• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab II menjelaskan tentang landasan teori yang digunakan sebagai dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab II menjelaskan tentang landasan teori yang digunakan sebagai dasar"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab II menjelaskan tentang landasan teori yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini. Teori yang digunakan adalah teori pembelian impulsif, lingkungan toko, penjelajahan di dalam toko, promosi penjualan, dan afek.

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Dorongan untuk membeli secara impulsif (Felt Urge to Buy Impulsively) Variabel ini berasal dari penelitian Rook dan Hoch (1985) perasaan mendesak untuk membeli impulsif merupakan suatu keadaan yang mendadak, dorongan yang dirasakan konsumen secara spontan untuk membeli sesuatu. Namun, walaupun dorongan atau keinginan yang dirasakan konsumen kuat dan kadang - kadang tidak tertahankan, tidak semua dorongan itu ditindaklanjuti menjadi sebuah pembelian (Rook dan Fisher, 1995). Pada kenyataannya, seorang konsumen menggunakan berbagai macam cara untuk dapat mengontrol keinginan untuk membeli secara impulsif (Hoch dan Lowenstein, 1991).

Dorongan untuk membeli secara impulsif adalah suaatu keadaan hasrat atau keinginan yang dialami saat berhadapan dengan sebuah objek di dalam lingkungan perbelanjaan seperti produk spesifik, model, atau brand (Rook, 1987; Dholakia, 2000). Beatty dan Ferrell (1998) mengemukakan bahwa dorongan tersebut terjadi secara spontan, terjadi secara tiba-tiba dan jelas mengawali tindakan impuls aktual.

Penjabaran diatas menjelaskan bahwa dorongan untuk membeli secara impulsif yang dirasakan konsumen mengawali terjadinya

(2)

commit to user

11

pembelian impuls konsumen. Pengertian pembelian impuls adalah perilaku orang dimana orang tersebut tidak merencanakan sesuatu dalam berbelanja. Konsumen melakukan pembelian impuls tidak berpikir untuk membeli suatu produk atau merek tertentu. Mereka langsung melakukan pembelian karena ketertarikan pada merek atau produk saat itu juga. Rook dan Fisher (1995) mendefinisikan pembelian impuls sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba, dan otomatis.

Samuel (2005) mendefiniskan pembelian impuls atau pembelian tidak terencana adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan terlebih sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko. Samuel (2005) juga mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko.

2.1.2. Lingkungan Toko (store environment)

Lingkungan (environment) adalah semua karakteristik fisik dan sosial dari dunia eksternal konsumen, termasuk di dalamnya objek fisik (produk dan toko), hubungan keruangan (lokasi toko dan produk di toko), dan perilaku sosial orang lain (siapa yang berada di sekitar toko dan apa yang mereka lakukan) (Peter dan Olson, 2000).

Pada dasarnya, sebuah retailer mempunyai dua hal yang dapat ditawarkan kepada konsumen, yaitu produknya dan cara menampilkan produk tersebut hingga terlihat menarik. Cara penampilan produk yang ditawarkan oleh toko itulah yang kemudian disebut lingkungan toko.

(3)

commit to user

12

Lingkungan toko yang baik adalah lingkungan toko yang dapat menghadirkan kenyamanan bagi para pengunjungnya serta mampu merangsang mereka untuk menghabiskan waktu untuk berbelanja di toko tersebut. Pentingnya lingkungan toko terbukti dari suatu penelitian yang menyatakan bahwa 70-80 persen dari keputusan membeli dilaksanakan di dalam toko. Dengan kata lain, lingkungan toko mampu mempengaruhi perilaku membeli konsumen (Simamora, 2003)

Lingkungan toko memiliki pengaruh besar pada konsumen, karena lingkungan toko menawarkan pemandangan yang memberikan informasi kepada pelanggan yang nantinya memberikan penialaian atas produk dan jasa. Lingkungan toko berperan penting untuk memikat pembeli, membuat nyman konsumen dalam berbelanja dan mengingatkan produk-produk yang perlu dimiliki baik untuk pribadi maupun keperluan rumah tangga (Ma’aruf, 2005)

Menurut Baker (2002), terdapat tiga komponen dasar dari lingkungan toko:

1. Faktor Ambien

Faktor lingkungan adalah fitur latar belakang yang mungkin atau mungkin tidak sadar dirasakan tapi yang mempengaruhi indera manusia seperti kualitas udara, kebisingan, bau dan kebersihan. Dengan demikian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan faktor ambien adalah suasana sebagai ciri dasar suatu kondisi tidak nyata yang cenderung mempengaruhi indera nonvisual, yang meliputi suhu, suara musik, bau, kebersihan dan pencahayaan.

(4)

commit to user

13

Suhu atau temperatur udara dalam toko akan mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. Suhu yang dingin atau sejuk menyebabkan rasa nyaman sehingga menyebabkan konsumen betah bertahan lama, atau menghabiskan waktu lebih banyak di dalam toko untuk memilih-memilih barang yang akan dibelinya. Begitu sebaliknya, apabila suhu panas maka akan menyebabkan konsumen tidak nyaman berada di dalam toko sehingga mereka akan cepat keluar dan enggan lagi berkunjung ke toko (Haqqul, 2012)

Suara atau musik juga mempengaruhi keinginan konsumen dan merupakan kontribusi untuk atmosfer toko yang lebih menarik. Suara atau musik di dalam toko sering kali tidak disadari oleh konsumen, karena tujuan dari pemberian musik ini sebenarnya untuk menahan kepergian konsumen dari toko (Haqqul, 2012). Musik dalam tempo lambat akan menyebabkan konsumen meluangkan waktunya lebih lama dan membelanjakan lebih banyak lagi uang mereka, sedangkan musik dalam tempo cepat menyebabkan lalu lalang dalam toko dipercepat (Mowen dan Minor, 2002).

Bau atau aroma yang ada di dalam toko akan menarik konsumen untuk melakukan kunjungan ke toko. Bau atau aroma yang sedap di dalam toko akan menyebabkan konsumen merasa betah dan nyaman, begitu sebaliknya bau atau aroma yang tidak sedap akan menganggu konsumen sehingga mereka tidak betah di dalam toko dan ingin lekas keluar dan mengakibatkan

(5)

commit to user

14

konsumen enggan lagi untuk melakukan kunjungan ulang (Haqqul, 2012).

Selain itu, tata cahaya atau pencahayaan di dalam toko dapat memberikan kesan bagi konsumen untuk melakukan kunjungan ke sebuah toko. Pencahayaan atau tata cahaya yang menarik dapat menarik konsumen untuk melakukan pembelian (Haqqul, 2012). Ada tiga pengaruh tata cahaya terhadap pembelian yaitu kesan suasana, kesan ruang, dan kesan kebersihan. Kesan suasana bisa diciptakan dengan lampu yang terang, berwarna, atau berkelip-kelip sehingga menarik minat beli konsumen. Kesan ruang bisa disiasati dengan menggunakan penerangan yang cukup dan cermin yang dipasang disekeliling ruangan dengan pantulan sinar dari lampu oleh cermin, ini akan membuat ruangan terkesan luas. Berikutnya adalah kesan kebersihan, dimana dengan pencahayaan yang cukup maka akan memberikan kesan yang bersih dan akan menciptakan kenymanan bagi konsumen.

2. Faktor Desain

Faktor desain menghadirkan persepsi langsung konsumen seperti estetika dan funsgsionalitas. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa faktor desain adalah komponen-komponen lingkungan yang cenderung dapat dilihat dan lebih nyata yang menghiasi toko agar toko nampak lebih menarik. Faktor desain bisa meliputi warna, fasilitas, penataan merchandise, pengaturan layout.

(6)

commit to user

15

Warna merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan rangsangan dalam toko, karena warna dapat dilihat terlebih dahulu oleh penglihatan ketika konsumen lewat atau masuk ke sebuah toko. Warna yang hangat, seperti merah dan kuning, tampak lebih efektif pada orang yang menarik secara fisik dibandingkan dengan warna yang lebih sejuk seperti hijau dan biru. Meskipun begitu, tampilan interior tempat eceran yang menggunakan warna sejuk sebagai hasil yang lebih positif, menarik dan merilekskan dibanding dengan menggunakan warna hangat.

Warna hangat dan kuat dalam situasi dimana pengamatan mendalam dibutuhkan menimbulkan kegiatan belanja konsumen menjadi tidak menyenangkan dan dapat berakibat pada penghentian kegiatan berbelanja secara prematur. Sebaliknya, warna hangat dapat menghasilkan keputusan pembelian yang cepat dan dapat menimbulkan pembelian impuls pada konsumen.

Begitu pula penataan merchandise atau barang dagangan dapat mempengaruhi citra toko. Merchandise yang ditata rapi dan dikelompokkan berdasar item-item jenis produk, menjadikan toko ritel nyaman untuk dipandang, selain itu dapat memudahkan konsumen untuk mencari barang yang dibutuhkan (Haqqul, 2012:15).

Pengaturan layout dan lalu lintas dalam toko juga dapat mempengaruhi kenyamanan sebuah toko ritel. Layout yang tertata rapi dapat menimbulkan kemenarikan untuk dipandang. Layout

(7)

commit to user

16

yang tertata rapi juga dapat memperlancar arus lalu lintas di dalam toko. Pengaturan layout dan lalu lintas toko yang diatur dengan baik dapat memberikan kenyamanan bagi konsumen dalam melakukan proses pembelanjaan (Haqqul, 2012:16).

3. Faktor Sosial

Faktor sosial mengacu pada orang-orang yang ada dalam lingkungan meliputi penjual dan pembeli di dalam toko. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan faktor sosial (social factors) adalah orang-orang (konsumen-konsumen dan karyawan-karyawan) yang ada dalam lingkungan toko dan saling berinteraksi.

Ward et al (1992) menyatakan bahwa konsumen tidak melihat toko dengan cara sedikit demi sedikit namun melihat toko sebagai sebuah kesatuan konfigurasi dari berbagai macam aspek yang berada di lingkungan toko (persepsi konsumen terhadap toko) yang mempengaruhi respon konsumen (Matilla dan Wirtsz, 2001).

Sementara Baker et al (2002) meneliti lingkungan toko meliputi beberapa isyarat (persepsi terhadap karyawan, desain, dan musik) dalam studi tunggal, mereka juga belajar hanya dampak variabel-variabel individu dan bukan efek keseluruhan dari lingkungan toko. Oleh karena itu, penelitian ini mendefinisikan lingkungan toko sebagai persepsi konsumen terhadap kombinasi dari unsur-unsur musik, pencahayaan, tata letak dan karyawan yang berada di dalam toko.

(8)

commit to user

17

2.1.3. Penjelajahan di Dalam Toko (in-store browsing)

Penjelajahan di dalam toko merupakan faktor yang sangat dominan terhadap keberhasilan suatu retail untuk memicu pembelian impuls konsumen. Penjelajahan di dalam toko merupakan suatu kegiatan pemeriksaan barang (merchandise) retailer untuk tujuan rekreasi dan/atau mencari informasi di toko tanpa maksud untuk segera membeli. (Bloch, Ridgway, dan Sherrell,1989). Penjelajahan di dalam toko merupakan sebuah bentuk kegiatan rekreasi dan bentuk perilaku pencarian eksternal. Penjelajahan di dalam toko dapat memberikan informasi yang ada di toko kepada individu tentang pengembangan produk baru, perbedaan merek, atau harga jual.

Semula seorang konsumen hanya melakukan penjelajahan di dalam toko dengan tujuan rekreasi maupun mencari informasi tanpa ada niatan untuk membeli. Akan tetapi, tanpa tidak sadar konsumen akan menerima stimulus yang berada di dalam toko dan merasakan kedekatan fisik dengan produk - produk yang berada pada toko ritel.

Semua faktor kedekatan fisik, termasuk suasana (atmosfer), yang merangsang (memicu) pengalaman, mempengaruhi dorongan untuk membeli di dalam akun psikis (jiwa) konsumen. Konsumen tanpa sadar menggolongkan barang-barang yang secara fisik dekat dengannya sebagai miliknya. Kontak dengan barang ada didalam toko secara terus-menerus meningkatkan kecenderungan untuk membeli sesuai kehendak (dorongan). Kedekatan fisik dengan produk menimbulkan dorongan kepada konsumen untuk segera membeli (Beatty dan Ferrell, 1989)

(9)

commit to user

18

Selain kedekatan fisik antara konsumen dengan produk, penjelajahan di dalam toko merupakan sarana bagi retailer untuk memberikan stimulus kepada konsumen. Semakin meningkatnya penjelajahan di dalam toko, semakin banyak stimulus (exposure) yang ditangkap seorang konsumen sehingga dapat memicu keinginan atau dorongan dalam diri konsumen untuk segera membeli produk tersebut sehingga menciptakan pembelian impuls. Seseorang yang lebih lama berada di dalam toko, maka kemungkinan seseorang itu untuk membeli semakin besar (Bellenger, Robertson, dan Hirschman, 1978).

Selain itu, aspek pencarian dalam penjelajahan di dalam toko dapat menimbulkan perasaan yang menyenangkan dalam diri seorang konsumen. Seseorang yang melakukan penjelajahan di dalam toko dapat memenuhi rasa ingin tahu/penasaran dan memenuhi perasaan “harga diri” melalui akuisisi/pembelian produk tertentu atau keahlian dalam menganalisis pasar.

Pada umumnya, penjelajahan di dalam toko yang intens dilakukan konsumen menimbulkan perasaan terdorong untuk melakukan pembelian produk secara impulsif. Sedangkan seorang konsumen yang tidak melakukan penjelajahan di dalam toko tidak menimbulkan perasaan terdorong untuk membeli secara impulsif. Hal ini disebabkan ketika konsumen melakukan penjelajahan di dalam toko, konsumen dapat merasakan kedekatan dengan produk dan menerima stimulus yang ada di dalam toko. Kedekatan fisik dan stimulus yang diterima konsumen menimbulkan perasaan terdorong untuk melakukan pembelian secara impulsif (Hoch dan Lowenstein, 1991).

(10)

commit to user

19 2.1.4. Promosi Penjualan (sales promotion)

Kotler dan Armstrong (2006) mengatakan bahwa promosi penjualan berkaitan dengan insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan dari suatu produk atau jasa. Insentif ini berkaitan dengan imbalan, apakah itu berkaitan dengan pengembalian uang dalam bentuk diskon, jaminan atau dapat berupa sample produk dan sebagainya.

Menurut Etzel et al. (2001) promosi penjualan bertujuan untuk merangsang permintaan pelanggan dan mendorong konsumen untuk membuat pembelian langsung dari merek tertentu. Selain mempengaruhi pembelian aktual, promosi yang efektif dan baik direncanakan juga merangsang niat beli konsumen (Palazon dan Ballester, 2011).

Ungkapan serupa dikemukakan oleh Totten & Block (1994) Promosi penjualan berkaitan dengan insentif pembelian berupa imbalan kepada konsumen yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan yang bersifat jangka pendek. Promosi penjualan menawarkan sesuatu yang bernilai dan mengharapkan suatu respon yang baik dari konsumen yaitu dengan adanya suatu pembelian yang dapat menguntungkan perusahaan.

Promosi Penjualan (Sales Promotion) adalah upaya pemasaran untuk mendorong calon pembeli agar membeli lebih banyak dan lebih sering (Cummins dan Mullin, 2004). Promosi penjualan adalah usaha yang sunggu–sungguh untuk membangun hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan dalam jangka panjang.

(11)

commit to user

20

Promosi penjualan (SalesPromotion) adalah upaya yang digunakan perusahaan bersama-sama dengan bauran pemasaran yang lain (iklan, penjualan perorangan dan lain-lain) untuk meningkatkan penjualan produk-produk mereka (Marbun, 2003).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa promosi penjualan merujuk pada penggunaan suatu insentif oleh retailer kepada konsumen agar konsumen segera melakukan pembelian suatu produk.

2.1.5. Afek (Affect)

Afek adalah perasaan dan emosi yang menekankan tingkat kesenangan atau kesedihan pada kualitas senang dan tidak senang, nyaman dan tidak nyaman yang mewarnai perasaan. Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat atau sebagai keadaan dan reaksi fisiologis maupun psikologis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) perasaan adalah hasil atau perbuatan merasa dengan panca indera; atau rasa (keadaan batin) sewaktu menghadapi (merasai sesuatu); atau kesanggupan merasai; atau pertimbangan batin (hati) atas sesuatu.

Sarafino (1998) mengartikan emosi sebagai perasaan subyektif yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pikiran, perilaku dan fisiologis. Sebagian emosi bersifat positif (seperti senang, kasih sayang) dan sebagian yang lain adalah negatif (seperti marah, takut, sedih). Terlihat bahwa Sarafino tidak membedakan antara afek dan emosi.

Batson et al (1992) membedakan antara afek, mood dan emosi dan menyimpulkan bahwa dari ketiga istilah ini afek adalah yang paling

(12)

commit to user

21

umum. Afek adalah phylogenetic dan ontogenetic yang paling primitif. Afek ditandai sebagaimana lolongan anjing atau tangisan bayi. Afek memiliki nada (tone), valensi (positif atau negatif) dan intensitas dari lemah ke kuat.

Batson et al (1992) mengatakan bahwa afek lebih sering terdengar untuk menunjukkan preferensi sehingga memberikan informasi tentang pengalaman organisme dalam suatu peristiwa apakah lebih bernilai dari yang lainnya. Perubahan dari kurang bernilai menjadi lebih bernilai disebut afek positif sedangkan perubahan dari lebih bernilai menjadi kurang bernilai disebut afek negatif. Tanpa preferensi yang dilakukan oleh afek positif maupun afek negatif maka pengalaman- pengalaman individu berada di daerah netral yang abu-abu atau tidak jelas.

Afek, mood maupun emosi dalam analisa fenotip berada dalam satu grup yang sama, sedangkan dalam analisa genotip ketiganya mempunyai fungsi yang berbeda- beda. Selanjutnya Batson et al (1992) mengatakan bahwa terdapat kompleksitas analisis konseptual antara afek, mood dan emosi tetapi pendekatan yang paling sederhana adalah bahwa ketiganya dapat digunakan secara bergantian tanpa secara serius memperhatikan perbedaan fungsinya. Hal ini bukan berarti kehilangan substansi bahwa ketiganya memang memiliki perbedaan yang cukup substansial.

Menurut Durand & Barlow (2006) emosi biasanya hanya berlangsung sebentar, yakni sebuah keadaan temporer yang berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam yang terjadi sebagai

(13)

commit to user

22

respons terhadap suatu kejadian eksternal. Mood lebih diartikan sebagai periode afek atau emosionalitas yang lebih persiten. Selanjutnya ditambahkan bahwa emosi berkaitan dengan tiga komponen yang saling berhubungan, yakni komponen perilaku, fisiologis dan kognisi.

Halonen & Santrock (1999) mengartikan emosi sebagai perasaan atau afeksi yang melibatkan respon fisiologis (seperti aliran darah, detak jantung), pengalaman sadar (seperti ketika mencintai seseorang) dan diikuti oleh perilaku (seperti tersenyum atau menyeringai). Mereka membagi emosi manusia menjadi dua, yakni (1) emosi positif yang disebut positive-affect (Afek Positif / AP) dan (2) emosi negatif yang disebut negative-affect (Afek Negatif / AN).

Hal ini dikuatkan oleh Durant & Barlow (2006) yang menyatakan bahwa afek merupakan aspek emosi yang bersifat subyektif dan disadari yang menyertai tindakan pada waktu tertentu. Istilah afek dapat digunakan secara lebih umum untuk merangkum kesamaan-kesamaan di antara berbagai keadaan emosional yang khas pada seorang individu.

Afek Positif menunjuk pada pengertian bahwa seseorang merasa bersemangat, penuh konsentrasi dan kenyamanan; sedangkan Afek Positif yang rendah ditandai oleh kesedihan dan keletihan. Afek Negatif mengindikasikan bahwa pada individu terdapat ketegangan dan ketidaknyamanan sebagai akibat dari macam-macam mood yang tidak mengenakkan seperti marah, direndahkan, tidak disukai, rasa bersalah, takut dan gelisah.

Afek dalam penelitian ini mencakup macam- macam perasaan yang terjadi saat ini, dalam pengertian Batson et al (1992) disebut

(14)

commit to user

23

sebagai emosi, dan perasaan yang sering dialami baik yang bersifat positif maupun negatif, senang dan tidak senang, nyaman dan tidak nyaman. Perasaan saat ini dan biasanya yang bersifat positif disebut afek positif (AP) dan perasaan saat ini dan biasanya yang negatif disebut afek negatif (AN).

Teori lebih lanjut menyatakan tentang sifat afek terutama berkaitan dengan afek positif dan afek negatif. Teori yang bersifat monopolar menyatakan bahwa afek positif dan afek negatif berada dalam suatu kontinum, yang mana kenaikan pada afek positif diikuti oleh penurunan pada afek negatif.

(15)

commit to user

24 2.2. Posisi Studi

Tabel II.1

Hasil Penelitian Terdahulu

Peneliti ( tahun) dan judul

Unit Analisis

Variabel

Metode Hasil

Independen Mediasi Moderasi Dependen Sharon E. Beatty & M.

Elizabeth Ferrell (1998) Impulse Buying: Modeling Its Precursors 533 1. Time available 2. Money available 3. Perceived value 4. Shopping enjoyment 5. Impulse buying tendency 1. Negative affect 2. Positive affect 3. In-Store browsing 4. Felt urge to buy impulsively Impulse purchase SEM LISREL

1. Time available, impulse buying tendency berpengaruh terhadap in-store browsing

2. Shopping enjoyment tidak

berpengaruh pada in-store browsing

3. Money available, shopping

enjoyment, in-store browsing berpengaruh pada positive affect

4. In-store browsing, impulse

buying tendency, positive affect berpengaruh terhadap felt urge to buy impulsively

5. Time available, money available

berpengaruh terhadap negative affect

6. Money available, felt urge to buy

impulsively berpengaruh pada impulse purchase

(16)

commit to user

25 Sumber: Hasil olahan penulis, 2015

Geetha Mohan, Bharadhwaj Sivakumaran & Piyush Sharma (2012) Impact Of Store Environment On Impulse Buying Behavior 720 1. Shopping enjoyment tendency 2. Store environment perception 3. Impulse buying tendency 1. Positive affect 2. Negative affect 3. Felt urge to buy

impulsively Impulse buying SEM AMOS 1. Store environment

perception, impulse buying tendency, positive affect berpengaruh terhadap felt urge to buy impulsively 2. Shopping enjoyment

tendency, store environment perception berpengaruh terhadap positive affect. 3. Felt urge to buy impulsively

berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying

Anant Jyoti

Badgaiyan & Anshul Verma (2014) Does Urge To Buy Impulsively Differ From Impulsive Buying Behavior? 508 1. Personal factors 2. In-store factors Urge to buy impulsively Impulse buying behavior

SEM 1. Personal factors berpengaruh terhadap felt urge to buy impulsively

2. In-store factors berpengaruh terhadap urge to buy

impulsively

3. Urge to buy impulsively berpengaruh positif terhadap impulse buying Studi ini (2015) Analisis Variabel Yang Mempengaruhi Dorongan Membeli Secara Impulsif 150 1. Store environment 2. In-store browsing 3. Sales promotion Affect Impulse buying SEM PLS

(17)

commit to user

26

Beatty dan Ferrell (1998) mengembangkan sebuah model tentang proses terjadinya pembelian impuls dan faktor–faktor yang mendahului proses terjadinya proses pembelian impuls. Secara spesifik, Beatty dan Ferrell menguji bagaimana variabel situasional (ketersediaan uang dan waktu), variabel perbedaan individu (kenyamanan berbelanja dan kecendrungan membeli secara impulsif), dan variabel penjelajahan di dalam toko sebagai variabel anteseden yang mempengaruhi dorongan dalam diri konsumen untuk melakukan pembelian impuls. Dorongan yang timbul dalam diri konsumen tersebut merupakan tahap sebelum terjadinya pembelian impuls seorang konsumen. Selain itu, Beatty dan Ferrell juga menguji pengaruh dari afek positif dan afek negatif terhadap pembelian impuls seorang konsumen.

Mohan et al (2012) mengembangkan konsep yang hampir sama dengan penelitian Beatty dan Ferrell (1998). Namun, dalam penelitian Mohan et al (2012) secara spesifik menguji pengaruh lingkungan toko (store environment) terhadap terjadinya pembelian impuls yang dimediasi perasaan terdorong dalam diri konsumen untuk membeli secara impulsif. Selain itu, dalam penelitian ini tidak menguji pengaruh variabel situasional (ketersediaan uang dan ketersediaan waktu) terhadap pembelian impuls konsumen.

Badgaiyan dan Verma (2014) mengembangkan konsep bagaimana factor situasional dan factor di dalam toko ritel mempengaruhi dorongan untuk membeli secara impulsif konsumen dan perilaku pembelian impulsif

(18)

commit to user

27

konsumen. Secara spesifik, Badgaiyan dan Verma (2014) menguji bagaimana variabel situasaional (ketersediaan uang, ketersediaan waktu, penggunaan kartu kredit), dan variabel dalam toko ritel (promosi penjualan, lingkungan toko, pegawai toko) dalam mempengaruhi dorongan untuk membeli secara impulsif konsumen dan perilaku pembelian impulsif konsumen.

2.3. Pengembangan Hipotesis

2.3.1. Hubungan antara lingkungan toko terhadap penjelajahan di dalam toko Lingkungan toko yang menarik dan nyaman menimbulkan perasaan senang dalam diri konsumen sehingga konsumen menghabiskan waktu lebih lama untuk melakukan penjelajahan di dalam toko (Donovan dan Rosister, 1982). Unsur-unsur lingkungan toko seperti layout, pencahayaan, musik, dan karyawan membentuk suatu lingkungan toko yang dapat mempengaruhi perasaan dan tingkah laku konsumen di dalam toko seperti penjelajahan di dalam toko.

Tidak hanya karakteristik individu yang dapat meningkatkan pembelian impuls, tetapi juga karakteristik lingkungan dapat mempengaruhi pembelian impuls melalui peningkatan sentuhan antara konsumen dan produk yang berada di dalam toko (Peck dan Childres, 2006). Karakteristik lingkungan toko yang menarik dapat meningkatkan ketertarikan konsumen terhadap produk-produk yang berada di dalam toko. Ketertarikan konsumen terhadap lingkungan toko tersebut menimbulkan tindakan penjelajahan di dalam toko yang lebih lama.

(19)

commit to user

28

Secara khusus, tata letak produk di dalam lingkungan toko dapat mendorong keinginan konsumen untuk menyentuh poduk untuk memperoleh informasi tentang produk dan melakukan eksplorasi di dalam lingkungan toko (Ramanathan dan Menon, 2002). Selain itu, kedekatan fisik antara produk dan konsumen dapat menimbulkan dorongan untuk membeli secara impulsif dalam diri konsumen.

Mehrabian dan Russel (1974) mengatakan bahwa seorang konsumen memiliki dua perilaku setelah menerima stimulus dari pemasar yaitu perilaku mendekat atau menerima dan perilaku menghindar. Stimulus yang menyenangkan di dalam toko ritel menimbulkan perilaku mendekat (approach) dari konsumen. Perilaku pendekatan berhubungan dengan kemauan atau keinginan untuk bergerak menuju, tinggal di, mengeksplorasi, berinteraksi penuh dukungan di, tampil baik di, dan kembali ke lingkungan.

Sedangkan lingkungan toko yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan perilaku menghindar (avoidance) dari konsumen. Perilaku menghindar berhubungan dengan lawan di atas ketidakpuasan, perasaan cemas atau bosan, tidak ramah kepada orang lain, dan keinginan untuk meninggalkan lingkungan dan tidak kembali.

Seseorang yang menikmati menghabiskan lebih banyak waktu dan mungkin lebih banyak uang mereka pada toko ritel di mana mereka merasakan kenikmatan saat berbelanja. Jika konsumen menilai suatu lingkungan ritel sebagai menyenangkan, maka kenikmatan mereka, waktu belanja, belanja, dll dapat ditingkatkan dengan menaikkan tingkat gairah

(20)

commit to user

29

atmosfer toko dengan pencahayaan yang terang, musik yang menyenangkan, dan sebagainya (Donovan dan Rosister, 1982). Dari penjabaran diatas, maka hipotesis yang dirumuskan adalah.

H1: Lingkungan toko berpengaruh positif terhadap Penjelajahan di dalam toko.

2.3.2. Hubungan antara lingkungan toko terhadap dorongan membeli impulsif Lingkungan (environment) adalah semua karakteristik fisik dan sosial dari dunia eksternal konsumen, termasuk di dalamnya objek fisik (produk dan toko), hubungan keruangan (lokasi toko dan produk di toko), dan perilaku sosial orang lian (siapa yang berada di sekitar toko dan yang mereka lakukan) (Peter dan Olson, 2000).

Lingkungan toko terbagi menjadi 4 dimensi yaitu musik, pencahayaan, tataletak, dan pegawai. Musik adalah komunikasi non-verbal yang penting, umumnya digunakan untuk meningkatkan suasana lingkungan toko dan kadang-kadang dapat menyebabkan pembelian tidak direncanakan (Turley dan Milliman, 2000) dan bahkan pembelian impuls (Mattila dan Wirtz, 2001). Musik membuat orang tinggal lebih lama, menghabiskan lebih banyak waktu dan uang dari normal (Milliman, 1982; 1986), maka ada kemungkinan bahwa musik mampu menimbulkan pembelian tidak direncanakan atau pembelian impuls. Bahkan, musik dan pencahayaan merupakan pemicu penting yang membuat dorongan untuk membeli secara impulsif (Erogludan Machleit, 1993).

(21)

commit to user

30

Teknik pencahayaan yang baik membantu menciptakan suasana yang tepat (seperti di sebuah restoran). Sebuah toko dengan pencahayaan yang tepat dapat menarik pembeli untuk mengunjungi toko dan menciptakan dorongan untuk membeli. Sistem pencahayaan yang baik dapat membawa dimensi tambahan untuk interior, membimbing mata pelanggan untuk tertuju pada poin penjualan kunci, menciptakan suasana kegembiraan, menimbulkan dampak positif. (Smith, 1989). Faktor lingkungan termasuk musik dan pencahayaan memiliki efek positif pada arousal (Sherman et al., 1997) dan semua ini dapat memicu keinginan (dorongan) untuk membeli secara impulsif (Eroglu dan Machleit, 1993).

Tata letak yang optimal memberikan kemampuan untuk memfasilitasi akses terhadap informasi dan membantu pembelanja dalam pengambilan keputusan. Penataan rak, barang, dan atribut toko yang baik menimbulkan perasaan untuk membeli secara impulsif (Aghazadeh, 2005). Sebuah tata letak yang baik membuat bahkan pembelanja utilitarian melakukan pembelian tambahan dengan menciptakan dorongan di dalamnya (Sherman et al., 1997). Penjual dapat memandu konsumen untuk mengeksplorasi toko dan berbagai produk, sehingga merangsang keinginan untuk melakukan pembelian secara impulsif. Dari penjabaran diatas, maka hipotesis yang dirumuskan adalah.

H2: Lingkungan toko berpengaruh positif tehadap dorongan membeli impulsif.

(22)

commit to user

31

2.3.3. Hubungan antara penjelajahan di dalam toko terhadap dorongan membeli impulsif

Penjelasan rasional dari hubungan antara penjelajahan di dalam toko dan dorongan untuk membeli secara impulsif diambil dari ide kedekatan fisik (physical proximity) antara seorang pembeli dengan item yang berada pada sebuah toko (Beatty and Ferrell, 1998).

Ketika seorang pembeli melakukan penelusuran di dalam toko, pembeli merasakan dorongan atau keinginan di saat pembeli bertemu dengan item yang diinginkan. Seperti yang dijelaskan dalam Rook (1987), bahwa seorang konsumen memiliki waktu yang paling sulit menahan dorongan/keinginan di saat-saat setelah pertemuan mereka dengan objek.

Beatty and Ferrell (1998) menyatakan bahwa konsumen terus mengalami dorongan impuls selama perjalanan belanja mereka karena mereka menelusuri di sekitar toko. Ketika konsumen melakukan penelusuran di dalam toko, mereka mengalami lebih banyak dorongan, sehingga kemungkinan untuk melakukan pembelian impuls menjadi semakin tinggi.

Jarboe dan McDaniel (1987) menemukan bahwa seseorang yang melakukan penjelajahan (browser) lebih cenderung untuk melakukan pembelian tidak terencana daripada seseorang yang tidak melakukan penjelajahan (browser) di dalam lingkungan toko. Penjelajahan di dalam toko merupakan komponen utama dalam proses pembelian impuls. Seorang yang melakukan penjelajahan toko cenderung menemukan lebih banyak rangsangan yang dapat meningkatkan kemungkinan mengalami dorongan

(23)

commit to user

32

untuk melakukan pembelian impulse. Dari penjabaran diatas, maka hipotesis yang dirumuskan adalah.

H3: Penjelajahan di dalam toko berpengaruh positif terhadap dorongan membeli impulsif

2.3.4. Hubungan antara promosi penjualan terhadap dorongan membeli impulsif Berbagai hasil penelitian telah menegaskan bahwa konsumen cenderung lebih impulsif ketika ada penjualan atau produk diskon (Laroche et al, 2003).

Promosi penjualan memiliki dampak yang kuat pada perilaku konsumen jangka pendek. Promosi penjualan dapat bermanfaat bagi pengecer di beberapa aspek. Promosi penjualan yang dilakukan dalam bisnis ritel seperti diskon, beli satu gratis satu, dan lain-lain digunakan untuk memicu pembelian yang tidak terencana. (Laroche et al, 2003).

Parboteeah (2005) menyatakan bahwa harga barang merupakan faktor penting dari pembelian impulsif. Secara khusus, konsumen cenderung impulsif selama waktu penjualan atau diskon.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Banerjee & Sunetra (2012) menemukan bahwa kegiatan promosi melalui potongan harga dan diskon memicu terjadinya pembelian impulsif. Penelitian yang dilakukan Tendai & Chipunza (2009) juga memperlihatkan bahwa kupon dan voucher belanja mempengaruhi pembelian impulsif. Dari penjabaran diatas, maka hipotesis yang dirumuskan adalah.

H4: Promosi penjualan berpengaruh positif tehadap dorongan membeli impulsif.

(24)

commit to user

33

2.3.5. Hubungan afek dalam memoderasi promosi penjualan terhadap dorongan membeli impulsif

Afek, suasana hati, emosi, dan perasaan mempengaruhi semua tingkatan dari proses pengambilan keputusan konsumen (Puccinelli et al, 2009).

Mood positif memiliki hubungan positif dengan pembelian impuls (Beatty dan Ferrell, 1998). Individu yang memiliki suasana pra-pembelian yang positif mengingat informasi lebih dari individu yang memiliki suasana pra-pembelian negatif (Schiffman dan Kanuk, 2004).

Menurut Shiv dan Fedorikhim (2000) emosi positif yang dirasakan konsumen mendorong untuk mengakuisisi suatu produk dengan segera tanpa adanya perencanaan yang mendahuluinya. Sebaliknya emosi negative dapat mendorong konsumen untuk tidak melakukan pembelian impuls.

Beatty dan Ferrell (1998) menyatakan bahwa keadaan emosi seseorang dan suasana hati merupakan faktor penting dari pembelian impulsif. Jika seseorang berada dalam suasana hati yang baik, dia mencoba untuk memberi penghargaan kepada dirinya sendiri dan cenderung lebih impulsif.

Afek dikonsepkan sebagai suatu ciri pribadi (Beatty dan Ferrell, 1989) yang berkontribusi terhadap pembentukan pembelian impulsif. Hal ini menunjukkan bahwa afek bukan merupakan bagian dari persepsi konsumen, melainkan merupakan sifat konsumen yang tidak dapat dipengaruhi oleh pemasar (Assael, 2001).

(25)

commit to user

34

Kaitannya, dengan promosi penjualan, kajian literature mengindikasikan bahwa promosi penjualan memiliki hubungan yang positif dengan pembelian impuls (Laroche et al, 2003). Pada penelitian ini, afek diduga memperkuat hubungan antara promosi penjualan dan pembelian impuls. Hipotesis yang dirumuskan adalah.

H6: Afek memoderasi hubungan promosi penjualan terhadap dorongan membeli impulsif.

(26)

commit to user

35 2.4. Kerangka Teori

Sumber: Konstruk peneliti, 2015

Gambar II.1 Model Penelitian

Gambar diatas merumuskan faktor-faktor dari dalam lingkungan retail yang mendorong timbulnya dorongan untuk membeli secara impulsif. Terdapat 3 variabel independen yaitu penjelajahan di dalam toko, lingkungan toko, dan promosi penjualaan. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi variabel dependent yaitu dorongan untuk membeli secara impulsif. Selain itu, terdapat variabel moderator yaitu variabel afek yang mempengaruhi hubungan antara promosi penjualan terhadap dorongan untuk membeli secara impulsif.

Lingkungan Toko Promosi Penjualan Penjelajahan di dalam toko Dorongan untuk membeli secara impulsif Afek H1 H2 H3 H4 H5

Gambar

Tabel II.1
Gambar II.1  Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

71 wakaf mampu untuk menunjukkan kapabilitasnya sebagai sebuah sistem pendistribusian ekonomi (dalam hal harta kekayaan) dan sebagai lembaga keuangan nirlabag,

Dengan teknologi multimedia dapat digunakan sebagai media pembuatan video profil “Vihara Dhama Sundara” yang menjadi media informasi dan promosi agar dikenal oleh masyarakat

Karyawan yang memiliki kinerja buruk atau yang hasil penilaiannya tidak sesuai dengan kompetensi dasar yang seharusnya mereka miliki diberikan pelatihan kerja agar

Implementasi IDS pada server menggunakan jejaring sosial (facebook, twitter, dan whatsapp) sebagai media notifikasi memudahkan administrator dalam mengidentifikasi

percaya, ketika melakukan ritual-ritual tertentu, arwah nenek moyang masuk ke dalam wayang sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan arwah-arwah nenek moyang mereka.

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon

Pemeriksaan data dilakukan dengan cara trianggulasi data dan trianggulasi metode, dengan model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model Context, Input, Process, Product

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas