paling tepat agar parasetamol bekerja secara optimal. Adanya aksi obat ditunjukkan dengan adanya penurunan jumlah geliat mencit yang diamati dan dicatat pada waktu tertentu. Jika jumlah geliat yang terjadi lebih sedikit maka menunjukkan adanya kerja obat yang lebih baik.

Pada penelitian ini, senyawa uji yang digunakan adalah parasetamol dengan dosis 91mg/kg BB. Variasi selang waktu pemberian asam asetat yang dicobakan yaitu 10 menit dan 15 menit. Data yang diperoleh dari hasil statistik terlampir pada lampiran dan telah diringkas pada tabel II.

Tabel II. Rata-rata jumlah geliat mencit pada penentuan selang waktu pemberian asam asetat dengan dosis 100 mg/kg BB

Selang waktu Rata-rata jumlah geliat (M ± SE)

10 menit 57,0 ± 3,8

15 menit 32,7 ± 3,2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(64)

waktu

15 menit 10 menit

Me

an ge

li

at

60.00

40.00

20.00

0.00

Error bars: +/- 1 SE

Gambar 11. Diagram batang selang waktu vs rata-rata jumlah geliat mencit pada orientasi selang waktu pemberian asam asetat dengan dosis 100 mg/kg BB

(65)

47

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kelompok dengan selang waktu 10 menit dan 15 menit memiliki perbedaan yang bermakna sehingga digunakan selang waktu 15 menit karena diasumsikan parasetamol yang diberikan ke mencit sudah terabsorpsi sepenuhnya sehingga efek analgesiknya lebih baik.

B. Hasil Uji Pengaruh Stres Terhadap Efek Analgesik Parasetamol Dosis Terapi

Pada penelitian ini, daya analgesik diteliti dengan menggunakan metode induksi secara kimia dengan pemberian asam asetat. Asam asetat merupakan iritan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan secara lokal. Asam asetat disuntikkan secara intraperitoneal karena diharapkan nyeri yang timbul bersifat lokal terutama di daerah peritoneal.

Mencit yang disuntik dengan asam asetat secara i.p akan memberikan respon berupa gerakan menggeliat yaitu gerakan menempelkan perut ke lantai dan menarik kedua kaki ke belakang. Senyawa yang mempunyai daya analgesik akan menurunkan frekuensi atau jumlah gerakan menggeliat yang dilakukan oleh mencit. Maka, dalam penelitian ini gerakan menggeliat mencit pada berbagai perlakuan diamati dan dicatat kemudian dianalisis. Adanya peningkatan jumlah geliat mencit menunjukkan adanya pengaruh stres terhadap efek analgesik parasetamol. Metode analisis yang digunakan adalah uji one way anova dan post hoc test (uji scheffe).

Pengujian daya analgesik dilakukan dengan ketentuan seperti pada hasil uji pendahuluan dengan menggunakan asam asetat 1% dosis 100 mg/kg BB serta selang waktu pemberiannya 15 menit. Subyek uji yang digunakan adalah mencit

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(66)

putih berkelamin jantan. Sebelum perlakuan, mencit dipuasakan terlebih dahulu selama ±18 jam dengan diberi air minum. Mencit yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu untuk mendapatkan keseragaman bobot dalam satu kelompok perlakuan. Pengumpulan data dilakukan pada waktu yang kurang lebih sama yaitu antara pukul 07.00-13.00 WIB.

Pada pengujian yang menggunakan parasetamol, larutan parasetamol dibuat dalam bentuk sediaan suspensi dalam larutan CMC-Na 1% karena parasetamol sukar dibuat dalam bentuk larutan yang disebabkan kelarutannya dalam air kecil. Jadi, CMC-Na 1% hanya berfungsi sebagai suspending agent dalam pembuatan suspensi parasetamol. Artinya, CMC-Na 1% dalam fungsinya sebagai suspending agent bagi parasetamol tidak memberikan pengaruh terhadap daya analgesik parasetamol. Dengan kata lain CMC-Na 1% bersifat netral dan terbukti tidak mempunyai efek analgesik (Lylya, 2000; Ariyanti, 2000).

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pralon dengan diameter dalam 2,6 cm dan panjang 10,7 cm, parasetamol sebagai obat an

Gambar

Tabel I Rata-rata jumlah geliat mencit pada pemilihan dosis asam asetat  ..  43
Gambar 14. Diagram batang perlakuan vs rata-rata % daya analgesik
Gambar 1. Stres sebagai suatu stimulus (Smet, 1994)
Gambar 2. Stres sebagai suatu respon (Smet, 1994)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nah Sahabat MQ/ Apa tanggapan anda/ terhadap wacana usulan Pemilihan Gubernur tidak langsung?// Apakah benar/ pemilihan gubernur tidak langsung/ merupakan wujud

Apakah saat membersihkan peralatan (pakaian, APD, peralatan penyemprotan) pestisida menggunakan wadah baskom/ember khusus.. Apakah saat membersikan peralatan pestisida

Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Pemasaran

Kemungkinan besar prediksi efek stres kerja adalah ketidakpuasan pekerjaan. Ketika hal ini muncul, seseorang merasa kurang termotivasi untuk bekerja, tidak bekerja dengan

Alasan digunakannya PTK dalam penelitian ini adalah peneliti ingin meningkatkan hasil belajar peserta didik dengan menggunakan metode hand sign Kodaly saat proses

temyata data atau informasi dan keterangan tersebut tidak benar atau palsu, kamr menyatakan bersedia untuk. dicabut SIUP yang telah diterbitkan dan dituntut sesuai dengan

(2) Tarif atas jasa layanan di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) ditetapkan berdasarkan kontrak

Wahid Umar dalam penelitiannya yang berjudul Kemampuan Representasi Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada Konsep Pecahan dan Pecahan Senilai (2011)