BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat
kesehatan anak.Setiap tahun kematian bayi baru lahir atau neonatal mencapai
30 % dari semua kematian pada anak balita.Setiap hari 8.000 bayi baru lahir
didunia meninggal dari penyebab yang tidak dapat dicegah. Mayoritas dari
semua kematian bayi, sekitar 75 % terjadi pada minggu pertama kehidupan dan
antara 25 sampai 45 % kematian bayi terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan
bayi. Penyebab utama kematian bayi baru lahir atau neonatal di dunia antara lain
bayi lahir premature 29 % , sepsis dan pneumonia 25 % dan 23 % merupakan
bayi lahir dengan asfiksia dan trauma. Asfiksia menempatiurutan ketiga sebagai
penyebab kematian bayi di dunia dalam periode awal kehidupan (WHO, 2012).
Asfiksia cukup memegang peranan sebagai penyebab kematian bayi baru lahir
dalam periode awal kehidupan.Bahkan di Indonesia juga masalah yang selalu
menjadi penyebab dari kematian bayi baru lahir tidak lepas dari trias komplikasi
pada bayi yaitu asfiksia, berat badan lahir rendah dan infeksi. Masalah ini bisa
dilihat dari data yang dimiliki oleh Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
tahun 2007, bahwa setiap hari lebih dari 400 bayi berumur 0-11 bulan meninggal
dan angka kematian bayi sebanyak 34 per 1000 kelahiran hidup, sebagian besar
kematian bayi dan balita adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir atau
neonatal (0-28) hari. Trias komplikasi pada bayi selalu menjadi penyebab
Salah satu daerah yang memiliki angka kejadian asfiksia yang cukup tinggi yaitu
provinsi Jawa Tengah.Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011 sebesar 10,34/1000 kelahiran hidup, angka tersebut menurun bila
dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu sebesar 10,62/ 1000 kelahiran hidup.
Dibandingkan dengan target Millenium Development Goal (MDGS) ke 4 tahun
2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup maka angka kematian bayi di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2011 sudah cukup baik karena telah melampaui target
sebesar 17/1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2011).
Meskipun provinsi Jawa tengah angka kematian pada bayi sudah melampaui
target yang sudah ditetapkan oleh MDGS, tetapi upaya-upaya untuk
meminimalisir angka kematian bayi di provinsi Jawa Tengah harus lebih
ditingkatkan dengan cara memantau perkembangan kesehatan bayi dan
merencanakan upaya-upaya preventif di setiap daerah provinsi jawa tengah.
Kebumen merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Jawa
Tengah.Angka kematian bayi di kebumen pada tahun 2011 berjumlah 187
bayimeninggaldari 21.297 kelahiranhidup ( 8,84/1000kelahiranhidup) , angka
tersebut turun dibandingkan dengan angka kematian bayi pada tahun 2010 yaitu
10,95/ 1000 kelahiran. ( BAPPEDAKebumen, 2013 ). Penyebab angka kematian
bayi di kabupaten kebumen adalah BBLR 31%, asfiksia 14 %, cacatbawaan
11%, dan lain-lain 44 %.Pada tahun 2014 telah terjadi peningkatan angka
kematian yang disebabkan oleh asfiksia yaitu meningkat menjadi 25
%.Peningkatan angka kematian bayi yang disebabkan oleh asfiksia tahun 2014
merupakan suatu tanda yang mengarahkan pada ketidakefektifan dalam
melaksanakan asuhan/ manajemen terhadap bayi yang mengalami asfiksia.
memberikan pelayanan kesehatan yang baik serta mampu mendeteksi dini
kegawatdaruratan yang terjadi pada bayi supaya dapat menekan angka
mordibitas dan mortalitas bayi.Sehingga bidan harus memiliki kompetensi dalam
memberikan pelayanan terhadapa masyarakat baik dalam upaya preventif dan
kuratif.Deteksi dini salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh bidan, karena
kegawatdaruratan yang dialami oleh pasien yang mengalami asfiksia dapat
diketahui lebih awal oleh tenaga kesehatan atau bidan sebagai tim yang berada
di fasilitas kesehatan tingkat satu.
Asfiksia merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang gagaluntuk melakukan
pernafasan secara spontan dan teratur setelah lahir.Asfiksia merupakan
penyebab angka kematian bayi di Kebumen mendudukiperingkatkedua setelah
BBLR.Beberapa faktor yang dapatmenyebabkanasfiksiayaitudari faktor ibu dan
faktor bayi.Faktoribu yang menyebabkanterjadinyaasfiksiaantara lain
preeclampsia / eklampsia, persalinandengantindakan( Prawihardjo, 2009 ).
Selain itu dari faktor bayi juga dapat mempengaruhi terjadinya asfiksia antara lain
bayi premature, kelainan bawaan, air bercampur mekonium, lilitan tali pusat,
simpul tali pusat, prolapsus tali pusat dan tali pusat menumbung (prawihardjo,
2009).
Menurut Fahrudin dalam penelitannya yang berjudul analisis beberapa factor
risiko kejadian asfiksia neonatarum di Kabupaten Purworejo terdapat hubungan
yang bermakna antara persalinan tindakan dengan kejadian asfiksia neonaturum
dengan OR- 2,15 (CI 95%; 1,21 – 3,84; p<0,05). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Rahmi Takhir bahwa dari 109 ibu bersalin 64,2 % melakukan persalinan
secara seksio sesaria. Hasil penelitian tersebut terdapat hubungan yang
melahirkan dengan persalinan tindakan memiliki risiko 4,444 kali melahirkan bayi
dengan asfiksia dibandingkan dengan ibu bersalin yang melahirkan secara
normal. Persalinan pervaginam juga dapat mempengaruhi asfiksia yang terjadi
pada neonatus, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilang
di RSUD Tugurejo Semarang bahwa persalinan pervaginam berpengaruh
terhadap asfiksia secara signifikan dengan nilai B expectednya 0,16.
Melihat angka kelahiran di RSUD dr Soedirman Kebumen pada tahun 2014
cukup tinggi dan ada 2 jenis persalinan yang diterapkan di RSUD dr Soedirman
Kebumen pada tahun 2014 yaitu persalinan pervaginam sebesar 1.437 dan
persalinan perabdominal sebesar 547. Masing–masing jenis persalinan memiliki
prosedur dan indikasi tersendiri serta memiliki kelebihan dan kekurangan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian “Hubungan Kejadian Asfiksia Dengan Jenis Persalinan di RSUD dr
Soedirman Kebumen Tahun 2014”
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan kejadian asfiksia neonaturum dengan jenis persalinan di
RSUD DR Soedirman Kebumen tahun 2014?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kejadian asfiksia neonaturum dengan jenis
persalinan di RSUD dr Soedirman Kebumen Tahun 2014.
a Untuk mengetahui kejadian asfiksia neonaturum di RSUD
dr Soedirman Kebumen tahun 2014
b Untuk mengetahui jenis persalinan di RSUD dr Soedirman
Kebumen tahun 2014
c Untuk mengetahui hubungan kejadian asfiksia neonaturum
dengan jenis persalinan di RSUD dr Soedirman Kebmen
tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan pengetahuan kepada
peneliti bahwa ada hubungan jenis persalinan dengan kejadian asfiksia
neonaturum.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan Penelitian ini diharapkan pada tempat
pelayanan kesehatan dapat melakukan asuhan yang baik dan
sistematis, sehingga dapat mengurangi kejadian asfiksia neonaturum.
E. Keaslian Peneliti
Penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian – penelitian yang
sudah dilakukan yang terletak pada variable, populasi, waktu dan tempat
penelitian yaitu
Tabel 1.1 Jenis Penelitian yang sudah dilakukan
NO Nama Judul Hasil Penelitian 1 Rahmi Takhir Risiko persalinan
dengan kejadian asfiksia neonaturum di RSUD Sawerigading kota Palopo tahun 2012
berhubungan dengan kejadian asfiksia neontarum di RSUD Tugu Rejo Semarang tahun 2012
pervaginam secara spontan berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian asfiksia neonaturum dengan mamililiki nilai B expectednya 0.16 3 Fahrudin Analisis beberapa
faktorrisiko kejadian asfiksia neonaturum di Kabupaten Purworejo tahun 2003
Persalinan tindakan yaitu section caesaria Memiliki hubungan bermakna dengan asfiksia neonaturum yaitu dengan p <0,05 4 Zulkarnain
Zainudin
Hubungan jenis persalinan dengan kejadian Asfiksia Neonaturum di RSUP PROF. DR. Kandou Manado tahun 2012
Adanya hubungan yang bermakna antara jenis persalinan dan asfiksia neonaturum 62 % bati lahir section caesaria mengalami asfiksia.
5 Rahayu Faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia neonaturum di RS Islam Kendal 2014
Tidak ada hubungan antara persalinan letak sungsang pervaginam dengan kejadian asfiksia p value sebesar 0,288 6 Widaryati The coherence
factor of asphyxia
happen to the
neonaturum in the perynatology rooms
in RSUD dr
Moewardi of
Surakarta