• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH/MADRASAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP DAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH/MADRASAH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

9

KONSEP DAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS

SEKOLAH/MADRASAH

Abdurrohman Mashuri *

*Dosen Fak. Tarbiyah IAIT Kediri

ABSTRAK

Pendidikan kita khususnya madrasah mengalami penurunan kwalitas baik akademk dan non akademik disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menggunakan pendekatan educational production function yang lebih mementingkan aspek input, kebijakan sentralistik, dan lemahnya peran serta masyarakat. Solusi dari permasalahan tersebut, perlu adanya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS adalah paradigma baru pengembangan pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan madrasah dan kebutuhan daerah masing-masing. MBS merupakan kebijakan strategis dalam pengembangan madrasah yang melibatkan seluruh unsur madrasah (bottom up planing policy)

Kata kunci: Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah

Pendahuluan

Kita menyadari dalam dinamika dan peradaban global saat ini, madrasah mengalami tantangan yang sangat berat. Yakni masyarakat mulai terbelenggu dengan pandangan positivisme, materialisme, dan kapitalisme sehingga segala sesuatu yang tidak memberikan faedah, keuntungan, dan peluang akan ditinggalkan. Bertolak dari pandangan di atas bahwa madrasah dianggap marginal oleh

(2)

masyarakat memang cukup beralasan. Masyarakat menganggap madrasah tidak profesional, tidak berkualitas, nem dibawah rata–rata, out put tidak mampu berkompetisi dengan yang lain, dan bahkan dianggap manajemen madrasah amburadul (Common Sense).

Hal ini diperkuat pandangan bahwa kelemahan sistem pendidikan madrasah, yakni (1) mementingkan materi di atas metodologi, (2) mementingkan memori diatas analisis dan dialog, (3) mementingkan pikiran vertikal diatas literal, (4) mementingkan penguatan pada “otak kiri” diatas “otak kanan”, (5) materi pelajaran agama yang diberikan masih bersifat tradisional, belum menyentuh aspek rasional, (6) penekanan yang berlebihan pada ilmu sebagai produk final, bukan pada proses metodologinya, dan (7) mementingkan orientasi “memiliki” di atas “menjadi”.1

Pandangan ini, dapat terbukti di lapangan bahwa madrasah-madrasah yang ada di lapangan (misalnya: Tulungagung, Blitar, Kediri, Trenggalek, Pacitan, Ponorogo, Madiun, Malang, dan bahkan hampir seluruh madrasah yang ada di Indonesia) terutama madrasah swasta tidak mampu memberikan pembaharuan dan pencerahan bagi pendidikan Islam, akibat mendirikan madrasah yang hanya mementingkan kuantitas bukan kualitas. Begitu juga keberadaan Madrasah Ibtidaiyah swasta sebagian besar mengalami nasib yang sama, yakni keberadaannya

la yamutu wala yahya / wujuduhu kaadamihi,2 dapat dibilang hidup segan mati tak mau.

Hal tersebut disebabkan oleh, pertama kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekwen. Pendekatan ini masih melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi3 yang apabila dipilih semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.

Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi setempat. Dengan demikian sekolah/madrasah kehilangan kemandirian, motivasi, inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.

Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akuntabilitas, sekolah/madrasah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.4

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya yang sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi

(3)

penyelenggaraan pendidikan, melalui Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management).

Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah a. Pengertian

Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “School Based Management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat

mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan.5

Jadi, Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah/madrasah6 melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan madrasah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan madrasah atau untuk mencapai tujuan mutu madrasah dalam pendidikan nasional.

b. Esensi Manajemen Berbasis Sekolah

Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu madrasah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi madrasah adalah kewenangan madrasah untuk mengatur dan mengelola kepentingan warga madrasah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan madrasah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan mampu memenuhi kebutuhan sendiri.

Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik dimana komite madrasah (guru, karyawan, siswa, orang tua, masyarakat) didorong untuk terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang akan berkontribusi terhadap pencapaian tujuan madrasah.

Pengambilan keputusan partisipatif adalah cara pengambilan keputusan yang melibatkan keikutsertaan guru, siswa, orang tua siswa, karyawan untuk mencapai tujuan madrasah. Dengan pengambilan keputusan yang bersifat partisipatif ini, diharapkan warga madrasah dan masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengembangan madrasah. Oleh sebab itu, peran orang tua siswa dan BP 3 dituntut tidak hanya dalam bentuk dana semata, tetapi juga dalam bentuk pemikiran bahkan penyusunan rencana pengembangan madrasah dan pemeriksaan akuntabilitas pelaksanaannya.7 Hal ini sesuai dengan UU No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa masyarakat sebagai mitra

(4)

pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelengaraan pendidikan nasional (pasal 47).

Pengambilan keputusan partisipatif berangkat dari asumsi bahwa jika seseorang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan merasa memiliki keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan madrasah. Singkatnya makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, makin besar pula rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, makin besar pula rasa tanggung jawab, makin besar pula dedikasinya.

Dengan pola MBS, madrasah memiliki kewenangan (kemandirian) yang lebih besar dalam mengelola manajemennya sendiri. Kemandirian tersebut diantaranya meliputi penetapan sasaran peningkatan mutu, penyusunan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi peningkatan mutu. Disamping itu, madrasah memiliki kemandirian dalam menggali partisipasi kelompok yang berkepentingan dengan madrasah. Disinilah letak ciri khas MBS.

Berdasarkan konsep dasar yang telah diuraikan diatas, maka perlu dilakukan penyesuaian diri dari pola lama manajemen pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan masa depan yang lebih bernuansa otonomi yang demokratis. Gambaran dari pola manajemen lama menuju pola baru manajemen pendidikan masa depan:

Pola Lama Menuju Pola Baru

1. Subordinasi 1. Otonomi

2. Pengambilan Keputusan Terpusat 2. Peng. Kep. Partisipasi

3. Ruang gerak kaku 3. Ruang gerak luwes

4. Pendekatan birokratik 4. Pend. Profesional

5. Sentralistik 5. Desentralistik

6. Diatur 6. Motivasi Diri

7. Overegulasi 7. Deregulasi

8. Mengontrol 8. Mempengaruhi

9. Mengarahkan 9. Memfasilitasi

10. Menghindar resiko 10. Mengelola resiko

11. Gunakan uang semuanya 11.Gun. seefisien mungkin

12. Individu yang cerdas 12. Informasi terbagi

13. Pendelegasian 13. Pemberdayaan

(5)

Sesudah melalui penerapan MBS, maka akan nampak karakteristik madrasah: 1. Pengelolaan madrasah akan lebih desentralistik

2. Perubahan madrasah akan lebih didorong oleh motivasi internal daripada diatur oleh luar sekolah.

3. Regulasi pendidikan menjadi lebih sederhana

4. Peranan para pengawas bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi dari mengarahkan menjadi memfasilitasi dan dari menghindari resiko menjadi mengelola resiko.

5. Akan mengalami peningkatan manajemen 6. Dalam bekerja menggunakan team work

7. Pengelolaan informasi akan lebih mengarah kesemua kelompok kepentingan madrasah

8. Manajemen madrasah akan lebih menggunakan pemberdayaan dan struktur organisasi akan lebih datar sehingga akan lebih sederhana dan efisien.

c. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

MBS bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan mutu dan relevansi pendidikan di madrasah serta memandirikan atau memberdayakan madrasah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu madrasah9. Dengan kemandirian tersebut madrasah akan:

1. Madrasah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya disbanding dengan lembaga-lembaga lainnya. 2. Madrasah dapat mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan

lembaganya.

3. Madrasah lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan yang akan dikembangkan serta didayagunakan dalam proses pendidikan serta dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

4. Madrasah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya sehingga madrasah akan berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.

5. Madrasah dapat melakukan persaingan sehat dengan madrsah dan sekolah lainnya untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, pemerintah daerah setempat.

Dalam rangka menuju madrasah swakelola mandiri (managing of school), perlu menciptakan madrasah yang efektif, adapun cirri madrasah efektif:

1. Visi dan misi jelas, dan target mutu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 2. Madrasah memiliki output yang selalu meningkat setiap tahun

3. Lingkungan madrasah aman, tertib, dan menyenangkan bagi warga madrasah 4. Seluruh personil madrasah memiliki visi, misi, dan harapan yang tinggi untuk

berprestasi secara optimal

5. Madrasah memiliki system evaluasi yang kontinyu dan komprehensif terhadap berbagai aspek akademik dan non akademik.

(6)

Gambaran madrasah efektif (effective school)

Bagan diatas dapat ditelaah bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan strategi untuk mencapai madrasah yang efektif. Intinya adalah pemberian wewenang lebih besar kepada madrasah untuk melakukan pengelolaan sendiri berdasar pada prinsip-prinsip MBS (fokus pada mutu, bottom up planning &

decision making, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan mutu madrasah secara berkelanjutan.10 Sehingga otonomi madrasah terbuka luas dalam peningkatan kualitas pendidikan baik akademik dan non akademik terciptalah madrasah efektif.

Dengan sifat otonominya, madrasah diharapkan tidak menjadi institusi mekanik, birokratik, dan kaku tetapi menjadi sebuah institusi yang organik, demokratik, dan inovatif. Dengan terjadinya perubahan peran, fungsi dan tanggung jawab dari seluruh warga madrasah untuk mengambil keputusan secara partisipatif harus dijadikan momentum manajemen pendidikan yang bermutu.

d. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Dalam proses implementasi Manajemen Berbasis Sekolah perlu adanya pengawasan. Pertama, proses pengawasan terdiri : menetapkan alat pengukur (standart), mengadakan penilaian (evaluate) dan mengadakan tindak perbaikan (corrective action). Kedua , pelaksanaan pengawasan dilakukan secara periodik, tidak menunggu sampai terjadi hambatan. Pengawasan dilaksanakan dalam suasana kemitraan, pengawasan yang dilakasanakan oleh kepala madrasah bersifat membimbing dan membantu mengatasi kesulitan dan hambatan yang dihadapi oleh guru dan staf madrasah.

Sebelum Manajemen Berbasis Sekolah dilaksanakan, terlebih adhulu disosialisasikan keseluruh warga madrasah (guru, konselor, wakil kepala madrasah, siswa, karyawan, dan orang tua siswa). Diharapkan dalam sosialisasi ini, dibaca dan dipahami sistem, budaya, dan sumber daya madrasah secermat-cermatnya dan direfleksikan kecocokannya dengan sistem, budaya, sumber daya yang dibutuhkan

Memiliki kepemim-pinan yang kuat Lingkungan

Aman dan Tertib

Komunikasi dan dukungan inten-sif orang tua

Memiliki Misi dan Target Mutu

Pemanfaatan hasil Evaluasi

Harapan berprestasi yang tinggi dari personil madrasah

Evaluasi aspek Akademis dan administratif

Pengembangan staf terus menerus sesuai tuntutan IPTEK Madrasah

(7)

untuk menyelenggarakan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah.11 Semua ini dimaksudkan agar pelaksanaannya mendapat dukungan (restu)dari semua unsur yang terlibat dan terkait dengan program peningkatan mutu kwalitas madrasah.

Penyusunan rencana peningkatan mutu kwalitas madrasah dilakukan melalui analisis situasi (out put) madrasah yang hasilnya berupa tantangan (ketidaksesuaian antara sasaran sekarang dengan sasaran yang diharapkan. Kegiatan analisis ini dilakukan oleh kepala madrasah dengan guru-guru pada waktu rapat madrasah setelah melakukan identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran peningkatan mutu madrasah.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka madrasah bersama semua unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan panjang, beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Oleh karena madrasah tidak selalu memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah, maka perlu dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.

Yang perlu diperhatikan oleh madrasah dalam penyusunan rencana adalah keterbukaan dan keterlibatan semua pihak yang menjadi stake holder pendidikan, khususnya orang tua siswa dan masayarakat, sebab mereka adalah mitra kerjasama dalam peningkatan mutu pendidikan madrasah. Dengan demikian akan diperoleh kejelasan, berapa kemampuan madrasah dan pemerintah untuk menanggung biaya rencana yang telah ditetapkan, dan berapa sisanya yang harus ditanggung oleh orang tua siswa dan masyarakat. Dengan keterbukaan, maka kemungkinan kesulitan memperoleh sumber dana untuk melaksanakan rencana dapat dihindari.12 Dengan demikian, komite madrasah yang anggotanya terdiri dari orang tua siswa, wakil dari siswa, wakil dari madrasah, wakil dari organisasi profesi, wakil dari pemerintah, dan wakil dari masyarakat.

Rencana yang dibuat oleh madrasah ini, sudah menjelaskan secara detail dan lugas tentang: aspek-aspek mutu yang ingin dicapai, kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan, siapa yang harus melaksanakan, kapan dan dimana harus dilaksanakan, dan berapa biaya yang diperlukan untuk memudahkan madrasah dalam melaksanakan dan memperoleh dukungan (restu) dari pemerintah, orang tua siswa dan masyarakat, baik secara mental dan finansial demi terlaksana dan suksesnyanya progam tersebut.

Disamping itu, implementasi Manajemen Berbasis perlu adanya kemampuan leadership dan manajerial dari kepala madrasah dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Sebab kepala madrasah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan madrasah dan pendidikan13 pada umumnya. Dengan kemampuan leadership dan manajerial kepala madrasah yang profesional dalam pengkoordinasian, penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri dan melibatkan semua unsur madrasah dalam pengambilan keputusan merupakan kunci keberhasilan dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.

(8)

Penutup

Madrasah dalam pandangan masyarakat dijadikan lembaga nomer dua, disebabkan beberapa hal diantaranya: 1. Menggunakan pendekatan educational production function yang tidak konsekwen lebih mementingkan input pendidikan bukan proses pendidikan, 2. Penyelenggaraan pendidikan Sentralistik, 3. Peran serta masyarakat (khususnya orang tua siswa) sangat minim.

Beberapa persoalan atau kendala dalam peningkatan kualitas pendidikan baik akademik non akademik perlu dilakukan perbaikan, salah satu diantaranya melalui implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan konsep peningkatan kualitas pendidikan madrasah secara mandiri. Dengan pelaksanaan MBS optimal akan tercipta madrasah yang efektif.

Dalam proses implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), perlu adanya pengawasan, pertama proses pengawasanterdiri: menetapkan alat pengukur (standart), evaluasi, mengadakan tindakan perbaikan. Kedua, pelaksanaan pengawasan dilakukan secara periodik. Sebelum MBS dilaksanakan perlu adanya sosialisasi keseluruh warga madrasah. Kemudian seluruh unsur madrasah membuat rencana pelaksanaan MBS dengan menetapkan programnya baik jangka pendek, menengah, dan panjang.

Endnote___________ 1

Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h 59.

2

Telaah keberadaan madrasah dapat dilihat dalam hasil penelitian di Malang, M. Eka Mahmud, Kepemimipinan Kepala Madrasah Dalam Melaksanakan Inovasi Pendidikan,

Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah Jenderal Sudirman Malang, Jawa Timur, Tesis Tidak

Dipublikasikan, (Malang: STAIN Malang, 2001), h. 4. 3

Ali Maksum, Luluk Yunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern &

Postmodern, Mencari Visi Baru Atas “Realitas Baru” Pendidikan Kita, (Yogyakarta:

IRCiSoD, 2004), h. 183. 4

Ketiga hal tersebut merupakan faktor penyebab kemunduran dunia pendidikan, dapat dilihat dalam tulisan Eman Suparman, http://www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg, Juni, 2004, h. 1.

5

E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi, dan Implementasi, (Bandung: Rosdakarya, 2002), h. 24.

6

Kata madrasah dalam tulisan ini penulis menyamakan artinya dengan kata sekolah, dapat ditelaah dalam pandangan Karel Steenbrink dalam bukunya Pesantren, Madrasah, dan

Sekolah kata madrasah dan sekolah tidak ada perbedaan, yang membedakan hanya kurun

waktu. 7

M. Samani dalam Suhadi Winoto, Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sain, Th 9, Nomor 1, Maret 2003, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang, h. 30.

8

Eman Suparman, http://www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg, h. 2. 9

Supriono S, Ahmad Sapari, Manajemen Berbasis Sekolah, (t.k: Penerbit SIC Cabang Jatim, 2001), h. 5.

10

MBS Sukses, Depdiknas, Dirjen Pendidikan Dasar & Menengah, Direktorat Pendidikan

Menengah Umum, 2005, h. 1. 11

Suhadi Winoto, Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sain, Th 9, Nomor 1, Maret 2003, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang, h. 32.

(9)

12

Ibid.

13

Referensi

Dokumen terkait

The objective of this research was to analyze the use of Teams Games Tournament cooperative learning method to improve students’ learning participations and understanding to

Metode Hybrid case based adalah sebuah sistem atau teknik yang digunakan untuk menggunakan kombinasi (hybrid) metode case-based reasoning dan rule based

Peserta/kelompok yang berhasil meraih nilai tertinggi dalam kelompok bidang penelitiannya berdasar pada aturan penilaian setelah selesai tahap gelar poster

Tujuan dari penelitian tersebut adalah 1) untuk mengetahui peran penyidik Kepolisian dan peran penyidik KPK dalam menangani kasus tindak pidana korupsi 2) untuk mengetahui

Matumizi ya takriri yanajitokeza katika methali nyingi za jamii ya Kisimbiti kutokana na hali halisi kwamba methali hutumika katika kusisitiza mambo muhimu katika maisha

〔商法一二二〕 取締役会決議を経ずに代表取締役以外の取締役が招 集した総会決議の効力 広島高裁昭和四三年十二月十七日第三部判決 衣笠,

penduduk terhadap harga tanah di Kecamatan Jati Agung... Pokok bahasan skripsi ini sesuai dengan program studi penulis

Variabel keputusan yang optimum yang akan meminimumkan total ongkos gabungan akan ditentukan dalam penelitian ini, yaitu ukuran lot produksi, jumlah pengiriman