• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO. Fadilah Anik Arbani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO. Fadilah Anik Arbani"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO

Fadilah Anik Arbani Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Pasien dalam menghadapi pembedahan dapat mengalami kecemasan. Hal tersebut dapat terjadi karena takut nyeri dan operasi yang gagal. Komunikasi terapeutik memberikan pengertian antara perawat dan klien dengan tujuan membantu klien memperjelas dan mengurangi beban pikiran serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo.

Penelitian ini merupakan penelitian studi korelasi, dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini sebanyak 30 orang yang diambil secara insidental sampling. Hasil uji chi-square didapatkan p value 0,009 < 0,05. Ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo.

Diharapkan lebih meningkatkan lagi komunikasi terapeutik dalam pemberian informasi tentang pra bedah dan peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan.

Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik, Kecemasan, Pre Operasi.

ABSTRACT

Operative patients may experience anxiety. This can occur because of fear of pain and failed operation. Therapeutic communication gives understanding between the nurses and the clients with the goal to help clients to clarify and reduce the burden of mind and is expected to relieve anxiety. The objective of this research is to investigate the correlation between the therapeutic communication and the anxiety level of pre-operative patients at PKU Muhammadiyah Hospital of Sukoharjo.

This research used the correlational method with the cross sectional approach. The samples of research were 30 respondents and were taken by using the incidental sampling technique. The result of Chi-square shows that the p-value was 0.009 which was less than 0.05. Thus, there was a correlation between the therapeutic communication and the anxiety level of pre-operative patients at PKU Muhammadiyah Hospital of Sukoharjo.

It is expected that therapeutic communication in providing pre-operative information is expected to be improve, and the further researcher can examine the other factors that can affect the level of anxiety.

(2)

PENDAHULUAN

Perawatan pre operasi dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir saat pasien dikirim ke meja operasi. Perawatan pre operasi yang efektif dapat mengurangi resiko post operasi, salah satu prioritas keperawatan pada periode ini adalah mengurangi kecemasan pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Alasan yang dapat menyebabkan ketakutan atau kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain adalah takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi perubahan fisik, dan takut operasi akan gagal (Potter & Perry, 2005).

Kecemasan tersebut dimanifestasikan secara langsung melalui perubahan fisiologis seperti (gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, nyeri abdomen, sesak nafas) dan perubahan perilaku seperti (gelisah, bicara cepat, reaksi terkejut) dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala sebagai upaya untuk melawan kecemasan (Stuart & Laraia, 2005).

Berdasarkan pendahuluan yang dilakukan oleh Mulyani tahun 2008 menunjukkan yang mengalami kecemasan ringan (52,5%) dan kecemasan sedang (47,5%) dari 40 pasien klien rawat inap di ruang penyakit bedah dan non bedah. Penelitian lain menunjukkan sebelum dilakukan pemberian informasi pra bedah yang mengalami kecemasan ringan (22,4%), kecemasan sedang (37,9%), kecemasan berat (13,8%) dan kecemasan berat sekali (3,5%). Setelah diberikan informasi pra bedah yang mengalami kecemasan ringan (39,7%) dan kecemasan sedang (25,8%) (Endang & Agus, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut seseorang yang akan dilakukan tindakan pembedahan perlu diberikan informasi tentang operasi yang akan dilakukan, mempersiapkan mental pasien dalam menghadapi operasi, sebagai upaya mengurangi kecemasan.

Hubungan terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan

pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien (Anas, 2005). Pentingnya komunikasi terapeutik adalah pada tahap awal proses keperawatan digunakan untuk mengumpulkan informasi pasien, mengidentifikasi kebutuhan kesehatan pasien, pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan, pasien dapat menunjukkan penerimaan terhadap pendidikan kesehatan yang dilakukan, menimbulkan kepuasan pada pasien (Arwani, 2002).

Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo menunjukkan angka operasi sebanyak 55 pasien pada bulan Juli – September 2014 . Rata-rata setiap bulannya sebanyak 17 pasien. Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan 5 pasien pre operasi, 3 pasien mengatakan cemas berat dengan tanda gelisah, bicara cepat, gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat. Berdasarkan teori tersebut diatas dan hasil wawancara penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah studi korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah pasien pre operasi di ruang rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo.

Pengambilan sampel menggunakan non probability sampling dengan cara sampling incidental. Sampel penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani operasi pada bulan April – Juni 2015, sampai jumlahnya mencapai 30 pasien.

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data adalah kuesioner. Kuesioner A berisi pertanyaan mengenai usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. Kuesioner B berisi pertanyaan tentang komunikasi terapeutik yang dilakukan

(3)

perawat selama proses interaksi, terdiri dari 19 pertanyaan dengan pilihan jawaban “selalu” diberi nilai 3, “kadang – kadang” diberi nilai 2 dan “tidak pernah” diberi nilai 1. Kuesioner C berisi pertanyaan tentang tingkat kecemasan pasien pre operasi, terdiri dari 11 pertanyaan dengan pilihan jawaban berupa angka, yang diasosiasikan sebagai berikut : angka 0 “tidak ada gejala”, angka 1 “gejala ringan”, angka 2 “gejala sedang”, angka 3 “gejala berat” dan angka 4 “gejala berat sekali”. Pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HRS – A, kuesioner yang sudah baku dan banyak di gunakan dalam pengukuran tingkat kecemasan, dipilih berdasarkan tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien pre operasi.

Uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner komunikasi terapeutik dilaksanakan di RSU Rizki Amalia Kulon Progo Yogyakarta dengan jumlah responden 30 pasien pre operasi sesuai dengan kriteria inklusi pada bulan Februari 2015.

Uji instrumen ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur (kuesioner) yang telah disusun tadi memiliki validitas dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2005).

Analisa Univariat dalam penelitian ini terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, komunikasi terapeutik, dan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo.

Analisa bivariat yang digunakan adalah uji statistik chi-square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.

Rumus chi-square adalah sebagai berikut (Sutrisno, 2004) :

X 2 = ∑ (f0 – fe ) 2

fe

X 2 : Nilai chi-kuadrat

f e : Frekuensi yang diharapkan

f 0 : Frekuensi yang diperoleh / diamati

Jika diperoleh p value ≤ 0,05 H0 ditolak dan Ha diterima

Jika diperoleh p value > 0,05 H0 diterima dan Ha ditolak.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian tentang hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo dengan sampel 30 orang, dengan karakteristik responden sebagai berikut :

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden No Karakteristik Responden Jml (n) % 1. Usia 21 – 30 6 20,0 31 – 45 14 46,7 > 45 10 33,3 2. Jenis Kelamin Laki – laki 11 36,7 Perempuan 19 63,3 3. Pendidikan SD 10 33,3 SMP 7 23,3 SMA 9 30,0 Perguruan Tinggi 4 13,4 4. Pekerjaan PNS 6 20,0 Swasta 10 33,3 Wiraswasta 14 46,7 Berdasarkan tabel 1 di atas yang menjadi responden dalam penelitian ini terbanyak adalah perempuan sejumlah 19 orang (63,3%), berdasarkan umur pada usia 31 – 45 tahun sejumlah 14 orang (46,7%), berdasarkan pendidikan pada

(4)

tingkat SD sejumlah 10 orang (33,3%), dan berdasarkan pekerjaan didominasi oleh wiraswasta sejumlah 14 orang (46,7%).

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Komunikasi Terapeutik Komunikasi Terapeutik Jml (n) % Baik 20 66,7% Cukup 10 33,3% Kurang 0 0% Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 2 hasil pelaksanaan komunikasi terapeutik dari 30 responden sebanyak 20 orang (66,7%) menyatakan komunikasi terapeutik baik, sebanyak 10 orang (33,3%) menyatakan komunikasi terapeutik cukup.

Hasil penelitian tentang komunikasi terapeutik perawat pada pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo dominan kategori baik yaitu sebesar 66,7%. Komunikasi terapeutik dikatakan baik bila perawat bekerja sama dengan pasien mendiskusikan tentang masalah yang sedang dihadapi untuk pencapaian tujuan tindakan keperawatan, perawat memberi informasi tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan dan melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan terhadap pasien (Setiowati, 2012).

Khotimah (2010) menyatakan bahwa dari 96 responden mengatakan komunikasi terapeutik baik sebanyak 70 orang (72,9%). Komunikasi sangat penting khususnya komunikasi antara perawat – klien dimana dalam komunikasi ini perawat dapat menemukan beberapa solusi dari permasalahan yang sedang dialami klien (Suryani, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat mengucap salam dan tersenyum saat menemui pasien sebanyak 22 orang (73,3%), perawat menyampaikan pesan dengan jelas dan mudah dipahami sebanyak 20 orang (66,6%) dan pada tahap terminasi perawat mengucap salam perpisahan sebanyak 21

orang (70%). Pernyataan ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tahapan komunikasi terapeutik berdasarkan fase preinteraksi meliputi tahap orientasi

perawat mengucap salam,

memperkenalkan diri, menanyakan kabar, menunjukkan sikap siap membantu. Tahap kerja perawat menanyakan keluhan, mendengarkan dan menanggapi keluhan pasien, menyampaikan pesan dengan jelas dan mudah dipahami, menggunakan nada suara lembut. Tahap terminasi perawat mengucap salam perpisahan, membuat kontrak waktu, mengevaluasi respon pasien (Damayanti, 2008).

Penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Priscylia (2014) menunjukkan bahwa pada fase kerja adalah baik sebanyak 60 orang (89,6%). Hal ini terjadi karena pada fase kerja perawat – pasien memiliki waktu bertatap muka lebih lama dan perawat mendengarkan secara aktif dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu pasien untuk mendefinisikan masalah kesehatannya.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kecemasan Tingkat Kecemasan Jml (n) % Tidak ada gejala 13 43,3% Ringan 17 56,7% Sedang 0 0% Berat 0 0% Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 3 hasil tingkat kecemasan dari 30 responden sebanyak 13 orang (43,3%) menyatakan tidak ada gejala, sebanyak 17 orang (56,7%) menyatakan mengalami kecemasan ringan. Hasil penelitian tentang tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo dominan kategori ringan yaitu sebesar 56,7%. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam (Hawari, 2008).

(5)

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan seperti bunyi peralatan yang bervariasi, kondisi pasien yang harus ditinggal sendiri tanpa ditemani keluarga. Gejala yang sering muncul pada respon kecemasan adalah munculnya perasaan cemas yang diiringi gejala gangguan tidur (Edy & Nurkholis, 2008).

Kecemasan terjadi karena cemas di jadikan sebagai stressor yang merupakaan perasaan takut seseorang terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang secara subjektif di alami dan di komunikasikan secara interpersonal (Agustin, 2009). Manifestasi kecemasan yang dapat muncul seperti sulit tidur, dada berdebar – debar, tubuh berkeringat meskipun tidak gerah, tubuh panas atau dingin, sakit kepala, otot tegang atau kaku,

sakit perut, terengah – engah atau sesak nafas (Smeltzer & Bare, 2000).

Berdasarkan hasil penelitian Arifah (2012) menunjukkan bahwa kecemasan ringan sebanyak 21 orang (46,7%) sebelum pemberian informasi tentang persiapan operasi. Operasi mengakibatkan rasa cemas dengan penyebab yang berbeda – beda yaitu khawatir tidak tahan nyeri, bingung akan perawatan luka, khawatir luka tidak sembuh, takut bagaimana nanti di kamar operasi. Pernyataan ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa operasi akan mengakibatkan rasa cemas karena kaitan dengan takut akan sesuatu yang belum diketahui, nyeri, perubahan citra tubuh, perubahan fungsi tubuh, kehilangan kendali, dan kematian (Baradero, 2008).

Tabel 4 Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi

Hasil perhitungan pada Tabel 4 diketahui bahwa komunikasi terapeutik perawat pada pasien pre operasi kategori cukup dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo kategori tidak ada gejala sebanyak 1 orang (3,3%) sedangkan kategori ringan sebanyak 9 orang (30,0%) dan komunikasi terapeutik perawat pada pasien pre operasi kategori baik dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo kategori tidak ada gejala sebanyak 12 orang (40,0%) sedangkan kategori ringan sebanyak 8 orang (26,7%).

Hasil analisis chi-square (χ2) dapat diketahui p value 0,009 < 0,05.Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Soesanto (2008) bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pemberian asuhan keperawatan. Komunikasi yang terjalin baik akan menimbulkan rasa kepercayaan sehingga terjadi hubungan yang hangat dan mendalam. Komunikasi Terapeutik Tingkat Kecemasan Jumlah X2 P value Tidak

Ada Ringan Sedang Berat

Kurang 0 0 0 0 0 6,787 0,009 (0%) (0%) (0%) (0%) (0%) Cukup 1 9 0 0 10 (3,3%) (30%) (0%) (0%) (33,3%) Baik 12 8 0 0 20 (40,0%) (26,7%) (0%) (0%) (66,7%) Jumlah 13 17 0 0 30 (43,3%) (56,7%) (0%) (0%) (100%)

(6)

Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas, mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan (Nurjanah, 2001).

Untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan pasien perlu ditekankan bahwa kesan lahiriah perawat mampu berbicara banyak, baik mulai profil tubuh atau wajah terutama senyum yang tulus dari perawat, kerapian berbusana, sikap yang familiar dan yang paling penting adalah cara berbicara ( Dewi, 2007).

Berdasarkan penelitian Mulyani (2008) bahwa penurunan kecemasan saat pretest ke posttest pada kelompok perlakuan membuktikan bahwa komunikasi dan hubungan terapeutik perawat – klien mampu menurunkan kecemasan klien. Komunikasi dan hubungan terapeutik yang terbina antara perawat dan klien dapat membantu menurunkan kecemasan klien karena klien dapat mengeksplorasikan perasaannya, menceritakan ketakutan, kekhawatirannya menghadapi situasi tersebut dan mendapatkan solusi serta pengetahuan yang diperlukan. Hasil penelitian lain yang mendukung dilakukan oleh Arifah (2012) dengan jumlah sampel 40 orang. Menyatakan ada pengaruh yang kuat dan signifikan mengenai pemberian informasi tentang persiapan operasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik terhadap tingkatt kecemasan pasien pre operasi di ruang Bougenville RSUD Sleman.

Komunikasi terapeutik dapat menurunkan kecemasan pasien, karena pasien merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi dalam rangka mencapai tujuan keperawatan yang optimal, sehingga proses pelaksanaan operasi dapat berjalan lancar tanpa adanya kendala (Siti & Ida, 2012). Melalui komunikasi dan hubungan terapeutik klien biasa memahami dan menerima kondisinya sehingga kecemasan

klien menurun dan mampu membuat klien menerima sakitnya (Ira, 2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah :

1. Komunikasi terapeutik perawat pada pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo paling banyak kategori baik yaitu sebanyak 20 orang (66,7%).

2. Tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo paling banyak kategori ringan yaitu sebanyak 17 orang (56,7%).

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo dengan p value 0,009.

Adanya berbagai keterbatasan dan kekurangan dari penelitian ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Perawat perlu meningkatkan lagi

komunikasi terapeutik terutama dalam pemberian informasi tentang pra bedah pada pasien yang menghadapi operasi. 2. Diharapkan perawat selalu menerapkan

komunikasi terapeutik dengan baik seperti menayakan keluhan yang dialami pasien, bahasa dalam menyampaikan pesan perawat mudah dipahami, dan perawat memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan permasalahan yang dirasakan supaya tidak ada kecemasan pasien sebelum dilakukan tindakan keperawatan terutama tindakan operasi. 3. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat

melanjutkan penelitian tentang faktor pendidikan, umur, dan jenis kelamin yang mempengaruhi kecemasan serta dengan metode lain atau metode kualitatif agar dapat menggali lebih

(7)

dalam tentang kecemasan yang di alami pasien pre operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, I. M. (2009). Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Rawat Inap di BP RSUD Kebumen. Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 5, 143 – 152 .

Anas, Tamsuri. (2005). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Arifah, S & Nuriala, I. (2012). Pengaruh Pemberian Informasi Tentang Persiapan Operasi Dengan Pendekatan Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruang Bougenville RSUD Sleman. Jurnal Kebidanan. IV, 140 – 219.

Arwani. (2003). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Baradero,M., Dayrit, M.W., Siswadi, Y., Ariani, F., Ester, M. (2008). Keperawatan Perioperatif : Prinsip dan Praktik. Jakarta : EGC.

Christianawati, D. (2007). Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Dalam Menghadapi Tindakan Keperawatan di Ruang Inap RS Panti Wilasa Citarum Semarang. Universitas Diponegoro Semarang.

Damayanti, M.N. (2008). Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Dongoes. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri. Jakarta: EGC.

Hawari. (2008). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI.

Khotimah, N., Marsito., Iswati, N. (2010). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pelayanan Keperawatan di Ruang Inayah RS PKU Muhammadiyah

Gombong. Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 8, 73 – 77.

Mulyani, S., Paramastri, I., Priyanto, M.A. (2008). Komunikasi dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien Terhadap kecemasan Pra Bedah Mayor. Berita Kedokteran Masyarakat. 24, 151-155.

Nurjanah. (2001). Komunikasi Keperawatan : Dasar – Dasar Komunukasi Bagi Perawat. Cetakan : 1. Yogyakarta : Moco Medika. Nursalam. (2008). Konsep dan

Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Priscylia, A.C.R., Linnie, P., Rivelino, S.H. (2014). Hubungan Komunkasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat

Inap Iriani A RSUP

PROF.DR.R.D.KANDOU

MANADO. Universitas Sam Ratulangi Manado.

Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia.

Setiowati, S., Aida, R., Zulfa, Atabaki. (2012). Gambaran Tahapan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Pasien RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Terjemahan). Jakarta: EGC.

Soesanto, E., Nurkholis. (2008). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kecemasan Pasien Gangguan Kardiovaskuler Yang Pertama Kali di Rawat di Intensive Coronary Care Unit RSU Tugurejo Semarang. Jurna Keperawatan . 1 – 11.

Stuart, W.G. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Sugiyono. (2007). Statistik Untuk

Gambar

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden  No  Karakteristik  Responden  Jml (n)  %  1.  Usia  21 – 30   6  20,0  31 – 45   14  46,7  &gt; 45  10  33,3  2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi  Komunikasi Terapeutik  Komunikasi  Terapeutik  Jml (n)  %  Baik  20  66,7%  Cukup  10  33,3%  Kurang  0  0%  Jumlah  30  100%
Tabel 4  Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik  dengan Tingkat Kecemasan   Pasien Pre Operasi

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 98: (1) jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang

Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan adalah membungkuk.Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja.Pekerja mengalami

Langkah Isap, yang dimulai dengan piston pada titik mati atas dengan. berakhir ketika piston mencapai titik mati

According to results observed that the adsorption capacity of silica 65% is greatest, the increase of ratio of chitosan in adsorbent increasing ability to adsorbent to adsorb Cd 2+

Dilakukan wawancara terstruktur tentang data pribadi yaitu nama, umur, jenis kelamin.Status kognitif pasien dinilai dengan MMSE yang terdiri dari 30 pertanyaan yang akan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “ ANALISIS

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis komposisi kimia plat logam yang digunakan dalam pengelasan titik (Spot welding) dan juga untuk mengetahui sejauh mana

[r]