• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Kegempaan dan Cakupan Sinar Gelombang di Kompleks Gunung Guntur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab IV Kegempaan dan Cakupan Sinar Gelombang di Kompleks Gunung Guntur"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Bab IV Kegempaan dan Cakupan Sinar Gelombang

di Kompleks Gunung Guntur

IV.1 Seismisitas Gunung Guntur

Seismisitas atau kegempaan Gunung Guntur diamati secara menerus dari Pos Pengamatan Gunungapi Guntur di Kecamatan Tarogong, Garut menggunakan lima stasiun permanen yang dipasang mengelilingi Kompleks Gunung Guntur. Data gempa ditransmisikan secara telemetri kemudian didigitasi di pos pengamatan menggunakan data logger yang dilengkapi timing system yang telah dikalibrasi menggunakan waktu GPS. Untuk keperluan penelitian kegempaan Gunung Guntur secara lebih mendalam maka jaringan gempa permanen yang sudah ada kadang-kadang ditambah secara temporer di sekeliling gunung menggunakan seismograf digital portabel, sehingga kepadatan stasiun di daerah penelitian dapat ditingkatkan. Total stasiun yang pernah terpasang dari tahun 1995 sampai tahun 2007 adalah 23 stasiun gempa (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Sebanyak 23 stasiun gempa digunakan dalam penelitian ini. Bulatan kuning merupakan stasiun permanen dan warna biru muda adalah stasiun temporer.

(2)

Gambar 4.2. Gempa vulkanik Gunung Guntur direkam secara digital oleh beberapa stasiun.

Gambar 4.3. Frekuensi kejadian gempa vulkanik Gunung Guntur terjadi rata-rata 1 kali dalam sehari. Jumlah kumulatif kejadian dari tahun 1995−2007 sekitar 4800 kali.

Gempa vulkanik Gunung Guntur mempunyai magnituda kurang dari 2 skala Rihcter (Gambar 3.21), beda waktu tiba gelombang S dan P antara 0,5−2,5 detik, dan

(3)

lama gempa kurang dari 20 detik (Gambar 4.2). Fase gelombang P dapat dibaca secara cukup jelas menggunakan seismometer komponen vertikal dan fase gelombang S dapat dibaca menggunakan seismometer komponen horizontal. Frekuensi kejadian gempa vulkanik Gunung Guntur berdasarkan data tahun 1995−2007 rata-rata satu kali dalam sehari. Jumlah kumulatif gempa vulkanik dalam selang waktu di atas adalah 4800 kali (Gambar 4.3).

IV.2 Distribusi Hiposenter Gempa Vulkanik Gunung Guntur

Pusat gempa vulkanik Gunung Guntur secara umum terdistribusi sepanjang Kaldera Kamojang dan Kawah Drajat dalam arah timur laut dan barat daya. Kawah Drajat terletak 10 km di barat daya Kamojang. Pusat gempa vulkanik juga terdistribusi sepanjang Gunung Guntur dan Kaldera Gandapura dalam arah barat laut tenggara. Rata-rata kedalaman gempa vulkanik Kamojang-Drajat lebih dalam daripada gempa vulkanik Guntur-Gandapura (Suantika et al., 1997 dan Suantika et al., 1998). Kedalaman gempa vulkanik Kamojang-Drajat 14−4 km di bawah elevasi referensi (10−0 km di bawah permukaan kaut). Elevasi referensi adalah elevasi z=0 km terletak 4 km di atas permukaan laut. Kedalaman gempa vulkanik Guntur-Gandapura sekitar 8−3 km dibawah elevasi referensi (4 km di bawah permukaan kaut sampai 1 km di atas permukaan laut) (Gambar 4.4). Gempa vulkanik Kamojang-Drajat secara relatif mempunyai magnituda lebih besar daripada gempa vulkanik Guntur-Gandapura (Iguchi et al., 1996)

Distribusi pusat gempa vulkanik dalam arah timur laut barat daya sesuai dengan keberadaan sesar melalui Kaldera Kamojang dan Kawah Drajat. Begitu pula distribusi pusat gempa dalam arah barat laut tenggara berhubungan dengan sesar yang melalui Gunung Guntur dan Kaldera Gandapura. Pusat gempa di sekitar Gunung Dadali, dan Gunung Katomas kemungkinan berhubungan dengan sesar di sekitarnya.

(4)

Gambar 4.4. Pusat gempa vulkanik di bawah Kompleks Gunung Guntur terdistribusi sepanjang sesar (garis merah) Drajat-Kamojang dan Guntur-Gandapura (kiri atas), pusat gempa lebih dalam di bawah Kamojang daripada di bawah Gandapura-Guntur (kiri bawah). Kedalaman pusat gempa dalam irisan vertikal selatan utara (kanan atas). Hiposenter gempa dalam tampilan 3−D (kanan bawah).

IV.3 Mekanisme Sumber Gempa Vulkanik Gunung Guntur

Mekanisme sumber gempa vulkanik kompleks Gunung Guntur yang terdistribusi sepanjang sesar Kamojang-Drajat mempunyai solusi dominan sesar geser (Gambar 4.5) dan mekanisme sumber sepanjang sesar Guntur-Gandapura (Gambar 4.6) adalah tidak unik, melainkan beberapa gempa mempunyai solusi sesar normal, sesar naik, dan beberapa mempunyai sesar campuran atau geser-normal (Suantika et al., 1997).

(5)

Gambar 4.5. Mekanisme sumber gempa vulkanik bulan Januari 1996 di sepanjang sesar Kamojang-Drajat secara dominan mempunyai solusi sesar geser (Suantika, 2002).

(6)

Gambar 4.6. Mekanisme sumber gempa vulkanik bulan September-Desember 1997 di sepanjang sesar Guntur-Gandapura tidak mempunyai solusi yang unik (Suantika, 2002).

(7)

Gempa vulkanik sepanjang Kamojang-Drajat lebih dipengaruhi oleh medan tekanan kegiatan tektonik yang mana tarikan (extension) dalam arah utara selatan dan tekanan (compression) dalam arah barat timur. Sedangkan gempa vulkanik sepanjang Guntur-Gandapura lebih dipengaruhi oleh kegiatan vulkanik dan arah bidang sesar ke berbagai arah merupakan hasil erupsi besar di masa lalu.

IV.4 Parameterisasi Model Area Penelitian

Dalam studi tomografi ini diperlukan parameterisasi daerah penelitian. Parameterisasi adalah pembagian daerah penelitian menjadi elemen volume. Berdasarkan distribusi pusat gempa dan distribusi stasiun yang tidak teratur maka daerah penelitian kompleks Gunung Guntur meliputi volume 20x20x20 km3 dibagi ke dalam 1000 elemen volume, ukuran elemen volume adalah 2x2x2 km3.

Sistem koordinat yang dipakai adalah Koordinat Cartesian. Titik referensi (0,0,0) kordinat ini terletak pada koordinat geografi 107.7342o BT dan 07.2385o LS. Elevasi referensi yaitu z=0 km terletak 4 km di atas permukaan laut. Efek kelengkungan bumi diabaikan karena luas permukaan horizontal 20x20 km2 dianggap sebagai bidang datar.

IV.5 Cakupan Sinar Gelombang

Sinar gempa merupakan lintasan gelombang gempa dari pusat gempa ke stasiun penerima. Lintasan gelombang ini dibuat menggunakan metoda pseudo bending ray tracing di dalam model kecepatan yang telah dibuat dalam Gambar 3.13 di depan baik untuk kecepatan gelombang P maupun kecepatan gelombang S. Jumlah sinar yang berasal dari gelombang P (Gambar 4.7) sama jumlahnya dengan yang berasal dari gelombang S (Gambar 4.8). Cakupan sinar sangat mempengaruhi resolusi tomogram di daerah penelitian. Cakupan sinar dalam studi tomografi sangat baik di bawah Kamojang, Gandapura, dan Guntur, yaitu dari kedalaman 2−12 km dari elevasi referensi. Resolusi tomogram di daerah ini akan lebih jelas daripada di tempat lainnya yang kurang diliputi sinar.

(8)

Gambar 4.7. Liputan sinar gempa gelombang P (garis merah) di bawah Kompleks Gunung Guntur. Cakupan sinar sangat baik di bawah Kaldera Kamojang, Kaldera Gandapura, dan Gunung Guntur pada kedalaman 2−12 km di bawah elevasi referensi. Sinar gelombang dari sumber ke stasiun dibuat dengan teknik ray tracing

(9)

Gambar 4.8. Liputan sinar gempa gelombang S (garis biru) di bawah Kompleks Gunung Guntur. Cakupan sinar sangat baik di bawah Kaldera Kamojang, Kaldera Gandapura, dan Gunung Guntur pada kedalaman 2−12 km di bawah elevasi referensi. Sinar gelombang dari sumber ke stasiun dibuat dengan teknik ray tracing berdasarkan waktu tempuh minimum (Fermat’s principle).

IV.6 Kepadatan Sinar (Ray Density)

Kepadatan sinar didefinisikan sebagai jumlah panjang lintasan (dalam satuan km) gelombang yang lewat di setiap elemen blok volume di daerah penelitian. Kepadatan sinar sangat menentukan ketelitian hasil inversi tomografi. Oleh karena nilai numerik

(10)

kepadatan sinar dari terkecil sampai yang terbesar mempunyai perbedaan yang sangat besar sehingga sangat susah ditampilkan dalam gradasi warna yang terbatas maka harga kepadatan sinar ditampilkan dalam bentuk logaritma. Kepadatan sinar gelombang P ditampilkan dalam bentuk irisan horisontal dan vertikal melalui Kamojang, Gandapura dan Guntur (Gambar 4.9). Kepadatan sinar di bawah daerah ini sangat tinggi sehingga resolusi tomogram diharapkan cukup jelas. Irisan horisontal masing-masing diambil pada kedalaman 4 km, 6 km, 8 km, dan 10 km dari elevasi referensi. Sedangkan irisan vertikal barat timur diambil pada jarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu x, masing-masing garis lintasan pada bidang horisontal diberi nama Y1-Y1’, Y2-Y2’, Y3-Y3’, dan Y4-Y4’. Begitu pula irisan vertikal selatan utara diambil pada jarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu y, masing-masing garis lintasan pada bidang horisontal diberi nama X1-X1’, X2-X2’, X3-X3’, dan X4-X4’ (Gambar 4.10).

Gambar 4.9. Gambaran 3−D irisan horisontal tomografi di bawah Kompleks Guntur dan irisan vertikal tomografi melalui Kaldera Kamojang, Kaldera Gandapura, dan Gunung Guntur.

(11)

Gambar 4.10. Lintasan irisan vertikal barat timur pada jarak 7 km (Y1-Y1’), 9 km (Y2-Y2’), 11 km (Y3-Y3’), dan 13 km (Y4-Y4’) dari sumbu x. Dan lintasan irisan vertikal selatan utara jarak 7 km (X1-X1’), 9 km (X2-X2’), 11 km (X3-X3’), dan 13 km (X4-X4’) dari sumbu y. Garis biru adalah jalan raya.

Selanjutnya irisan tomogram di bab-bab berikutnya baik horisontal maupun vertikal akan mengikuti cara-cara di atas. Irisan kepadatan sinar gelombang P baik horisontal, vertikal barat timur, maupun vertikal selatan utara masing-masing dapat dilihat dalam Gambar 4.11, Gambar 4.12, dan Gambar 4.13. Begitu pula kepadatan sinar gelombang S baik horisontal, vertikal barat timur, maupun vertikal selatan utara masing-masing dapat dilihat dalam Gambar 4.14, Gambar 4.15, dan Gambar 4.16.

(12)

Gambar 4.11. Kepadatan sinar gelombang P. Dari atas dan dari kiri ke kanan masing-masing adalah irisan horisontal pada kedalaman 4 km, 6 km, 8 km, dan 10 km. Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar.

(13)

Gambar 4.12. Kepadatan sinar gelombang P. Dari atas dan dari kiri ke kanan masing-masing adalah irisan vertikal arah barat timur pada jarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu x. Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar.

(14)

Gambar 4.13. Kepadatan sinar gelombang P. Dari atas dan dari kiri ke kanan masing-masing adalah irisan vertikal arah selatan utara pada jarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu y. Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar.

(15)

Gambar 4.14. Kepadatan sinar gelombang S. Dari atas dan dari kiri ke kanan masing-masing adalah irisan horisontal pada kedalaman 4 km, 6 km, 8 km, dan 10 km. Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar.

(16)

Gambar 4.15. Kepadatan sinar gelombang S. Dari atas dan dari kiri ke kanan masing-masing adalah irisan vertikal arah barat timur masing-masing pada jarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu x. Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar.

(17)

Gambar 4.16. Kepadatan sinar gelombang S. Dari atas dan dari kiri ke kanan masing-masing adalah irisan vertikal arah selatan utara pada jarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu y. Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar.

IV.7 Check Board Test

Check board test bertujuan menguji kemantapan program pengolahan data tomografi. Pengujian menggunakan sinar gelombang dari sumber gempa ke stasiun penerima melalui medium yang mempunyai model kecepatan sintetik dengan anomali negatif –5% dan anomali positif +5%. Elemen volume anomali berukuran 4x4x4 km3

(18)

dipasang secara selang seling antara positif dan negatif baik arah horisontal maupun vertikal. Hasil inversi tomografi menunjukkan anomali kembali cukup teresolusi dan agak teredam sesuai dengan ray density di masing-masing lapisan. Berkaitan dengan keadaan di atas maka untuk menjaga obyektifitas inversi tomografi data lapangan maka faktor redaman dibuat sedikit lebih besar daripada faktor redaman inversi tomografi anomali sintetik.

Gambaran tomogram check board test untuk gelombang P diambil pada irisan horisontal pada kedalaman 4 km dan 6 km (Gambar 4.17) serta pada kedalaman 8 km dan 10 km (Gambar 4.18) dari elevasi referensi. Irisan vertikal arah barat timur diambil pada lapisan berjarak 7 km dan 9 km (Gambar 4.19) serta berjarak 11 km dan 13 km (Gambar 4.20) dari sumbu x atau masing-masing melalui garis Y1-Y1’, Y2-Y2’, Y3-Y3’, dan Y4-Y4’. Irisan vertikal arah selatan utara diambil pada lapisan berjarak 7 km dan 9 km (Gambar 4.21) serta berjarak 11 km dan 13 km (Gambar 4.22) dari sumbu y atau masing-masing melalui garis X1-X1’, X2-X2’, X3-X3’, dan X4-X4’.

Begitu pula gambaran tomogram check board test untuk gelombang S diambil pada irisan horisontal pada kedalaman 4 km dan 6 km (Gambar 4.23) serta pada kedalaman 8 km dan 10 km (Gambar 4.24) dari elevasi referensi. Irisan vertikal arah barat timur diambil pada lapisan berjarak 7 km dan 9 km (Gambar 4.25) serta berjarak 11 km dan 13 km (Gambar 4.26) dari sumbu x atau masing-masing melalui garis Y1-Y1’, Y2-Y2’, Y3-Y3’, dan Y4-Y4’. Irisan vertikal arah selatan utara diambil pada lapisan berjarak 7 km dan 9 km (Gambar 4.27) serta berjarak 11 km dan 13 km (Gambar 4.28) dari sumbu y atau masing-masing melalui garis X1-X1’, X2-X2’, X3-X3’, dan X4-X4’.

(19)

Gambar 4.17. Check board test menggunakan gelombang P pada irisan horisontal di kedalaman 4 km (baris atas) dan 6 km (baris bawah) dari elevasi referensi. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(20)

Gambar 4.18. Check board test menggunakan gelombang P pada irisan horisontal di kedalaman 8 km (baris atas) dan 10 km (baris bawah) dari elevasi referensi. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(21)

Gambar 4.19. Check board test menggunakan gelombang P pada irisan vertikal barat timur berjarak 7 km (baris atas) dan 9 km (baris bawah) dari sumbu x atau masing-masing melalui garis Y1-Y1’ dan Y2-Y2’. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(22)

Gambar 4.20. Check board test menggunakan gelombang P pada irisan vertikal barat timur berjarak 11 km (baris atas) dan 13 km (baris bawah) dari sumbu x atau masing-masing melalui garis Y3-Y3’ dan Y4-Y4’. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(23)

Gambar 4.21. Check board test menggunakan gelombang P pada irisan vertikal selatan utara berjarak 7 km (baris atas) dan 9 km (baris bawah) dari sumbu y atau masing-masing melalui garis X1-X1’ dan X2-X2’. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(24)

Gambar 4.22. Check board test menggunakan gelombang P pada irisan vertikal selatan utara berjarak 11 km (baris atas) dan 13 km (baris bawah) dari sumbu y atau masing-masing melalui garis X3-X3’ dan X4-X4’. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(25)

Gambar 4.23. Check board test menggunakan gelombang S pada irisan horisontal di kedalaman 4 km (baris atas) dan 6 km (baris bawah) dari elevasi referensi. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(26)

Gambar 4.24. Check board test menggunakan gelombang S pada irisan horisontal di kedalaman 8 km (baris atas) dan 10 km (baris bawah) dari elevasi referensi. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(27)

Gambar 4.25. Check board test menggunakan gelombang S pada irisan vertikal barat timur berjarak 7 km (baris atas) dan 9 km (baris bawah) dari sumbu x atau masing-masing melalui garis Y1-Y1’ dan Y2-Y2’. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(28)

Gambar 4.26. Check board test menggunakan gelombang S pada irisan vertikal barat timur berjarak 11 km (baris atas) dan 13 km (baris bawah) dari sumbu x atau masing-masing melalui garis Y3-Y3’ dan Y4-Y4’. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(29)

Gambar 4.27. Check board test menggunakan gelombang S pada irisan vertikal selatan utara berjarak 7 km (baris atas) dan 9 km (baris bawah) dari sumbu y atau masing-masing melalui garis X1-X1’ dan X2-X2’. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

(30)

Gambar 4.28. Check board test menggunakan gelombang S pada irisan vertikal selatan utara berjarak 11 km (baris atas) dan 13 km (baris bawah) dari sumbu y atau masing-masing melalui garis X3-X3’ dan X4-X4’. Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.

Gambar

Gambar 4.1. Sebanyak 23 stasiun gempa digunakan dalam penelitian ini. Bulatan  kuning merupakan stasiun permanen dan warna biru muda adalah  stasiun temporer
Gambar 4.3. Frekuensi kejadian gempa vulkanik Gunung Guntur terjadi rata-rata 1  kali dalam sehari
Gambar  4.4. Pusat gempa vulkanik di bawah Kompleks Gunung Guntur  terdistribusi sepanjang sesar (garis merah) Drajat-Kamojang dan  Guntur-Gandapura (kiri atas), pusat gempa lebih dalam di bawah  Kamojang daripada di bawah Gandapura-Guntur (kiri bawah)
Gambar  4.5. Mekanisme sumber gempa vulkanik bulan Januari 1996 di  sepanjang sesar Kamojang-Drajat secara dominan mempunyai solusi  sesar geser (Suantika, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ia mengamati bahwa medan listrik terlokalisasi di sekitar gelombang seismik kompresional vi (Ivanov 1939). Analisis teoritik yang dilakukan oleh Frenkel pada tahun 1944

Lintasan belajar matematika mempunyai tiga bagian penting yakni: tujuan pembelajaran matematika yang ingin dicapai, lintasan perkembangan yang akan dikembangkan oleh siswa

Dengan demikian, dalam upaya memenuhi ketersediaan benihnya di kios- kios pertanian, Balai Benih Induk (BBI) di wilayah perlu diberdayakan untuk memproduksi benih

produktivitas kerja adalah rendahnya keterampilan kerja karyawan, disiplin kerja karyawan yang rendah, pemberian kompensasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan karyawan,

pada Bangsal Baitul Ma’ruf tahun 2009-2014 di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang mengalami perubahan yang tidak stabil. Hampir seluruhnya ditahun 2009-2014 nilai

Fusi protoplas intraspesies Pichia manshurica DUCC-015 telah memperoleh fusan dengan a menghasilkan aktivitas inulinase tinggi mencapai 0,965 IU/mL dibandingkan induk

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia merumuskan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan hak asasi manusia adalah seperangkat hak

Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan hasil yang bisa membantu PT Trias Sena Bhakti dalam melakukan evaluasi atau pengembangan yang berkaitan dengan kreativitas,