• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - VERIFIKASI ARAH KIBLAT MASJID DI DESA PADAMARA KECAMATAN PADAMARA KABUPATEN PURBALINGGA - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - VERIFIKASI ARAH KIBLAT MASJID DI DESA PADAMARA KECAMATAN PADAMARA KABUPATEN PURBALINGGA - repository perpustakaan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menghadap kiblat itu termasuk syarat sahnya shalat. Apabila tidak

menghadap kiblat,shalatnya tidak sah. Umat Islam di Indonesia pada

umumnya meyakini kiblat itu berada di sebelah barat sehingga identik dengan

arah barat tempat terbenamnya matahari. Akibatnya, bagi mereka shalat itu

menghadap ke barat di manapun mereka berada. Dengan demikian masalah

kiblat menjadi masalah yang sederhana yang dapat diketahui dengan

diketahuinya tempat terbenamnya matahari.

Ketika mereka masih berada di wilayah Indonesia, hal tersebut

tidak menjadi persoalan. Akan tetapi persoalannya akan menjadi lain apabila

mereka berada di luar wilayah Indonesia seperti yang dialami oleh kaum

muslimin Suriname Amerika Latin yang berasal dari pulau Jawa. Mereka tetap

menghadap ke arah barat dalam shalatnya, padahal semestinya harus

menghadap ke timur.

Atas dasar itu, penentuan arah kiblat itu bukan menjadi persoalan

yang sederhana lagi. Sebab ketika KH. Ahmad Dahlan mempelopori

perubahan arah kiblat di Yogyakarta timbulah reaksi keras menentangnya

sampai-sampai suraunya diratakan dengan tanah. Menurut ilmu falak yang

(2)

arah barat laut bukan ke arah barat. Beliau sudah berusaha dan

memperjuangkan pendapatnya secara hati-hati dan bijaksana, tetapi hasilnya

tetap saja reaksi yang berlebih-lebihan.

Dari ke dua peristiwa tersebut, jelaslah bahwa masalah “akurasi”

menjadi persoalan yang sangat penting dalam menentukan arah kiblat. Sebab,

berdasarkan nash-nash al-Qur’an dan hadits yang menjadi dalil kewajiban

menghadap kiblat di dalam shalat adalah harus dilakukan dengan cara

menghadap fisik ka’bah (‘ain Ka’bah) bagi mereka yang disekitar Ka’bahdan

menghadap ke arah kiblat bagi mereka yang berada di luarnya.

Umat Islam telah bersepakat bahwa menghadap kiblat dalam shalat

merupakan syarat sahnya shalat, sebagaimana dalil-dalil syar’i yang ada. Bagi

orang-orang di kota Mekkah dan sekitarnya suruhan demikian ini tidak

menjadi persoalan, karena dengan mudah mereka dapat melaksanakan suruhan

itu. Namun bagi orang-orang yang jauh dari Mekkah tentunya timbul

permasalahan tesendiri, terlepas dari perbedaan pendapat para ulama tentang

cukup menghadap arahnya saja sekalipun kenyataannya salah, ataukah harus

menghadap ke arah yang sedekat mungkin dengan posisi Ka’bah yang

sebenarnya. (Muhyidin Khazin 2004:49).

Sebagaimana diketahui setiap muslim mendirikan shalat fardlu

lima kali setiap hari. Pada saat mendirikan shalat itu pertama kali harus

mengetahui kapan waktu shalat telah tiba dan kapan pula waktu shalat

berakhir. Kedua, ia harus dapat menentukan arah untuk menghadapkan

(3)

maka mungkin ia tidak mendapatkan kesulitan unutk menentukan arah kiblat.

Akan tetapi begitu ia sering bepergian jauh ia mulai menyadari bahwa

menentukan arah kiblat tidak mudah.

Bagi mayoritas muslim Indonesia, perjalanan jauh pertama

dilaksanakan pada saat ibadah haji. Di zaman sekarang menentukan arah

kiblat bukanlah hal yang sulit, sebab telah banyak petunjuk arah kiblat

diperjual belikan orang. Pada dasarnya menghadap kiblat dalam wacana fiqh

merupakan syarat sahnya shalat kecuali dalam keadaan takut, terpaksa, sakit

dan melaksanakan shalat pada saat berkendara.

Perkembangan penentuan arah kiblat ini di alami oleh kaum

muslimin secara antagonistik, artinya suatu kelompok telah mengalami

kemajuan jauh ke depan sementara kelompok lainnya masih mempergunakan

sistem yang dianggap sudah ketinggalan zaman. Realitas empirik semacam ini

disebabkan beberapa faktor antara lain : tingkat pengetahuan kaum muslimin

yang beragam, sikap tertutup, dan “ketegangan teologis” (meminjam istilah

Azyumardi Azra). Sehingga suasana dialogis dan kooperatif kian terlupakan.

(Susiknan Azhari 2007:44).

Adapun yang ditetapkan dalam himpunan fatwa majelis ulama

Indonesia sejak 1975 dan ditetapkan pada tanggal 01 Februari 2010 tentang

kiblat yaitu :

Pertama : Ketentuan Hukum

1. Kiblat bagi orang yang shalat dan dapat melihat Ka’bah adalah menghadap

(4)

2. Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah

Ka’bah (jihat al-Ka’bah).

3. Letak geografis di bagian timur Ka’bah/Mekkah maka kiblat umat Islam

Indonesia adalah menghadap arah barat.

Ke dua : Rekomendasi

Bangunan masjid/mushala di Indonesia sepanjang kiblatnya

menghadap ke arah barat, tidak perlu diubah, di bongkar dan sebagainya.

(Ma’ruf Amin, dkk 2011: 250-251)

Setelah fatwa kiblat muncul selang beberapa bulan ada fatwa baru

dari MUI tentang arah kiblat yang ditetapkan pada tanggal 01 Juli 2010

sebagai berikut :

Pertama : Ketentuan Hukum

1. Kiblat bagi orang yang shalat dan dapat melihat Ka’bah adalah menghadap

bangunan Ka’bah (‘ainul Ka’bah).

2. Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah

Ka’bah (jihat al-Ka’bah).

3. Kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke barat laut dengan posisi

bervariasi sesuai dengan letak kawasan masing-masing.

Ke dua : Rekomendasi

Bangunan masjid dan mushala yang tidak tepat arah kiblatnya,

perlu ditata ulang shafnya tanpa membongkar bangunannya. (Ma’ruf Amin,

(5)

Sudah jelas bahwa ilmu Allah tidak akan pernah habis, maksudnya

setiap ada permasalahan pasti ada jalan keluarnya, seperti yang dijelaskan

dalam fatwa MUI mengenai arah kiblat. Akan tetapi masih banyak masyarakat

tradisional yang belum menerima dengan baik tentang fatwa MUI tersebut.

Dalam permasalahan arah kiblat sangatlah erat kaitannya dengan

sah tidaknya ibadah shalat, sehingga dituntut adanya orang yang benar-benar

mampu untuk menghitung arah kiblat secara tepat dan akurat terutama ketika

akan mendirikan masjid.

Berdasarkan keterangan di atas, arah kiblat masjid yang ada

ditengah-tengah masyarakat terdapat perbedaan, adapun faktor penyebab

perbedaan tersebut diantaranya :

1. Ilmu falak khususnya hisab arah kiblat sebagai cara untuk menentukan arah

kiblat kurang dikuasai oleh masyarakat.

2. Percaya terhadap tokoh masyarakat setempat, meskipun diketahui

penentuan arah kiblatnya kurang tepat.

3. Mengikuti arah kiblat yang sudah ada dan barat sebagai perkiraan arah

kiblat.

4. Terbatasnya alat pengukur arah kiblat yang akurat yaitu theodolitsebagai

alat untuk menentukan arah kiblat.

5. Belum adanya peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan

(6)

Secara syar’i, perintah menghadap arah kiblat ketika melaksanakan

diterangkan dalam Al-Qur’an :



Artinya: sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.(Q.S. al-Baqarah:144).

(7)

Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (Q.S. al-Baqarah: 149-150).

Adapun hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

َﺔُﺒﻴَﺸﻴِﺑَﺄُﻨْـﺑِﺮْﻜَﺑْﻮُـﺑَأﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

Artinya: "(Imām Muslim berkata) Telah menceritakan kepada kami Abū

Bakar ibn Abī Syaibah (yang dia manyatakan bahwa) Abū Usāmah dan 'Abdullāh ibn Numair menyampaikan berita kepada kami. Dan (Imām Muslim juga berkata) ibn Numair telah menyampaikan berita kepada kami, berita itu berasal dari ayahku. Keduanya (yakni 'Abdullāh ibn Numair dan ayahku (ayah ibn Numair) menerima berita dari 'Ubaidillah dari Sa’īd ibn Abī Sa’īd dari Abī Hurairah, sesungguhnya seorang laki-laki masuk masjid kemudian shalat. Dan Rasulullah bersabda di sisinya: dan keduanya menyebutkan hadis dengan kisah serupa ini, dan menambahkan di dalamnya “bila hendak shalat, maka sempurnakanlah wudhu, lalu menghadap kiblat, kemudian takbir (shalat)”. ( H.R.Muslim).

Namun dalam menafsirkan ayat di atas, para mufassir berbeda

pendapat, dengan Masjid Haram dalam Al-Qur’an, makna Masjid

al-Harām, dalam tradisi Arab ada 4 pengertian: Ka'bah, al-Masjid al-Haram

secara keseluruhan, Makkah al-Mukarramah dan Tanah Haram seluruhnya.

Menurut as-Sabuni dari 4 pengertian tersebut yang sesuai dengan konteks ayat

(8)

diperintahkan adalah menghadap ke ’ainul Ka'bah. Sedangkan Hanafiyyah

dan Malikiyyah berpendapat bahwa yang diperintahkan adalah menghadap ke

arah Ka'bah. Sedangkan menurut Hamka, Mahmud Junus dan Bakri Syahid,

lafaż al-Masjid al-Haram yang terdapat pada surat al-Baqarah ayat 144

tersebut menunjuk pada al-Masjid al-Haram. Sementara itu menurut Hasbi

as-Siddieqy Kiblat pada frase ayat 144 surat al-Baqarah tersebut menunjukan

arah kiblat. Lebih lanjut dalam mengomentari ayat wa haisu makuntum

fawallu wujuhakum Hasbi menyarankan kepada kaum muslimim untuk

mengetahui posisi Baitul Haram. Artinya dimanapun mereka berada, baik di

timur atau barat, baik di utara maupun selatan Ka'bah, mereka harus

menghadapkan muka mereka ke Ka'bah di waktu shalat. (Susiknan Azhari

2007: 48).

Bila pada masa Nabi Muhammad SAW. kewajiban menghadap

kiblat yaitu Ka’bah tidak menimbulkan masalah karena umat Islam pada

waktu itu hanya disekitar Mekkah dan mereka bisa melihat wujud Ka’bah.

Berbeda ketika di masa sekarang umat Islam sudah tersebar luas di seluruh

dunia, maka akan sulit untuk melihat Ka’bah. Hanya bisa dilakukan dengan

ilmu astronomi atau melakukan penghitungan jarak terdekat antara Ka’bah.

Dari penelusuran-penelusuran yang telah diungkapkan di atas

menunjukan bahwa hisab arah kiblat bersifat ijtihadi. Namun dalam menyoroti

permasalahan ini setiap muslim hendaknya memahami secara komprehensif.

(9)

Pada kenyataanya, arah kiblat masjid-masjid disekitar masyarakat

masih banyak kekeliruan,oleh karena itu setiap orang yang mengetahui cara

penentuan arah kiblat hendaknya berani melakukan klarifikasi kepada

masyarakat. Walaupun tugas tersebut sangatlah berat, karena tidak semua

masyarakat menerima dengan baik ketika akan dilakukan pengukuran arah

kiblat. Namun hal itu harus dilakukan sebagai upaya pemberdayaan

masyarakat.

Hal-hal tersebut sangatlah mungkin terjadi, karena sumber daya

masyarakat bersifat heterogen. Dalam melakukan klarifikasi hendaknya perlu

cara yang tepat dan bijaksana, sehingga tidak menimbulkan reaksi negatif

yang berlebihan.

Salah satu cara dalam melaksanakan ibadah shalat adalah

menghadap kiblat secara sempurna, yaitu dengan melakukan verifikasi

seluruh masjid yang ada disekitar masyarakat desa Padamara kecamatan

Padamara sebagai lokasi yang dijadikan sampel dalam melakukan upaya di

atas. Sebelumnya peneliti telah melakukan pengecekan tentang keberadaan

masjid dan mushala yang ada di desa Padamara dengan menggunakan alat

bantu GPS dan qiblalocator dihitung dari arah utara timur selatan barat

(UTSB). Dari pengecekan tersebut data arah kiblat sementara menunjukan

arah bangunan masjid belum sempurna menghadap kiblat, yang seharusnya

arah kiblat menghadap barat laut. Tetapi ada masjid yang menghadap barat

(10)

1. Masjid al-Hidayah RW 01 desa Padamara, arah kiblat seharusnya

294°52′5″ dari UTSB.

2. Masjid Baitul Muttaqiin RW 02 desa Padamara, arah kiblat seharusnya

294°52′3″ dari UTSB.

3. Masjid Baetturohmah RW 03 desa Padamara, arah kiblat seharusnya

294°51′59″ dari UTSB.

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk mengambil

judulVerifikasi Arah Kiblat MasjidDi Desa Padamara Kecamatan Padamara

Kabupaten Purbalingga. Maksudnya adalah suatu penyahihan dan pembuktian

kebenaran terhadap arah kiblat masjid di desa Padamara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang

dapat diambil adalah :

1. Bagaimana posisi arah kiblat masjid di desa Padamara kecamatan

Padamara kabupaten Purbalingga ?

2. Bagaimana respon takmir terhadap hasil verifikasi arah kiblat masjid di

(11)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui secara mendalam apakah masjid-masjid di desa

Padamara kecamatan Padamara kabupaten Purbalingga sudah tepat arah

kiblatnya atau belum.

2. Untuk mengetahui respon takmir masjid terhadap hasil verifikasi arah

kiblat masjid-masjid di desa Padamara kecamatan Padamara kabupaten

Purbalingga.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Untuk menambah khasanah ilmu falak kepada masyarakat di desa

Padamara kecamatan Padamara kabupaten Purbalingga khususnya dalam

bidang arah kiblat.

2. Praktis

a) Mengetahui posisi arah kiblat masjid di desa Padamara kecamatan

Padamara kabupaten Purbalingga sudah benar kiblatnya atau belum.

b) Mengetahui respon takmir terhadap hasil verifikasi arah kiblat masjid

Referensi

Dokumen terkait

Adanya perbedaan rata-rata likuiditas saham yang signifikan sebelum dan sesudah stock split yang menunjukkan bahwa tujuan perusahaan melakukan stock split yaitu untuk

Perhekontekstissa isän asema voidaan joissain tapauksissa kuitenkin kokea vain näennäisesti äidin asemaan rinnastettuna tasavertaisena vanhempana (Lammi-Taskula &

Maka dengan adanya dukungan positif dari pemerintah hal ini akan memberi kemudahan bagi BRPT untuk berekspansi di bisnis geothermal dan nantinya akan mampu menciptakan

[r]

Prasurvai dalam rangka uji-coba instrumen penelitian dilaksanakan pada tanggal 3 s/d 10 Desember 1985 pada SMA- SMA Negeri yang menjadi tempat penelitian kepada 20 respon ded

Pada penelitian sebelumnya diketahui, kadar CEC yang tinggi (hingga 10 kali lipat dari nilai normal) dapat menggambarkan proses remodelling yang tinggi pada sel endotel pulmoner,

Pihaknya ingin menjangkau masyarakat Indonesia, termasuk kalangan publik dan wirausaha, dengan edukasi yang tepat, baik untuk asuransi umum dan jiwa.. Kursus ini dirancang secara

Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat