• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - EFIE SUNARYA BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - EFIE SUNARYA BAB I"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pengairan merupakan salah satu kegiatan penting dalam rangka pembangunan di Indonesia. Peningkatan produksi pertanian menghendaki terjaminnya pengairan yang cukup sepanjang tahun. Irigasi di Indonesia telah ada sejak zaman kerajaan Hindu, bahkan sebelum Hindu telah dilakukan pendayagunaan air sungai. Para petani membangun jaringan irigasi dan salurannya untuk mengairi sawah mereka. Bangunan irigasi masih sangat sederhana, dengan membuat sekat-sekat bambu yang diisi batu sebagai bahan bendungan. Seluruh bendungan irigasi itu dibuat asal air dapat mengalir dan dapat masuk ke sawah.

Seiring dengan berjalannya waktu, pada paruh abad ke-19, Pemerintah Belanda mulai membangun jaringan irigasi besar dan modern. Pembangunan pengairan tersebut dilatarbelakangi oleh perluasaan tanaman tebu dalam rangka program culturstelsel atau tanaman wajib dan usaha penyediaan pangan berupa tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, ubi jalar dan ketela pohon untuk menghilangkan bencana kelaparan. Pada tahun 1849, secara bertahap pemerintah Belanda membina pembangunan irigasi di Pulau Jawa, Madura, Bali, Sumatera, dan Sulawesi Selatan (Sintia Dewi, 2009: 2).

(2)

kapas yang direncanakannya seluas Usaha Belanda untuk meluaskan areal pertanaman tebu telah mendorong pembangunan bendungan dan irigasi, seperti pembangunan bendungan Lengkong di Mojokerto (pada Sungai Brantas) yang dapat mengairi lahan pertanaman seluas 40.000 hektar, pembangunan irigasi Banjar Cahyana di Banyumas, Irigasi Pemali-Comal di Pekalongan, Waduk Penjalin dan Malahayu di Brebes. Pada tahun 1930-an luas lahan pertanaman tebu telah mencapai sekitar 198.000 hektar dengan 179 pabrik gula (Kartasapoetra, Sutedjo dan Pollein, 1991: 3).

Selama pendudukan Jepang sampai dengan periode 1968 pengairan di Indonesia kurang mendapat perhatian. Akibatnya bangunan-bangunanpengairan mulai rusak dan saluran-saluran mengalami pendangkalan. Hal ini disebabkan oleh tidak cukupnya dana pemerintah untuk membiayai pemeliharaan rutin maupun untuk merehabilitasi jaringan-jaringan yang rusak. Selama tahun 60-an keadaan keuangan pemerintah semakin memburuk sehingga kerusakan-kerusakan jaringan irigasi menjadi semakin parah. Adanya kerusakan jaringan irigasi ini berpengaruh pada sektor pertanian terutama produksi beras yang merosot dari tahun ke tahun. Akibatnya Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor beras yang terbesar di dunia (Sintia Dewi, 2009: 2).

(3)

yang dikenal secara luas dengan program revolusi hijau (Soetrisno, 1999: 9). Dalam pelaksanaannya revolusi hijau dilakukan dalam bentuk bermacam cara. Di Indonesia misalnya revolusi hijau dilakukan melalui komando dan subsidi. Bentuk subsidi tersebut adalah: (1) Bantuan dan subsidi besar-besaran terhadap harga pupuk kimia; (2) Subsidi terhadap kredit pertanian; (3) Pembayaran padi oleh negara melalui operasi pembelian harga dasar dan pembangunan stok persediaan; (4) Meningkatkan kuantitas irigasi serta pinjaman modal melalui hutang luar negeri (Mansour Fakih, 2000: 8).

Sejak tahun 1969 pemerintah aktif melakukan rehabilitasi jaringan-jaringan irigasi yang keadaannya telah kurang berfungsi, yang disebabkan kurangnya pemeliharaan. Pengadaan dan rehabilitasi saluran-saluran irigasi saja dirasa tidak cukup, oleh karena itu dibutuhkan waduk untuk menyimpan kelebihan air di musim hujan agar bisa digunakan pada musim kemarau. Arti waduk bagi pembangunan akan lebih penting bila dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain atau multi-guna, misalnya pembangkit tenaga listrik, perikanan, pariwisata, dan untuk mencegah bahaya banjir dan erosi. Pembangunan waduk multi-guna di Indonesia mulai dibangun dan mengalami renovasi pada kurun waktu 1969-an (Kartasapoetra, Sutedjo dan Pollein, 1991: 3).

(4)

Penelitian mengenai Waduk Penjalin dan Kehidupan Pertanian Masyarakat Paguyangan Tahun 2004-2010 menarik untuk diteliti karena selama ini

perubahan-perubahan sosial banyak terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Dari sekian banyak perubahan tersebut kemungkinan ada yang mendapat tanggapan dari berbagai peneliti di Indonesia dan ada yang tidak. Seperti halnya dengan masyarakat disekitar Waduk Penjalin selama ini belum mendapatkan sorotan masalah sejarah waduk serta kehidupan pertanian masyarakat Paguyangan dan sejauh ini pula belum ada buku-buku yang menyebutkan tentang kehidupan masyarakat disekitar Waduk Penjalin. Pemilihan angka tahun 2004-2010 adalah dengan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap pembangunan pertanian serta kondisi pertanian di Kecamatan Paguyangan pada saat itu.

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang diatas muncul permasalahan sebagai berikut:

1. Pembangunan Waduk Penjalin.

2. Petanian di Sekitar Waduk Penjalin Tahun 2004-2010. 3. Pengaruh Pembangunan Waduk Penjalin.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui :

1. Pembangunan Waduk Penjalin.

(5)

3. Pengaruh Pembangunan Waduk Penjalin.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat menambah, memperkaya perbendaharaan dan pengembangan ilmu pengetahuan terutama nilai kesejarahan dan ilmu-ilmu studi masyarakat. Sumbangan lainnya dari penelitian ini adalah bagi penulisan sejarah atau historiografi lokal, khususnya sejarah Waduk Penjalin dan perkembangan pertanian di Kecamatan Paguyangan.

E. Tinjauan Pustaka

Selama ini perubahan-perubahan sosial banyak terjadi dibeberapa tempat di Indonesia. Untuk itulah penelitian ini mencoba untuk mengungkap masalah tentang Waduk Penjalin dan Kehidupan Pertanian Masyarakat Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun 2004-2010. Sebagai acuan untuk menganalisa permasalahan dalam penulisan ini penulis menggunakan beberapa buku dan penelitian sejenis.

Andri Suprianto (2008), dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Obyek Wisata Waduk Mrica terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Desa Bawang

(6)

obyek wisata Waduk Mrica antara lain perluasan lapangan pekerjaan dan menambah penghasilan masyarakat sekitar. Dengan adanya obyek wisata Waduk Mrica masyarakat Desa Bawang mulai terjadi perbaikan dalam bidang ekonomi dan sosial. Dalam bidang ekonomi masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup dengan mendapatan penghasilan tambahan yang dapat memenuhi kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder mereka. Dalam bidang sosial masyarakat mulai sadar akan pentingnya sekolah untuk anak-anak. Hal itu dibuktikan dengan di sekolahkannya anak mereka hingga jenjang yang lebih tinggi.

(7)

Eka Apridayanti, (2008) dalam penelitiannya tentang Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor Kabupaten Malang, Jawa Timur, keberadaan Waduk Lahor tentu memberi manfaat tersendiri bagi masyarakat, terutama masyarakat yang daerahnya terendam karena pembangunan waduk. Berbagai aktivitas yang dilakukan masyarakat di sekitar waduk dalam pemanfaatan waduk antara lain kegiatan pertanian, pariwisata, dan perikanan (diambil dari eprint.undip.ac.id/17305, 5/3/2012. 00.15wib).

Sinta Dewi, (2009) dalam penelitiannya tentang Pembangunan Waduk Kedung Ombo dan Pengaruhnya terhadap Produksi Padi serta Aspek Sosial

(8)

konsultan dari Belanda pada tahun 1969-1976. Pembangunan fisik Waduk Kedung Ombo mulai dilakukan pada tahun 1985 dan selesai pada tahun 1989. Dengan kemampuan mengairi sawah seluas 59.400 ha yang disalurkan oleh jaringan irigasi, Waduk Kedung Ombo juga dibangun untuk tujuan pemenuhan irigasi sawah, pengendalian banjir, sarana pembangkit tenaga listrik, sarana penyedia air minum, sarana pariwisata, dan perikanan darat. Adanya pengairan yang cukup menyebabkan terjadinya perubahan pola tanam padi, yaitu 2-3 kali tanam. Hal ini berpengaruh pada peningkatan produksi padi dan tingkat pendapatan petani di Kabupaten Grobogan (diambil dari http://eprints.undip.ac.id/3423/, 5/3/2012. 01.12wib).

Penelitian ini berbeda dari penelitian terdahulu karena penelitian yang berjudul Waduk Penjalin dan Kehidupan Pertanian Mayarakat Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun 2004-2010 merupakan penelitian sejarah yang tidak sebatas

menggali nilai-nilai kesejarahan dari Waduk Penjalin, namun menyentuh aspek kehidupan masyarakat di Kecamatan Paguyangan yang merupakan ranah sosiologis, dan pertanian di Kecamatan Paguyangan.

F. Landasan Teori dan Pendekatan

(9)

bersumber dari hasil pertanian, sedangkan pertanian selain dipengaruhi oleh kesuburan tanah, yang tidak kalah penting juga ketersediaan air dalam hal ini air irigasi yang salah satunya dari waduk. Karena fungsi waduk pun dipersiapkan untuk menampung air untuk selanjutnya sebagai penyuplai air kelahan-lahan pertanian atau dengan kata lain sebagai irigasi pertanian.

Secara umum, pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang termasuk di dalamnya, yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan, dan juga kehutanan. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di negeri Indonesia adalah sebagai petani sehingga sektor pertanian sangat penting untuk dikembangkan di negara Indonesia. Adapun bentuk-bentuk pertanian di Indonesia, antara lain.

1. Sawah

Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut.

2. Tegalan

(10)

3. Pekarangan

Perkarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah (biasanya dipagari dan masuk ke wilayah rumah) yang dimanfaatkan atau digunakan untuk ditanami tanaman pertanian.

4. Ladang Berpindah

Ladang berpindah adalah suatu kegiatan pertanian yang dilakukan di banyak lahan hasil pembukaan hutan atau semak di mana setelah beberapa kali panen atau ditanami, maka tanah sudah tidak subur sehingga perlu pindah ke lahan lain yang subur atau lahan yang sudah lama tidak digarap (diambil dari

http://organisasi.org/definisi-pengertian-pertanian-bentuk-hasil-pertanian-petani-ilmugeografi, 3/3/2012).

Pertanian di Kabupaten Brebes berbentuk sawah, tegalan dan pekarangan yang berarti sudah tidak ada bentuk pertanian yang berupa ladang berpindah. Hal ini juga terjadi di Kecamatan Paguyangan dengan bentuk pertanian yang merata seperti diseluruh Kabupaten Brebes yang sudah menetap dalam bertani.

Beberapa hasil-hasil Pertanian di Indonesia, terbagi menjadi pertanian tanaman pangan dengan pertanian tanaman perdagangan. Petanian tanaman pangan antara lain padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, ketela pohon, sedangkan untuk jenis pertanian tanaman perdagangan antara lain kopi, teh, kelapa, karet, kina, cengkeh, kapas, tembakau, kelapa sawit, tebu.

(11)

memotong Indonesia hampir menjadi dua. Di samping pengaruh khatulistiwa, ada dua faktor alam lain yang ikut memberi corak pertanian Indonesia, yaitu bentuknya sebagai kepulauan dan topografinya bergunung-gunung (Abd.Rahim dan Diah Retno, 2007: 7).

Dengan semakin pentingnya pertanian dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam rangka tujuan swasembada beberapa komoditas pertanian. Menurut Mardikanto (2009: 45) secara sederhana, revolusi hijau merupakan usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan, dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju. Dewi Irma menyatakan (Mardikanto, 2009: 46), revolusi hijau dikenalkan dengan tujuan pengembangan teknologi pertanian dalam pembudidayaan tanaman melalui penggunaan varietas unggul untuk melipat gandakan hasil pertanian, baik untuk kepentingan bisnis maupun memerangi kelaparan. Di Indonesia, gerakan ini diterapkan sejak tahun 1969 yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras, melalui penerapan pancausaha, saptausaha, yang didukung dengan pembangunan infrastruktur pedesaan, seperti pembangunan atau perbaikan irigasi, dan lain-lain.

(12)

pupuk kimia; (2) Subsidi terhadap kredit pertanian; (3) Pembayaran padi oleh negara melalui operasi pembelian harga dasar dan pembangunan stok persediaan; (4) Meningkatkan kuantitas irigasi serta pinjaman modal melalui hutang luar negeri. Hasil kuantitatif revolusi hijau di Indonesia memang menakjubkan. Di satu pihak pertanian di Jawa mampu memproduksi dua kali lipat padi dari hasil pertanian Jawa tahun 1960-an. Jawa menyumbangkan lebih dari rata-rata kontibusi dalam arti hasil dibanding daerah lain di Indonesia, dan oleh karena itu memainkan peran utama dalam perubahan status Indonesia dari pengimpor terbesar beras dan tahun 1985 menjadi mandiri (Fakih, 2000: 8).

Menurut Indranada (Mardikanto, 2009: 13) pertanian, sejak dulu merupakan sektor ekonomi yang utama dinegara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki posisi vital sekali. Adapun hal tersebut disebabkan beberapa faktor antara lain.

1. Sektor pertanian merupakan sumber persediaan bahan makanan dan bahan mentah yang dibutuhkan oleh suatu negara.

(13)

3. Sektor pertanian harus dapat menyediakan faktor-faktor yang dibutuhkan untuk ekspansi sektor-sektor lain, terutama sekali sektor industri. Faktor-faktor ini berwujud modal, tenaga kerja, dan bahan mentah.

4. Sektor pertanian merupakan basis dari hubungan-hubungan pasar yang penting

dalam proses pembangunan.

5. Sektor ini merupakan sumber foreign-exchange yang diperlukan untuk input pembangunan dan sumber pekerjaan dan pendapatan dari sebagian besar penduduk negara-negara berkembang yang hidup di pedesaan.

Bagi usaha di bidang pertanian, terutama usaha-usaha pertanam tanaman yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, tersedianya tanah-tanah yang subur dengan pengairannya yang mencukupi kebutuhan tanaman merupakan syarat pokok pertanian. Air pengairan dan tanah pertanian kedua-duanya merupakan faktor dasar bagi berlangsungnya usaha penanaman yang sesuai didaerah setempat. Tidak sedikit areal tanah yang tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian dikarenakan tidak tersedianya air pengairan. Karena itu didalam usaha pembukaan hutan bagi reklamasi tanah pertanian, perencanaan atau perancangannya selalu dititikberatkan pada tersedianya tanah yang dapat ditanami dan tersedianya air pengairan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dapat dibudidayakan.

(14)

pengairan dibangun dan diperbaiki. Usaha pemerintah sejak tahun 1969 dalam pembangunan dibidang pertanian, aktif melakukan rehabilitasi jaringan-jaringan irigasi yang keadaannya telah kurang berfungsi disebabkan kurangnya pemeliharaan.

Karena pentingnya pengairan itu, pemerintah telah menetapkan ketentuan-ketentuan dan pendayagunaannya oleh setiap orang dibagian bumi ini dalam Undang-undang nomor 11 tahun 1974 tentang pengairan (Kartasapoetra, Sutedjo dan Pollein, 1991: 5). Menurut Undang-undang tersebut Pengairan adalah suatu bidang pembinaan terhadap air, sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alami maupun yang telah diusahakan oleh

manusia. Irigasi, yang pada pokoknya merupakan kegiatan penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari permukaan dan air tanah (Kartasapoetra, Sutedjo dan Pollein, 1991:5).

Menurut Hansen E.Vaughn, dkk (1992: 4), irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam-tanaman. Dengan demikian, pengaturan irigasi (pengairan pertanian) akan menjangkau beberapa tahapan pekerjaan atau bidang sesuai berikut :

(15)

d. Pengairan dan pembuangan air yang melimpah atau kelebihan dari daerah pertanian.

Kodoatie (Munawaroh, 2011: 1), berdasarkan Undang-undang Sumber Daya Air No.7 Tahun 2004 menyebutkan bahwa air adalah semua air yang terdapat pada, diatas maupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini adalah air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada didarat. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.Salah satu contoh air permukaan adalah air waduk.

Menurut Kartosapoetra dan Mul Mulyani Sutedjo (1991: 17), di dalam teknik pengambilan dan ataupun penyaluran air memungkinkan dengan teknik pembuatan dam (bendungan). Dam atau bendungan dibuat dengan maksud agar air sungai yang terbendung itu dapat menaikkan air kepermukaannya dan dengan demikian pengambilan atau penyaluran ke areal pertanian akan lebih mudah, biasanya untuk kepentingan ini air permukaan yang terbendung dihubungkan dengan parit-parit atau saluran yang dirancang dan dibuat menyebar ke lahan-lahan pertanian.

(16)

antara lain untuk penyediaan air irigasi; pengembangan areal irigasi dan meningkatkan intensitas tanam dari area irigasi yang ada; sebagai pengendali banjir.

Menurut Scafer (Munawaroh, 2011: 15), masyarakat adalah unit politik atau kesatuan dari organisasi sosial yang menumbuhkan rasa memiliki bagi rakyatnya. Bentuk masyarakat sudah sangat jauh berubah sepanjang sejarah, yaitu dari masyarakat berburu dan meramu hingga menjadi kota post industri modern, sedangkan menurut Philips (Munawaroh, 2011: 15), masyarakat merupakan sekelompok manusia yang mendiami suatu wilayah, kebanyakan masyarakat tinggal menetap dan diturunkan dari kondisi sebuah ikatan solidaritas yang kuat di antara mereka.

Menurut Koentjaraningrat (Munawaroh, 2011: 15), masyarakat adalah sekelompok manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas bersama, sedangkan Syani (Munawaroh, 2011: 15) menyatakan bahwa masyarakat merupakan kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan menurut pola perkembangan tersendiri.

(17)

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kesuburan tanah, ketersediaan air, kemampuan pemilik tanah, budaya masyarakat setempat, kebijakan pemimpin, lokasi lahan pertanian, serta kecenderungan pasar.

Pengaruh pembangunan waduk adalah perubahan yang ditimbulkan dari suatu rangkaian usaha terencana yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang pertaanian dengan membangun sarana dan prasarana pengairan. Sebagai daerah yang mayoritas penduduknya bertumpu pada sektor pertanian, pembangunan sarana dan prasarana pengairan berupa Waduk Penjalin, dan jaringan irigasinya menyebabkan perubahan-perubahan dalam jumlah produksi pertanian.

Penulis menggunakan pendekatan sosiologi pertanian untuk memperjelas analisis penelitian yang berjudul Waduk Penjalin dan Kehidupan Pertanian Masyarakat Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun 2004-2010. Sosiologi Pertanian merupakan salah satu cabang dari ilmu sosiologi yang membahas fenomena sosial dalam bidang ekonomi pertanian yang memusatkan perhatiannya pada petani dan permasalahan hidup petani. Sosiologi pertanian akan membantu penulis dalam menganalisis fakta-fakta sosial berkaitan dengan pertanian di daerah irigasi Waduk Penjalin, khususnya Kecamatan Paguyangan.

(18)

berpengaruh dari keberadaan Waduk Penjalin terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar. Selain itu, pendekatan sosial juga dapat digunakan untuk menganalisis perbaikan sosial ekonomi petani di Kecamatan Paguyangan, yang meliputi peningkatan pendapatan, sarana dan prasarana pembangunan, serta hal-hal lain sebagai hasil nyata dari pembangunan. Adanya Pembangunan Waduk Penjalin diharapkan petani di daerah irigasi Waduk Penjalin, khususnya Kecamatan Paguyangan memungkinkan terjadinya perbaikan hasil pertanian.

G. Metode Penelitian

Pada bagian ini merupakan penguraian mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mengkaji permasalahan dengan skripsi yang berjudul Waduk Penjalin dan Kehidupan Pertanian Masyarakat Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun 2004-2010.

Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode sejarah yaitu menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu untuk memahami peristiwa yang terjadi dan untuk merekonstruksi peristiwa masa lampau secara imajinatif.

Adapun tahapan-tahapan metode sejarah adalah sebagai berikut: 1. Heuristik

(19)

jenis sejarah yang akan ditulis (Kuntowijoyo, 1995:94). Secara sederhana, heuristik merupakan mencari jejak-jejak yang ditinggalkan karena setiap aktivitas pastilah meninggalkan bukti-bukti bahwa pernah ada suatu aktivitas. Sumber-sumber ini berupa:

a. Sumber Sejarah Lisan

(20)

maka melakukan wawancara dengan petugas KUD Kecamatan Paguyangan dan tokoh masyarakat di Kecamatan Paguyangan.

b. Sumber Tulisan

Sumber tertulis yang penulis kumpulkan antara lain laporan data statistik yang diperoleh dari Kecamatan Paguyangan berupa data Kecamatan Paguyangan Dalam Angka, PPA Waduk Penjalin dan BPP Pertanian Kecamatan Paguyangan. Data tersebut memberikan informasi mengenai lahan yang dipanen, produksi panen, luas areal irigasi, kondisi pertanian, pembangunan Waduk Penjalin, dan keadaan sosial ekonomi di Kecamatan Paguyangan. c. Sumber Artifak

Artifak meliputi benda-benda peninggalan, dapat berupa patung, manik-manik atau alat-alat prasejarah. Sumber artifak yang penulis kumpulkan antara lain foto atau gambar pintu air yang diperoleh dari PU pengairan Kecamatan Paguyangan, dan hasil foto oleh penulis disekitar obyek penelitian.

Sumber-sumber tersebut saling melengkapi dan membantu penulis dalam merekonstruksi penulisan sejarah Waduk Penjalin dan Kehidupan Pertanian Masyarakat Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun 2004-2010.

2. Kritik

(21)

Paguyangan dilihat dari fisiknya (kertas, ejaan, tinta, dll) asli atau salinan. Kedua adalah kritik intern, yaitu kritik dari dalam (mengecek kredibilitas dari sumber) informasi yang telah diberikan oleh para informan dengan melihat dari kejiwaan, serta kebenaran informasi itu sendiri. Sumber data statistik dalam bentuk Kecamatan Paguyangan Dalam Angka dan dari BPP Pertanian dibandingkan dengan data lain. Tujuan yang hendak dicapai dalam tahap ini adalah untuk memilih sumber yang relevan dengan masalah yang dikaji (Kuntowijoyo, 1995: 98).

3. Interpretasi

(22)

penulis dengan keberadaan Waduk Penjalin terhadap kehidupan pertanian sekitar (Kuntowijoyo, 1995: 100).

4. Historiografi atau Penulisan Sejarah

Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dari berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk tulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk dibaca orang lain. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisannya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pikiran yang diajukan oleh penulis. Pada tahap ini peneliti melakukan penulisan sehingga dapat menjadi karya tulis ilmiah yang sesuai dengan ketentuan keilmuan (Kuntowijoyo, 1995: 102).

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini antara lain : BAB I : Pendahuluan

A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Tinjauan Pustaka

(23)

G. Metode Penelitian H. Sistematika Penulisan. BAB II : Pembangunan Waduk Penjalin.

A. Kecamatan Paguyangan ditinjau dari Letak Geografis dan Demografis. B. Latar Belakang dibangunnya Waduk Penjalin.

1. Letak Geografis Waduk Penjalin.

2. Pelaksanaan Pembangunan Waduk Penjalin. 3. Fungsi Waduk Penjalin.

BAB III : Pertanian di Sekitar Waduk Penjalin Tahun 2004-2010 A. Pertanian Masyarakat Paguyangan Sampai tahun 2004

B. Permasalahan Pertanian Masyarakat Paguyangan Sampai tahun 2004 C. Perkembangan Pertanian Masyarakat Paguyangan dari tahun 2004-2010 BAB IV :Pengaruh Pembangunan Waduk Penjalin.

A. Pengaruh Waduk Penjalin Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat Paguyangan.

B. Pengaruh Waduk Penjalin Terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat Paguyangan.

BAB V : Simpulan dan Saran A. Simpulan

Referensi

Dokumen terkait

Bagi usaha baru, mnimal uasaha telah berjalan selama 1 tahun khusus debitur Perorangan/Badan Usaha minimal 3 tahun untuk BPR dalam rangka linkage, berdasarkan atas hasil

Kadar vitamin C akhir Guava Leather yang diproduksi dengan perlakuan suhu pengeringan serta ketebalan yang berbeda ...30.

(2) Bank Indonesia mencabut status BDP apabila Bank Indonesia telah menerima surat penetapan dari BPPN yang menyatakan program penyehatan terhadap Bank yang bersangkutan telah

Menginstruksikan KPA Satker terkait agar memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK dan Konsultan Pengawas atas kelalaiannya dalam melakukan pengawasan

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Setelah itu teller akan memanggil dan nasabah akan memberikan sejumlah uang dan buku tabungan untuk meminta pencetakan transaksi setor tunai ke bank..