• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pendidikan Karakter - PENINGKATAN KERJA KERAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE BAMBOO DANCING (TARI BAMBU) DI KELAS IV SDN AJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pendidikan Karakter - PENINGKATAN KERJA KERAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE BAMBOO DANCING (TARI BAMBU) DI KELAS IV SDN AJI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin mendapatkan pengakuan dari masyarakat Indonesia. Saptono (2011:23) menurutnya pendidikan karakter adalah upaya yang di lakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat.

(2)

Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Penanaman nilai kepada warga sekolah maknanya bahwa pendidikan karakter baru akan efektif jika tidak hanya siswa, tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga non-pendidik di sekolah semua harus terlibat dalam non-pendidikan karakter. Pembelajaran di sekolah dasar peserta didik memerlukan sikap kerja keras dalam belajar, lebih lanjut lagi Suyadi (2013:5) menjelaskan tentang pengertian dari karakter secara etimologis dan terminologis sebagai berikut:

Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu yang diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan. Karakter itu sendiri secara etimologis (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani, eharassein

yang berarti “to engrave”. Kata “to engrave” artinya mengukir,

melukis memahatkan, atau menggoreskan sama halnya arti dari bahasa Inggris. Sedangkan secara terminologis Thomas Lickona

mendefinisikan karakter sebagai “a reliable inner disposition to

respond to situation in a morally good way.” Selanjutnya Lickona

menyatakan, “Character so conceived has three interrelated parts:

(3)

(good character) mencakup pengetahuan tentang kebaikan (moral knowing) yang menimbulkan komitmen terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Karakter mengacu pada serangkaian pengetahuan (cognitive), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behavior) dan keterampilan.

Simpulan dari pengertian pendidikan karakter menurut beberapa pendapat di atas, bahwa pendidikan karakter adalah upaya sadar yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk menjadi manusia seutuhnya dan memiliki perilaku yang lebih baik lagi. Pendidikan karakter menjadi suatu usaha yang di terapkan pada siswa untuk menumbuhkan nilai moral dan etika pada diri siswa.

b. Tujuan Pendidikan Karakter

Penerapan pendidikan karakter di sekolah mempunyai tujuan yang baik yaitu untuk pembentukan watak kepribadian seseorang. Tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah menurut Kesuma (2011:9) adalah sebagai berikut:

1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan siswa yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

2) Mengoreksi perilaku siswa yang tidak berkesesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

(4)

Kemendiknas (2010:4) mengemukakan bahwa tujuan dari pembangunan karakter adalah:

Mengembangkan karakter bangsa agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila. Pembangunan karakter ini berfungsi untuk mengembangkan potensi dasar agar berbaik hati, berpikiran baik, dan berperilaku baik; memperbaiki perilaku yang kurang baik dan menguatkan perilaku yang sudah baik; serta menyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.

Tujuan pembangunan karakter tersebut diharapkan dapat menjadikan warga masyarakat Indonesia yang religius dan pancasialis. Apabila tujuan pembangunan karakter dapat tercapai maka akan meningkatkan kualitas pendidikan menjadi lebih baik. Pendidikan karakter di dalamnya juga mencakup mengenai kerja keras, hal ini juga terdapat di dalam al-qur’an pada surat Al-Mujadalah : 11 berikut ini:

ْمُكَل َليِق اَذِإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي َليِق اَذِإَو ۖ ْمُكَل ُ َّاللَّ ِحَسْفَي اوُحَسْفاَف ِسِلاَجَمْلا يِف اوُحَّسَفَت

َت اَمِب ُ َّاللََّو ۚ ٍتاَجَرَد َمْلِعْلا اوُتوُأ َنيِذَّلاَو ْمُكْنِم اوُنَمآ َنيِذَّلا ُ َّاللَّ ِعَفْرَي اوُزُشْناَف اوُزُشْنا ريِبَخ َنوُلَمْع

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:

“Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah

akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah

kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang

yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang berusaha

(5)

2. Kerja Keras

a. Pengertian Kerja Keras

Kerja keras merupakan suatu usaha untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dengan upaya yang bersungguh sungguh untuk mendapatkannya. Kerja keras termasuk ke dalam 18 nilai-nilai karakter dan budaya bangsa, kerja keras menurut Kesuma dkk (2011:17) kerja keras adalah suatu istilah yang melingkupi suatu upaya yang terus di lakukan (tidak pernah menyerah) dalam menyelesaikan pekerjaan atau yang menjadi tugasnya sampai tuntas. Kerja keras bukan berarti bekerja sampai tuntas lalu berhenti, istilah yang dimaksud yaitu mengarah pada visi besar yang harus dicapai untuk kebaikan atau kemaslahatan manusia (ummat) dan lingkungannya.

Kerja keras menjadi salah satu karakter yang perlu di kembangkan atau di munculkan dalam diri siswa, Mustari (2014:43) juga menjelaskan bahwa kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya. Untuk dapat mencapai sosok karakter tersebut dibutuhkan proses yang tidak singkat akan sangat baik apabila ini ditanamkan oleh anak sejak dini.

(6)

berusaha mencari pemecahan terhadap permasalahan dalam kerja keras ini, apa yang mesti dilakukan adalah hal yang baik-baik, memerhatikan supaya segala usahanya dapat berbuah lezat dan dapat dirasakan manfaatnya, baik usaha itu tertuju pada bidang pelajaran ataupun pekerjaan. Kepentingannya agar apa-apa yang diusahakan itu tidak mudah roboh dan hancur, tidak mudah rusak dan punah, dihindarkan dari rasa mempermudah pekerjaan, sehingga menyebabkan binasa dan terbengkalai.

Proses mendidik dan membimbing untuk menjadi pekerja keras, diperlukan konteks pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi di rumah dan di lingkungan masyarakat juga diperlukan seperti yang dikemukakan oleh Mustari (2014:48-49) menyatakan bahwa penanaman kerja keras di rumah dilakukan dengan memberikan penegasan akan pentingnya sebuah proses kepada anak. Untuk merasakan perlunya bekerja untuk meraih sesuatu, diajarkan secara langsung dalam praktik dengan memberikan kesempatan anak untuk bisa mempersiapkan sendiri apa yang menjadi keperluannya, dapat

pula memberikan cerita sebelum tidur untuk membangkitkan jiwa pekerja keras dalam diri anak, tentunya dengan cerita-cerita orang

besar atau cerita lainnya untuk menjadi teladan bagi anak, di sekolah, pihak guru mestilah mendidik anaknya agar bekerja keras meraih prestasi belajar.

(7)

-demi sedikit lama-lama menjadi bukit.” Di dalam masyarakat adalah tempat pembuktian tentang bekerja keras ini dengan demikian, diperlukan pekerja keras yang dapat meraih keinginannya dengan jalan yang baik dan berkompetisi secara adil. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kerja keras adalah usaha sadar yang dilakukan individu maupun kelompok untuk mencapai hasil yang maksimal, bersungguh-sungguh dalam bekerja dan berkompetisi secara adil. Kerja keras merupakan suatu usaha yang secara terus-menerus dilakukan atau dikerjakan untuk menyelesaikan suatu tugas yang di berikan, memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikannya dengan tepat waktu.

b. Karakteristik kerja keras

Karakteristik kerja keras menurut Kesuma dkk (2011:17) yang dimaksud karakteristik kerja keras adalah perilaku seseorang yang di cirikan oleh kecenderungan sebagai berikut:

1) Merasa risau jika pekerjaannya belum terselesaikan sampai tuntas

2) Mengecek atau memeriksa terhadap apa yang harus dilakukan atau apa yang menjadi tanggungjawabnya dalam suatu jabatan atau posisi

3) Mampu mengelola waktu yang dimilikinya

4) Mampu mengorganisasi sumber daya yang ada untuk menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya.

(8)

juga terselesaikan, seperti sabda Rasulullah pada hadist berikut: “Dari Anas ra berkata: Rasulullah saw bersabda, “Tidak baik orang yang

meninggalkan dunia untuk kepentingan akhirat saja, atau meninggalkan akhirat untuk kepentingan dunia saja, tetapi harus memperoleh kedua-duanya. Karena kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju akhirat. Oleh karena itu jangan sekali-kali menjadi

beban orang lain.” (HR. Ibnu `Asakir). Orang yang berusaha bekerja

keras dalam hidupnya tentu akan mendapatkan hasil yang maksimal dan selalu bersyukur dengan hasil yang diperoleh karena dengan bersyukur maka Allah akan memberikan hasil yang lebih banyak pula nantinya.

Tanda-tanda seseorang yang memiliki sikap kerja keras, Mustari (2014:44) antara lain:

1) Menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang ditargetkan. 2) Menggunakan segala kemampuan/daya untuk mencapai

sasaran.

3) Berusaha mencari berbagai alternatif pemecahan ketika menemui hambatan.

(9)

c. Indikator Kerja Keras

Tabel 2.1 Indikator Nilai Kerja Keras

NILAI INDIKATOR mengerjakan tugas dengan teliti dan rapi, lupa atau tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru, dan kurang fokos pada materi yang disampaikan guru. Beberapa hal tersebut masih belum sesuai dengan indikator kerja keras yang disebutkan pada tabel di atas, peneliti mengambil sampel pada kelas IV untuk mengetahui seberapa jauh kerja keras siswa sesuai dengan indikator yang telah di tetapkan kemendiknas.

(10)

Muhammad Iqbal A (2013:38) berpendapat bahwa pembelajaran adalah proses bimbingan dan pencapaian mikro siswa dari gurunya untuk mencapai tujuan belajar yaitu teraktualisasikannya pengetahuan. Mengajar adalah aktivitas eksplorasi untuk mengeluarkan pengetahuan dari daya menjadi aktual. Jiwa siswa mirip dengan jiwa pengajardan saling berdekatan secara nisbi. Dengan aktivitas memberi manfaat, seorang pendidik diumpamakan seperti penanam, sementara siswa sebagai orang yang mengambil manfaat diumpamakan seperti tanahnya, dan ilmu diumpamakan seperti benih yang disemaikan.

a. Pengertian prestasi belajar

Setiap orang tua mengharapkan anaknya berprestasi di sekolahnya, setiap siswa memiliki prestasi yang berbeda tergantung pada kemampuan dan kemauan individu, prestasi belajar siswa yang tinggi menandakan keberhasilan dalam proses pembelajaran. pengertian prestasi belajar menurut Arifin (2011:12) mengatakan bahwa prestasi belajar berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Prestasi belajar pada umumnya berkenaan pada aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak siswa, kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain kesenian, olahraga, dan pendidikan khususnya pembelajaran.

(11)

sehingga guru tahu apakah masih perlu diadakan pengulangan materi atau bimbingan yang lebih kepada siswa. Pengulangan materi belajar masih perlu dilakukan jika prestasi masih belum sesuai dengan yang diharapkan, jika prestasi sudah sesuai dengan apa yang diharapkan guru, dapat melanjutkan pembelajaran ke materi selanjutnya. Pengertian prestasi belajar menurut Hamdani (2011:137) mengatakan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok, prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan.

Winkel dalam Hamdani (2011:138) mengatakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti dari keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang dengan demikian, prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Seperti yang dijelaskan dalam al-quran surat Al-baqarah: 31-33 sebagai berikut:

Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para

Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda

(12)

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?”.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan sudah tertera di dalam al-quran dan Allah menyampaikannya lewat nabi Adam A.S dengan mengajarkan nama-nama benda, hal tersebut termasuk ke dalam proses belajar. Manusia diberikan akal pikiran oleh Allah supaya mau berusaha keras untuk belajar dan mengamalkan ilmunya, ilmu yang bermanfaat menjadikan manusia tersebut disegani di segani di sekolah maupun di masyarakat.

Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan suatu keberhasilan dalam proses pembelajaran berupa keterampilan dan penguasaan terhadap segala hal yang telah dipelajarinya atau merupakan tolak ukur bagi siswa, guru dan sekolah terhadap hasil yang diperoleh sebagai pengukuran kualitas peserta didik atau sekolah itu sendiri.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

(13)

(faktor yang berasal dari dalam diri individu) dan faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar individu) adalah sebagai berikut:

1) Faktor internal dikelompokkan manjadi 3 faktor yaitu: a) Faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan dan cacat

tubuh.

b) Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

c) Faktor yang terakhir adalah faktor kelelahan.

2) Faktor eksternal dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu: a) Faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi

antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua dan latarbelakang kebudayaan.

b) Faktor sekolah meliputi metode mengajar yang dilakukan oleh guru, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar siswa antara lain kegiatan siswa di masyarakat, media masa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. Uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut dapat disimpulkan, bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam siswa dan faktor dari luar diri siswa. Faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi untuk mendapatkan prestasi sesuai dengan yang diharapkan.

c. Fungsi Prestasi Belajar

Belajar sebagai acuan kualitas dan kuantitas seseorang untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pembelajaran. Arifin (2012:12) berpendapat bahwa prestasi belajar memiliki fungsi sebagai berikut:

(14)

pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, yang merupakan kebutuhan umum manusia.

3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, dengan asumsi bahwa prestasi belajar dapat dijadikan sebagai pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan.

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktifitas suatu institusi pendidikan. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan siswa di masyarakat.

5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) siswa. Proses pembelajaran, siswa menjadi fokus utama yang harus diperhatikan karena siswa yang diharapkan menyerap seluruh materi pokok pelajaran. Fungsi prestasi belajar di atas, dapat disimpulkan betapa pentingnya untuk mengetahui dan memahami prestasi belajar peserta didik, baik secara perseorangan maupun secara kelompok, sebab fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Prestasi belajar juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnotis, penempatan, atau bimbingan terhadap siswa.

4. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

(15)

fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Susanto (2013:138) mengemukakan bahwa hakikat IPS adalah untuk mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial yang ada di lingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya. Pendidikan IPS saat ini dihadapkan pada upaya peningkatan kualitas pendidikan khususnya kualitas sumber daya manusia, sehingga eksistensi pendidikan IPS benar-benar dapat mengembangkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menurut Sapriya (2011:20) berpendapat bahwa pengetahuan di sekolah merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan. Istilah IPS dikenal di Indonesia mulai sejak tahun 1970-an sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik dan secara formal mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasional dalam Kurikulum 1975. Dalam dokumen kurikulum tersebut IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

(16)

mempersiapkan siswa sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat atau digunakan sebagai kemampuan

untuk memecahkan masalah pribadi ataupun masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.

IPS dalam pelaksanan pembelajarannya di SD berdasarkan pengertian dan bidang kajian IPS, tidak terlepas dari kajian konteks lingkungan anak dan sekolah atau pengertian latar sosial budaya serta latar pengalaman siswa di lingkungannya, dengan perkataan lain sekolah sebagai agen perubahan sosial budaya siswa. Untuk tingkat pendidikan dasar, tujuan pendidikan tidak bisa di lepaskan dari kepentingan siswa, meskipun pengembangan pada disiplin ilmu-ilmu sosial, tetapi kepentingan siswa sebagai pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang menjadi titik perhatian yang tidak terlupakan.

b. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial

Pembelajaran dalam sistem pendidikan selalu mempunyai tujuan yang ingin di capai, termasuk mata pelajaran IPS. Sapriya (2011:194) mengemukakan tujuan mata pelajaran IPS ditetapkan sebagai berikut:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

(17)

3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetensi dalam masyarakat, baik tingkat lokal, nasional, dan global.

Pendapat lain yang mengkaji tentang tujuan pendidikan IPS salah satunya Alazzi, Khaled F (2012:85) dalam jurnal American International Journal of Contemporary Research yaitu:

“… the goal of social studies education is to prepare young people to be good citizens in a world that is becoming increasingly complex. The Jordanian Ministry of Education divides social studies objectives into four categories: knowledge, skills, values, and participation.

Pendidikan IPS yang terdiri dari kategori pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan partisipasi dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi kondisi dunia yang semakin kompleks.

Pendapat dari beberapa para ahli di atas mengenai tujuan IPS dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPS dapat membentuk dan meningkatkan sikap, keterampilan serta pengetahuan bagi peserta didik. Hal tersebut dapat membekali peserta didik dalam bermasyarakat menghadapi tantangan dunia yang semakin pesat. c. Materi Pokok Penelitian

(18)

Tabel 2.2 SK dan KD Materi IPS Kelas IV

(Sumber: Badan Nasional Standar Pendidikan, 2010:19) 5. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan keberhasilan pembelajaran, salah satunya kooperatif. Ada banyak pengertian tentang kooperatif salah satunya menurut Borich (2011:60) “Aspect of personality that will influence your learner’s achievement learning style ...”. Pendapat dari Borich dapat diambil

kesimpulan bahwa keberhasilan atau prestasi siswa dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus bisa menemukan dan menggunakan model yang aktif dan inovatif untuk di belajarkan di kelas.

(19)

Rahyubi (2011:143) mengemukakan bahwa teori kontruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget, bisa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif.

Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Piaget menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang merupakan bentukan orang itu sendiri, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan keseimbangan. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Pembelajaran kooperatif dalam pelaksanaan dasar prinsip pokok yang digunakan sistem dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Rusman (2012:202) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa, siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya

(20)

yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau di arahkan oleh guru. Secara umum permbelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan maslah yang dimaksud. Borich (2011:366) mengemukakan pendapatnya tentang pembelajaran kooperatif yaitu:

“Cooperative learning occurs in groups that share a common purpose and task, so you must braden the interactions to fit the zone of maximum response opportunity that is common to most group members. Your goal is to help the group become more self-reflective and aware of its own performance.”

Borich menyatakan bahwa cooperative learning merupakan pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok-kelompok, kemudian para anggota dalam kelompok saling berbagi pendapat. Pembelajaran kooperatif dalam penerapannya siswa harus memperluas interaksi dengan siswa yang lain untuk memaksimalkan pembelajaran tersebut. Pendapat lain yang mengemukakan tentang kooperatif salah satunya, Bobbette M. Morgan, EdD (2012:2) dalam jurnal National Forum of Teacher Educational Journal yaitu :

(21)

Pembelajaran kooperatif berakar pada teori saling ketergantungan sosial, perkembangan kognitif, dan perilaku dalam belajar. Beberapa penelitian memberikan bukti yang sangat kuat bahwa hasil pembelajaran kooperatif dalam upaya lebih besar untuk mencapai hubungan yang lebih positif, dan kesehatan psikologis yang lebih besar dari upaya pembelajaran kompetitif atau individualistik.

Suprijono (2009:61) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu, model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interpendensi siswa dalam struktur tugas, struktur tujuan dan struktur reward-nya. Pendapat lain tentang pembelajaran kooperatif yaitu Slavin (2009:8) inilah inti dari pembelajaran kooperatif, dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.

(22)

kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan bersama. Situasi kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk mencapai tujuan kelompok, siswa harus merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan, maka siswa lain dalam kelompoknya memiliki kebersamaan, artinya tiap anggota kelompok bersikap kooperatif dengan sesama anggota kelompoknya. b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif sangat cocok untuk digunakan pada berbagai jenjang pendidikan. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan dengan karakteristik yang berbeda dari model pembelajaran lainnya.

Rusman (2012:206) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut, adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.

Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Rusman (2012:207) dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pembelajaran secara tim

(23)

tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar, setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Didasarkan pada manajemen kooperatif

a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah di tentukan.

b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. c) Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam

pembelajaran kooperatif perlu di tentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.

3) Kemampuan untuk bekerja sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan.

c. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

(24)

mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning, untuk mencapai hasil yang maksimal harus menerapkan lima unsur model pembelajaran kooperatif yaitu:

1) Saling ketergantungan positif 2) Tanggungjawab perseorangan 3) Tatap muka

4) Komunikasi antar anggota 5) Evaluasi proses kelompok

Pendapat serupa dikemukakan oleh Suprijono (2009:58) yaitu unsur pertama pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan positif. Unsur ini menunjukkan bahwa ada dua pertanggungjawaban dalam kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

(25)

menguntungkan semua anggota, hasil pemikiran beberapa orang akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu orang saja.

Pembelajaran kooperatif menekankan pada aspek kerjasama dalam kelompok, yang di kemukakan oleh Suprijono (2009:61) bahwa peserta didik harus saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, dan mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif. Hal tersebut sejalan dengan unsur keempat yang dikemukakan oleh Lie, A (2008:34) mengatakan bahwa unsur berupa komunikasi antar anggota yang menghendaki agar para peserta didik dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Unsur kelima adalah evaluasi proses kelompok, pengajar perlu mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif. Tujuan evaluasi proses kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

d. Sintaks atau Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

(26)

Tabel 2.3 Sintaksis model pembelajaran kooperatif kepada siswa secara verbal ataupun dengan teks

Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam tim-tim bekajar

Guru menjelaskan kepada siswa tatacara membentuk tim-tim belajar dan membantu kelompok untuk melakukan transisi yang efisien Fase 4: Membantu kerja-tim dan

belajar

Guru membantu tim-tim belajar selama mereka mengerjakan tugasnya

Fase 5: Mengujikan berbagai materi

Guru menguji pengetahuan siswa tentang berbagai materi belajar atau kelompok-kelompok

mempresentasikan hasil-hasil kerjanya

Fase 6: Memberikan pengakuan Guru mencari cara untuk mengakui usaha dan prestasi individual maupun kelompok

(Sumber: Arends, 2008:21)

6. Pembelajaran Kooperatif Tipe Bamboo Dancing (Tari Bambu) a. Pengertian Kooperatif Tipe Bamboo Dancing (Tari Bambu)

(27)

pelajaran yang paling cocok digunakan dalam metode ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pengalaman, pikiran, dan informasi antar siswa.

Keunggulan dalam menggunakan metode ini salah satunya adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Bamboo dancing (tari bambu) bisa di gunakan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Suprijono (2009: 98) menjelaskan bahwa bamboo dancing (tari bambu) merupakan salah satu jenis model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kooperatif untuk mengarahkan atensi peserta didik terhadap materi yang di pelajari dan mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya model pembelajaran kooperatif tipe bamboo dancing (tari bambu) akan membimbing peserta didik untuk belajar lebih aktif dan dapat saling bertukar informasi antar peserta didik lainnya, dalam bentuk kelompok yang sudah ditentukan. b. Kelebihan Model Kooperatif Tipe Bamboo Dancing (Tari Bambu)

(28)

1) Siswa dapat bertukar pengalaman dengan sesamanya dalam proses pembelajaran

2) Meningkatkan kerjasama diantara siswa 3) Meningkatkan toleransi diantara sesama siswa

c. Kekurangan Model Kooperatif Tipe Bamboo Dancing (Tari Bambu) Dewi, S (2013:7 Februari 2017) mengemukakan bahwa selain mempunyai kelebihan model ini juga mempunyai kekurangan, yaitu: 1) Kelompok belajarnya terlalu gemuk sehingga menyulitkan proses

belajar mengajar

2) Siswa lebih banyak bermainnya daripada belajar 3) Memerlukan periode waktu yang cukup panjang.

d. Cara Mengatasi Kekurangan Model Kooperatif Tipe Bamboo dancing (Tari Bambu) yaitu:

1) Guru harus menguasai kelas, karena model ini membutuhkan waktu yang panjang dan guru harus bisa mengkondisikan siswa. 2) Supaya siswa tidak jenuh dalam mengikuti pembelajaran sebaiknya

guru memberikan ice breaking ataupun tepukan untuk membuat siswa lebih semangat dalam mengikuti pembelajaran.

(29)

e. Langkah-langkah Pembelajaran Bamboo Dancing (Tari Bambu)

Lie, A (2008:68) menjelaskan langkah langkah pembelajaran bamboo dancing (tari bambu) yaitu:

1) Satu kelompok berdiri di satu jajaran berhadapan dengan kelompok lain.

2) Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama (jika dalam satu kelas siswanya terlalu banyak, bisa dibagi menjadi seperempat. Kelas yang digunakan peneliti berjumlah 36 siswa, karena terlalu banyak jadi peneliti membagi kedalam 4 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 9 siswa).

3) Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi informasi 4) Kemudian, satu atau dua siswa yag berdiri di ujung salah satu

jajaran pindah ke ujung lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini, masing-masing siswa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus menerus sesuai kebutuhan.

f. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif yang di kolaborasikan dengan tipe bamboo dancing (tari bambu) untuk digunakan pada saat penelitian

1) Fase 1: Mengklarifikasikan tujuan dan establishing set

(30)

2) Fase 2: Mempresentasikan informasi

a) Guru menayangkan video pembelajaran dengan memberikan penguatan penjelasan materi perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi yang akan dipelajari 3) Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam tim-tim belajar

a) Guru mensosialisasikan model pembelajaran kooperatif tipe bamboo dancing (tari bambu)

b) Guru membagi siswa kedalam 4 kelompok besar, kelompok ini di sebut kelompok awal. Satu kelompok terdiri dari 9 siwa, masing-masing kelompok berjajar dan saling berhadapan dengan jajaran yang lainnya. Misalkan, kelompok 1 berjajar saling berhadapan dengan jajaran kelompok 2

c) Masing siswa dalam kelompok di bagikan materi yang berbeda-beda sebagai bahan untuk pertukaran informasi.

d) Siswa bersama dengan kelompok jajaran diminta untuk membaca dan mempelajari materi yang telah ia dapat terlebih dahulu.

4) Fase 4: Membantu kerja tim dan belajar

a) Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi informasi.

b) Materi untuk jajaran 1 dan 3 sama, demikian juga untuk jajaran 2 dan 4

(31)

siswa yang berada di jajaran 2 dan 4 bergeser satu atau dua langkah searah perputaran jarum jam. Dalam pergeseran ini musik di putar untuk perpindahan tempat.

d) Giliran siswa yang berada di jajaran 2 dan 4 membagikan informasinya, demikian seterusnya sampai siswa kembali ke pasangan awal.

e) Pertukaran informasi selesai ketika siswa kembali ke pasangan awal masing-masing jejeran.

5) Fase 5: Mengujikan berbagai materi

a) Setelah itu,guru membagi siswa kedalam kelompok kecil yang beranggotakan 6 siswa masing-masing kelompok.

b) Guru membagikan kartu gambar untuk penguaatan materi dan lembar kerja kelompok untuk diskusi.

c) Setelah berdiskusi, hasil diskusi dipersentasikan di depan kelas. d) Siswa dengan bimbingan guru membahas hasil pekerjaan siswa

dalam kelompoknya.

e) Siswa dan guru membahas hasil diskusi.

(32)

6) Fase 6: Memberikan pengakuan

a) Guru memberikan penghargaan bagi kelompok yang telah aktif dan tepat dalam menyelesaikan tugas

b) Guru memberi penguatan kepada siswa yang telah bisa menjawab soal – soal latihan dan memberikan penghargaan bagi kelompok atau siswa yang telah berpartisipasi aktif.

Inovasi yang digunakan dalam penelitian pada pembelajaran dengan menggunakan bamboo dancing (tari bambu) ini yaitu setelah siswa dibagi menjadi empat kelompok besar dan saling berbagi informasi, siswa juga dibagi menjadi kelompok kecil yang berjumlah 6 siswa untuk mempermudah melakukan diskusi dan ketika diskusi peneliti menggunakan media kartu gambar untuk mempermudah pemahaman siswa pada materi yang di ajarkan sedangkan video diputar ketika awal pembelajaran untuk mempermudah guru dalam penyampaian materi, musik diputar saat pergeseran kelompok. Pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model kooperatif tipe bamboo dancing (tari bambu) merupakan model pembelajaran secara berkelompok yang berguna untuk mengaktifkan seluruh siswa dengan kerjasama masing-masing untuk bertukar informasi bersama temannya secara interaktif dan teratur.

(33)

siswa dapat meningkatkan sikap kerja keras hingga menjadikan prestasi belajarnya meningkat. Penelitian dalam pembelajaran ini, model pembelajaran kooperatif tipe bamboo dancing (tari bambu) di terapkan di kelas IV materi perkembangan teknologi pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan peneitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Zuraida dalam Pedagogi Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Vol

XV No. 1 April 2015, yang berjudul “Pembelajaran Bamboo Dancing (Tari

Bambu) Salah Satu Model Cooperative Learning Untuk Meningkatkan Proses

Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa

hasil belajar dengan menggunakan cooperative learning model bamboo dancing dapat meningkatkan hasil pembelajaran IPS dilihat dari siklus I dan II yang mengalami peningkatan kelas, dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan model kooperatif tipe bamboo dancing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS.

Penelitian yang dilakukan oleh Fenila Yarsina dalam e-Jurnal Inovasi Pembelajaran SD Volume 1 Tahun 2016, dengan judul “Peningkatan Proses Pembelajaran Tematik Menggunakan Model Bamboo Dancing di Sekolah

Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan hasil belajar

(34)

Penelitian yang dilakukan oleh Tsui-ErLee dalam Hindawi Publishing Corporation Mathematical Problems in Engineering Volume 2014, dengan judul “Effects of a Cooperative Learning Strategy on the Effectiveness of Physical Fitness Teaching and Constraining Factors”. Hasil menunjukkan

bahwa kineja siswa dalam mengikuti pembelajaran kooperatif dengan persiapan pengajaran yang komprehensif, penguatan media, umpan balik yang konstan serta pengelompokkan secara heterogen dapat mempengaruhi siswa. Pembelajaran kooperatif dianggap sebagai pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan evektivitas belajar siswa.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sophia C. Weissgerber Marc, André Reinhard dan Simon Schindler dalam Journal of Psychological and Educational Research, dengan judul “Study Harder? The Relationship Of Achievement Goals To Attitudes And Selfreported Use Of Desirable Difficulties In Self-Regulated Learning”. Bahwa hasil dari prestasi yang di dapat berbeda dengan keterlibatan mental siswa dalam belajar, kecenderungan untuk menguraikan isi pembelajaran, dan usaha yang dilakukan. Temuan ini baru dan hasilnya kuat bahwa motivasi dan kerja keras siswa harus di tingkatkan dalam pembelajaran, selain itu tujuan penguasaan pembelajaran perlu ditingkatkan untuk implikasi proses pembelajaran.

(35)

yaitu menerapkan pembelajaran kooperatif bamboo dancing (tari bambu) untuk meningkatkan proses pembelajaran, penelitian yang dilakukan oleh Fenila Yarsina yakni untuk meningkatkan pembelajaran tematik, penelitian yang dilakukan oleh Tsui-ErLee merupakan penelitian tetang efektifitas penggunaan model pembelajaran kooperatif dan pengaruhnya terhadap pembelajaran, dan penelitian yang dilakukan oleh Sophia C. Weissgerber Marc, André Reinhard dan Simon Schindler untuk mengetahui kerja keras dan prestasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

bamboo dancing (tari bambu) untuk meningkatkan kerja keras dan prestasi belajar siswa pada materi perkembangan teknologi pada mata

pelajaran IPS.

C. Kerangka Pikir Penelitian

(36)

Uraian berdasarkan permasalahan tindakan dan hasil pembelajaran IPS siswa kelas IV SDN Ajibarang Kulon, maka kerangka pikir dari penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe bamboo dancing (tari bambu) adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

TINDAKAN SIKLUS II

Guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe bamboo dancing (tari bambu), kerja keras dan prestasi belajar siswa sudah menunjukkan ada peningkatan. Siswa sudah bekerja keras dalam menjawab soal yang diberikan guru, aktif mengikuti setiap kegiatan pembelajaran.

TIDAKAN SIKLUS I

Guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe bamboo dancing (tari bambu). Kerja keras dan prestasi belajar siswa belum menunjukkan peningkatan, siswa masih sibuk bermain sendiri ketika guru menjelaskan materi, ketika diberikan soal evaluasi siswa cepat menyerah dalam menjawab soal yang di anggap sulit dan kurang bertanya pada guru maupun pada siswa lainnya.

KONDISI AKHIR

Melalui penerapan model kooperatif tipe bamboo dancing (tari bambu) dapat meningkatkan kerja keras dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi perkembangan teknologi

KONDISI AWAL

 Rendahnya kerja keras siswa terhadap pelajaran IPS dilihat dari pemberian tugas, kurang bersungguh-sungguh dalam mengerjakannya. Masih ada beberapa siswa yang malas atau lupa mengerjakan PR.

 Rendahnya prestasi belajar siswa pada pelajaran IPS,dilihat dari hasil ulangan harian dan UTS.

 Guru belum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

bamboo dancing (tari bambu) REFLEKSI

(37)

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori dan kerangka pikir di atas, maka dalam penelitian tindakan ini diajukan hipotesis tindakannya adalah :

1. Melalui pembelajaran kooperatif tipe bamboo dancing (tari bambu) dapat meningkatkan kerja keras siswa pada mata pelajaran IPS materi perkembangan teknologi di kelas IV SDN Ajibarang Kulon.

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Nilai Kerja Keras
Tabel 2.2 SK dan KD Materi IPS Kelas IV
Tabel 2.3 Sintaksis model pembelajaran kooperatif
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai ilustrasi dari fungsi keep ditunjukkan seperti dalam ladder diagram pada gambar dibawah sedangkan statement list ditunjukkan pada tabel di bawah dan timing

Itulah hakikat yang tanda-tandanya tanpa saya sadari sebenarnya sudah tertera sejak dini, kebiasaan-kebiasaan semenjak kecil yang diam-diam terhimpun, yang kemudian (disadari

(2) Di KJA Gundil Situbondo prevalensi ektoparasit pada ikan Kerapu Cantang yaitu Benedenia sebesar 100% dan Dactylogyrus sebesar 0% serta intensitas ektoparasit

• Siswa dalam kelompok diberi soal yang telah disediakan oleh guru dalam lembar diskusi kelompok materi tentang proses pembentukan tanah karena pelapukan

akan menjadi beban bagi negara-negara ASEAN jika timor leste masuk dalam keanggotaan ASEAN karena masalah yang muncul dari dalam negeri Timor leste seperti

nilai lebih besar dari 51 sampai dengan 63, sehingga dapat dikatakan bahwa mahasiswa Manajemen memiliki motivasi tinggi untuk menjadi pengusaha. Secara berkelompok

Terlihat dalam Gambar 4 pada umumnya kadar karbofuran dalam sampel air pada musim penghujan (Maret) lebih kecil dari pada musim kemarau (September) dan

Wira Koperasi Satolop yang merupakan koperasi serba usaha sebagai wadah bagi masyarakat petani kopi di Kelurahan Pasar Siborongborong dalam meningkatkan taraf hidupnya.. Tujuan