• Tidak ada hasil yang ditemukan

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1 11

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1 11"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

11

TINGKAT PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH DI KECAMATAN PONTANG KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

Viktor Siagian

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Ciptayasa KM.01 Ciruas Serang-Banten

Telp.0254-281055

ABSTRAK

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sudah dilaksanakan di Kabupaten Serang sejak tahun 2008 – 2011. Tujuan kajian adalah: mengetahui kondisi aktual tingkat adopsi komponen teknologi dan kendala dalam pelaksanaan SLPTT. Kajian dilakukan dengan metode survei, dengan pemilihan responden secara acak sebanyak 28 orang petani. Metode analisis menggunakan tabulasi deskritif. Hasil pengkajian ini menunjukan : 1) Pelaksanaan PTT di Kab. Serang cukup baik, produktivitas padi sawah pada SLPTT tahun 2010 adalah 5,49 ton/ha lebih tinggi 12,7% dari produktivitas rata-rata sebelum SLPTT, 2) Tingkat adopsi penggunaan VUB, pengolahan tanah sempurna, penanganan panen dan pasca panen dilakukan oleh seluruh (100%) petani. Tingkat penggunaan benih bersertifikat sudah dilakukan oleh 93% petani. Tingkat adopsi, sistim tanam jajar legowo, umur bibit muda, jumlah benih 1 - 3 per lubang tanam, dilakukan oleh 46 - 93% petani. 3) Kendalanya adalah penyaluran benih padi tidak tepat waktu, mutu kurang baik, jumlah benih terbatas, dan tingginya serangan hama Wereng Batang Coklat (WBC), penggerek batang, walang sangit, suplai air irigasi kurang dan kemarau panjang. Perlunya pemerintah menambah luas areal SLPTT, ketepatan distribusi benih, bantuan alat BWD dan PUTS, dan meningkatkan suplai air irigasi.

Kata kunci: Adopsi, Komponen Teknologi, Padi, Pengelolaan Tanaman Terpadu.

PENDAHULUAN

Upaya yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian untuk mencapai target produksi gabah 70,7 juta ton adalah dengan meningkatkan produktivitas usahatani padi melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Program PTT ini sudah berjalan sejak tahun 2008 di Kabupaten Serang. PTT adalah suatu pendekatan ekoregional yang yang bersifat sinergis bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dengan memperhatikan prinsip-prinsip lingkungan. PTT padi terdiri dari 12 komponen teknologi, empat komponen dasar dan delapan komponen pilihan (Puslitbang Tanaman Pangan, 2008).

Pendekatan PTT dilakukan melalui Sekolah Lapang (SL) PTT. Di Provinsi Banten, sejak tahun 2008 – 2011 sudah dilakukan SLPTT padi seluas 292.525 ha dengan 11.886 SL yang tersebar di empat kabupaten dan empat kota (Anonim

(2)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

12

2011). Luas SLPTT ini sudah mencakup 72,0% dari luas panen padi pada tahun 2010.

Percepatan adopsi suatu inovasi sendiri sangat ditentukan oleh adopter (petani) dalam pengambilan keputusan di tiap tahapan adopsi. Ada ada lima tahapan dari adopsi, yaitu (1) adanya kesadaran akan adanya teknologi baru, (2) adanya minat untuk mengetahui lebih jauh tentang inovasi tersebut, (3) adanya pertimbangan antara manfaat dan kerugian dalam penggunaan inovasi, (4) melakukan percobaan dalam skala kecil dan (5) menerima atau menolak inovasi tersebut (van den Ban, 1999).

Untuk mengetahui sejauh mana 12 komponen PTT sudah diadopsi petani, maka perlu dilakukan kajian tingkat penerapanyaagar dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan diseminasi selanjutnya.

METODOLOGI

Kajian dilaksanakan di Kecamatan Pontang sebagai salah satu lokasi PTT Padi sawah non hibrida. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive). Desa contoh yang diambil dalam wilayah kerja BPP Pontang adalah Desa Lebak Kepuh, Lebak Wangi, Linduk, dan Pegandikan. Waktu pelaksanaan kajian mulai berlangsung selama (bulan Maret – Oktober 2011).

Berdasarkan jenisnya, data yang dikumpulkan dalam kajian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer di tingkat petani dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan quesioner terstruktur. Data sekunder adalah data yang mendukung informasi yang diperlukan pada kajian ini. Metode pengambilan contoh menggunakan penarikan secara acak sederhana (simple random sampling), dengan jumlah responden sebanyak 28 orang petani.

Analisis data yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis kualitatif, menggunakan tabulasi yang diinterpretasikan secara deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendiskripsikan karateristik tentang peubah yang diamati.

Data dientry, divalidasi, dan ditabulasi menggunakan program perangkat lunak Excell.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Pelaksanaan SLPTT

Kabupaten Serang mempunyai luas wilayah 172.405,25 ha yang terdiri dari lahan sawah seluas 50.181,14 ha (29,1%), tegalan 35.088,84 ha (20,4%), kebun

(3)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

13

campuran seluas 36.708,55 ha (21,3%) dan sisanya lahan lain. Produksi padi tahun 2010 berjumlah 411.048 ton GKG dengan luas panen 77.512 ha atau dengan produktivitas 53,03 kw/ha (Distanbun Kab. Serang, 2010). Khusus padi sawah, luas panen tahun 2010 adalah 400.963 ha dengan produktivitas 54,10 kw/ha. Selanjutnya dilaporkan, luas panen padi sawah di Kecamatan Pontang tahun 2009 mencapai 9.044 ha dengan produksi 49.471 ton GKP (produktivitas 5,47 ton GKP/ha).

Pada tahun 2010, Kab. Serang telah menyalurkan bantuan SL-PTT padi non hibrida seluas 20.000 ha (39,8% dari luas sawah Kab. Serang) pada 800 kelompok tani (poktan). Kecamatan terluas penerima SLPTT adalah Kec. Pontang, Tirtayasa, Binuang, Carenang, dan Tanara masing-masing 1000 ha. Benih berbantuan yang disalurkan pada SLPTT tahun 2011 sebagian besar (70%) adalah varietas Ciherang dan 30% lainnya Varietas Mekongga, IR-64, Inpari-1, Inpari-3, dan Inpari-13. Distribusi benih terlambat datangnya, dan kualitasnya kurang baik, penyalurnya adalah PT. Pertani sebanyak 500 ton. Tabel 1 berikut menjabarkan secara rinci pelaksanaan SLPTT di Kabupaten Serang tahun 2010.

Tabel 1. Luas dan Jumlah Kelompok Pelaksana SL-PTT di Kabupaten Serang tahun 2010.

No. Kecamatan Luas (Ha) Jumlah Kelompok

1. Jawilan 625 25 2. Padarincang 750 30 3. Pabuaran 625 25 4. Warung Kurung 250 10 5. Cikande 625 25 6. Anyer 500 20 7. Gunung Sari 250 10 8. Cinangka 750 30 9. Kramat Watu 875 35 10. Ciomas 625 25 11. Kopo 875 35 12. Pontang 1000 40 13. Bojonegara 625 25 14. Tirtayasa 1000 40 15. Petir 750 30 16. Binuang 1000 40 17. Carenang 1000 40 18. Kibin 750 30 19. Tanara 1000 40 20. Pamarayan 625 25 21. Bandung 750 30 22. Ciruas 875 35 23. Cikeusal 875 35 24. Baros 625 25 25. Tunjung Teja 750 30 26. Pulo Ampel 250 10 27. Kragilan 875 35 28. Mancak 500 20 Jumlah 20.000 800

(4)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

14

Produktivitas padi sawah di kabupaten Serang, sebelum pelaksanaan program SLPTT adalah ton GKP/ha, dan sesudah SLPTT menjadi 5,49 ton GKP/ha (meningkat 12,7%), sedangkan produktivitas pada lahan LL lebih tinggi yaitu 6,02 ton GKP/ha (Distanbun Kab. Serang, 2011).

Karateristik Petani SLPTT

Dari hasil wawancara dengan petani responden diketahui bahwa rata-rata petani di Kecamatan Pontang, Kab. Serang berusia 45,0 tahun yang berkisar antara 35 - 62 tahun. Tingkat pendidikan petani secara rata-rata selama 7,1 tahun (artinya kelas I Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama) dengan kisaran 0 – 12 tahun. Rata-rata jumlah anggota keluarga 4,1 jiwa dengan kisaran 2 – 6 jiwa per rumah tangga petani. Luas garapan lahan petani rata-rata 1,49 Ha dengan kisaran 0,25 – 6,40 Ha. Luas lahan milik rata-rata 1,2 Ha dengan kisaran 0 – 4,50 Ha. Luas lahan bukan milik rata-rata 0,29 ha dengan kisaran 0- 2,0 ha. Khusus sawah irigasi teknis pemilikan lahan rata-rata 1,11 ha dengan kisaran 0 – 3,0 ha, sedangkan lahan sawah irigasi bukan milik yang digarap rata-rata 0,29 ha dengan kisaran 0 – 2,0 ha. Sebagian kecil lahan petani juga merupakan sawah tadah hujan dengan luas lahan milik rata-rata 0,09 ha dengan kisaran 0 – 2,5 ha.

Tingkat Adopsi /Penerapan Inovasi PTT

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa petani responden sebagian kecil yakni 8 responden (28,6%) belum pernah mendengar istilah PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu), dan sebanyak 20 responden (71,4%) yang sudah pernah mendengarnya (Tabel 2). Hal ini dapat dimaklumi karena tidak semua petani jadi peserta SLPTT. Dari 71,4% petani yang pernah mendengar PTT, sumber informasi pertama kali berasal dari PPL/Kepala BPP (80,0% dari yang mendengar PTT atau 57,1% dari petani), kedua dari BPTP (10,0% dari yang mendengar PTT atau 7,1% dari petani), dan ketiga dari Ketua Poktan dan Lainnya (Gabungan dari BPTP, PPL/Ka. BPP, Ka. UPTD) masing-m asing 3,6% dari petani.

(5)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

15

Tabel 2. Persentase Responden yang Pernah Mendengar SLPTT dan Sumber Pertama Informasinya di Kabupaten Serang Tahun 2008 – 2010.

Pertanyaan Ya (n) % Tidak

(n) % Apakah Bapak pernah mendengar tentang PTT 20 71,4 8 28,6 Jika pernah dari siapa pertama kali

mendengarnya?

a. BPTP 2 7,1

b. PPL/Ka. BPP 16 57,1

c. Mantri Tani/Ka UPTD d. Kepala Desa

e. Ketua Poktan/Gapoktan 1 3,6

f.Lainnya (Gab. Dr BPTP, PPL/Ka. BPP, Ka.

UPTD) 1 3,6

Sub Total 71,4

Total 20 71,4 8 28,6

Sumber: Data primer diolah, tahun 2011.

Kemudian dari 71,4% petani yang sudah mendengar PTT, hanya 3 responden (10,7%) yang dapat menjawab pengertian/definisi PTT dengan benar, dan 17 responden lagi (89,3%) menjawab secara asalan atau tidak tahu. Selanjutnya dari 20 petani yang sudah mendengar PTT, hampir seluruhnya (95%) sudah mengikuti pelatihan SLPTT. Llama mengikuti pelatihan rata-rata 4,9 hari, sedangkan lama pelatihan per pertemuan 2,8 jam.

Pelatihan SLPTT sudah dilakukan sejak tahun 2008 sampai tahun 2011. Pelatihan dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan per Musim Tanam, dengan lama ± 4 jam per pertemuan. Pelatihnya adalah PPL, Ka. BPP, Ka. UPTD/Mantri Tani, Petugas OPT. Lokasi SLPTT menurut pedoman umum dilakukan di lahan Laboratorium Lapang (LL). Dalam kenyataannya, sebanyak 12 responden (42,8%) menyatakan pelatihan dilakukan di lahan petani dan 6 responden (21,4%) menyatakan di lahan LL, 3,6% petani menayatakan dilakukan di Kantor Kepala Desa dan 3,6% dilakukan di tempat lain. Dasar pemilihan petani peserta SLPTT adalah petani aktif (mau berkumpul), mempunyai garapan sawah, dan lahan sehamparan. Kriteria pemilihan petani LL adalah memiliki lahan 1 ha dan sehamparan, lokasi lahan strategis, dan kemauan untuk maju. Dana pelatihan SLPTT pada tahun 2010 berjumlah Rp 1,75 juta/unit SL. Uang Rp 1,75 juta ini sudah termasuk honor PPL dan Ka. BPP masing-masing Rp 100.000 selama pertemuan.

(6)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

16

Dari hasil enumerasi diketahui bahwa yang paling banyak mengajarkan SLPTT adalah gabungan dari PPL, Ka. BPP, Ka. UPTD, dan BPTP yakni 8 responden (40,0%), kemudian gabungan PPL, Ka. BPP, dan Ka. UPTD yakni 30,0%, kemudian PPL sebanyak 20,0%, Ka. BPP sebanyak 5,0%, dan Ka. UPTD sebanyak 5,0% (Tabel 3).

Tabel 3. Institusi SLPTT di Kabupaten Serang Tahun 2008 – 2010.

No. Institusi Pengajar Ya (n) %

1 a. PPL 4 20,0

2 b. Ka. BPP 1 5,0

3 c. Ka. UPTD 1 5,0

4 d. Ketiganya 6 30,0

5 e. BPTP 0

6 f.Lainnya (gabungan PPL, Ka.BPP, Ka.UPTD, dan BPTP

) 8 40,0

Total 20 100

Sumber: Data primer diolah, tahun 2011.

Materi yang diajarkan pada SLPTT berdasarkan petunjuk umum (pendum) yakni empat komponen dasar dan delapan komponen pilihan. Dari hasil enumerasi diketahui bahwa sebanyak 19 responden (67,8% dari seluruh petani dan 100% dari peserta SLPTT) mengaku mendapatkan pelatihan materi komponen Varitas Unggul Baru (VUB), Pengendalian Hama Terpadu (PHT), umur bibit muda 15 – 21 HSS, pembuatan pupuk organik, dan penggunaan pupuk cair (PPC), pupuk bio hayati, dan ZPT.

Sistim tanam jajar legowo diketahui (mendapat pelatihan) oleh 94,7% dari peserta SLPTT, kemudian penggunaan benih bersertifikat, penggunaan varitas unggul baru (VUB), penggunaan bagan warna daun (BWD), Pembuatan pupuk organik, dan, Irigasi berselang diketahui oleh 89,5% peserta. Materi yang relatif sedikit diketahui oleh responden adalah uji petak omisi yakni 68,4% dari peserta SLPTT. Materi yang diajarkan pada SL-PTT di Kabupaten Serang tertera pada tabel 4 berikut ini.

(7)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

17

Tabel 4. Materi yang Diajarkan pada SLPTT di Kabupaten Serang Tahun 2008 – 2010.

No. Uraian Materi Ya (n) %

1 Penggunaan Varitas Unggul Baru (VUB) 19 100,0 2 Penggunaan Benih Bersertifikat 17 89,5 3 Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) 17 89,5 4 Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) 12 63,2

5 Uji Petak Omisi 13 68,4

6 Pengendalian Hama Terpadu 19 100,0

7 Sistim tanam jajar legowo 18 94,7

8 Umur tanam bibit muda 15 - 21 HST 19 100,0

9 Pembuatan pupuk organic 17 89,5

10 Sistim irigasi berselang 17 89,5

11 Penggunaan pupuk cair, pupuk bio hayati dan ZPT 19 100,0 12 Penanganan panen dan pasca panen 16 84,2

13 Rata-rata 16,9 88,9

Sumber: Data primer diolah, tahun 2011.

Sebelum dilakukan PTT terlebih dulu dilakukan PRA (Participatory Rural Appraisal) atau pemahaman masalah dan peluang. Hanya 9 responden (47,4% dari yang mendapat pelatihan SLPTT), 36,8% lagi (7 responden) tidak tahu, dan 15,8% lagi tidak menjawab. Hasil identifikasi masalah adalah: hama penyakit terutama walang sangit, sundep, kekurangan air, tanam tidak serempak, harga panen yang kurang wajar, dan transportasi.

Penggunaan Varitas Unggul Baru (VUB) seluruhnya (100%) sudah menggunakannya, yang paling banyak ditanam oleh petani yaitu Ciherang yaitu 25 responden (89,3%) karena menurut sebagian besar petani rasa varietas Ciherang lebih enak dan produksi tinggi. Kemudian 2 responden (7,1%) menggunakan benih campuran Ciherang dan IR-64, dan 1 responden (3,6%) petani menggunakan campuran Ciherang dan Mekongga.

Hampir seluruh petani (92,8%) sudah menggunakan benih padi bersertifikat dan 7,2% lagi non sertifikat. Rata-rata penggunaan benih sebanyak 28,7 kg/ha yang mana 23,6 kg (82,2%) adalah benih bersertifikat dan 5,1 kg (17,8%) adalah benih non sertifikat. Harga benih rata-rata sertifikat Rp 6.523/kg dengan kisaran Rp 6.000 - 8.000/kg.

Perlakuan benih sehat (merendam benih dalam larutan garam/fipronil ½ jam kemudian air selama 24 jam, lalu benih yang tenggelam saja dipilih, ditiriskan selama 24 jam dan baru disemai) hanya 5 responden (17,9% dari petani) yang

(8)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

18

melakukannya. Cara yang paling banyak dilakukan (53,6% petani) adalah direndam 24 jam, dipilih benih yang tenggelam, ditiriskan 24 jam dan disemai. Kemudian cara lain merendam dalam larutan air 24- 48 jam, dipilih benih yang tenggelam dan disemai dilakukan oleh 17,9% petani. Cara yang paling sedikit dilakukan adalah merendam benih 24 jam dipilih yang tenggelam dan disemai, yang dilakukan oleh 10,7% petani. Sistim pengolahan tanah secara sempurna (dibajak dan digaru dan diratakan) sudah dilakukan oleh 100% petani.

Adopsi umur tanam bibit muda hanya 15 responden (53,6%) sudah mengikuti anjuran SLPTT yaitu 15 - 21 HSS (Hari Setelah Sebar), sedangkan 46,4% lagi masih menanam pada umur > 21 HSS. Rata-rata umur benih yang ditanam adalah 22 hari dengan kisaran 18 – 30 hari. Sebanyak 15 responden (53,6%) menanam benih pada umur 18 - 21 hari, 12 responden (42,9%) menanam benih umur 22 – 25 hari, dan 3,6% dari petani menanam pada umur 30 HSS. Sesuai anjuran SLPTT jumlah benih yang baik adalah 1 – 3 per lubang tanam. sebanyak 26 responden (92,8%) sudah melakukan hal di atas, dan 7,2% lainnya belum melakukan, yakni > 3 batang per lubang tanam.

Sistim tanam jajar legowo baru 13 responden (46,4% dari petani) yang menerapkannya, sisanya 53,6% belum nenerapkannya (tegel). Jajar legowo yang terbanyak adalah 4:1 (25,0% dari petani), kedua 6:1 yaitu 10,7% dari petani, ketiga adalah jajar legowo 10:1 yakni 7,1% dari petani, dan terkecil 2:1 yakni 3,6% dari petani. Rinciannya tertera pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Persentase Petani yang Menerapkan Sistim Tanam Jajar Legowo dan Tegel di Kab. Serang Tahun 2011.

No. Sistim Tanam Jumlah (n) Persentase

(%) 1. Jajar Legowo 2:1 1 3,6 2. Jajar Legowo 3:1 0 0 3. Jajar Legowo 4:1 7 25,0 4. Jajar Legowo 5:1 0 0 5. Jajar Legowo 6:1 3 10,7 6. Jajar Legowo 8:1 0 0 7. Jajar Legowo 10:1 2 7,1 8. Tegel 15 53,6 Jumlah 28 100,0

(9)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

19

Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) untuk pemupukan Urea dimana hanya 9 responden (32,1% dari petani) sudah mengetahuinya dan 67,9% lagi belum mengetahuinya. Dalam penerapannya sebanyak 28,6% petani sudah menggunakan pupuk Urea sesuai BWD, dan 71,4% lagi belum menggunakannya. Mengenai PUTS, hanya 5 responden (17,8% dari petani) yang sudah pernah melihat alat PUTS dan 82,2% lagi belum pernah melihatnya. Dari yang pernah melihat hanya 1 responden (3,6 %) yang sudah tahu kegunaan alat tersebut.

Pemupukan berimbang sudah dilakukan petani, dimana rata-rata penggunaan Urea adalah 194,5 kg/ha, SP-36 sebesar 15,0 kg/ha, NPK Ponska sebesar 151,0 kg/ha. Harga Urea rata-rata Rp 1.785/kg (27,5% diatas Harga Eceran Tertinggi/HET Rp1.400/kg), SP-36 Rp 2.408/kg (33,8% di atas HET yakni Rp 1.800/kg), dan NPK Ponska Rp 2.345/kg (11,7% di atas harga HET yakni Rp 2.100/kg).

Cara pembuatan pupuk organik petani sebanyak 13 responden (46,4% petani) sudah mengetahui yaitu mencampur kotoran ternak dan jerami termasuk menggunakan dekomposer EM-4. Sebanyak 4 responden (14,3%) tahu tentang pupuk organik tapi tidak tahu cara membuatnya, dan 39,3% lagi belum tahu. Dalam prakteknya pemupukan organik sudah dilakukan oleh 8 responden (28,6%), umumnya 6 responden (21,4% dari petani) hanya menggunakan pupuk kandang yang sudah dikeringkan rata-rata 314 kg/ha dengan harga rata-rata Rp 43/kg, lalu disebar atau ditanam. Sebanyak 7,1% petani menggunakan pupuk organik yang sudah jadi dengan harga Rp 217/kg dengan dosis 64 kg/ha.

Sistim pengendalian hama terpadu (PHT) sudah dilakukan oleh 20 responden (71,4% dari petani) yaitu menyemprot hama jika sudah melewati ambang batas (menurut perkiraan petani), sedangkan 28,6% lagi belum menerapkan PHT. Mengenai PHT secara hayati, hanya 10 responden (35,7% petani) yang mengetahuinya. Hama utama di daerah survei adalah Wereng Batang Coklat, sundep dan walang sangit.

Sistim pengairan terputus (intermitten) juga diterapkan oleh 60% - 75% petani yaitu pada Musim Kemarau (MK). Walaupun petani kurang memahami istilahnya, tapi pengairan terputus sudah diterapkan, apalagi sebagian sawah petani adalah tadah hujan. Pada MK tahun 2011 ini daerah survei mengalami kemarau panjang, selama lebih dari 4 bulan hujan tidak pernah turun.

(10)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

20

Penanganan panen yaitu kapan tepatnya panen dan cara panen, sudah dilakukan dengan benar oleh seluruh petani. Petani umumnya (92,8% dari petani) panen pada saat padi menguning 90 – 95% dan 7,2% lagi panen pada saat padi menguning 100%. Cara memotong padi dengan menggunakan sabit dan alat perontok. Sebanyak 71,4% petani menjemur padinya, dan 28,6% lagi tidak menjemur karena langsung menjualnya. Lama penjemuran rata-rata 3 hari pada MH 2010/2011 dan 2 hari pada MK 2011. Harga padi pada MH 2010/2011 rata-rata Rp 2.724/kg gkp sedangkan pada MK-I 2011 rata-rata Rp 2.736/kg gkp.

Kendala Dalam Pelaksanaan PTT

Salah satu faktor penentu keberhasilan distribusi inovasi PTT adalah kekompakan petani dan penyuluh dan produktivitas meningkat. Kendala dalam keberhasilan distribusi inovasi PTT adalah keterlambatan distribusi benih berbantuan, mutu benih kurang baik (daya tumbuh rendah, 70% - 90%), jumlah benih terbatas, ketersediaan air kurang, kemarau panjang, dan relatif tingginya intensitas serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti Wereng Batang Coklat/WBC, penggerek batang dan walang sangit. Dari wawancara dengan Ketua Poktan, PPL dan Ka BPP dan Ketua Gapoktan diketahui supaya peserta SLPTT ditambah, berkelanjutan, suplai benih tepat waktu dan berlabel, penambahan BWD dan PUTS, dan pengiriman brosur dan leaflet.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Tingkat adopsi (penerapan) penggunaan VUB, pengolahan tanah sempurna, penanganan panen dan pasca panen dilakukan oleh seluruh (100%) petani. Tingkat penggunaan benih bersertifikat sudah dilakukan oleh 93% petani. Tingkat adopsi, sistim tanam jajar legowo, umur bibit muda, jumlah benih 1 - 3 per lubang tanam, baru dilakukan oleh 46 - 93% petani.

2. Tingkat adopsi penggunaan pupuk sesuai BWD dan pupuk organik baru diterapkan 29 – 46% responden, sedangkan pemupukan sesuai PUTS belum ada yang menerapkannya. Penyebabnya karena alatnya tidak tersedia.

3. 3. Produktivitas rata-rata padi sawah pada SLPTT tahun 2010 di Kab. Serang adalah 5,49 ton GKP/ha, lebih tinggi 12,7% jika dibandingkan dengan produktivitas rata-rata sebelum SLPTT lebih tinggi 15,3%.

(11)

BULETIN IKATAN VOL. 3 NO. 1

21

4. Kendala dalam distribusi inovasi PTT adalah keterlambatan distribusi benih

berbantuan, daya tumbuh benih relatif rendah, jumlah benih terbatas, tingginya intensitas serangan hama dan penyakit tanaman terutama Wereng Batang Coklat, penggerek batang dan walang sangit, ketersediaan air rendah dan kemarau panjang.

Saran

Perlu penambahan luas areal SLPTT, ketepatan distribusi benih berbantuan, dan peningkatan mutu benih, pemberian bantuan alat Bagan Warna Daun, Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), dan peningkatan suplai air irigasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Program dan Kegiatan Pembangunan Tanaman Pangan Tahun 2011 dan Kebijakan Perencanaan Pembangunan Tanaman Pangan Tahun 2012. Disampaikan pada Rapat Koordinasi Bidang Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten T.A. 2011. Cilegon: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian.

Anonim, 2011. Laporan Bulanan Realisasi SLPTT Padi non Hibrida, Padi Hibrida, Padi Gogo Tahun 2010 Kabupaten Serang. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Serang, Serang.

Anonim , 2010. Laporan Akhir Seksi Kegiatan Tanaman Pangan tahun Anggaran 2010. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tangerang, Tangerang. Anonim, 2008. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Disampaikan pada

Pelatihan SLPTT PL I di Sukamandi 24 – 29 Maret 2008. Sukamandi: Pusat Penelitian dan pengembangan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Siagian V., Resmayeti, Kartono, Eko Kardiyanto, Syahrizal Muttaqin. 2011. Laporan

Akhir: Kajian Pola dan Faktor Penentu Distribusi Penerapan Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi di Provinsi Banten. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten. Serang.

Van den Ban, A.W., dan H.S. Hawkins.1999. Penyuluhan Pertanian (Terjemahan Agricultural Extension). Yogyakarta: Penerbit Kanisius .

Gambar

Tabel 1. Luas dan Jumlah Kelompok  Pelaksana SL-PTT di Kabupaten Serang tahun

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan konsep ini adalah adanya pengelolaan hutan atau meningkatkan akses antar generasi terhadap sumber daya dan berbagai manfaat ekonomi secara adil

Kompresi citra merupakan aplikasi data yang dilakukan terhadap citra digital dengan tujuan untuk mengurangi redudansi dari data-data yang terdapat dalam citra sehingga dapat

第一章

Ide kepentingan nasional mengacu pada perangkat ideal dari tujuan-tujuan nasional yang harus ditemukan sebagai dasar dari hubungan luar negeri dan politik luar negeri

SINTESIS SILIKA GEL KADAR SILIKA TINGGI DARI ABU BAGASSE DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN Oleh..

Dari hasil simulasi dilakukan untuk kondisi tanpa kontrol dimana sprung mass (Mm) yang diberikan adalah sebesar 353 kg atau dengan kata lain hanya terdiri

Pada paparan bagan di atas digambarkan proses perubahan makna pada sistem sekunder Relief Ramayana mulai dari masa pengaruh kuasa Hindu, Islam, Kolonial dan masa

1) KUR melalui lembaga linkage dengan pola channeling berdasarkan dengan lampiran Permenko No. 8 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat:.. Lembaga