• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Yohanes Andika Tj. 2013110060 Al Faisal Mulk 2013110067 M. Ibnu Haris 2014110011 Abstrak

Kebijakan asuransi pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani. Sampai saat ini, kebijakan tersebut baru diterapkan pada komoditas padi. Padahal, komoditas cabai besar di Kabupaten Garut juga diperkirakan membutuhkan asuransi pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi efektivitas asuransi pertanian terhadap pendapatan bersih petani cabai besar di Kabupaten Garut. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan asuransi pertanian dapat efektif bila diterapkan di komoditas cabai besar Kabupaten Garut, dengan syarat pengaturan syarat klaim tidak didasarkan pada asuransi pertanian komoditas padi. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa Kabupaten Garut mengalami perubahan iklim selama kurun waktu 2003-2012, ditandai dengan trend curah hujan yang meningkat. Perubahan pola curah hujan yang terjadi juga memengaruhi produktivitas usahatani cabai besar di Kabupaten Garut.

Kata kunci: Kabupaten Garut, Cabai Besar, Asuransi Pertanian.

PENDAHULUAN

Dunia pertanian sangat bergantung pada kondisi cuaca dan iklim. Kondisi tersebut sangat memengaruhi perubahan musim tanam dan berdampak pada penurunan hasil panen. Cabai merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat rentan terhadap perubahan iklim terutama saat musim hujan. Tanaman cabai tidak tahan terhadap hujan, terutama pada waktu berbunga karena bunga-bunganya akan mudah gugur (Hendro, 2010; Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian, 2016). Penurunan hasil panen cabai juga berdampak pada stabilitas inflasi nasional. Menurut Bank Indonesia (2013), pada tahun 2010 cabai besar khususnya cabai merah merupakan tiga besar komoditas penyebab inflasi.

Berdasarkan publikasi kementerian pertanian (2016), Garut merupakan kabupaten sentra produksi utama cabai besar di Jawa Barat. Rata-rata produksi tahun 2011-2015, Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 22,95% terhadap total produksi cabai besar Indonesia (Gambar 1). Pada tahun 2015, Garut memberikan kontribusi sebesar 75,72 ribu ton atau 33,16% dari total produksi cabai besar Jawa Barat (Gambar 2). (BPS Kabupaten Garut, 2015).

Munculnya UU No.19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani merupakan salah satu langkah yang dikeluarkan pemerintah dalam melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada sektor pertanian. Salah satu bentuk perlindungan dan pemberdayaan dalam UU tersebut adalah asuransi pertanian. Tujuan dibuatnya kebijakan ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada petani dalam bentuk bantuan modal kerja jika

(2)

terjadi kerusakan tanaman atau gagal panen akibat salah satunya adalah perubahan iklim sehingga petani tetap bisa melakukan usaha tani setelah mengalami gagal panen.

Sampai saat ini, kebijakan asuransi pertanian hanya diterapkan pada komoditas padi. Padahal, komoditas cabai, khususnya di Kabupaten Garut juga membutuhkan asuransi pertanian. Hal ini didasari pada tanaman cabai tidak tahan pada curah hujan yang tinggi, sedangkan Kabupaten Garut memiliki curah hujan yang tinggi dan hari hujan yang banyak setiap tahunnya. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada pembaca mengenai pengaruh kebijakan asuransi pertanian terhadap pendapatan petani cabai besar di Kabupaten Garut.

Gambar 2. Kontribusi Produksi Cabai Besar di Beberapa Kabupaten Sentra Provinsi Jawa Barat, Tahun 2015

Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.. Gambar 1. Rata-rata Kontribusi Produksi Cabai Besar di Beberapa Provinsi Sentra

Indonesia, Tahun 2011-2015

(3)

ASURANSI PERTANIAN INDONESIA

Dalam meningkatkan kesejahteraan petani, pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan/program di sektor pertanian seperti subsidi bibit, subsidi pupuk, dan kredit program untuk sektor pertanian. Namun bantuan tersebut dirasa belum cukup mampu mengatasi berbagai masalah di sektor pertanian terutama masalah gagal panen yang disebabkan oleh kondisi alam/faktor alam. (Insyafiah & Wardhani, 2014). Dengan demikian tahun 2013, pemerintah mengeluarkan kebijakan asuransi pertanian yang tertuang dalam UU No. 19 Tahun 2013.

Asuransi pertanian di Indonesia menerapkan prinsip Indemnity-based crop insurance: apabila objek yang diasuransikan (produk pertanian) terjadi kegagalan panen, penanggung (PT. Jasindo) bersedia untuk membayar ganti rugi tidak lebih dari nilai aktual yang harus ditanggung oleh petani. Rangkuman mengenai asuransi pertanian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tujuan Untuk memberikan perlindungan kepada petani dalam

bentuk bantuan modal kerja jika terjadi kerusakan tanaman atau gagal panen sebagai akibat risiko bencana alam, serangan OPT, wabah penyakit menular, dampak perubahan iklim/atau jenis risiko lainnya.

Manfaat* Bagi Petani:

1. Melindungi petani dari sisi finansial/pendanaan terhadap kerugian akibat gagal panen.

2. Menaikan posisi petani

dimata lembaga

pembiayaan untuk

mendapatkan kredit petani. 3. Menstabilkan

pendapatan petani.

4. Meningkatkan produksi dan produktivitas sektor pertanian.

Bagi Pemerintah:

1. Melindungi APBN dari kerugian akibat bencana alam di sektor pertanian karena sudah di cover oleh perusahaan asuransi. 2. Mengurangi alokasi dana ad hoc untuk bencana alam.

3. Adanya kepastian alokasi dana di APBN (subsidi premi).

4. Mengurangi kemiskinan di sektor pertanian dalam jangka panjang.

5. Meningkatkan produksi pertanian secara nasional (mengurangi impor)

Syarat petani bisa mengikuti asuransi pertanian

1. Petani Penggarap tanaman pangan yang tidak memiliki lahan Usaha Tani dan Menggarap paling luas 2 Ha.

2. Petani yang memiliki lahan dan melakukan usaha budi daya tanaman pangan pada lahan 2 Ha

3. Petani holtikultura, perkebunan, atau peternak skala usaha kecil sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

(4)

Nilai Pertanggungan Rp 6.000.000/ha didasarkan pada biaya produksi padi dalam satu hektar

Premi pada komoditas padi

3 % dari biaya pertanggungan. yaitu sebesar Rp 180.000/ha.

Subsidi premi oleh pemerintah

80% dari besarnya premi, yaitu Rp 144.000/ha.

Premi yang harus dibayar petani padi

20% dari bersarnya premi, yaitu Rp 36.000/ha.

Syarat Klaim Petani padi akan memeroleh biaya pertanggungan jika terjadi kerugian yang diakibatkan kerusakan sebesar ≥75% dari luas lahan.

Sumber: *Insyafiah & Wardhani (2014); UU No. 19 Tahun 2013.

PEMBAHASAN

PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS CABAI BESAR KABUPATEN GARUT

Sumber: *Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut (diolah); **Arsyad W. M., (2016, diolah).

Perubahan iklim bersifat gradual, artinya dalam jangka pendek sulit untuk menentukan apakah terjadi perubahan iklim atau tidak. Berdasarkan grafik 2, bila dilihat secara trend dari tahun 2003-2012, curah hujan di Kabupaten Garut mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi perubahan iklim di Kabupaten Garut. Hal ini didukung oleh hasil wawancara Arsyad W. M. kepada 69 petani cabai besar (pengalaman bertani lebih dari 5 tahun) di Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut, bahwa beberapa tahun tahun terakhir petani sulit untuk memprediksi cuaca (Arsyad, 2016).

0 50 100 150 200 250 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Grafik 2. Curah Hujan dan Produktivitas Petani Cabai

Besar di Kabupaten Garut, Tahun 2003-2012

Produktivitas (kg/ha)* Curah Hujan (mm)* Linear (Produktivitas (kg/ha)*) Linear (Curah Hujan (mm)*)

(5)

Terlihat bahwa produktivitas cabai besar per hektar di Kabupaten Garut mengalami trend penurunan dari tahun 2003-2012. Penurunan produktivitas mulai terjadi di tahun 2005 hingga tahun 2008. Produktivitas di tahun 2005 sebesar 18.071 kg/ha, sedangkan di tahun 2008 produktivitasnya menjadi 14.403 kg/ha. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh salah satunya kondisi curah hujan per bulan yang tidak ideal di tahun 2005 s.d. 2008. Tanaman cabai besar akan menghasilkan produksi yang optimal pada kondisi curah hujan 50-208 mm/bulan1. Sedangkan, kondisi curah hujan perbulan di Kabupaten Garut tahun 2005 s.d. 2008, secara berurutan terdapat lima, delapan, tujuh dan enam bulan curah hujan yang diatas dan dibawah kondisi ideal. Menurut Direktorat Jenderal Holtikultura (2013), pada tahun 2007 masa panen cabai di Kabupaten Garut terhambat karena situasi iklim. Curah hujan yang tinggi dan adanya banjir menyebabkan banyak cabai besar yang busuk. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kondisi curah hujan memengaruhi produktivitas cabai besar di Kabupaten Garut.

PERBANDINGAN PENDAPATAN BERSIH PETANI CABAI BESAR TANPA DAN DENGAN MENGIKUTI ASURANSI PERTANIAN

Dalam melihat perbandingan pendapatan bersih petani cabai besar di Kabupaten Garut, peneliti hanya fokus pada tahun 2008 dan 2012. Kedua tahun ini dipilih karena dua hal, yaitu: pertama, data harga cabai besar ditingkat petani dan biaya produksi hanya ada di tahun 2008 dan 2012. Kedua, produktivitas cabai besar di Kabupaten Garut tahun 2008 termasuk yang terendah (14.402 kg/ha), sedangkan di tahun 2012 termasuk yang tertinggi (14.676 kg/ha). Dengan demikian dapat terlihat jelas perbandingan pendapatan bersih petani cabai besar sebelum dan setelah mengikuti asuransi pertanian.

Menurut Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM (2013), secara umum tanaman cabai besar dapat ditanam dua kali dalam satu tahun. Berdasarkan pernyataan tersebut, tahun 2008 dan 2012 terdapat dua musim tanam cabai besar di Kabupaten Garut. Produktivitas cabai besar musim pertama pada tahun 2008 sebesar 2.881 kg/ha, sedangkan musim tanam kedua sebesar 11.522 kg/ha. Musim pertama tahun 2012, produktivitas cabai besar sebesar 4.256 kg/ha, dan musim kedua sebesar 10.420 kg/ha2. Diasumsikan harga (P) cabai besar di tingkat petani tidak mengalami perubahan selama musim tanam, maka Pendapatan petani (TR) cabai besar Kabupaten Garut musim pertama dan kedua tahun 2008,

1

Dikutip dari Pertanianku.com (2015).

2

Perhitungan proporsi produktivitas musim tanam satu dan dua terdapat di Lampiran

1.

(6)

sebesar Rp 14.405.000/ha dan Rp 57.610.000/ha. Musim pertama tahun 2012, pendapatan petani sebesar Rp 55.008.800/ha, sedangkan musim kedua sebesar Rp 134.678.500.

Pendapatan yang diterima petani cabai besar Kabupaten Garut digunakan untuk membiayai produksi cabai besar di musim berikutnya, dan sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Diasumsikan biaya produksi tidak mengalami peningkatan selama musim tanam, maka musim tanam pertama tahun 2008 dan 2009, pendapatan petani tidak mencukupi untuk melakukan produksi di musim berikutnya atau dengan kata lain petani mengalami kerugian, sehingga pendapat bersih petani () secara berurutan sebesar (Rp 32.216.000/ha) dan (Rp 3.091.358/ha).

Menurut Arsyad W. M., (2016), rata-rata petani cabai besar di Kabupaten Garut menguasai lahan sebesar 0.5 ha. Berdasarkan pernyataan tersebut, kerugian yang ditanggung seorang petani cabai besar di Kabupaten Garut pada musim tanam pertama tahun 2008 dan 2012 adalah Rp 16.108.000 dan Rp 1.545.679. Dengan kata lain, kerugian perbulannya masing-masing sebesar Rp 2.684.666 dan Rp 257.613. Sedangkan, rata-rata anggota keluarga sebanyak empat orang dan batas garis kemiskinan di Kabupaten Garut tahun 2008 dan 2012 sebesar Rp 122.972 dan Rp 213.707 (tabel 3). Diasumsikan, hanya satu anggota keluarga yang menjadi tulang punggung keluarga, maka total tanggungannya perbulan sebesar adalah Rp 491.888 dan Rp 854.828. Kondisi ini bearti usaha tani cabai besar di Kabupaten Garut pada musim tanam pertama tahun 2008 dan 2012 tidak menghasilkan manfaat karena petani tidak memiliki pendapatan untuk membiayai hidup dirinya dan keluarga. Tahun Musim Tanam Produktivitas (kg/ha) P (Rp/kg) TR (Rp/ha) TC (Rp/ha) (Rp/ha) 2008 1 2881 5.000* 14.405.000 46.621.000* (32.216.000) 2 11522 5.000* 57.610.000 46.621.000* 10.989.000 2012 1 4256 12.925** 55.008.800 58.100.158 (3.091.358) 2 10420 12.925** 134.678.500 58.100.158 76.578.342 Sumber: *Dinas Tanaman Pangan Dan Holtikultura Kabupaten Garut (2009); **Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2014); Sisanya diolah oleh penulis.

Kekurangan biaya produksi cabai besar di musim tanam kedua tahun 2008 dan 2012 di Kabupaten Garut, mengharuskan petani untuk menambahkan modal

Tabel 2. Rekapitulasi Pendapatan Bersih () Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Tanpa Mengikuti Asuransi Pertanian.

(7)

melalui pinjaman kepada rentenir, perbankan, koperasi, atau saudara. Hal ini dilakukan dengan harapan pada musim tanam kedua petani cabai besar Kabupaten Garut dapat memeroleh keuntungan. Berdasarkan tabel 2, pada musim tanam kedua tahun 2008 dan 2012, pendapatan bersih petani sebesar Rp 10.989.000/ha dan Rp 76.578.324/ha. Dikarenakan satu petani menguasi hanya 0.5 hektar, maka pendapatan bersih satu orang petani per bulan dari hasil musim tanam kedua tahun 2008 dan 2012 adalah Rp 915.750 dan Rp 6.381.528. Kondisi ini bearti usaha tani cabai besar di Kabupaten Garut pada musim tanam kedua tahun 2008 dan 2012 menghasilkan manfaat karena petani memiliki pendapatan untuk membiayai hidup dirinya dan keluarga dan membayar cicilan modal pinjaman produksi sebelumnya.

Menurut Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM (2013), produktivitas ideal cabai besar adalah 14.000 kg/ha. Mengikuti skema asuransi pertanian untuk komoditas padi, yaitu petani hanya bisa melakukan klaim ketika terjadi kerusakan ≥75% luas lahan, atau dengan kata lain ≤25% yang tidak terjadi kerusakan. Dengan demikian, produktivitas maksimum untuk mendapatkan klaim adalah 3.500 kg/ha. Petani yang melakukan klaim dan sudah mengikuti ketentuan yang ditetapkan dengan pihak asuransi, akan mendapatkan nilai pertanggungan sebesar rata-rata biaya produksi dan digunakan sebagai tambahan modal produksi

Tahun Garis Kemiskinan

(Rp/Bulan)* Jumlah Anggota Keluarga* Total Tanggungan (Rp/Bulan) 2008 122.972 4 491.888 2012 213.707 4 854.828 Tahun Musim Tanam Produktivitas (kg/ha) P (Rp/kg) TR (Rp/ha) TC (Rp/ha) (Rp/ha) 2008 1 2881 5.000* 65.081.000*** 46.924.821 18.156.179 2 11522 5.000* 57.610.000 46.924.821 10.685.179 2012 1 4256 12.925** 55.008.800 58.403.979 (3.395.179) 2 10420 12.925** 134.678.500 58.403.979 76.274.521

Tabel 4. Rekapitulasi Pendapatan Bersih () Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Menggunakan Asuransi Pertanian.

Keterangan: TC sudah ditambah dengan premi asuransi; ***TR yang sudah ditambah nilai pertanggungan.

Sumber: *Dinas Tanaman Pangan Dan Holtikultura Kabupaten Garut (2009); **BPS Jawa Barat (2014); Sisanya diolah oleh penulis.

Tabel 3. Biaya Tanggungan Minimal Petani Cabai Besar

(8)

di musim tanam selanjutnya. Disisi lain petani yang mengikuti asuransi pertanian perlu membayar premi, hal ini akan meningkatkan total biaya produksi petani per musim tanam.

Diasumsikan semua petani cabai besar di Kabupaten Garut mengikuti asuransi pertanian dan mengkuti skema asuransi pertanian yang dipaparkan pada paragraf sebelumnya. Berdasarkan tabel 4, hanya pada musim tanam pertama pada tahun 2008 yang mendapatkan nilai pertanggungan sebesar Rp 50.676.000/ha sehingga pendapatan petani meningkat menjadi Rp 65.081.000/ha. Dikarenakan petani cabai besar Kabupaten Garut mengikuti asuransi pertanian maka dikenakan premi sebesar Rp 303.821/ha/musim tanam3. Oleh karena itu, Biaya produksi petani menjadi Rp 46.924.821/ha/musim tanam. Pendapatan bersih petani setelah mengikuti asuransi pertanian di musim tanam pertama tahun 2008 adalah sebesar Rp 18.156.179. Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa satu petani menguasi hanya 0.5 hektar, maka pendapatan bersih satu orang petani per bulan dari hasil musim tanam pertama tahun 2008 adalah Rp 1.513.014. Total tanggungan petani sebagai tulang punggung keluarga pada tahun 2008 adalah Rp 491.888/bulan. Dengan demikian, petani cabai besar Kabupaten Garut yang mengikuti asuransi pertanian dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

Berbeda halnya pada musim tanam pertama tahun 2012, petani tidak memeroleh nilai pertanggungan karena produktivitas pada musim tersebut masih berada diatas produktivitas maksimum untuk melakukan klaim. Padahal pendapatan petani di musim tanam pertama tahun 2012 tidak dapat memenuhi biaya produksi di musim tanam selanjutnya. Disisi lain, petani perlu membayar premi asuransi yang mengakibatkan pendapatan bersih petani semakin berkurang.

SIMPULAN

Penelitian ini menghasilkan tiga simpulan yang diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian. Simpulan tersebut adalah:

1. Selama kurun waktu 2003-2012, Kabupaten Garut diperkirakan terjadi perubahan iklim dengan ditandai trend curah hujan yang meningkat.

2. Curah hujan memengaruhi produktivitas cabai besar di Kabupaten Garut. 3. Asuransi pertanian memiliki dampak yang positif bagi pendapatan bersih

petani cabai besar Kabupaten Garut. Hal ini terlihat pada simulasi penerapan asuransi pertanian, dimana semua petani cabai besar diasumsikan mengikuti asuransi dan skema asuransi komoditas padi. Bila terjadi gagal panen, petani dapat mengajukan klaim asuransi untuk mendapatkan nilai pertanggungan.

3

(9)

Nilai pertanggungan tersebut dapat digunakan oleh petani cabai besar sebagai tambahan modal memulai usahatani kembali pada musim tanam berikutnya dan sisanya dapat membiayai hidup dirinya dan keluarga.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, W. M. (2016). Model Pengelolaan Usahatani Cabai (Capsicum annuum) Berkelanjutan Pada Lahan Dataran Tinggi.

Bank Indonesia. (2013). Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah Usaha Budidaya Cabai Merah. Jakarta: Departemen Pengembangan Akses Usaha dan UMKM Bank Indonesia.

BPS Jawa Barat. (2014). Statistik Harga Produsen Pedesaan Jawa Barat 2014. Jawa Barat : BPS Jawa Barat.

BPS Kabupaten Garut (2004). Kabupaten Garut dalam Angka 2004. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut.

BPS Kabupaten Garut (2005). Kabupaten Garut dalam Angka 2005. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut.

BPS Kabupaten Garut (2006). Kabupaten Garut dalam Angka 2005. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut

BPS Kabupaten Garut (2007). Kabupaten Garut dalam Angka 2004. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut.

BPS Kabupaten Garut (2008). Kabupaten Garut dalam Angka 2005. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut

BPS Kabupaten Garut (2009). Kabupaten Garut dalam Angka 2004. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut.

BPS Kabupaten Garut (2010). Kabupaten Garut dalam Angka 2005. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut

BPS Kabupaten Garut (2011). Kabupaten Garut dalam Angka 2004. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut.

BPS Kabupaten Garut (2012). Kabupaten Garut dalam Angka 2005. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut

BPS Kabupaten Garut (2013). Kabupaten Garut dalam Angka 2004. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut.

BPS Kabupaten Garut (2014). Kabupaten Garut dalam Angka 2013. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut.

BPS Kabupaten Garut (2015). Kabupaten Garut dalam Angka 2013. BPS Kabupaten Garut. Garut: BPS Kabupaten Garut.

Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM. (2013). Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah: Usaha Budidaya Cabai Merah. Jakarta: Bank Indonesia.

Dinas Tanaman Pangan Dan Holtikultura Kabupaten Garut. (2009). Profil Kawasan Cabai Merah Di Kabupaten Garut. Kabupaten Garut: Dinas Tanaman Pangan Dan Holtikultura Kabupaten Garut.

Direktorat Jenderal Holtikultura. (2013, April 2). Pasokan Harga. Retrieved from Berita Direktorat Jenderal Holtikultura: http://horti.pertanian.go.id/node/164 Hendro, S. (2010). Bertanam 30 Jenis Sayuran . Depok: Penebar Swadaya.

Insyafiah, & Wardhani, I. (2014). Kajian Pendapatan Petani Padi di Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu. Skripsi. Bengkulu.

Jatimprov. (n.d.). UU No.19/2013. Retrieved 4 24, 2017, from jatimprov.go.id: jdih.jatimprov.go.id/?wpfb_dl=13603

Pertanianku.com. (2015, November 7). Mengenal Iklim Yang Tepat untuk Bertanam Cabai. Retrieved from Pertanianku: https://www.pertanianku.com/mengenal-iklim-yang-tepat-untuk-bertanam-cabai/

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. (2016). Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Hortikultura Cabai. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

(11)

LAMPIRAN I

Pehitungan Proporsi Produktivitas per Musim Tanam

Dengan keterbatasan informasi, data yang penulis dapat hanyalah data produktivitas per tahun. Dengan demikian, untuk mengetahui produktivitas per musim tanam penulis menggunakan probabilitas berhasil panen tiap musim panen yang dilihat dari banyaknya bulan ideal untuk menanam cabai. Peneliti mengasumsikan bahwa curah hujan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan produktivitas cabai. Tanaman cabai besar akan mengahasilkan produksi yang optimal pada kondisi curah hujan 50-208 mm/bulan, dapat diasumsikan bahwa dalam bulan tersebut tanaman mengalami gangguan dalam proses pertumbuhan sehingga berpotensi menurunkan produktivitas.

Tabel i. Data Curah Hujan per bulan di Kabupaten Garut, 2008 dan 2012

` jan feb mar apr mei Jun juli aug sept okt nov des

2008 280 234 237 230 80 10 25 61 113 253 152 163

2012 567 206 201 323 125 56 56 92 25 158 137 146

Keterangan: Warna kuning diatas ideal dan warna merah dibawah ideal. Arsyad, W. M. (2016).

Peneliti mengasumsikan musim tanam 1 dimulai pada bulan januari dan musim tanam 2 pada bulan juli. Pada musim 1 tahun 2008, kemungkinan untuk berhasil hanya ada pada bulan mei sehingga didapatkan probabilitas berhasil di musim 1 adalah 1/6. Probabilitas pada musim 2 ditahun yang sama jauh lebih banyak, yaitu 4/6 atau dengan kata lain, pada musim 2 probabilitas untuk berhasilnya 4 kali lebih besar daripada musim 1. Pada tahun 2012, probabilitas berhasil musim tanam 1 dan 2 adalah 2/6 dan 5/6 atau dengan kata lain, pada musim 2 probabilitas berhasil 2,5 kali lebih besar daripada musim 1.

Diasumsikan, X = probabilitas berhasil Tahun 2008 X + 4X = 1 X = 1/5 Tahun 2009 X + 2,5X = 1 X = 1/3,5

Berdasarkan perhitungan tahun 2008, maka peluang berhasil pada musim tanam 1 dan 2 adalah 20% dan 80%. Persentase tersebut lalu dikalikan dengan produktivitas sehingga didapatkan angka proporsi produktivitas per musim tanam. Produktivitas pada tahun 2008 adalah 14.403 kg/ha/tahun. Dengan demikian produktivitas pada musim tanam 1 adalah 20% x 14402.9 = 2881 kg/ha dan pada musim tanam 2 adalah 80% x 14402.9=11522 kg/ha.

Berdasarkan perhitungan tahun 2012, maka peluang berhasil pada musim tanam 1 dan 2 adalah 28% dan 72%. Persentase tersebut lalu dikalikan dengan produktivitas sehingga didapatkan angka proporsi produktivitas per musim tanam. Produktivitas pada tahun 2012 adalah 14.676 kg/ha/tahun. Dengan demikian produktivitas pada musim tanam 1 adalah 28% x 14.676 = 4.256 kg/ha dan pada musim tanam 2 adalah 72% x 14.676 = 10.420 kg/ha.

(12)

LAMPIRAN II

Pehitungan Premi Asuransi

Perhitungan premi didasari oleh skema asuransi padi, yaitu 3% dikalikan nilai tanggungan. Nilai tanggungan pada skema asuransi pertanian komoditas padi adalah besarnya biaya input produksi padi. Berdasarkan data, biaya produksi rata-rata untuk memproduksi cabai besar di Kabupaten Garut adalah Rp 50.636.894. Dengan demikian, besarnya premi yang harus dibayarkan adalah Rp 1.519.107. Menurut skema asuransi tanaman padi bahwa pemerintah melakukan subsidi sebesar 80% dari premi.

Gambar

Gambar 1. Rata-rata Kontribusi Produksi Cabai Besar di Beberapa Provinsi Sentra  Indonesia, Tahun 2011-2015
Tabel 1. Rangkuman Asuransi Pertanian Indonesia
Grafik 2. Curah Hujan dan Produktivitas Petani Cabai  Besar di Kabupaten Garut, Tahun 2003-2012
Tabel 2. Rekapitulasi Pendapatan Bersih (  ) Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Tanpa  Mengikuti Asuransi Pertanian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa menunjukkan bahwa musim pemijahan udang putih terjadi sepanjang tahun, namun demikian puncak pemijahan diduga terjadi pada bulan Maret dan September dimana

Hal ini memberikan indikasi bahwa ransum dengan kandungan energi 2900 kkal/kg dan protein 22% serta kepadatan kandang 4 ekor/m2 mengandung kualitas ransum yang baik

Kemudian, dilakukan analisis selanjutnya yang meliputi analisis struktur primer yaitu analisis urutan asam amino dan sifat fisika kimia protein matK tanaman Rumput Macan

Berdasarkan tabel 6, pada kelompok responden yang menyatakan pernah dan sudah berhenti merokok terhadap kelompok responden yang menyatakan tidak merokok diperoleh nilai p:

Menurut Kotler dan Keller (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen terdiri dari faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan

- MAGANG MENGENAI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA - TATA CARA DAN CONTOH KERANGKA LAPORAN KERJA PRAKTEKTUGAS - PEDOMAN PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA K3 -

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kepadatan populasi keong bakau di Kawasan Hutan Mangrove Maligi Kabupaten Pasaman Barat tergolong tinggi

bahwa sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 17 ayat (1) huruf b Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi