15 BAB II
LANDASAN TEORI 2.1Kinerja Perusahaan
2.1.1 Definisi Kinerja
Kinerja adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan
sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu
periode (Mulyadi, 2001 dalam Hanuma, 2011). Menurut (Mulyadi, 2007:328
dalam Nugrahayu dan Retnani, 2015), kinerja perusahaan sebagai keberhasilan
perusahaan secara keseluruhan dalam mencapai sasaran-sasaran strategik yang
telah ditetapkan melalui inisiatif strategik pilihan. Kinerja perusahaan diartikan
sebagai kemampuan perusahaan untuk meraih tujuannya melalui pemakaian
sumber daya secara efisien dan efektif dan menggambarkan seberapa jauh
suatu perusahaan mencapai hasilnya setelah dibandingkan dengan kinerja
terdahulu previous perfomance dan kinerja organisasi lain benchmarking, serta
sampai seberapa jauh meraih tujuan dan target yang telah ditetapkan
(Muhamad, 2008:14 dalam Nugrahayu dan Retnani, 2015). Kinerja adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program
kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi
yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu
organisasi (Wibowo, 2010:7 dalam Tahaka, 2013)
Dari berbagai definisi kinerja diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja
merupakan perfomance atau penampilan atau hasil kerja seseorang maupun
diukur dengan standar yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Oleh
karena organisasi pada dasarnya dioperasikan oleh sumber daya manusia, maka
pengukuran kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia
dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi (Mulyadi,
2001). Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak
semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya
diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya memberikan
penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Dengan adanya
penilaian kinerja, manajemen puncak dapat memperoleh dasar yang obyektif
untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang disumbangkan
masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara
keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat memberikan motivasi dan
rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
2.1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja
Manfaat pengukuran kinerja menurut (Mulyadi, 2001 dalam Hanuma
dan Kiswara, 2010) adalah sebagai berikut:
a) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian personal secara maksimum.
Dalam mengelola perusahaan, manajemen menetapkan sasaran yang akan
dicapai beserta langkah-langkah pencapaiannya dalam sebuah perencanaan.
yang efektif. Pelaksanaan rencana dapat ditempuh dengan tangan besi yang
dapat menjamin pencapaian ini akan disertai dengan rendahnya moral
karyawan. Motivasi akan membangkitkan dorongan dalam diri karyawan
untuk menggerakkan usahanya dalam mencapai sasaran yang telah
ditetapkan oleh organisasi.
b) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan.
Penilaian kinerja akan menghasilkan data yang dapat digunakan sebagai
dasar pembuatan keputusan yang berkaitan dengan karyawan seperti
promosi, mutasi atau pemutusan hubungan kerja permanen. Data hasil
evaluasi kinerja yang diselenggarakan secara periodik akan sangat
membantu memberikan informasi penting dalam mempertimbangkan
keputusan tersebut.
c) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan.
Organisasi memiliki suatu keinginan untuk mengembangkan karyawan
selama masa kerjanya agar karyawan selalu dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan dan
perkembangan. Sulit bagi perusahaan untuk mengadakan program
pelatihan dan pengembangan bila perusahaan tidak mengetahui kekuatan
dan kelemahan karyawan yang dimilikinya. Hasil penelitian kinerja dapat
sesuai dan untuk mengevaluasi kesesuaian program pelatihan karyawan
dengan kebutuhan karyawan.
d) Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai mereka.
Dalam organisasi perusahaan, biasanya manajemen atas mendelegasikan
sebagai wewenangnya kepada manajemen dibawah mereka disertai dengan
alokasi sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan wewenang
tersebut. Penggunaan wewenang dan konsumsi sumber daya dalam
pelaksanaan wewenang itu dipertanggungjawabkan dalam bentuk kinerja.
e) Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Manfaat penghargaan berbasis kinerja mendorong personel untuk
mengubah kecenderungan mereka dari semangat untuk memenuhi
kepentingan diri sendiri ke semangat untuk memenuhi tujuan organisasi.
Penghargaan digolongkan dalam 2 kelompok yaitu :
1. Penghargaan intrinsik, berupa puas diri yang telah berhasil
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan telah mencapai sasaran
tersebut.
2. Penghargaan ekstrinsik, terdiri dari kompensasi yang diberikan kepada
karyawan, baik berupa kompensasi langsung, tidak langsung, maupun
yang berupa kompensasi non keuangan dimana ketiganya memerlukan
data kinerja karyawan agar penghargaan tersebut dirasakan adil oleh
karyawan yang menerima maupun yang tidak menerima penghargaan
2.2Balanced Scorecard
2.2.1 Pengertian Balance Scorecard
Menurut (Mulyadi, 2001 dalam Rosyada, 2015), balanced scorecard terdiri dari dua kata, yaitu:
a. Kartu skor (scorecrad) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat
skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk
merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa
depan.
b. Berimbang (balanced) yaitu menunjukkan bahwa kinerja personel
atau karyawan diukur secara seimbang dari dua aspek: keuangan
dan non keungan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan
ekstern.
Menurut (Kaplan & Norton, 2000:17 dalam Dewi, 2015),
Balanced scorecard (kartu stok berimbang) adalah suatu kerangka kerja
untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi
perusahaan, yaitu: (1) ukuran kinerja finansial masa depan. Kerangka
kerja ini meliputi perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan
pembelajaran serta pertumbuhan, diturunkan dari proses penerjemahan
strategi perusahaan yang dilaksanakan secara eksplisit dan ketat ke
merupakan sekelompok ukuran yang berkaitan langsung dengan
strategi suatu perusahaan.
Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor
hasil kinerja seseorang. Melalui kartu skor, skor yang akan diwujudkan
personil di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja
sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan
evaluasi atas kinerja personil yang bersangkutan.
Berimbang menunjukkan bahwa kinerja personil diukuyr secara
berimbang dari dua aspek, yaitu aspek keuangan dan non keuangan,
jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern.
Definisi balanced scorecard menurut (Pearce & Robinson,
2007:254 dalam Dewi, 2015) adalah suatu kumpulan dari empat ukuran
yang berkaitan langsung dengan strategi suatu perusahaan, yaitu: (1)
kinerja keuangan, (2) pengetahuan mengenai pelanggan, (3) proses
bisnis internal, serta (4) pembelajaran dan pertumbuhan.
Hansen dan Mowen (2006) yang dikutip oleh Dewi (2015),
menyatakan bahwa visi dan strategi organisasi diterjemahkan ke dalam
tujuan operasional dan ukuran kinerja yang terdapat dalam empat
perspektif Balanced scorecard, yaitu: (1) perspektif keuangan, (2) perspektif pelanggan, (3) perspektif proses bisnis internal, dan (4)
Menurut (Pearce dan Robinson, 2007:255 dalam Dewi,
2015), Balanced scorecard mengarahkan suatu perusahaan untuk mengaitkan strategi jangka panjangnya dengan sasaran dan tindakan
yang nyata.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
Balanced scorecard merupakan suatu kerangka kerja pengukuran kinerja yang menyatakan visi dan strategi organisasi dalam empat
perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif
proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
2.2.2 Sejarah Balanced Scorecard
Pada tahun 1996 Robert Kaplan dan David Norton membuat sebuah metode
yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja yang sesuai untuk
perusahaan di era globalisasi, bernama Balanced Scorecard. Sistem ini pertama
kali diuji coba oleh perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Latar belakang pembuatan metode ini adalah pendapat kedua orang ahli tersebut
yang melihat bahwa penggunaan metode konvensional yang digunakan oleh
organisasi perusahaan yang hanya mengukur tingkat kinerja perusahaan dari
sisi finansial (tingkat keuntungan) semata sebagai bentuk keberhasilan
perusahaan. Penggunaan metode konvensional ini tentu saja tidak lagi efektif
apabila diterapkan pada era globalisasi sekarang ini dimana faktor finansial
Penggunaan balanced scorecard sendiri diharapkan dapat memperbaiki
sistem konvensional dengan menggunakan fakta yang lebih bersifat kualitatif
dan non finansial. Perbaikan penting lain dari balanced scorecard lainnya adalah bahwa dengan diterapkannya balanced scorecard adalah fokusnya pada
pencapaian profitabilitas masa depan organisasi perusahaan. Menurut Norton
dan Kaplan, balanced scorecard akan mempengaruhi struktur dan sistem manajemen yang ada pada saat ini melalui penetapan definisi-definisi
pengukuran strategis dan integrasi strategi jangka panjang ke dalam
penganggaran tahunan. Asumsi dasar dari penerapan balanced scorecard adalah bahwa semua organisasi adalah institusi pencipta kekayaan karena itu
semua kegiatannya haruslah dapat menghasilkan tambahan kekayaan baik
secara langsung maupun tidak langsung.
2.2.3 Tujuan Balanced Scorecard
Tujuan dan pengukuran keuangan dalam balanced scorecard bukan hanya panggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan yang ada
melainkan merupakan hasil dari proses top-down berdasarkan misi dan strategi
dari suatu unit usaha. Misi dan strategi harus diterjemahkan oleh balanced scorecard menjadi suatu tujuan dan ukuran yang nyata. Kata “Balanced” disini menekankan keseimbangan antara beberapa faktor :
a) Keseimbangan antara pengukuran eksternal bagi stakeholder dan konsumen dengan pengukuran internal bagi proses internal bisnis,
b) Keseimbangan antara pengukuran hasil dari usaha masa lalu dengan
pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang.
c) Keseimbangan antara unsur obyektivitas, yaitu pengukuran berupa
hasil kuantitatif yang diperoleh secara mudah dengan unsur
subyektivitas, yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan
pertimbangan.
Dengan demikian, balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen pengukuran dan pengendalian secara cepat dan komprehensif
dapat memberikan perusahaan kepada manajemen tentang kinerja bisnis.
Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dan empat perspektif,
yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan serta
proses pembelajaran dan pertumbuhan.
2.2.4 Perspektif Dalam Balance Scorecard
Balanced scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang menterjemahkan visi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan dan
ukuran operasional (Hansen dan Mowen, 2003 dalam Deviani dan
Setiawarman, 2015). Balanced scorecard mempunyai empat perspektif
sebagai komponen dalam melakukan pengukuran kinerja perusahaan,
hal tersebut dapat memberikan keseimbangan antara tujuan jangka
pendek dan tujuan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan dengan
subyektif yang lunak (Kaplan dan Norton, 2000:55 dalam Sari dan
Retnani, 2015).
Empat perspektif balanced scorecard tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perspektif keuangan
Perspektif keuangan ini berorientasi kepada para pemegang
saham. Menurut (Kaplan, 1996 dalam Ciptani, 2000), pada saat
perusahaan melakukan pengukuran secara finansial, maka hal
pertama yang harus dilakukan adalah mendeteksi keberadaan
industri yang dimilikinya.
Dalam perspektif finansial, terdapat tiga aspek dari strategi
yang dilakukan suatu perusahaan, yaitu:
a) Pertumbuhan pendapatan dan kombinasi pendapatan yang
dimiliki suatu organisasi bisnis
b) Penurunan biaya dan peningkatan produktivitas
c) Penggunaan aset yang optimal dan strategi investasi
Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya
tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu: growth, sustain, dan
harvest (Kaplan dan Norton, 2001 dalam Hanuma dan Kiswara, 2010). Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga
penekanan pengukurannya pun berbeda pula. Tahapan tersebut
adalah sebagai berikut:
yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan yang
baik. Disini manajemen terikat dengan komitmen untuk
mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun
dan mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas
produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan
sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan
mendukung hubungan global, serta membina dan
mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
b) Sustain (bertahan) adalah tahapahan kedua dimana perusahaan perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian
terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba
mempertahanka pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya jika mungkin. Investasi yang dilakukan
umumnya diarahkan untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan
operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap
ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas
investasi yang dilakukan. Tolak ukur yang kerap digunakan
pada tahap ini, misalnya ROI (Return On Investment), Profit
Margin dan Operating Ratio.
sebelumya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi
maupun membangun kemampuan baru, kecuali pengeluaran
untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran
keuangan adalah hal yang utama dalam tahap ini, sehingga
diambil sebagai tolak ukur, yaitu memaksimumkan arus kas
masuk dan pengurangan modal kerja.
Dalam mengukur kinerja perusahaan dari perspektif
keuangan, perusahaan juga dapat menggunakan analisis rasio.
Adapun rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
keuangan perusahaan menurut (Hansen dan Mowen, 2006 dalam
Dewi, 2015) adalah sebagai berikut:
a. Rasio Likuiditas, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
pendeknya dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki.
Ukuran rasio yang digunakan untuk mengukur rasio likuiditas
adalah Current Ratio, Quick Ratiodan Cash Ratio.
b. Rasio Solvabilitas, disebut juga sebagai rasio leverage mengukur perbandingan dana yang memiliki perusahaan
dengan dana yang dipinjam dari kredit perusahaan tersebut.
Rasio yang digunakan untuk mengukur rasio solvabilitas yaitu
c. Rasio Profitabilitas, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba.
Ukuran yang dipakai untuk menghitung rasio profitabilitas
yaitu Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return On Investment dan Return On Equity.
d. Rasio Pertumbuhan, digunakan untuk menghitung besarnya
tingkat pertumbuhan perusahaan dalam suatu periode tertentu.
Rasio yang digunakan untuk menghitung rasio pertumbuhan
adalah rasio laba terhadap saham beredar (EPS), rasio harga
saham terhadap laba per lembar saham (P/E Ratio), rasio
harga saham terhadap penjualan (P/S Ratio) dan rasio harga
saham terhadap nilai buku (PB/V Ratio).
2. Perspektif pelanggan
Perspektif ini berorientasi pada pelanggan, yaitu pelayanan
yang optimal terhadap pelanggan dan segmen pasar yang
dikuasai oleh perusahaan.
Dalam perspektif pelanggan ini, pengukuran dilakukan
dengan lima aspek utama menurut (Kaplan, 1996:67 dalam
Ciptani, 2000), yaitu:
a) Pengukuran pangsa pasar
Pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar perusahaan
mencerminkan proporsi bisnis dalam satu area bisnis
customer, atau unit volume yang terjual atas setiap unit
produk yang terjual.
b) Customer retention (retensi pelanggan)
Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya
prosentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah customer yang saat ini dimiliki oleh perusahaan.
c) Customer acquisition (akuisisi pelanggan)
Pengukuran dapat dilakukan melalui prosentase jumlah
penambahan customer baru dan perbandingan total penjualan dengan jumlah customer baru yang ada.
d) Customer satisfaction (kepuasan pelanggan)
Pengukuran terhadap tingkat kepuasan pelanggan ini dapat
dilakukan dengan berbagai macam teknik, diantaranya
adalah: survei melalui surat/pos, interview melalui telepon,
atau personal interview.
e) Customer profitability (profitabilitas pelanggan)
Profitabilitas pelanggan merupakan besar keuntungan yang
berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk atau
keutungan jasa atau produk dibagi dengan total pendapatan
jasa atau produk dan dinyatakan dalam persen.
Aspek-aspek pengukuran tersebut di atas masih bersifat
terbatas, sehingga diperlukan pengukuran lain yaitu pengukuran
terhadap semua aktivitas yang mencerminkan nilai tambah bagi
customer yang berada pada pangsa pasar perusahaan. Pengukuran lain tersebut dapat berupa: atribut produk atau jasa
yang diberikan kepada customer (kegunaan, kualitas dan harga),
hubungan atau kedekatan antar customer (pengalaman membeli
dan hubungan personal dengan customer), image dan reputasi produk atau jasa di mata customer.
3. Perspektif proses bisnis internal
Perspektif proses bisnis internal merupakan
pengukuran terhadap seluruh kinerja perusahaan, termasuk manajer
dan karyawan dalam menyediakan produk yang dapat memberikan
kepuasan kepada pelanggan dan pemegang saham. Ada tiga proses
dalam perspektif bisnis internal, yaitu:
(1)Proses Inovasi
Proses inovasi merupakan hal yang penting untuk
dapat mempertahankan posisi dalam segmen pasar yang telah
dikuasai perusahaan atau bahkan meningkatkan posisi
perusahaan dalam segmen pasar. Hal ini dikarenakan
lebih baik kualitas maupun bentuknya dan berbeda
dibandingkan dengan produk-produk yang sudah ada di
pasaran. Sehingga proses inovasi ini harus diperhatikan oleh
perusahaan demi kepuasan pelanggan dan kemajuan
perusahaan.
(2) Proses Operasi
Proses operasi lebih menitikberatkan pada efisiensi proses,
konsistensi dan ketepatan waktu dari barang dan jasa yang
diberikan kepada customer. Proses operasi ini berkaitan dengan penyediaan barang hingga barang sampai pada customer.
(3)Pelayanan purna jual
Pengukuran pelayanan purna jual terhadap customer, meliputi pelayanan servis, garansi, penanganan terhadap produk
cacat atau rusak, serta proses pembayaran atas transaksi
penjualan kredit. Pengukuran pada pelayanan purna jual ini
merupakan hal yang penting karena berpengaruh pada tingkat
kepuasan pelanggan terhadap perusahaan yang nantinya akan
mempengaruhi pangsa pasar dan pendapatan perusahaan untuk
jangka panjang.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Menurut (Hansen dan Mowen, 2006 dalam Dewi, 2015),
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (infrastruktur)
untuk memperoleh pertumbuhan jangka panjang dan perbaikan
bahwa perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini memiliki
tiga tujuan utama, yaitu:
(1)Peningkatan kemampuan pegawai
Dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan pegawai,
perusahaan perlu memberikan pelatihan kepada pegawai agar
pegawai memiliki keahlian yang diharapkan dapat bersinergi
untuk mencapai tujuan perusahaan.
(2)Peningkatan motivasi pegawai
Motivasi merupakan hal yang sangat penting bagi pegawai,
karena dengan motivasi yang tinggi akan meningkatkan
semangat pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya, sehingga berpengaruh pada kinerja yang baik yang
akan memudahkan perusahaan untuk menjalankan strategi dan
mencapai tujuan perusahaan. Tidak dipungkiri bahwa motivasi
terkadang naik turun, sehingga perusahaan perlu melakukan
tindakan untuk meningkatkan motivasi pegawai agar pegawai
bisa memberikan kinerja terbaik untuk pencapaian tujuan
perusahaan.
(3)Peningkatan kemampuan sistem informasi
Informasi yang tepat dan akurat sangat diperlukan oleh
pegawai. Pegawai akan terbantu dengan ketersediaan informasi
barang, informasi ketersediaan barang dan informasi lainnya.
Sehingga perusahaan perlu meningkatkan kemampuan sistem
informasi, agar kinerja pegawai dan aktivitas perusahaan
berjalan dengan lancar.
2.2.5 Keunggulan dan Kelemahan Balanced Scorecard
Menurut (Mulyadi, 2007 dalam Nugrahayu dan Retnani, 2015),
keunggulan Balanced scorecard adalah sebagai berikut :
1. Komprehensif
Balanced scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik dari yang sebelumnya hanya terbatas pada
perspektif keuangan, meluas pada tiga perspektif yang lain, yaitu
customer, proses serta pembelajaran dan pertumbuhan. 2. Koheren
Balanced scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat (causal relationship) diantara berbagai sasaran yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap
sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan
harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Balance (Seimbang)
Keseimbangan antara sasaran srategik yang di perspektifnya,
karena pengukuran kinerja dengan menggunakan konsep
perusahaan saja, namun juga aspek non keuangan seperti
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan.
4. Terukur
Semua strategi yang ditetapkan di tiap perspektif balanced scorecard memiliki tolok ukur masing-masing. Sasaran strategis yang ada di perspektif non keuangan merupakan hal yang tidak
mudah diukur, namun dengan pendekatan balanced scorecard, sasaran-sasaran strategis non keuangan (perspektif pelanggan,
proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan) ditentukan ukurannya sehingga dapat dikelola dan
dievaluasi hasilnya serta dapat diketahui kontribusinya terhadap
kinerja perspektif keuangan. Menurut (Mulyadi, 2001:18 dalam
https://id.scribd.com/doc/131926079/Keunggulan-Balanced-Scorecard), kelemahan Balanced scorecard adalah sebagai berikut :
1. Balanced scorecard belum dapat menetapkan secara tepat sistem kompensasi yang biasanya merupakan tindak lanjutan
dari hasil penilaian kinerja.
2. Bentuk organisasi yang cocok untuk perkembangan proses
dalam organisasi. Empat perspektif dalam Balanced
struktur yang dapat memberikan umpan balik kepada semua
ini.
3. Belum adanya standar ukuran yang baku terhadap hasil
penilaian kinerja perusahaan dengan metode Balanced scorecard.
2.2.6 Penelitian Terdahulu
1. Firdaus Maulana Adi (2016) yang meneliti tentang “Analisis
Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Pendekatan Balanced Scorecard Pada Perusahaan Penerbit Buku Deepublish CV. Budi Utama Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja
perusahaan penerbit buku Deepublish dengan pendekatan
Balance Scorecard menghasilkan total pengukuran kinerja yang
baik. Perspektif keuangan baik, margin laba kotor sebesar
73,6%, margin laba operasi sebesar 18,27%, ROA sebesar
25,21%. Current Ratio sebesar 445,37%, dan TATO sebesar
137,97%. Perspektif pelanggan baik, namun ada catatan pada
akuisisi pelanggan yang mengalami penurunan, retensi
pelanggan mengalami penurunan sebesar 0,38%, akuisisi
pelanggan mengalami penurunan sebesar 23,34%, dan tingkat
kepuasan pelanggan pada tanggapan positif >50%. Perspektif
bisnis internal kurang baik, ada bagian yang harus diperbaiki
oleh manajemen yaitu pada bagian proses inovasi dan
penurunan waktu sebesar 6 hari. Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan kurang baik, produktivitas karyawan mengalami
penurunan sebesar Rp 8.138.170,00, perputaran karyawan
mengalami peningkatan sebesar 16,62%, pada survei kepuasan
karyawan tanggapan positif >60%.
2. Putu Ayu Titha Paramita Pika dan Ida Bagus Dharmadiaksa (2018) yang meneliti tentang “Analisis Pengukuran Kinerja
Perusahaan dengan Menggunakan Konsep Balanced Scorecard pada PT.BPR Sari Sedana”. Hasil penelitian menunjukan bahwa
kinerja PT.BPR Sari Sedana dengan pendekatan Balanced Scorecard menghasilkan total pengukuran kinerja yang baik. Perspektif keuangan baik, ROA sebesar 7,65%, BOPO sebesar
77,49%, NPL sebesar 4,57%, LDR sebesar 82,83%. Perspektif
pelanggan baik, dilihat dari pernyataan positif sebesar 89,88%.
Perspektif bisnis internal cukup baik, dilihat dari pengukuran
kapasitas infrastrukrur yang mengalami peningkatan aset dan
digolongkan pada kualifikasi peningkatan mutu pelayanan,
namun memang masih kurang baik dalam pengukuran tingkat
pertumbuhan inovasi, dimana tidak ada produk baru dari tahun
2012-2016. Kinerja PT.BPR Sari Sedana pada perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan adalah baik, terlihat dari
pengukuran tingkat produktivitas karyawan yang semakin kecil
karyawan yang memberikan hasil jawaban responden
pernyataan positifnya adalah sebesar 94,67%.
3. Diana Riyana H (2017) yang meneliti tentang “Pengukuran
Kinerja Perusahaan PT Indofood Dengan Menggunakan
Balanced Scorecard”. Hasil menunjukkan bahwa perspektif keuangan terdapat peningkatan kinerja di periode 2015-2016
dibanding periode 2014-2015. Penurunan kinerja keuangan di
tahun 2015 mengalami penurunan Net income di tahun 2015 yang disebabkan adanya peningkatan Other expenses yang cukup tinggi di tahun 2015. Perspektif pelanggan, terdapat
peningkatan kinerja keuangan di tahun 2015-2016 dibanding
2015-2014 karena ditahun 2015 terjadi penurunan penerimaan
pelanggan sebesar 5%. Perspektif bisnis internal, yang diwakili
dari hasil pengukuran Operating profit terdapat peningkatan kinerja di periode 2015-2016 sebesar 13% dibanding periode
2014-2015 yang hanya mengalami peningkatan kinerja sebesar
1%. Perspektif pembelajaran dan tumbuh, terdapat peningkatan
kinerja periode 2015-2016 dibanding kinerja periode 2014-2015
yang disebabkan karena Net income di tahun 2015 mengalami penurunan sehingga pendapatan per karyawan mengalami
penurunan.
4. Yessy Kartika Damanik, Nengah Sudjana, dan M.G Wi Endang
Perusahaan Dengan Metode Balanced Scorecard Untuk Menilai
Tingkat Kesehatan BUMN (studi pada PT.PLN (Persero) Area
Pelayanan dan Jaringan Malang Periode 2013-2015). Hasil
penelitian untuk perspektif keuangan pada PT PLN (Persero)
APJ Malang pada tahun 2013 total bobot keseluruhan yaitu
sebesar 40,5 dan mengalami penurunan sebesar 1,5 pada tahun
2014, sehingga total bobot yang diperoleh sebesar 39, dari total
keseluruhan bobot sebesar 46. Penurunan diakibatkan oleh
perbedaan bobot pada Rasio Total Modal Sendiri terhadap Total
Aktiva (TMS terhadap TA), pada tahun 2014 memperoleh skor
yang lebih kecil dari tahun sebelumnya walaupun persentase
rasio yang diperoleh lebih besar dari tahun 2013. Selain itu
faktor yang menyebabkan total bobot tidak maksimal yaitu pada
rasio kas, pada tahun 2013 dan 2014 tidak memperoleh skor,
karena tidak adanya kas yang tersedia pada perusahaan. Pada
tahun 2015 total skor menurun menjadi 38 dengan selisih 1 dari
tahun 2014. Penurunan skor terjadi pada indikator ROI, hal
tersebut terjadi karena terjadi penurunan laba pada tahun 2015
yang disebabkan oleh penurunan pendapatan yang dipengaruhi
oleh penurunan pemberian subsidi listrik oleh pemerintah.
Terlepas dari hal-hal tersebut kinerja yang ditinjau dari
perspektif keuangan dapat dikatakan cukup baik. perspektif
baik. Hal tersebut dapat dilihat dari perhitungan System Average
Interuption Duration Index (SAIDI) dan System Average
Interuption Frequency Index (SAIFI), Profitabilitas pelanggan,
Retensi pelanggan, Akuisisi pelanggan, dan kepuasan
pelanggan. Dengan menghitung SAIDI dan SAIFI dapat dilihat
rata-rata berapa kali pelanggan mengalami padam dan rata-rata
berapa lama pemadaman terjadi. Hasil perhitungan tahun 2013,
2014 dan 2015 menunjukkan hasil yang baik dan hasil yang
menurun setiap tahunnya, hal tersebut menunjukkan adanya
usaha perbaikan yang dilakukan perusahaan untuk
memaksimalkan pelayanan kepada pelanggan. Profitabilitas
pelanggan pada tahun 2013 dan 2014 mengalami peningkatan
yang signifikan, namun pada tahun berikutnya terdapat
penurunan karena laba yang didapat perusahaan juga menurun.
Retensi pelanggan mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan
jumlah pelanggan semakin bertambah setiap tahunnya. namun
akuisisi pelanggan mengalami sedikit penurunan. Pada penilaian
kepuasan pelanggan persentase penilaian kepuasan pelanggan
mengalami peningkatan walaupun bukan peningkatan yang
signifikan. perspektif bisnis internal dapat dikatakan cukup baik.
Pengukuran kinerja pada perspektif ini dapat dilihat dari
pengukuran susut jaringan, proses inovasi dan proses operasi
tahun 2013, 2014 dan 2015 menunjukkan adanya peningkatan
pengurangan energi listrik yang hilang pada jaringan terhadap
produksi kWh netto yang disalurkan. Dilihat dari segi inovasi
yang dilakukan oleh perusahaan, sudah banyak inovasi yang
dilakukan untuk lebih memuaskan pelanggan dan untuk
meningktakan kinerja, inovasi yang dilakukan seperti
pembayaran listrik pada gerai payment point online bank
(PPOB), pemasangan listrik prabayar, pemeliharaan dalam
keadaan bertegangan, pelaksanaan pengadaan E-Procurement,
dan call center 123. perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
dapat dikatakan baik, hal tersebut dapat dilihat dari produktivitas
karyawan pada perusahaan. Produktivitas karyawan dari tahun
2013 meningkat pada tahun berikutnya.
5. Awan Febrianto (2016) yang meneliti tentang “Analisis
Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode Pendekatan
Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Lohjinawe Rembang)”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kinerja KSP Lohjinawe Rembang menghasilkan total
pengukuran kinerja yang baik. Perspektif keuangan baik, CAR
Koperasi tahun 2013 sebesar 37,80%, tahun 2014 sebesar
21,30% dan tahun 2015 sebesar 21,60%. Current Ratio (CR)
dalam kurun waktu tiga tahun selalu mengalami penurunan
182,66%, tahun 2014 sebesar 181,85 dan tahun 2015 sebesar
174,24%. Tingkat ROE pada tiga tahun terakhir koperasi
mengalami fluktuatif, di tahun 2013 ROE sebesar 12,84%, tahun
2014 sebesar 14,70% dan tahun 2015 sebesar 13,89%. Rasio
Return On Investment (ROE) koperasi periode 2013-2015 mengalami penurunan tiap tahunnya meskipun tidak terlalu
signifikan. ROE pada tahun 2013 sebesar 4,75%, tahun 2014
sebesar 3,70% dan tahun 2015 sebesar 3,61%. Analisis kinerja
berdasarkan perspektif pelanggan yang diukur melalui tingkat
akuisis anggota pada tahun 2013 sebesar 10,10%, tahun 2014
sebesar 8,25% dan tahun 2015 sebesar 7,66%. Melalui tingkat
retensi anggota pada tahun 2013 sebesar 92,39%, tahun 2014
sebesar 90,64% dan tahun 2015 sebesar 91,47%. Selain itu juga
diukur menggunakan tingkat kepuasan anggota terhadap
produk/jasa serta pelayanan yang diberikan oleh koperasi.
Pengukuran tentang kepuasan anggota dilakukan pada 93
anggota melalui penyebaran kuesioner yang dibagikan kepada
anggota yang ditemui saat penelitian berlangsung. Hasil
penelitian kepuasan anggota secara keseluruhan melalui kelima
variabel yaitu keandalan, bukti langsung, daya tanggap, jaminan
dan empati dengan rata-rata 88,35%. Perspektif proses bisnis
internal diukur berdasarkan perkembangan jumlah kantor baru,
Berdasarkan data yang diperoleh mengenai peningkatan jumlah
kantor baru koperasi yang selama ini berperan sebagai tempat
terselanggaranya proses transaksi simpan dan pinjam
menunjukkan bahwa jumlahnya selalu menurun tiap tahunnya
selama tiga tahun terakhir. Dari data pada tabel 8 dapat dilihat
bahwa pada tahun 2013 jumlah kantor baru sebanyak 4 kantor
yang berhasil didirikan koperasi yaitu Kantor Cabang Comal,
Masaran, Pare dan Jepon. Di tahun 2014 jumlah kantor baru
sebanyak 3 kantor yaitu Kantor Cabang Kedungwuni, Toroh dan
Slawi. Sementara pada tahun 2015 hanya mampu menambah 1
kantor baru yaitu Kantor Cabang Jiken. Manufacturing Cycle
Effeciency Ratio dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat efesiensi yang dilakukan koperasi dalam
melakukan pelayanan transaksi baik itu pelayanan simpan dan
pelayanan pinjam. MCE Proses Simpan dalam penelitian
menunjukkan 125% sedangkan MCE Proses Pinjam sebesar
114%, waktu proses pengolahan simpanan pada KSP Lohjinawe
Rembang menunjukkan bahwa MCE lebih besar dari satu,
artinya waktu proses pengolahan simpanan pada saat realisasi
lebih cepat dibanding waktu standar pemrosesan secara aktual.
Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran diukur dengan
menggunakan tingkat kepuasan karyawan. Pengukuran
penyebaran kuesioner. Hasil penelitian kepuasan karyawan
secara keseluruhan melalui keempat faktor yaitu faktor finansial,
faktor sosial, faktor fisik dan faktor psikologi adalah sebesar
2.2.7 Kerangka Berpikir
Untuk memudahkan penelitian, maka penulis menggambarkan
kerangka pemikiran atas penelitian ini sebagai berikut :
Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Pendekatan Balanced Scorecard pada PT Taman Wisata Candi Borobudur,
Prambanan, & Ratu Boko
Perspektif Keuangan Perspektif Pelanggan Perspektif Bisnis Internal Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan
Menurut (Hansen dan Mowen, 2006 dalam Dewi, 2015)
1. ROI
2. Profit margin 3. Rasio operasi
Menurut (Kaplan, 1996:67 dalam Ciptani, 2000) 1. Akuisisi Pelanggan 2. Kepuasan pelanggan (Diadopsi dari jurnal Pika, Putu Ayu dan Ida Bagas D, 2018)
Pertumbuhan Aset
Menurut (Kaplan & Norton, 2001:142 dalam Firdaus Maulana Adi, 2016)
1. Kepuasan
karyawan 2. Retensi
karyawanm 3. Masa kerja
karyawan
Pengumpulan Data
Data Primer & Data Sekunder
Hasil pengujian dan pembahasan Kesimpulan dan saran