• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - BAB I NOVITA FITRIYANI PBSI'14

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - BAB I NOVITA FITRIYANI PBSI'14"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal secara sistematis telah merencanakan lingkungan pendidikan, yang menyediakan bermacam kesempatan bagi siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga siswa memperoleh pengalaman pendidikan. Hamalika (2008: 79) mendefinisikan pendidikan sebagai suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekuat dalam kehidupan masyarakat.

Perubahan yang dimaksud bukan hanya berkaitan dengan aspek kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (keterampilan), tetapi juga menyentuh aspek afektif (sikap). Kesemua aspek tersebut tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 dirumuskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab (Hadi, 2008: 101).

(2)

2

tujuan utamanya adalah tersampaikannya pesan dari komunikator (the message sender) ke komunikan (the message receiver) (Chaer dan Leonie Agustina, 2008: 17).

Dalam pembelajaran istilahnya adalah tersampaikannya pesan pembelajaran.

Pesan pembelajaran dapat tersampaikan apabila ada alat yang digunakan. Alat yang dimaksud adalah bahasa. Bahasa digunakan untuk berkomunikasi, baik antarindividu maupun sosial. Hal tesebut sejalan dengan Chaer (2007: 32) yang mendefinisikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Pendapat tersebut menunjukan bahwa bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa sebagai alat membentuk hubungan yang baik antarsesama manusia. Dalam konteks ini, bahasa memegang peranan penting dalam komunikasi pembelajaran- siswa dengan guru, guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.

Dalam setiap komunikasi pembelajaran, komponen pembelajaran (siswa dan guru) saling menyampaikan informasi, baik berupa gagasan, maksud, pikiran, maupun perasaan. Interaksi saling menyampaikan informasi antara dua belah pihak tentang suatu topik atau pokok pikiran, waktu, tempat, dalam situasi tertentu, itulah yang disebut peristiwa tutur (Syafyahya, dkk, 2010: 31). Komunikasi pembelajaran dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur karena telah memenuhi delapan komponen tutur yaitu: (1) peserta tutur (penutur dan mitra tutur), (2) waktu dan tempat tutur, (3) tujuan tuturan, (4) bentuk dan isi tuturan, (5) sikap atau cara pertuturan, (6) saluran, (7) aturan interaksi, dan (8) bentuk penyampaian.

(3)

3

sebagai usaha mengembangkan potensi siswa. Apa yang ingin disampaikan guru harus dapat diterima (dipahami) oleh siswa. Dengan demikian, guru dalam bertutur berusaha agar ide yang disampaikannya kepada siswa dapat dengan mudah dipahami, sehingga tujuan yang sudah dicanangkan dapat tercapai. Untuk itulah, guru dan siswa harus menaati aturan-aturan yang ada dalam sebuah pertuturan untuk menciptakan kesantunan. Prinsip kesantunan (politeness principle) yang paling lengkap dirumuskan oleh Leech (2011: 206), yang dikenal dengan prinsip kesantunan Leech.

Istilah tersebut dalam bahasa Jawa dikenal dengan Undha Usuk atau Unggah-Ungguhing Basa (sopan santun berbahasa). Sebuah aturan ada bukan tanpa tujuan, melainkan ada yang diharapkan, yaitu dapat mengatur komunikasi sehingga tercipta situasi yang nyaman dan santun (kesantunan dalam berbahasa). Situasi ini meliputi kapan, di mana, dan dengan siapa bahasa itu digunakan. Misalnya, dalam bahasa Jawa ada aturan yang mengatur tentang bahasa yang digunakan ketika kita berbicara dengan orang yang lebih tua, aturan itu sebagai tanda penghormatan (menghormati) orang yang lebih tua dari kita, dan aturan-aturan lainya.

Lain halnya dalam bahasa Indonesia, aturan semacam itu dapat dikaji dan diamati melalui kancah pragmatik, yang mengacu pada penggunaan bahasa dalam kaitannya dengan konteks. Hal ini senada dengan Levinson (dalam Rahardi, 2005: 48), yang mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Melalui kancah pragmatik kita dapat meneliti tuturan setiap individu dalam proses komunikasi.

(4)

4

2013. Usaha penciptaan keberimbangan ketiga aspek tersebut disinyalir sebagai upaya mencetak generasi muda yang sehat, cerdas dan berbudi pekerti (bermoral). Jadi dalam hal ini, yang dididik bukan hanya pikiran (pengetahuan), tetapi juga hati yang akan terwujud dalam sikap, tindakan, maupun ucapan.

Tampaknya, lembaga pendidikan dan guru dewasa ini dihadapkan pada tuntutan yang semakin berat, terutama untuk mencetak individu yang bermoral. Hal itu disebabkan karena akhir-akhir ini pemberitaan yang mencuat terkait dengan dekadensi moral dan karakter buruk yang ditujukan siswa. Misalnya, kekerasan yang dilakukan pelajar kian memprihatinkan, seperti aksi yang dilakukan oleh pelajar yang tergabung dalam Geng Nero (Neko-neko ikroyok), video porno yang dilakukan siswa SMPN 4 Jakarta Pusat (Pos kota news.com, 1 November 2013- 20.57 WIB), dan masih banyak kekerasan lainnya yang dilakukan oleh pelajar. Seperti yang tercatat di lembaga Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta, bahwa pada 2009, sebanyak 0,08% atau 1.318 dari 1.647.835 siswa SD, SMP, dan SMA di DKI Jakarta terlibat tawuran (Kompas.com, 11 November 2013- 18.40 WIB).

Dekadensi moral di kalangan pelajar juga diberitakan di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Salah satunya yang diterbitkan Kompasina. Di dalam Kompasina diberitakan bahwa ada siswa yang menyebarkan video ocehan guru yang

(5)

5

apa yang dicanangkan pemerintah melalui tujuan pendidikan nasional masih jauh dari harapan.

Fenomena-fenomena tersebut memungkinkan membuat gelisah para orang tua dan pendidik. Jangan sampai kultur ketimuran bangsa Indonesia semakin luntur dan tergantikan kultur budaya barat. Namun, fenomena yang peneliti alami dan temukan langsung, berbeda. Pada Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang diikuti peneliti di salah satu lembaga pendidikan menengah pertama kabupaten Banyumas- SMP Negeri 1 Rawalo- ditemukan tuturan seperti berikut:

Bu Upik : Ayo angkat tangan, siapa yang bisa menjelaskan perbedaan fakta dengan opini.

Qori : (mengangkat tangan) saya Bu. Fakta adalah sesuatu yang sudah pasti kebenarannya karena sudah ada bukti, sedangkan pendapat adalah perkataan atau ucapan seseorang yang belum pasti kebenarannya, karena belum ada bukti.

Bu Upik : Iya benar sekali. Qori pintar. Ibu yakin kalian semua juga pintar.

Dari tuturan di atas terlihat bahwa tuturan Bu Upik sangat baik. Tuturan Bu Upik terhadap Qori merupakan bentuk pujian, yaitu memuji Qori dan semua siswa yang ada dalam kelas tersebut. Pemberian reward perlu dilakukan oleh guru kepada siswa yang berani mencoba (aktif belajar), sehingga dapat memunculkan ketertarikan siswa dalam belajar. Dalam hal ini, tuturan Ibu yakin kalian semua juga pintar yang disampaikan Bu Upik secara tersurat mengandung permintaan (fungsi direktif) agar siswa lain berani aktif seperti halnya Qori. Oleh karena itu, tuturan Bu Upik tersebut dapat dikatakan mematuhi maksim penghargaan (approbation maxim).

(6)

6

selaku kepala MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu untuk sementara menggantikan Bu Dewi (bukan nama sebenarnya) selaku guru bahasa Indonesia yang berhalangan mengajar. Sebelum peneliti terjun langsung ke kelas yang diampu oleh Bu Dewi, peneliti mencoba mengobservasi pembelajaran bahasa Indonesia di MTs Muhammadiyah Baruamba dengan ikut masuk ke kelas lain yang diampu oleh Bu Ayu (bukan nama sebenarnya). Dalam proses pembelajaran tersebut peneliti menemukan tuturan seperti berikut:

Bu Ayu : Anu ora pinter-pinter ora jere meneng.

Tuturan tersebut terlontar dari Bu Ayu, salah satu guru bahasa Indonesia di MTs Baruamba Bumiayu ketika situasi kelas VIIA sangat gaduh. Menurut teori Leech tururan Bu Ayu Anu ora pinter-pinter ora jere pada meneng melangar prinsip kesantunan yaitu maksim penghargaan (approbation maxim) . Bu Ayu sebagai peserta tutur mengurangi pujian terhadap peserta pihak lain, yakni siswa VIIA. Seharusnya peserta tuturan maksimalkan pujian kepada pihak lain dan berupaya santun dengan meminimalkan penghargaan terhadap diri sendiri. Dalam tuturan tersebut secara tersurat Bu Ayu mencoba memerintah (fungsi direktif) siswanya untuk diam dan tidak gaduh.

(7)

7

Syarif : Aja pada rebut heh, delengna gurune kae, ayu.

Tuturan tersebut terlontar dari Syarif, salah satu murid di kelas VIIIA MTs Baruamba Bumiayu ketika suasana kelas gaduh. Dari tuturan yang disampaikan oleh Syarif di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha memaksimalkan pujian pada orang lain dengan menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa dalam komunikasi pembelajaran di MTs Muhammadiyah Baruamba memang sering digunakan, dan hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. Pernyataan Syarif yang memaksimalkan pujian untuk orang lain tersebut dapat dikatakan telah mematuhi prinsip kesantunan Lecch yaitu maksim penghargaan (approbation maxim). Secara tidak langsung, tuturan Syarif di atas mengandung perintah yang ditujukan kepada teman-temannya untuk tidak gaduh (fungsi direktif).

Fenomena-fenomena yang telah dipaparkan tersebut membuat peneliti berasumsi bahwa prinsip kesantunan berbahasa dalam komunikasi pembelajaran bahasa Indonesia di MTs Muhammadiyah Baruamba, Bumiayu kemungkinan ada yang masih diterapkan dan ada yang dilanggar. Untuk mengetahui benar tidaknya asumsi, maka perlu diadakan penelitian tekait dengan masalah tersebut. Oleh karena itu, penelitian dengan judul “Penerapan Prinsip-Prinsip Kesantunan Berbahasa dalam

Komunikasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di MTs Muhammaiyah Baruamba Bumiayu Tahun 2014” penting untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah

(8)

8

dalam komunikasi pembelajaran bahasa Indonesia di MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan prinsip-prinsip kesantunan berbahasa dalam komunikasi pembelajaran bahasa Indonesia di MTs Muhammadiyah Baruamba Bumiayu tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan, khususnya dalam kancah pragmatik, terutama terkait dengan kesantunan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar (pembelajaran). Kesantuan komunikasi dalam pembelajaran perlu diterapkan untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang nyaman. Kenyamanan itu tentu akan berdampak pada tersampaikannya pesan/ informasi kepada partisipan. Pesan/ informasi yang tersampaikan dengan baik dan dapat diterima dengan baik akan berdampak pada bertambahanya pengetahuan siswa. Harapannya adalah dapat mencetak manusia yang cerdas dan berakhlak mulia demi meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

(9)

9

b. Bagi guru, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai pijakan dalam menciptakan komunikasi pembelajaran yang kondusif sehingga akan memunculkan ketertarikan siswa dalam belajar.

c. Bagi siswa, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai koreksi membenahi diri dalam berkomunikasi dan berinteraksi, khususnya dalam kegiatan pembelajaran.

Referensi

Dokumen terkait

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Jardine (2014) membangun sebuah aplikasi berbasis web yang memuat data berupa informasi dan status kesehatan yang ditampilkan dalam tampilan geografi yang nantinya

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari Organ Saluran Pencernaan Ayam sebagai Penghasil

Ditinjau dari pengetahuan atau cara untuk memperoleh ilmu selama ini, terbatas pada obyek empiris dan suatu ilmu diperoleh dengan metode keilmuan, asalkan dalam

Probiotic Potential of Some Lactic Acid Bacteria Isolated from Romanian Fermented Vegetables.. Annals of

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapan Metode pembelajaran Make a Match (Menjodohkan) dan MediaKartundapat