• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan sebagai manifestasi akibat lebih lanjut dari tingginya angka berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita serta tidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan (catch-up growth) yang sempurna pada masa berikutnya. Stunting juga berarti retardasi pertumbuhan linier dengan defisit pada panjang badan sebesar <-2 z score atau lebih pada indikator panjang badan menurut umur lebih menurut baku rujukan pertumbuhan (WHO 2005). Menurut Sudirman (2008), proses menjadi pendek atau stunting pada anak di suatu wilayah atau daerah miskin dimulai sejak usia 6 bulan, sementara menurut Soekirman et al., (2010) bahwa usia 0–24 bulan merupakan kesempatan emas untuk memperbaiki kualitas hidup anak sehingga sangat efektif dan efisien dilakukan intervensi untuk memperbaiki kualitas hidup generasi yang akan datang sedini mungkin.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak stunting yang berhubungan dengan fungsi kognitif anak antara lain yang dilakukan oleh Mendez dan Adair (1999) di Filipina ditemukan bahwa anak stunting pada umur 2 tahun secara signifikan memiliki tes skor kognitif yang lebih rendah dibanding dengan anak yang tidak stunting, khususnya anak dengan stunting yang berat. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Kar et al., (2008) ditemukan bahwa anak yang stunting menampilkan performa yang buruk pada tes perhatian, memori bekerja, memori belajar, dan kemampuan visuospasial, namun masih baik dalam koordinasi dan kecepatan gerak, sementara menurut Fernald dan Gertler (2008) yang melakukan penelitian pada anak usia 24-60 bulan di Meksiko menyatakan bahwa anak-anak yang menderita stunting memiliki kecenderungan untuk sekaligus mengalami obesitas dengan prevalensi diperkirakan mencapai 15%.

Masalah stunting semakin serius karena sebagian besar terjadi pada kelompok bayi dan balita. Masalah gizi pada bayi dan balita berdampak besar

(2)

terhadap perkembangan dan pertumbuhan pada masa bayi dan balita terutama pada dua tahun awal kehidupan karena dampak yang ditimbulkan tidak dapat dikembalikan, termasuk menjadi dewasa yang pendek, prestasi sekolah yang rendah, dan menurunkan produktivitas pada saat dewasa. (Black et al., 2008)

Balita yang stunting merupakan hasil dari masalah gizi kronis sebagai akibat dari asupan makanan yang kurang, ditambah dengan penyakit infeksi, dan masalah lingkungan (Semba et al., 2008). Stunting pada balita dipengaruhi oleh riwayat gizi ibu seperti kekurangan energi kronis (KEK) dan anemia gizi besi (AGB). Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal, dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil. Pertumbuhan janin yang jelek dari ibu hamil dengan keadaan KEK akan menghasilkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (Almatsier, 2001). Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada kondisi yang baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pongou et al., (2006) dan Ramli et al.,(2009) menyatakan bahwa sosial ekonomi keluarga yakni pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan keluarga merupakan faktor resiko terjadinya stunting pada anak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Zere dan McIndyre (2003) yang dilakukan di Afrika Selatan menemukan bahwa angka stunting lebih banyak ditemukan pada daerah miskin dengan tingkat ekonomi rumah tangga yang rendah. Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan juga menjadi faktor resiko terjadinya stunting (Wamani et al., 2007). Sementara menurut Soekirman (2000) pokok masalah gizi adalah rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh yang kurang baik, pola makan yang tidak seimbang, sanitasi lingkungan yang buruk serta pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan kesehatan, disamping juga faktor genetik, berat badan lahir rendah, pendidikan orang tua, umur orang tua, status imunisasi, penundaan usia pernikahan (Soekirman, 2000).

(3)

Pada tahun 2000, World Health Organisation (WHO) sudah memprediksi jumlah balita stunting di dunia sebesar 33% atau 180 juta anak usia kurang dari lima tahun menderita stunting. Afrika Selatan merupakan benua terbesar angka rata-rata penderita balita stunting yaitu sebesar 48% disusul kemudian Asia Utara sebesar 44% dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang cepat.(ACC/SCN, 2000). Sementara itu, di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevalensi pendek pada balita sebesar 35,7 % sedangkan balita sangat pendek pada tahun 2010 sebesar 18,5 %. Kondisi ini menunjukan bahwa prevalensi anak stunting di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Asia (Kementerian Kesehatan, 2011).

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki empat kabupaten yaitu Kulonprogo, Bantul, Sleman, Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta. Berdasarkan profil dinas kesehatan DIY 2012, prevalensi stunting di kota Yogyakarta pada tahun 2012 sebesar 15,92%. Prevalensi stunting ini diperkirakan akan semakin bertambah mengingat jumlah balita gizi buruk di kota Yogyakarta menempati prevalensi paling tinggi dibandingkan pada empat kabupaten lain di provinsi DIY. Sementara itu, prevalensi KEK di kota Yogyakarta sejak tahun 2009 hingga tahun 2010 cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 18,6% menjadi 21,59%. (Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, 2012)

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kurang energi kronis pada ibu hamil dengan kejadian stunting pada anak balita khususnya usia 6-24 bulan di kota Yogyakarta sebagai salah satu bentuk penanggulangan stunting sehingga prevalensi stunting tidak meningkat di Kota Yogyakarta. Variabel lain yang akan diteliti disamping KEK adalah pendapatan keluarga, pendidikan ibu, besar keluarga dan jenis kelamin.

B. Perumusan Masalah

Uraian dalam latar belakang masalah di atas memberi dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian apakah terdapat hubungan antara KEK

(4)

pada ibu hamil dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kota Yogyakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan KEK pada ibu hamil dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan.

D. Manfaat Penelitian

1. Menambah informasi dan pengetahuan bagi peneliti dan lembaga pendidikan tentang hubungan KEK dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di kota Yogyakarta.

2. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah khususnya dinas dan instansi terkait dalam pengambilan kebijakan penanggulangan stunting pada balita. 3. Bagi masyarakat sebagai informasi tentang faktor-faktor penyebab, dampak

dan cara penanggulangan stunting pada anak usia 6-24 bulan. E. Keaslian Penelitian

Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini sepanjang pengetahuan peneliti antara lain :

1. Reyes, et al (2004) The family as a determinant of stunting in children living in conditions of extreme poverty: A case-control study. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor keluarga yang dominan dalam mempengaruhi terjadinya stunting pada anak usia 6-24 bulan di wilayah pedesaan dan perkotaan di Mexico. Metode penelitian adalah restrospektif case-control study. Hasil penelitian menunjukan bahwa di wilayah pedesaan pekerjaan ayah sebagai petani dan perawatan anak berhubungan dengan meningkatnya risiko kejadian stunting, sedangkan di perkotaan pekerjaan ayah yang tidak stabil, jaringan sosial pelayanan anak dan rendahnya kehadiran pada kegiatan program anak meningkatkan resiko stunting pada anak. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada rancangan penelitian, variabel dependen yaitu stunting dan sebagian variabel independen. Perbedaannya terletak pada beberapa variabel independen. (Reyes et al., 2004) 2. Biswas and Bose, (2009). Sex differences in the effect of birth order and

(5)

from eastern India. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pendidikan orang tua dan urutan kelahiran berpengaruh pada kejadian stunting pada anak laki-laki dan perempuan pada sampai pada usia pra sekolah di Bengalee India bagian timur. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendidkan ibu dan urutan kelahiran lebih dari tiga dan kurang dari dua sebagai prediktor yang kuat pada anak perempuan untuk meningkatkan risiko stunting. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel independen yaitu pendidikan orang tua, variabel dependen yaitu stunting. Perbedaanya terletak pada metode penelitian dan usia sampel penelitian.(Biswas and Bose, 2010) 3. Larrea and Kawachi (2004). Does economic inequality affect child

malnutrition? The case of Ecuador. Tujuan pokok dari Penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi antara lain pendapatan per kapita, pendidikan orang tua, kondisi rumah tangga, akses terhadap pelayanan kesehatan, etnis, usia ibu dan makanan keluarga terhadap kejadian stunting pada anak usia dibawah lima tahun di Ecuador dengan metode penelitian studi kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketidak setaraan ekonomi dan sosial antara lain pendapatan per kapita, pendidikan orang tua, kondisi rumah tangga, akses terhadap pelayanan kesehatan, etnis dan kualitas makanan keluarga berhubungan dengan kejadian stunting pada anak. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel independen yaitu sosial ekonomi dan variabel dependen yaitu stunting. Perbedaannya terletak pada metode penelitian dan sampel yang digunakan.(Larrea and Kawachi, 2005)

4. Astari., (2006) “Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian stunting anak usia 6-12 bulan di Kabupaten Bogor”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian stunting anak usia 6-12 bulan dengan desain penelitian cross sectional. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik keluarga, konsumsi air susu ibu (ASI), kandunagn seng dan kalsium dalam ASI yang dikonsumsi, makanan pendamping ASI (MP-ASI), morbiditas, pengasuhan dan faktor-faktor yang

(6)

berpengaruh terhadap kejadian stunting anak usia 6-12 bulan. Hasil uji regresi logostik menunjukan bahwa z-skor BB/U dan praktek pemberian makan merupakan faktor yang berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian stunting anak usia 6-12 bulan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel terikat yaitu stunting, sedangkan perbedaannya adalah pada variabel bebas dan desain penelitian.(Astari, 2006) 5. Sereebutra et al., (2006). Sociodemographic and environmental predictors of

childhood stunting in rural Guatemala. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor sosiodemografi dan lingkungan terhadap stunting pada anak-anak usia 30-80 bulan di Guatemala dengan metode penelitian cross sectional study. Hasil penelitian menunjukan berisiko bahwa anak yang diasuh oleh seorang pengasuh yang buta huruf lima kali menjadi stunting, jumlah anak lebih dari empat menjadi prediktor terhadap kejadian stunting. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel independen yaitu jumlah anak dan variabel dependen yaitu stunting, sedangkan perbedaannya terletak pada metode penelitian. (Sereebutra et al., 2006)

6. Bove et al., (2012) Stunting, overweight and child development impairment go hand in hand as key problems of early infancy: Uruguayan case. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keterkaitan dan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian stunting pada balita dengan desain case control study. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BBLR merupakan faktor risiko terhadap kejadian stunting dengan odd ratio (OR) 3,2, tinggi badan ibu kurang dari 160 cm, KEK, pendidikan yang rendah dan kemiskinan merupakan prediktor kejadian stunting. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel bebas dan pada variabel terikatnya sedangkan perbedaannya terletak pada pada desain penelitian.(Bove et al., 2012)

Referensi

Dokumen terkait

Model tersebut menggabungkan masalah pemilihan lokasi BTS (BTSL), masalah ketersediaan Frequency Channel Assigment (FCA), dan koneksi BTS ke jaringan yang semuanya

Tata letak usulan opsi 3 merupakan modifikasi dari tata letak usulan opsi 2, dimana tata letak opsi 2 dalam penentuan jarak antar mesin dilakukan secara

Berdasarkan hasil penelitian tentang adanya hubungan antara frekuensi kehamilan dengan hipertensi menunjukkan bahwa responden dengan kehamilan lebih dari satu kali banyak

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stunting pada balita yang salah satunya ialah status gizi ibu saat hamil, yang disebabkan karena tidak dapat

Each transformer shall be provided with 3 (three) approved devices for indicating the hottest spot temperatures of primary &amp; secondary windings and oil. Each

Ada hubungan signifikan antara kejadian stunting dengan pendidikan ibu balita, status gizi ibu saat hamil, asupan nutrisi balita, riwayat ISPA dan diare, serta

Kegiatan pameran memiliki sasaran untuk mempromosikan keberadaan dan kemampuan layanan jasa teknis Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda sehingga dapat

Dengan demikian setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama sebagaimana orang yang normal dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan,