• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Desa adalah unit lembaga terkecil pemerintahan di Negara Kesatuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Desa adalah unit lembaga terkecil pemerintahan di Negara Kesatuan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Desa adalah unit lembaga terkecil pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, Desa dalam tata pemerintahan berada pada hirarki terendah dan merupakan ujung tombak pemerintahan, kondisi ini dikarenakan pemerintahan desa sangat berdekatan dengan masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari system penyelenggaraan pemerintah, sehingga desa mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.1 Sebagaimana prinsip dasar pembagian kekuasaan kekuasaan, badan Eksekutif perlu dibantu dan bekerjasama dengan Legislatif, baik pemerintah Pusat, maupun Daerah, tidak terkecuali pemerintah Desa. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Desa selaku eksekutor tidak bekerja sendiri, melainkan dibantu perangkat desa dan oleh lembaga lain, seperti Badan Permusyawaratan Desa (selanjutnya disingkat BPD) sebagai mitra kerja. Dapat disimpulkan bahwa keberadaaan BPD sebagai legislator merupakan wujud demokratisasi di tingkat pedesaan.

Badan Permusyawaratan Desa pada masa Orde Baru didasarkan pada UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahn Desa disebut dengan nama Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Pada dasarnya LMD adalah lembaga representatif dari masyarakat desa yang diharapkan akan mampu menjadi media agregasi

1 HAW Widjaja. 2004. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh. Cet. Kedua. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal. 3

(2)

dan artikulasi politik rakyat lewat para anggotanya. Namun karena semangat zamannya yang sangat sentralistik dan uniformistik melatarbelakangi lahirnya UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa sehingga keberadaan LMD hanyalah perpanjangan tangan dari Kepala Desa dan perangkatnya sebagai penguasa lokal. Kondisi seperti itu mengakibatkan terjadinya absolutisme kekuasaan Kepala Desa, sehingga masyarakat desa tidak berdemokrasi.

Tumbangnya rezim Orde Baru yang sentralistik, pada tahun 1998, digantikan rezim reformasi mengakibatkan terbukanya ruang bagi otonomi daerah. Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kesempatan pada pemerintahan desa untuk membangun pemrintahan yang otonom dan mandiri. Oleh karenanya, agar pemerintah desa dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, maka dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menggantikan Lembaga Musyawarah Desa (LMD) yang bertugas mengawasi dan mengontrol penyelenggaraan pemerintahan desa, serta berpartisipasi dalam membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Pemerintahan desa memiliki peran yang sangat signifikan untuk tugas yang penting. Menurut Moch Solekhan, tugas tersebut adalah “bagaimana menciptakan kehidupan demokratis, dan memberikan pelayanan sosial yang baik, sehingga dapat membawa warganya pada kehidupan yang sejahtera, tentram, aman dan berkeadilan.”2

2 Moch. Solekhan. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Malang: Setara Press. 2012. hal. 41

(3)

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, didalamnya mengatur tentang Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa maka diharapkan bahwa Pemerintah Desa dengan sungguh-sungguh dapat menjalankan roda pemerintahan desa serta menciptakan kehidupan yang demokratis dan memberikan pelayanan sosial yang optimal, sehingga dapat membawa masyarakat pada hidup yang sejahtera.

Pemerintahan Desa menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Nagara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang bertujuan membangun dan mensejahterahkan desa, maka Pemerintah Desa memerlukan mitra kerja yakni Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang diharapkan dapat memberikan masukan, menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan sebagaimana fungsinya.

Badan Permusyawaratan Desa yang kemudian disebut BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat

(4)

desa, juga harus menjalankan fungsi utamanya, yakni fungsi representasi (Perwakilan).3

Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu tentang fungsi Badan Permusyawaratan Desa dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya, fungsi Badan Permusyawaratan Desa belum optimal. Hal tersebut dikarenakan anggota BPD kurang mengoptimalkan waktu dalam menjalankan fungsinya, persoalan lainnya dikarenakan peraturan desa yang dihasilkan sebagai wujud fungsi legislasi dari BPD masih bersifat konvensional, serta faktor komunikasi. Faktor-faktor yang menjadi kendala BPD dalam menjalankan fungsinya adalah persoalan Sumber Daya Manusia, fasilitas, dana operasional, kurangnya bimbingan teknis, serta kurangnya koordinasi.4

Penelitian Phinanditia dengan judul, Fungsi dan Wewenang Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Kasus Badan Permusyawaratan Desa Di Desa Marga Jaya Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak). Permasalahan yang diambil dalam penelitiannya adalah: (1) Bagaimana pelaksanaan fungsi dan wewenang BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Margajaya Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak (2) Apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh BPD dalam pelaksanaan fungsi legislasi serta bagaimana langkah-langkah yang dilakukan

3 Sadu Wasistiono, MS. M Irawan Tahir, Si, Prospek Pengembangan Desa. Bandung: CV. Fokus Media, 2007. hal. 35

4 Uraian lebih lanjutnya dapat dilihat dalam, Phinanditia. 2010. Fungsi dan Wewenang Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Kasus Badan Permusyawaratan Desa Di Desa Marga Jaya Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak). Skripsi. http://repository.fisip-untirta.ac.id 15 Maret 2015 pukul 21:30; Prayoza Saputra. 2014. Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembentukan Peraturan Desa (Studi Kasus Di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi). Skripsi. http://repository.uinjkt.ac.id/ 15 Maret 2015 pukul 21:45

(5)

untuk mengatasi kendala-kendala pelaksanaan fungsi legislasi oleh BPD di Desa Margajaya Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak. Penelitian ini dilakukan di Desa Margajaya Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode pengambilan sampel dengan metode purposive sampling sehingga memungkinkan peneliti lebih memahami masalah yang terjadi di lapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan fungsi legislasi BPD didalam pemerintahan desa yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal 35 menyebutkan diantaranya bahwa BPD memiliki wewenang dalam membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa. Di dalam pembuatan Peraturan Desa melalui tahapan-tahapan yakni melalui tahap inisiasi, sosio-politis dan yuridis. Namun fungsi legislasi BPD belum dapat berjalan secara maksimal, hal ini ditunjukan dengan kurang komprehensipnya BPD Margajaya di dalam membingkai peraturan-peraturan desa yang masih bersifat konvensional atau kebiasaan ke dalam bentuk peraturan tertulis.

Penelitian lainnya, dari Prayoza Saputra, dengan judul penelitian

Oprimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembentukkan Peraturan Desa (Studi kasus di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi). Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang didalamnya dikombinasikan dengan metode komparatif, pengamatan dan studi kasus. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui peran Badan Permusayawaratan Desa di Desa Tridayasakti dalam

(6)

menjalankan fungsi legislasi desa dan optimalisasi perannya dalam pembentukan peraturan desa yang dapat menjadi acuan terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan desa yang sesuai menurut peraturan perundang-undangan khususnya Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 tahun 2008 tentang Pemerintahan Desa. Dari hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa Peran BPD di desa Tridayasakti belum cukup optimal dalam implementasi fungsinya sebagai legislator dan tidak sesuai dengan PerDa Kabupaten Bekasi No. 2 tahun 2008 dalam proses pembentukan peraturan desa serta banyak kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembentukan peraturan desa seperti komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala BPD dalam penyususnan dan penetapan PerDes ialah kesadaran masyarakat terhadap peraturan desa, kualitas kinerja aparatur desa dan BPD kurang baik, kurangnya anggaran dalam setiap menjalankan proses legislasi, dan kurangnya kualitas internal Badan Permusyawaratan itu sendiri.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu selain soal lokasi dan metode penelitian adalah soal perangkat perundang-undangan yang digunakan dalam penelitiaan. Perangkat perundang-undangan yang digunakan dua peneliti sebelumnya, masih menggunakan produk perundangan-undangan yang lama. Mengingat waktu penelitian mereka, masing-masing Phinanditia pada 2010 dan Prayoza Saputra pada 2014 sehingga penelitian tentang peran dan fungsi BPD masih menggunakan peraturan perundangan-undangan yang lama, yakni UU No 32 Tahun 2004, sementara penelitian ini menggunakan

(7)

peraturan yang terbaru. Di mana berdasarkan pasal 55 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menjelaskan bahwa Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:

a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian tentang Implementasi fungsi Badan Permusyawaratan Desa di Desa Harjokuncaran, serta kendala-kendala yang dihadapi BPD Harjokuncaran dan apa saja upaya mereka untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Oleh karenanya, penulis mengambil judul penelitian: Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi di Desa Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi fungsi Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan Pasal 55 Undang - Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa di Desa Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang? 2. Apa saja kendala yang dihadapi Badan Permusyawaratan Desa

Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang dalam menjalankan fungsinya?

(8)

3. Upaya apa saja yang dilakukan Badan Permusyawaratan Desa Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang dalam mengatasi berbagai kendala dalam menjalankan fungsinya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujan:

1. Untuk mengetahui dan mengkaji implementasi fungsi Badan Permusyawaratan Desa Pasal 55 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di Desa Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji kendala yang dihadapi Badan Permusyawaratan Desa Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang dalam menjalankan fungsinya.

3. Untuk mengetahui dan mengkaji upaya-upaya yang dilakukan Badan Permusyawaratan Desa Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang dalam mengatasi berbagai kendala dalam menjalan fungsinya.

D. Manfaat Penelitian dan Kegunaan

d.1.Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis sendiri dan pihak – pihak terkait:

1. Untuk Penulis

Sebagai salah satu prasyarat untuk meraih gelar sarjana hukum, dan juga untuk menambah wawasan yang baru kepada penulis, selaku calon

(9)

pemimpin masa depan bangsa. 2. Untuk Badan Permusyawaratan Desa

Untuk BPD agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik sesuai dengan perintah yang tertuang didalam peraturan perundang-undangan yang ada.

3. Untuk Masyarakat

Dari hasil penelitian ini, besar harapan penulis agar masyarakat, terlebih khususnya masyarakat desa, dapat mengetahui fungsi dari pada Badan Permusyawaratn Desa, suatu lembaga yang menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat demi terciptanya tatanan sosial, ekonomi dan budaya desa yang mapan.

4. Untuk Pemerintah Desa

Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pemerintah desa, dalam hal memaksimalkan kinerja kepala desa dalam pembangunan dan kemakmuran masyarakat desa.

d.2.Kegunaan

Secara akademis, penulis berharap agar dapat memperbaiki sistem pemerintahan di tingkat desa yang berkaitan dengan fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang lebih bertanggungjawab.

E. Metode Penelitian

(10)

menggunakan metode pendekatan, sebagai berikut : 1) Metode Pendekatan

Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yakni melihat hukum sebagai perilaku manusia dalam masyarakat. Pendekatan yuridis sosiologis ini bertujuan untuk melihat fakta hukum di lapangan apakah sudah sesuai dengan yang seharusnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

2) Penentuan Lokasi

Lokasi atau tempat penelitian yang dipilih, yakni di Desa Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Alasan pemilihan Desa Harjokuncaran ini adalah karena penulis melihat peran pemerintah desa telah optimal dalam melakukan pelayanan publik, seperti contoh yang penulis temukan di lapangan, pemerintah desa dalam menyalurkan beras miskin (raskin) dan pendataan untuk pendaftaran pembuatan KTP. Akan tetapi penulis tidak melihat adanya keberadaan atau aktivitas BPD dalam menjalankan fungsinya sebagai mitra kerja dari pemerintah desa, sehingga penulis merasa tertarik mengambil Desa Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang sebagai obyek penelitian. 3) Jenis Data

a) Data Primer: adalah jenis data, dokumen tertulis, file, rekaman, informasi, pendapat, dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang utama/pertama.

(11)

file, rekaman, informasi, pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber kedua (Sekunder-buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu, dan lain-lain).

c) Data Tersier: adalah jenis data mengenai pengertian baku, istilah baku yang diperoleh dari Ensiklopedi, Kamus, Glossary, dan lain-lain.

4) Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Dalam hal teknik pengumpulan data penelitian, penulis menggunakan teknik pengumpulan data penelitian sebagai berikut:

a. Observasi:

Observasi adalah penulis akan melakukan pencarian data secara langsung di lokasi penilitian untuk menemukan data-data yang terkait dengan penilitian yang dilakukan oleh penulis.

b. Wawancara:

Wawancara yang digunakan oleh penulis adalah wawancara langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, masing-masing, Ach Tukat selaku Sekretaris Desa, Khoirin selaku Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa Harjokuncaran, Sobikin selaku anggota Badan Permusyawaratan Desa, Ibu Tumyana dan Bapak Bakri, sebagai masyarakat desa Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.

c. Studi kepustakaan:

Studi kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang terdapat dalam buku-buku, literatur,

(12)

peraturan perundang-undangan, jurnal, penilitian sebelumnya, serta media massa massa yang terkait dengan penilitian. Kemudian data-data tersebut akan di sesuaikan dengan kebutuhan jenis data.

d. Studi Dokumentasi

Studi Dokumentasi, yaitu penilitian yang dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, seperti majalah, koran, bulletin, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penilitian.

e. Studi Internet

Studi internet yaitu, penulis melakukan penelitian atau pencarian data melalui situs internet atau website yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti.

5) Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penulisan hukum yang sosiologis adalah analisa yang dilakukan setelah penulis melakukan pengumpulan data, baik yang berasal dari studi lapangan maupun studi kepustakaan dianggap cukup, maka data akan diolah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu metode penilitian kualitatif yang menggambarkan atau melukiskan fenomena yang diteliti secara sistematis, faktual dan akurat. Melalui metode ini penulis menganalisis obyek penilitian dalam bentuk uraian, pengertian atau penjelasan. Analisa data secara kualitatif terhadap data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan data sekunder dijabarkan secara deskriptif dan normatif didasarkan dari kondisi dilapangan tentang

(13)

implementasi fungsi badan permusyawaratan desa di desa harjokuncaran kecamatan sumbermanjing wetan kabupaten Malang.

F. Rencana Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terdiri dari 4 Bab yang tersusun secara berurutan, mulai dari Bab I sampai Bab IV, secara garis besar dan dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Berisi deskripsi atau uraian tentang bahan-bahan teori, doktrin atau pendapat sarjana, dan kajian yuridis berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, kajian terdahulu terkait topik atau tema yang diteliti yaitu berisi tinjauan umum tentang Pemerintahan Desa, tinjauan umum tentang Badan Permusyawaratan Desa, tinjauan umum tentang teori efektivitas hukum dan tinjauan umum tentang Badan Permusyawaratan Desa dalam peraturan perundang-undangan .

BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan

(14)

Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, implementasi fungsi Badan Permusyawaratan Desa Harjokuncaran, kendala yang dihadapi Badan Permusyawaratan Desa Harjokuncaran dan upaya Badan Permusyawaratan Desa Harjokuncaran.

BAB IV : Penutup

Berisi tentang kesimpulan dan saran sesuai fokus yang diteliti.

Referensi

Dokumen terkait

Menyimak kuliah dari dosen, tanya jawab, mengerjakan tugas, diskusi Membuat rumusan pendekatan pembelajran dalam IPA (Sains)1. LCD , OHP Kapita Selekta

Atas dasar ketentuan tersebut, jelas menunjukkan betapa permohonan keberatan a quo, adalah kadaluarsa, mengingat baik Surat Keputusan KPU Banggai Kepulauan Nomor 21 Tahun

(1) Kepala Dinas mempunyai tugas merumuskan, menyelenggarakan, membina dan mengevaluasi penyusunan dan pelaksanaan urusan pemerintahan daerah serta tugas pembantuan

Diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Pejabat Pengadaan Barang/Jasa pada Satuan Kerja Kantor Kementerian Agama Kabupaten Boalemo menurut ketentuan –

Pada tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Dental Aesthetic Index (DAI) yaitu sebesar 55% sampel pada kategori tidak/sedikit memerlukan perawatan (tidak

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menghasilkan media pembelajaran fisika berupa modul berbasis inkuiri terbimbing pada pokok bahasan getaran, gelombang, bunyi, cahaya dan alat-alat

MP3EI ini merupakan gabungan pendekatan yang terstruktur yaitu spatial (kewilayahan) sekaligus sektoral dimana dalam koridor koridor ekonomi yang ditentukan di pulau pulau besar

Kegiatan pembelajaran tersebut berjalan 2 jam pelajaran akan tetapi diselingi dengan pemberian reward kepada anak dan pembelajaran dilakukan sesuai dengan