• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, demikian pula sektor-sektor industri yang lainnya. Kegiatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. manusia, demikian pula sektor-sektor industri yang lainnya. Kegiatan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Untuk bertahan hidup manusia membutuhkan pangan, papan dan pakaian oleh karenanya pemenuhan kebutuhan hidup manusia seperti pangan, papan dan pakaian adalah pasar yang strategis bagi dunia usaha perdagangan baik secara nasional maupun internasional. Terlebih lagi seiring bertambahnya jumlah penduduk dunia dan perkembangan jaman yang terus maju dan modern berdampak pada intensitas kebutuhan hidup manusia yang terus mengalami peningkatan. Sektor-sektor industri dalam bidang pangan (makanan) yang merupakan kebutuhan utama manusia mulai memproduksi berbagai jenis makanan yang dibutuhkan oleh manusia, demikian pula sektor-sektor industri yang lainnya. Kegiatan sektor–sektor industri tersebut merupakan salah satu tolak ukur kemajuan hidup manusia. Industri menjadi suatu bagian dari kegiatan ekonomi yang bersifat produktif dimana berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin banyak pula kebutuhan masyarakatnya. Dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup manusia tersebut terdapat peran besar dari para pihak-pihak dalam dunia industri termasuk di dalamnya adalah usaha perdangangan.

(2)

Kegiatan usaha perdagangan tersebut berlaku di mana saja, baik bagi mereka yang berada di Afrika, Antartika, maupun Indonesia sendiri. Perdagangan bisa melewati batas geografis suatu negara dan bisa terjadi tanpa harus ada tatap muka antara penjual dan pembeli. Dengan adanya perdagangan antar negara akan menguntungkan suatu negara, sehingga banyak negara yang melakukan perdagangan dengan negara lain. Perdagangan internasional itu sendiri sudah terjalin sejak masa kuno, ribuan tahun sebelum masehi yaitu perdagangan antar kerajaan. Pada waktu itu transaksi dilakukan dengan cara barter, meskipun ada juga yang sudah menggunakan mata uang dari logam ataupun perak.

Para pelaku yang berperan dalam usaha perdagangan yang merupakan bagian dari sektor industri secara umum hanya terlihat sebagai hubungan antara konsumen dengan produsen saja. Padahal secara faktual pemerintah dan pihak-pihak lain seperti asosiasi usaha perdagangan turut serta bahkan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan pada sektor industri. Mengenai hal itu sejalan pula dengan Undang-undang Dasar 1945, Pasal 33 Ayat (4) yang menyatakan bahwa: “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional."1

      

(3)

Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa maju mundurnya perekonomian nasional adalah sangat bergantung kepada pemerintah, pelaku usaha dan seluruh masyarakat Indonesia. Sedangkan penerapan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi sosial tersebut beriringan dengan keinginan upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia agar dapat berjalan baik, lancar dan memberikan dampak yang positif dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia tersebut maka peranan industri dan usaha perdagangan berperan serta dalam upaya menstabilkan perekonomian nasional.

Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang terjadi pada saat ini baik di tingkat nasional maupun internasioal ditandai dengan bertambah luasnya bidang-bidang usaha yang terbuka dan dapat dilakukan oleh berbagai macam usaha yang terbuka yang dilakukan oleh berbagai perusahaan yang sudah ada maupun yang semula menitikberatkan pada sektor produksi barang dan/atau jasa, mulai beralih pada bidang lain yang ternyata juga potensial, dan mempunyai sifat atau karakteristik yang khusus. Bidang usaha tersebut adalah satu bidang usaha yang mempunyai kegiatan dengan menempatkan dirinya sebagai mediator

(4)

antara perusahaan produsen barang dan/atau jasa dengan konsumen atas dasar sistem keagenan dan distribusi.2

Pemasaran adalah kunci suksesnya pendistribusian produk-produk pangan yang dibutuhkan masyarakat. Terlebih lagi pemasaran tidak bisa langsung ditangani sendiri oleh satu perusahaan sebagai produsen dan pedagang, karena satu perusahaan tidak akan sulit berkembang dan maju apabila memproduksi, memasarkan dan termasuk menjual produknya langsung ke masyarakat secara sekaligus terlebih lagi jangkauan pasar

yang tersebar di berbagai daerah melalui pasar lokal dan pasar regional. Oleh karenanya produsen tidak menjual barang dan jasa langsung

kepada konsumen, tetapi menjualnya melalui pedagang perantara atau

middle man seperti agen, distributor ataupun memberikan lisensi untuk

memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa melalui sistem

franchise.3 Peranan pemasaran dalam industri telah diakui peranannya dikalangan pengusaha guna mempertahankan keberadaannya dalam mengembangkan usaha dan mendapat keuntungan. Dengan semakin banyaknya jumlah dan jenis produk yang masuk ke pasaran untuk dijual yang akhirnya akan menimbulkan masalah baru bagi usaha industri, misalnya dengan adanya persaingan yang semakin ketat antara perusahaan dalam memasarkan hasil produksinya. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran tersebut, maka kegiatan saluran distribusi       

2 Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Laporan Pengkajian Tentang

Beberapa Aspek Hukum Perjanjian Keagenan dan Distribusi, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1994, hlm. 1.

(5)

barang dari produsen ke konsumen harus dilakukan dengan efektif dan efisisen, hal mana merupakan salah satu kegiatan dalam mencapai tujuan dibanding dengan kegiatan lainnya. Tujuan dari kegiatan saluran distribusi barang yang dijalankan oleh perusahaan tidak lain adalah untuk memberi kemudahan kepada konsumen sehingga konsumen dapat dengan mudah memenuhi kebutuhannya. Ada 4 macam saluran distribusi untuk mencapai pemakaian industri adalah:

a. Produsen- Pemakai Industri;

b. Produsen- Distribusi Industri- Pemakai Industri; c. Produsen – Agen- Pemakai Industri;

d. Produsen- Agen- Distributor Industri- Pemakai Industri;

Setiap perusahaan tentunya berbeda-beda dalam memilih saluran distribusi karena harus memperhatikan berbagai macam faktor antara lain menyangkut pertimbangan pemasaran, pertimbangan barang, dan pertimbangan perantara/agen/distributor. Keagenan adalah hubungan hukum antara pemegang merk (prinsipal) dengan suatu perusahaan, dalam penunjukan untuk melakukan perakitan/ pembuatan/ manufaktur serta penjualan/distribusi barang modal atau produk industri tertentu. Prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seorang agen, sepanjang hal tersebut dilakukan dalam hal batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya, apabila seorang agen ternyata bertindak melampaui batas kewenangannya, maka agen tersebut yang bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang di

(6)

perbuatnya. Distributor adalah perantara yang menyalurkan produk dari pabrikan ke pengecer, produk tersebut dikirimkan ke suatu distributor, distributor tersebut kemudian menjual produk tersebut ke pengecer atau pelanggan. Dalam hubungan bisnis keagenan distributor adalah berbeda. Namun dalam praktik bisnis sehari-hari keduanya biasa digabungkan. Hukum keagenan di Indonesia memberi kebebasan antara prinsipal dan agen untuk menjalin hubungan hukum melalui penunjukan yang dibuat secara sepihak dari prinsipal atau perjanjian tunduk kepada ketentuan mengenai perikatan dari hukum perdata, tentu keduanya mempunyai implikasi hukum yang berbeda. Dilihat dari wajib daftar perusahaannya, maka hubungan hukum keagenan, terjadi karena adanya "perjanjian" atau "pendaftaran." Sebagai penentu adanya legalitas hubungan keagenan maka pendaftaran merupakan norma hukum yang bersifat imperatif, yang tidak dapat dikesampingkan oleh

para pelaku bisnis keagenan, disamping itu apabila hubungan penentu hubungan keagenan adalah berdasarkan perjanjian, maka pendaftaran

hanya merupakan complementary (pelengkap) yang dapat

dikesampingkan. Perselisihan hukum terjadi biasanya disebabkan terutama menyangkut tata cara pengakhiran. Siapakah yang dimaksud dengan “pihak", versi prinsipal, pihak adalah hanya agen saja, sementara versi agen, pihak adalah baik prinsipal maupun agen. Standar atau ukuran untuk menilai kegiatan yang tidak memuaskan dari pihak agen penunjukkan agen lain sebelum ada penyelesaian tuntas.

(7)

Lemahnya sistem pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak keagenan. Disamping itu masih ada anggapan bahwa agen hanyalah sebatas

working relationship, bukan sebagai partnership dari prinsipal yang

kemudian berujung pada habis manis sepah dibuang, setelah melakukan berbagai upaya untuk membangun channel of distribution, promosi,

pemasaran, dan lain-lainnya. Hubungan keagenan umumnya berakhir pada saat meninggalnya prinsipal. Prinsipal umumnya juga dapat mengakhiri keagenan dengan memberikan pemberitahuan kepada agen, kecuali apabila hubungannya diatur berdasarkan perjanjian tertentu dimana ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam perjanjian harus benar-benar diperhatikan. Dalam hal inipun, pengadilan tidak dapat memerintahkan pelaksanaan tindakan tertentu dari perjanjian, yang mana kemudian keagenan dapat diakhiri dengan memperhatikan hak agen untuk menuntut ganti rugi karena alasan cidera janji. Dalam kasus-kasus keagenan terselubung, perjanjian awal adalah perjanjian yang dibuat antara pihak ketiga dan agen dalam kapasitas pribadinya. Oleh karena pihak ketiga yakin bahwa ia berhubungan dengan agen, dan agen tidak mengadakan perjanjian dalam kapasitas sebagai perwakilan, maka agen secara jelas mengemban tanggung jawab pribadi berdasarkan perjanjian. Dengan demikian, agen dapat menuntut dan dituntut berdasarkan perjanjian, akan tetapi, karena agen sebenarnya bermaksud bertindak atas nama prinsipal, prinsipal berhak untuk terlibat dalam perjanjian yang diadakan apabila prinsipal ingin

(8)

melakukannya dan umumnya hak agen untuk menuntut harus beralih kepada prinsipal. Oleh karenanya, prinsipal dapat menuntut berdasarkan perjanjian dan pada waktu yang bersamaan, apabila keberadaannya diketahui oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga dapat memilih apakah akan melaksanakan perjanjian itu terhadap prinsipal atau terhadap agen. Pihak ketiga harus memilih terhadap siapa ia akan melaksanakan perjanjian, ia tidak dapat melaksanakan perjanjian terhadap keduanya. Para pelaku usaha dalam melakukan pendistribusian produk tersebut tentunya adalah berdasarkan pada suatu perjanjian yang dibuat dan disepakati serta ditandatangani oleh para pihak, sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Bahwa para pelaku usaha dalam melakukan hubungan dalam rangka pendistribusian produk dan penunjukan perantara/distributor atau agen dalam rangka memasarkan hasil produksi adalah berdasarkan pada suatu perikaratan/perjanjian, hal ini karena semua hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam usaha perdagangan khususnya pendistribusian produk industri tersebut akan lebih jelas dan lebih mengikat para pihak apabila dituangkan dalam perjanjian. Secara teori perjanjian adalah perbuatan hukum bersegi dua, karena untuk terjadinya perbuatan hukum yang dimaksud diisyaratkan adanya kata sepakat antara para pihak. Perjanjian menimbulkan suatu perikatan antara dua orang atau lebih yang membuatnya. Kesepakatan menurut hukum adalah kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang

(9)

bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan dan pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam4.

Perjanjian yang dibuat tersebut akan menimbulkan hak bagi satu pihak dan kewajiban bagi pihak lainnya dan hak serta kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh para pihak yang membuat perjanjian. Dari peristiwa tersebut maka timbul suatu perikatan diantara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.5 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

dengan adanya perjanjian maka memunculkan adanya perikatan.

Perikatan didefinisikan sebagai suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.6 Perikatan dapat lahir dari

perjanjian atau undang-undang seperti yang disebutkan dalam pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).7 Perikatan

yang timbul baik dari perjanjian maupun undang-undang akan melahirkan hak dan tanggung jawab yang dapat dituntut serta harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Namun dasar lahirnya perikatan tersebut mempunyai akibat yang berbeda bagi para pihak. Dalam perikatan yang lahir dari perjanjian akibat yang timbul dikehendaki oleh

      

4 Guse Prayudi, Seluk Beluk Perjanjian, cet III, Pustaka Pena, Yogyakarta, 2008, hlm 6. 5 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. 19, PT.Intermasa, Jakarta, 2002, hlm .1.

6 Subekti, Hukum Perjanjian, cet. 18, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm.1.

7 Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata(Burgerlijk wetboek), terjemahan Subekti dan

(10)

para pihak sedangkan dalam perikatan yang lahir dari undang-undang, akibat hukum yang timbul ditentukan oleh undang-undang yang mungkin saja tidak dikehendaki oleh para pihak.8 Adanya perbedaan

sumber perikatan tersebut berpengaruh pada bentuk gugatan jika salah satu pihak nantinya tidak memenuhi hak dan kewajibannya.

Perikatan yang lahir dari perjanjian karena antara para pihak yang sepakat mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian. Pada perikatan ini, jika salah satu pihak merasa bahwa pihak lain tidak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya, maka pihak tersebut dapat menuntut pemenuhan hak-haknya dengan memberikan teguran tertulis (somasi) dan/atau mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan terhadap pihak yang wanprestasi terhadap perjanjian. Sedangkan perikatan yang lahir karena undang timbul karena dua sebab, yaitu perikatan karena undang-undang yang menyatakan bahwa antara pihak-pihak yang disebutkan undang-undang mempunyai perikatan/ hubungan hukum, dalam hal ini subjek hukumnya pasif. Dan perikatan yang bersumber sebagai akibat perbuatan manusia. Perikatan yang bersumber dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia mengandung arti bahwa dengan dilakukannya serangkaian tingkah laku seseorang, maka undang-undang melekatkan akibat hukum berupa perikatan terhadap orang tersebut. Tingkah laku seseorang tadi mungkin merupakan perbuatan yang

      

(11)

menurut hukum (dibolehkan undang-undang) atau mungkin pula merupakan perbuatan yang tidak dibolehkan undang-undang (melawan hukum).9 Hal ini juga disebutkan dalam KUHPerdata pasal 1352 yaitu:

perikatan yang dilahirkan demi undang, timbul dari undang-undang saja, atau lahir dari undang-undang-undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.10 Pelanggaran terhadap perikatan yang timbul karena

undang-undang ini dapat juga digugat dengan gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada pasal 1365 KUHPerdata.

Dengan demikian gugatan wanprestasi adalah berbeda dengan gugatan perbuatan melawan hukum, hal ini karena gugatan wanprestasi lahir karena pelanggaran terhadap perjanjian, dalam artian bahwa sebelumnya telah terdapat hubungan kontraktual antara para pihak yang bersengketa, sedangkan gugatan perbuatan melawan hukum lahir karena pelanggaran terhadap perikatan yang timbul karena undang-undang, tidak ada hubungan kontraktual antar para pihak. Namun yang terjadi saat ini, gugatan wanprestasi maupun gugatan perbuatan melawan hukum, telah mengalami penipisan perbedaan. Pelanggaran terhadap perjanjian diajukan dengan gugatan perbuatan melawan hukum. Pembatalan perjanjian secara sepihak sehingga menimbulkan kerugian yang dijadikan dasar gugatan perbuatan melawan hukum, hal tersebut menjadi salah satu gejala penipisan perbedaan tersebut. Gugatan perbuatan melawan hukum

      

9 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, cet. 1, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hlm.31.

(12)

ini digunakan agar pihak yang menggugat tetap dapat menuntut hak-haknya, tanpa harus menyandarkan dasar gugatannya pada perjanjian sebelumnya, dengan alasan perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak telah dibatalkan. Sesuai ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan apabila memiliki tiga syarat yaitu perjanjian timbal balik, harus ada wanprestasi dan putusan hakim.

Bahwa terjadinya gugatan perdata yang diajukan oleh salah satu pihak karena merasa dirugikan oleh pihak lain, yang awalnya adalah karena adanya hubungan hukum perdata yang tertuang dalam perjanjian yang didalamnya mengandung klausul-klausul yang wajib dilaksanakan oleh para pihak yang membuatnya termasuk klausul pilihan yuridiksi hukum ketika terjadi sengketa perdata. Namun dalam prakteknya hal tersebut diabaikan, pihak yang dirugikan cenderung menerapkan gugatan perbuatan melawan hukum ketimbang gugatan wanprestasi ataupun arbitrase sesuai pilihan hukumnya, sehingga akibatnya gugatan tersebut ditolak atau dinyatakan tidak diterima oleh majelis hakim yang memeriksa dan mengadili gugatannya.

Oleh karena itu, dalam tesis ini, penulis akan mencoba menelaah apakah gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata sudah tepat diajukan terhadap pihak yang telah melakukan perbuatan yang merugikan meskipun telah terikat dalam perjanjian distribusi makanan dan apakah pembatalan perjanjian dapat dilakukan secara sepihak serta pelaksanaan pilihan yuridiksi hukum dalam

(13)

perjanjian apabila terjadi sengketa para pihak. Dan sebagai bahan referensi dalam penulisan ini, maka penulis akan mengangkat 2 (dua) kasus perdata menonjol yang berkaitan dengan gugatan perbuatan melawan hukum akibat adanya pembatalan perjanjian distribusi makanan secara sepihak di pengadilan dengan hasil putusan yang berbeda, yaitu: i). Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tingkat Peninjauan Kembali Nomor 89 K/Pdt/2010, tertanggal 19 November 2010 antara PT. Smak Snack, berkedudukan di Jakarta melawan PT. Effem Foods Inc., berkedudukan di Singapura dan PT. Effem Indonesia, berkedudukan di Ujung Pandang dan ii) Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2973 K/Pdt/2011, tertanggal 29 Juni 2012 antara PT Promex Inti Corporatama, berkedudukan di Jakarta melawan 1. Lee Kum Kee (International) Limited; 2. Lee Kum Kee Co. Ltd. Berkedudukan di Hongkong; 3. PT Sukanda Djaya, berkedudukan di Bekasi dan Badan POM Republik Indonesia, berkedudukan di Jakarta, dengan hasil putusan yang berbeda.

Hal ini guna mengetahui langkah upaya hukum yang harus diambil secara tepat oleh para pihak apabila terjadi sengketa perdata, sehubungan adanya pemutusan perjanjian distribusi makanan secara sepihak sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang terikat dalam perjanjian, apakah melalui gugatan perdata atau gugatan lainnya sesuai pilihan hukum dalam perjanjian yang telah dibuat dengan tujuan agar upaya hukum yang ditempuh tidak sia-sia mengingat waktu dan biaya yang akan

(14)

dikeluarkan dalam melakukan upaya hukum perdata dimaksud. Demikian sebelum melakukan gugatan haruslah mengetahui dasar hukum yang akan dipergunakan yaitu wanprestasi atau gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata di pengadilan atau arbitrase sebagaimana pilihan hukum yang telah disepakati dalam perjanjian distribusi makanan.

B. Perumusan Masalah

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan penulis bahas di dalam tesis ini adalah, sebagai berikut:

1. Apakah telah tepat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, diajukannya gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUHPerdata didasarkan adanya pembatalan perjanjian distribusi makanan secara sepihak melalui pengadilan? 2. Bagaimana pelaksanaan pilihan yuridiksi hukum penyelesaian

semgketa melalui arbitrase sebagaimana tertuang dalam perjanjian dihubungkan dengan unsur kerugian yang dialami salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan dan manfaat penulisan tesis ini secara singkat, adalah sebagai berikut:

(15)

Tujuan Penelitian :

1. Untuk mengetahui penerapan hukum perdata yang tepat dalam upaya pengajuan gugatan perdata berdasarkan adanya pemutusan perjanjian distribusi makanan secara sepihak di pengadilan negeri;

2. Untuk mengetahui dampak pilihan hukum arbitrase dalam perjanjian distribusi makanan, apabila terjadi unsur kerugian yang dialami salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian distribusi dimaksud;

Manfaat Penelitian:

1. Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan bagi pembaca, masyarakat, bangsa dan negara dan masukan pelaku usaha, agen/distributor, rekan-rekan advokat dan untuk pemerintah serta para majelis hakim dalam penerapan hukum perdata dalam upaya hukum yang dipergunakan para pihak yang dirugikan akibat adanya pemutusan hukum sepihak atas perjanjian distributor makanan yang telah disepakati bersama;

2. Untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka memperbaiki sistem hukum perdata dan arbitrase nasional yang menjadi pilihan hukum para pihak yang mengalami perselisihan hukum akibat adanya pemutusan sepihak atas perjanjian distribusi makanan yang telah disepakatinya;

D. Keaslian Penulisan

Sepengetahuan penulis, bahwa permasalahan yang penulis teliti belum pernah dilakukan penelitian dan dipecahkan oleh peneliti terdahulu. Dari

(16)

hasil penelusuran penulis mengenai penulisan yang berkaitan pemutusan perjanjian distribusi makanan secara sepihak melalui studi pustaka dan internet maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1

No Nama, Tahun Judul Metode Hasil Perbedaan

01. . 02 PUTRI WINDA PERDANA 2012 CHRISTIN (2012) CLEAN BREAK SEBAGAI SYARAT PEMUTUSAN PERJANJIAN DISTRIBUSI SEPIHAK ATAS PENUNJUKKAN DISTRIBUTOR BARU TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN No. 89 PK/PDT/2010 tentang Perjanjian Distribusi antara PT Smak Snack, berkedudukan di Jakarta dengan PT Effem Food Inc dihubungkan dengan KUHPidana dan UU No. 40 Tahun 2007 Analisa Kepustakaan Data primer maupun data sekunder dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menggambar kan, menguraikan, dan menjelaskan sesuai dengan permasalahan Proses Clean Break tidak bisa diterapkan dalam pemutusan perjanjian secara sepihak Yang penulis tulis adalah soal upaya hukum dan pilihan hukum yang telah dipilih para pihak yang telah membuat perjanjian distributor namun membatal kannya secara sepihak.

Penelitian tesis dengan judul: “Penyelesaian Sengketa Pembatalan Perjanjian Distribusi Makanan Melalui Pengadilan" merupakan salah satu

(17)

upaya hukum perdata yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat adanya perbuatan yang menimbulkan kerugian kepadanya, meskipun telah terikat perjanjian yang tentunya mengikat para pihak dan berlaku sebagai undang-undang (asas pacta sun survanda) terlebih lagi

telah ada pilihan yuridiksi hukum yang telah ditetapkan oleh para pihak sebagaimana tertuang dalam perjanjian. Hal ini berpedoman pada adanya beberapa putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan putusan pengadilan negeri yang menolak gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat adanya pembatalan perjanjian distribusi secara sepihak dengan alasan hukum karena para pihak telah terikat dengan pilihan hukum penyelesaian sengketa adalah melalui arbitrase.

Bahwa gugatan perdata perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata terhadap pihak yang merugikannya akibat pembatalan perjanjian distribusi secara sepihak, apakah telah tepat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku baik hukum perdata, hukum keagenan dan peraturan hukum lainnya yang berkaitan dengan keagenan/distributor? dan bagaimana dengan pihak yang telah memilih yuridiksi hukum penyelesaian sengketa melalui arbitrase, sementara perjanjian distribusi yang mengikat para pihak dalam perjanjian distribusi tersebut telah dibatalkan secara sepihak oleh salah satu pihak sebelumnya, sehingga timbul kerugian dan oleh karenanya mau

(18)

mengajukan gugatan, adalah merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dibahas di dalam tesis ini adalah murni hasil pemikiran dari peneliti yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, serta penerapan hukum perdata dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Kampus Jakarta dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap tesis ini.

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan yang diperoleh dari pelaksanaan pengabdian ini adalah pelaksanaan manajemen penanganan pasca panen lengkuas dalam mitra Kelompok Tani Amanah lebih

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang dan rahmatNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Penerapan Metode Quiz Team

ia.a pengolahan darah dan s9reening setiap kantong : Rp 00000000000000000000  Dengan ini men.atakan baha sa.a DokterBBBBBBCCCCCCCCCCCCCCCCCC telah menerangkan hal4hal di atas

Selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan, Praktikan menyadari masih terdapat kekurangan dari sisi Praktikan atau sebagai mahasiswa, maka diharapkan bagi mahasiswa yang

sacegok mangke, tedahena pukulun, lawan nyandhang sasuwir iki, amba pan dereng wikan, padhange puniku, Purwa-duksina angucap, mirah ingsun wong ayu juwita mami, pilih kang

Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah melihat faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan pemberian Hak Guna Bangunan dalam rangka penanaman modal dan

Organ yang dimaksud adalah organ perusahaan seperti yang sudah diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada Pasal 1 ayat (2) dengan

Rata rata perubahan harga lahan pada radius <1 Km adalah 447% dari tahun 2000 hingga 2012.Beberapa faktor yang mendukung peningkatan harga lahan di radius