• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Analisis Deskriptif

Metode pengumpulan data primer objek penelitian adalah wawancara dan FGD. Metode wawancara kepada petani dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Dari rencana sebanyak 64 kuesioner, kuesioner yang kembali sebanyak 58 kuesioner. Informasi dari 58 kuesioner tersebut, memberikan gambaran mengenai deskriptif tentang petani yang terlibat dalam penelitian ini. Analisis ini dilakukan terhadap karateristik identitas petani, yang meliputi profil : a) jenis kelamin, b) umur, c) pendidikan, dan d) lama bergabung dengan gapoktan.

5.1.1 Sebaran Petani Berdasarkan Jenis Kelamin

Karateristik petani penelitian berdasarkan jenis kelamin, digambarkan bahwa petani laki-laki sebanyak 44 orang atau sebesar 75,86% dan petani wanita sebanyak 14 orang atau sebesar 24,14%. Data ini mendekati komposisi petani berdasarkan jenis kelamin di populasi gapoktan Juhut Mandiri, dimana keanggotaan laki-laki sebesar 74,78% dan keanggotaan wanita sebesar 25,22%. Sebaran ini menggambarkan bahwa mayoritas anggota yang terlibat dalam usaha gapoktan adalah berjenis kelamin laki-laki.

(2)

5.1.2 Sebaran Petani Berdasarkan Usia

Usia mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis seseorang. Informasi mengenai usia petani dalam penelitian ini dibuat dalam 3 kategori kelompok umur, yaitu : 1) kelompok umur muda dengan rentang usia 15-29 tahun, 2) kelompok umur sedang dengan rentang usia 30-49 tahun, dan 3) kelompok umur tua dengan rentang usia 50-65 tahun. Secara rinci informasi mengenai usia petani adalah usia muda sebanyak 11 orang atau sebesar 18,96%, usia sedang sebanyak 33 orang atau sebesar 56,90%, dan usia tua sebanyak 14 orang atau sebesar 24,13%. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya manusia gapoktan berusia produktif, yaitu kisaran usia 30-49 tahun.

Gambar 11. Sebaran Petani Berdasarkan Usia

5.1.3 Sebaran Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan formal tertinggi yang dicapai oleh petani adalah SMA atau sederajat. Informasi mengenai usia petani dalam penelitian ini dibuat dalam 3 kategori kelompok pendidikan, yaitu : 1) kelompok pendidikan tidak tamat SD atau sederajatnya, 2) kelompok pendidikan tamat SD atau sederajatnya, dan 3) kelompok pendidikan tamat SMP-SMA atau sederajatnya. Secara rinci informasi mengenai tingkat pendidikan petani adalah tidak tamat SD atau sederajatnya

(3)

sebanyak 8 orang atau sebesar 13,79%, tamat SD atau sederajatnya sebanyak 48 orang atau sebesar 82,76%, dan tamat SMP-SMA atau sederajatnya sebanyak 2 orang atau sebesar 3,45%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal petani relatif rendah.

Merujuk kepada data BPS Kabupaten Pandeglang tahun 2010, ketersediaan tempat pendidikan formal relatif mencukupi untuk menampung kebutuhan pendidikan penduduk Kabupaten Pandeglang yang berjumlah 38.590 jiwa. Ketersediaan tempat pendidikan untuk strata TK atau sederajat sebanyak 30 sekolah, SD atau sederajat sebanyak 1.036 sekolah, SMP atau sederajat sebanyak 259 sekolah, SMA atau sederajat sebanyak 137 sekolah, dan perguruan tinggi sebanyak 5 sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa belum berimbangnya antara ketersediaan dan kebutuhan pendidikan formal. Jika merujuk kepada kebijakan pemerintah dengan program pendidikan gratis, diduga bahwa kesadaran belajar dalam jenjang pendidikan formal, belum sepenuhnya terbangun di masyarakat Kabupaten Pandeglang.

Gambar 12. Sebaran Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan 5.1.4 Sebaran Petani Berdasarkan Lama Bergabung

Informasi mengenai lama bergabung petani dalam penelitian ini dibuat dalam 3 kategori kelompok, yaitu : 1) lama bergabung X < 1 tahun, 2) lama

(4)

bergabung 2-3 tahun, dan 3) lama bergabung X > 3 tahun. Secara rinci informasi mengenai tingkat lama bergabung petani adalah X < 1 tahun sebanyak 3 orang atau sebesar 5,17%, lama bergabung 2-3 tahun sebanyak 18 orang atau sebesar 31,04%, dan X > 3 tahun sebanyak 37 orang atau sebesar 63,79%. Data tersebut menunjukkan bahwa petani yang terlibat dalam keanggotaan gapoktan adalah mayoritas petani yang ikut dari awal pendirian organisasi hingga penelitian ini dilakukan. Kondisi ini menjadi suatu keuntungan karena informasi umpan balik tentang proses aktivitas organisasi dari awal berdiri hingga kekinian berasal dari saksi sejarah pendirian Gapoktan Juhut Mandiri.

Gambar 13. Sebaran Petani Berdasarkan Lama Gabung

5.2 Analisis Kemampuan Kerja Pribadi dan Kemampuan Kerja Jabatan 5.2.1 Kemampuan Kerja Jabatan

Nilai KKJ diperoleh dari hasil pengumpulan data melalui pengisian kuesioner yang dilakukan oleh Ketua Gapoktan dan Ketua Kelompok Tani yang hasilnya diverifikasi oleh Penyuluh Lapang. Subtansi yang dinilai berdasarkan komponen yang terkait dengan pengelolaan organisasi (manajemen gapoktan) dan kemampuan petani (teknis ternak domba). Komponen organisasi terdiri dari :

(5)

bidang kemampuan perencanaan, kemampuan organisasi, kemampuan pelaksanaan, kemampuan pengendalian, dan kemampuan mengembangkan kepemimpinan kelompok. Sedangkan komponen kemampuan petani terdiri dari : bidang sarana dan peralatan, penyiapan bibit dan bakalan, pemeliharaan, panen dan pascapanen. Hasil pengolahan data KKJ seluruhnya berada pada kategori peringkat baik dengan skala 7-9, seperti yang disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Standarisasi Kemampuan Kerja Jabatan

No. Bidang Subjek Analisis Nilai

KKJ

Kategori Peringkat

1. Organisasi Kemampuan Perencanaan 8,9 Baik

Kemampuan Organisasi 9,0 Baik

Kemampuan Pelaksanaan 8,3 Baik

Kemampuan Pengendalian 8,7 Baik

Kemampuan Kepemimpinan 8,3 Baik

2. Kemampuan Petani Sarana/Peralatan 8,0 Baik

Penyiapan Bibit 8,3 Baik

Pemeliharaan 8,5 Baik

Panen dan Pascapanen 8,7 Baik

Merujuk pada Tabel 14,secara kualitatif hal ini dimaknai bahwa subjek pekerjaan yang berkaitan dengan bidang organisasi dan kemampuan petani, memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang baik dikarenakan subjek pekerjaan dimaksud menggunakan jenis keterampilan tertentu dan bersifat rutinitas, sehingga menjadikan suatu alasan kuat bahwa keterampilan ke dua bidang tersebut harus dipenuhi segera (mendesak).

(6)

5.2.2 Kemampuan Kerja Pribadi

Nilai KKP diperoleh dari hasil pengumpulan data melalui pengisian kuesioner yang dilakukan oleh anggota kelompok tani yang kemudian hasilnya diverifikasi oleh Petugas Penyuluh Lapang yang diharapkan berfungsi sebagai filter terhadap informasi tentang kompetensi petani. Subtansi yang dinilai berdasarkan komponen yang terkait dengan pengelolaan organisasi (manajemen gapoktan) dan kemampuan petani (teknis ternak domba). Komponen organisasi terdiri dari : bidang kemampuan perencanaan, kemampuan organisasi, kemampuan pelaksanaan, kemampuan pengendalian, dan kemampuan mengembangkan kepemimpinan kelompok. Sedangkan komponen kemampuan petani terdiri dari : bidang sarana dan peralatan, penyiapan bibit dan bakalan, pemeliharaan, panen dan pascapanen. Hasil KKP menunjukan rata-rata berada pada kategori peringkat cukup (skala 4-6), seperti yang tersaji pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai Kemampuan Kerja Pribadi

No. Bidang Subjek Analisis Nilai

KKP

Kategori Peringkat

1. Organisasi Kemampuan Perencanaan 4,7 Cukup

Kemampuan Organisasi 6,8 Baik

Kemampuan Pelaksanaan 6,9 Baik

Kemampuan Pengendalian 5,3 Cukup

Kemampuan Kepemimpinan 7,3 Baik

2. Kemampuan Petani Sarana/Peralatan 6,6 Baik

Penyiapan Bibit 6,4 Baik

Pemeliharaan 6,2 Baik

Panen dan Pascapanen 7,4 Baik

Merujuk pada Tabel 16,secara kualitatif hal ini dimaknai bahwa kompetensi petani relatif cukup (di bawah KKJ) tetapi bisa mengimbangi dengan subjek pekerjaan yang dijalani. Indikator potensi kemandirian usaha nampak, namun harus tetap dilakukan pendampingan agar potensi tersebut bisa berkembang menjadi kemandirian yang sesungguhnya. .

(7)

Tabel 16. Interpretasi Indikator Peringkat Kemampuan Kerja Pribadi

5.2.3 Analisis Gap Kemampuan Kerja Jabatan dan Kemampuan Kerja Pribadi

Hasil analisis gap KKJ dan KKP menunjukkan bahwa semua subjek analisis baik di bidang organisasi maupun kemampuan petani mempunyai selisih x > 1, hal ini mengindikasikan semua bidang memerlukan pelatihan. Secara rinci nilai

gap tersebut disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17. Analisis Gap Kemampuan Kerja Jabatan dan Kemampuan Kerja Pribadi

No. Subjek Analisis Nilai

KKJ

Nilai

KKP Gap

1. Kemampuan Perencanaan (Bidang Manajemen) 8,9 4,7 4,2

2. Kemampuan Pengendalian (Bidang Manajemen) 8,7 5,3 3,4

3. Pemeliharaan (Bidang Teknis) 8,5 6,2 2,3

4. Kemampuan Organisasi (Bidang Manajemen) 9,0 6,8 2,2

5. Penyiapan Bibit (Bidang Teknis) 8,3 6,4 1,9

6. Kemampuan Pelaksanaan (Bidang Manajemen) 8,3 6,9 1,4

7. Sarana/Peralatan (Bidang Teknis) 8,0 6,6 1,4

8. Panen dan Pascapanen (Bidang Teknis) 8,7 7,4 1,3

(8)

Untuk menentukan peringkat kebutuhan pelatihan, ditentukan berdasarkan titik potong antara KKJ dan KKP seperti tersaji dalam Gambar 14.

Gambar 14. Peringkat Kebutuhan Pelatihan

Berdasarkan titik potong KKJ dan KKP dapat disimpulkan bahwa kecuali subjek analisis kemampuan kepemimpinan di bidang organisasi berada di wilayah C, interpretasinya adalah KKJ dan KKP berada dalam kondisi seimbang namun tidak mendesak untuk dilakukan pelatihan. Sedangkan subjek analisis yang lain, baik di bidang organisasi maupun kemampuan petani berada di wilayah B, dengan interpretasinya KKJ dan KKP tidak jauh berbeda namun kebutuhan pelatihan mendesak untuk dilakukan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pelatihan mendesak untuk dilakukan karena berkaitan dengan pengunaannya yang bersifat rutinitas. Keuntungan yang akan diperoleh jika kemampuan tersebut dipenuhi, mendorong untuk bekerja mandiri dan dapat membantu orang lain sehingga akan sangat membantu dalam pengembangan kemandirian gapoktan. Untuk penentuan skala prioritas kebutuhan pelatihan ditetapkan berdasarkan urutan besaran nilai

(9)

Tabel 18. Penentuan Daerah Kebutuhan Pelatihan

No. Subjek Analisis Gap Daerah Urutan

1. Kemampuan Perencanaan (Bidang Manajemen) 4,2 B 1

2. Kemampuan Pengendalian (Bidang Manajemen) 3,4 B 2

3. Pemeliharaan (Bidang Teknis) 2,3 B 3

4. Kemampuan Organisasi (Bidang Manajemen) 2,2 B 4

5. Penyiapan Bibit (Bidang Teknis) 1,9 B 5

6. Kemampuan Pelaksanaan (Bidang Manajemen) 1,4 B 6

7. Sarana/Peralatan (Bidang Teknis) 1,4 B 7

8. Panen dan Pascapanen (Bidang Teknis) 1,3 B 8

9. Kemampuan Kepemimpinan (Bidang Manajemen) 1,0 C 9

5.3 Analisis Fungsi dan Hubungan Karateristik Petani Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Analisis fungsi dilakukan menggunakan rumus no.6 dimaksudkan untuk memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa yang akan datang berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang untuk memberikan kontribusi dalam menentukan keputusan terbaik. Sedangkan analisis hubungan adalah digunakan untuk mengukur tingkat atau eratnya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, mengetahui tingkat kecocokan variabel bebas dan terikat terhadap kelompok yang sama, dan mengukur data kuantitatif secara eksakta. Kedua analisis ini dilakukan terhadap karateristik objek penelitian, yang meliputi profil : a) identitas petani, b) faktor pribadi petani, c) faktor usahatani, d) faktor eksternal petani, dan e) aktivitas gapoktan.

Identitas Petani

a. Analisis Fungsi Identitas Petani Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Identitas reponden memuat empat indikator ukuran, yaitu : jenis kelamin, usia, pendidikan, dan lama bergabung dengan gapoktan. Hasil analisis menunjukkan bahwa karateristik indikator yang perlu ditingkatkan kompetensinya berdasarkan pendekatan identitas petani, yaitu : laki-laki (44,1%), petani yang berusia antara 30-49 tahun (31,4%), petani dengan pendidikan tamat SD atau sederajat (45,9%), dan petani yang lama bergabung dengan gapoktan lebih dari 3 tahun (34,7%). Hubungan fungsionalnya dalam bentuk persamaan Y = -0,956 + 0,071x1 + 0,135x2 + 0,111x3 – 0,213x4 dengan tingkat signifikansi 0,003. Jika pengukuran nilai signikansi ditetapkan 0,05, maka secara simultan faktor: petani laki-laki, petani yang berumur antara 30-49 tahun, petani dengan pendidikan

(10)

tamatan SD atau sederajat, dan petani yang lama bergabung dengan gapoktan lebih dari 3 tahun; berpengaruh terhadap kebutuhan pelatihan (ρ = 0,003 < 0,05). Namun jika secara partial yang mempunyai hubungan fungsional terhadap kebutuhan pelatihan hanya faktor petani yang lama bergabung dengan gapoktan lebih dari 3 tahun dengan nilai ρ = 0,013 < 0,05.

b. Analisis Hubungan Identitas Petani Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Data deskriptif petani sebagai data yang dianalisis untuk mengetahui hubungan keterkaitan dengan kebutuhan pelatihan baik dari bidang organisasi maupun kemampuan petani. Faktor deskriptif petani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah : jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan lama bergabung dengan gapoktan. Hasil Crosstab Analysis diperoleh gambaran pada Tabel 19. sebagai berikut.

Tabel 19. Hubungan Deskriptif Petani Terhadap Kebutuhan Pelatihan

No. Faktor

Nilai

Interpretasi (α = 0,1) P Chi-Square Pearson’s R Spearman C

A. Organisasi

1. Jenis Kelamin 0,002 -0,421 -0,421 Ada hubungan signif.

2. Usia 0,695 -0,069 -0,071 t.a hubungan signif

3. Tingkat Pendidikan 0,216 0,224 0,227 t.a hubungan signif

4. Lama Bergabung 0,817 -0,015 0,002 t.a hubungan signif

B. Kemampuan Petani

1. Jenis Kelamin 0,256 -0,156 -0,156 t.a hubungan signif

2. Usia 0,412 -0,179 -0,179 t.a hubungan signif

3. Tingkat Pendidikan 0,704 0,022 0,017 t.a hubungan signif 4. Lama Bergabung 0,319 -0,176 -0,148 t.a hubungan signif

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ada kecenderungan hubungan yang sangat nyata antara faktor jenis kelamin laki-laki dengan kebutuhan pelatihan bidang organisasi (ρ = 0,002) dengan hubungan keeratan -0,421. Hal ini merefleksikan bahwa seiring jumlah frekuensi laki-laki yang membutuhkan pelatihan di bidang organisasi, diikuti dengan pengurangan kebutuhan pelatihan petani yang berjenis kelamin wanita. Hubungan negatif yang terjadi menandakan bahwa ada dugaan potensi yang dapat saling mengisi, jika petani yang berjenis

(11)

kelamin laki-laki memerlukan bantuan peran wanita dalam kepengurusan gapoktan, hal in dapat dilakukan. Sehingga menjadi informasi yang cukup baik jika suatu saat akan membutuhkan penyusunan komposisi sumberdaya manusia berdasarkan pendekatan gender dalam kepengurusan gapoktan di Juhut Mandiri.

Faktor pendidikan petani gapoktan mayoritas berpendidikan sekolah dasar. Salah satu dampaknya adalah bahwa petani gapoktan belum memanfaatkan sumberdaya alam secara tepat guna. Program KDT sebagai program solving

problem yang tepat sasaran. Petani diberikan pemahaman dalam bentuk pelatihan

untuk memperbaiki perilaku, sikap dan keterampilan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya (teknologi, modal) untuk memperbaiki tingkat kesejahteraannya melalui program pemberdayaan (partisipasi) dalam wadah organisasi petani (gapoktan).

Tenaga kerja yang terlibat adalah mayoritas usia produktif dengan kisaran umur antara 30-49 tahun dengan jumlah 56,90%. Hal ini menandakan bahwa aset tenaga kerja yang dimiliki gapoktan sangat potensial, apalagi untuk program pengembangan selanjutnya. Kondisi ini diduga dipengaruhi oleh faktor kelembagaan setempat, yaitu dimana sistem leadership yang kuat, petani merasakan manfaat yang nyata dari keikutsertaanya dalam gapoktan, dan rasa kebanggaan dari masyarakat sekitar karena terkenalnya desa Juhut Mandiri dalam skala nasional, secara tidak langsung kondisi ini memberikan pengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam eksistensi program KDT.

Pengalaman keikutsertaan petani yang mengikuti program KDT menunjukkan mayoritas mengikuti dari awal program yaitu sebesar 63,79%. Tahapan pelatihan dari awal program sampai penelitian ini dilakukan, diikuti oleh mayoritas petani gapoktan. Respon petani dalam bentuk partisipasi dalam kegiatan, bisa jadi sebagai jawaban atas output proses yang mereka ikuti semenjak program ini digulirkan. Mereka merasakan manfaat dari keikutsertaan dalam organisasi gapoktan baik dari segi ekonomi maupun dari sisi pengetahuan lainnya. Sehingga tumbuh kesadaran kesalinghubungan antara komunitas (petani) dengan

stake holder (penyuluh) sebagai cerminan upaya pemenuhan kebutuhan

(12)

Faktor Pribadi Petani

a. Analisis Fungsi Faktor Pribadi Petani Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Faktor pribadi petani memuat tiga indikator ukuran, yaitu : petani yang mempunyai jumlah tanggungan keluarga, petani yang punya pengalaman bergelut dalam usaha ternak domba, dan petani yang mempunyai frekuensi ikut pelatihan ternak domba. Hasil analisis menunjukkan bahwa karateristik indikator yang perlu ditingkatkan kompetensinya berdasarkan pendekatan faktor pribadi petani, yaitu : petani yang mempunyai tanggungan keluarga 3-5 orang (28,7%), petani yang lama punya pengalaman bergelut dalam usaha ternak domba 3 tahun ke atas (41,6%), dan petani mempunyai frekuensi ikut pelatihan tidak lebih dari 2 kali. Hubungan fungsionalnya digambarkan dalam bentuk persamaan Y = -0,992 + 0,065x1 + 0,029x2 + 0,081x3 dengan tingkat signifikansi 0,006. Jika pengukuran nilai signikansi ditetapkan 0,05, maka secara simultan faktor: petani yang mempunyai tanggungan keluarga 3-5 orang, petani yang lama punya pengalaman bergelut dalam usaha ternak domba 3 tahun ke atas, dan petani mempunyai frekuensi ikut pelatihan tidak lebih dari 2 kali; berpengaruh terhadap kebutuhan pelatihan (ρ = 0,006 < 0,05). Namun jika secara partial tidak ada faktor yang mempunyai hubungan fungsional terhadap kebutuhan pelatihan karena nilai ρ > 0,05.

b. Analisis Hubungan Faktor Pribadi Petani Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Faktor pribadi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah : jumlah tanggungan keluarga, lama berusaha ternak, frekuensi ikut pelatihan. Berdasarkan hasil Crosstab Analysis seperti tersaji pada Tabel 20, ada kecenderungan hubungan yang nyata antara jumlah tanggungan keluarga (ρ = 0,027) dengan kebutuhan pelatihan bidang kemampuan petani dengan hubungan keeratan sebesar -0,360. Merujuk pada Tabel 20 diketahui kecenderungan petani yang membutuhkan pelatihan adalah yaitu kelompok yang mempunyai tanggungan keluarga kisaran 1-2 orang sebanyak 9 orang atau sebesar 17% dan yang mempunyai tanggungan keluarga kisaran 3-5 orang sebanyak 17 orang atau sebesar 32,1%, sedangkan yang mempunyai tanggungan keluarga x > 5 orang sebanyak 6 orang atau sebesar 11,3%. Jadi total yang menjawab membutuhkan

(13)

pelatihan di bidang kemampuan petani sebanyak 32 orang atau sebesar 60,4% dari total petani sebanyak 53 orang. Hubungan negatif yang terjadi menandakan bahwa hubungan komposisi ketiga kelompok petani tersebut terhadap kebutuhan pelatihan dalam dinamika yang berbeda dimana penyebabnya belum dapat terungkap dalam penelitian ini.

Tabel 20. Hubungan Faktor Pribadi Terhadap Kebutuhan Pelatihan

No. Faktor

Nilai

Interpretasi (α = 0,1) P Chi-Square Pearson’s R Spearman C

A. Organisasi

1. Jumlah Tanggungan 0,328 -0,122 -0,130 t.a hubungan signif.

2. Lama Berusaha 0,944 -0,015 -0,012 t.a hubungan signif

3. Sering Pelatihan 0,398 0,008 0,021 t.a hubungan signif

B. Kemampuan Petani

1. Jumlah Tanggungan 0,027 -0,356 -0,360 Ada hubungan signif

2. Lama Berusaha 0,346 -0,200 -0,200 t.a hubungan signif

3. Sering Pelatihan 0,206 -0,072 -0,056 t.a hubungan signif

Faktor Usahatani

a. Analisis Fungsi Faktor Usahatani Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Faktor usahatani memuat tujuh indikator ukuran, yaitu : jumlah domba yang dipelihara, status kepemilikan domba, besaran biaya peliharaan, besaran keuntungan yang diperoleh, lama pemeliharaan, sumber pembiayaan pemeliharaan, dan jumlah orang membantu dalam usaha ternak domba. Hasil analisis menunjukkan bahwa karateristik indikator yang perlu ditingkatkan kompetensinya berdasarkan pendekatan faktor usahatani, yaitu : petani yang memelihara sedikitnya 3 ekor domba (47%), petani yang memiliki domba sendiri (23,4%), petani yang mengeluarkan biaya pemeliharaan dibawah Rp 500.000 (40%), petani yang memperoleh keuntungan sampai dengan Rp 1.000.000 (51%), petani yang melakukan pemeliharan ternak tidak dari 2 tahun (49,8%), petani yang menggunakan sumber pembiayaan sendiri (30,8%), dan petani yang menggunakan tenaga kerja lain antara 1 sampai 2 orang (41,1%). Hubungan fungsionalnya digambarkan dalam bentuk persamaan Y = -0,664 -0,139x1+ 0,042x2 – 0,107x3+ 0,044x4 + 0,198x5+ 0,081x6-0,003x7 dengan tingkat signifikansi 0,098. Jika pengukuran nilai signikansi ditetapkan 0,05, maka secara

(14)

simultan faktor usahatani tidak berpengaruh terhadap kebutuhan pelatihan (ρ = 0,098 > 0,05). Namun jika secara partial, faktor petani yang mengeluarkan biaya pemeliharaan dibawah Rp 500.000 mempunyai hubungan fungsional terhadap kebutuhan pelatihan karena nilai ρ = 0,041 < 0,05.

b. Analisis Hubungan Faktor Usahatani Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Merujuk pada Tabel 21 diketahui bahwa ada kecenderungan hubungan yang nyata antara keuntungan yang diperoleh dengan kebutuhan pelatihan bidang kemampuan petani dengan nilai korelasi sebesar -0,308, artinya semakin besar keuntungan adanya kecenderungan tidak membutuhkan pelatihan. Berdasarkan data dari kuesioner diketahui kecenderungan petani yang membutuhkan pelatihan adalah yaitu kelompok yang memperoleh keuntungan x < Rp 470.000 sebanyak 20 orang atau sebesar 37,7% dan yang memperoleh keuntungan kisaran Rp 470.000 – Rp 1.000.000 sebanyak 11 orang atau sebesar 20,8%, sedangkan yang memperoleh keuntungan x > Rp 1.000.000 sebanyak 1 orang atau sebesar 1,9%. Jadi total yang menjawab membutuhkan pelatihan di bidang kemampuan petani sebanyak 32 orang atau sebesar 60,4% dari total petani sebanyak 53 orang. Hal ini dapat dijadikan indikator, bahwa efektitifas pemberdayaan petani melalui gapoktan mulai dirasakan hasilnya. Tujuan jangka pendek program ini adalah menjadikan usaha KDT sebagai pemberi kontribusi terhadap pendapatan petani gapoktan.

Ketertarikan petani yang mempunyai domba yang lebih relatif lebih sedikit untuk kebutuhan pelatihan, menjadi indikasi bahwa kegiatan tersebut sudah dirasakan manfaatnya. Keberadaan program KDT yang berorientasi ekonomi dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diharapkan menjadi benteng pencegah masyarakat untuk memasuki kawasan hutan lindung dengan mengambil hasil hutan tanpa kontrol. Jika dikaitkan dengan teori kelembagaan baru, sikap ini bisa dikategorikan ke dalam sikap kognitif-culture. Dimana sikap petani dalam memaknai segala hal diseputarnya (norma dan regulasi), ia tidak langsung patuh sepenuhnya. Mereka memaknai lagi, lalu memilih sikap untuk mengambil sesuatu keputusan yang berkaitan dengan kepentingan dirinya.

(15)

Tabel 21. Hubungan Faktor Usahatani Terhadap Kebutuhan Pelatihan

No. Faktor Nilai Interpretasi

(α = 0,1) P Chi-Square Pearson’s R Spearman C

A. Organisasi

1. Banyaknya domba 0,771 0,013 -0,004 t.a hubungan signif

2. Status kepemilikan 0,164 -0,052 -0,060 t.a hubungan signif 3. Biaya yang dikeluarkan 0,401 0,168 0,179 t.a hubungan signif 4. Keuntungan yg diperoleh 0,492 -0,124 -0,105 t.a hubungan signif 5. Lama memelihara ternak 0,745 0,100 0,096 t.a hubungan signif 6. Sumber pembiayaan 0,148 0,026 0,033 t.a hubungan signif 7. Jumlah yang membantu 0,366 0,183 0,189 t.a hubungan signif

B. Kemampuan Petani

1. Banyaknya domba 0,066 -0,297 -0,314 t.a hubungan signif 2. Status kepemilikan 0,372 -0,153 -0,148 t.a hubungan signif 3. Biaya yang dikeluarkan 0,474 -0,144 -0,161 t.a hubungan signif 4. Keuntungan yg diperoleh 0,074 -0,313 -0,308 Ada hubungan signif 5. Lama memelihara ternak 0,917 -0,021 -0,028 t.a hubungan signif 6. Sumber pembiayaan 0,154 -0,090 -0,080 t.a hubungan signif 7. Jumlah yang membantu 0,141 -0,162 -0,201 t.a hubungan signif

Faktor Eksternal

a. Analisis Fungsi Faktor Eksternal Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Faktor eksternal memuat empat indikator ukuran, yaitu : petani yang jumlah kehadiran dalam pertemuan gapoktan, petani yang jumlah kehadiran dalam pertemuan gapoktan satu bulan terakhir, motivasi petani ikut dalam pertemuan, dan kesulitan yang dialami petani dalam pertemuan gapoktan. Hasil analisis menunjukkan bahwa karateristik indikator yang perlu ditingkatkan kompetensinya berdasarkan pendekatan faktor eksternal, yaitu : petani yang jumlah kehadirannya tidak lebih dari 2 kali (36,6%), petani yang jumlah kehadiran dalam satu bulan terakhir tidak lebih dari 2 kali (32,4%), petani yang mempunyai motivasi butuh informasi dalam keikutsertaannya pada pertemuan gapoktan, dan petani yang mengalami kesulitan karena tidak mengerti materi yang disampaikan (28,9%). Hubungan fungsionalnya digambarkan dalam bentuk persamaan Y = -0,439 + 0,350x1 - 0,214x2 – 0,041x3 – 0,022x4 dengan tingkat signifikansi 0,450. Jika pengukuran nilai signikansi ditetapkan 0,05, maka secara simultan faktor eksternal petani tidak mempunyai pengaruh terhadap kebutuhan pelatihan (ρ = 0,450 > 0,05). Namun jika secara partial, faktor petani yang jumlah kehadirannya dalam kegiatan pertemuan gapoktan tidak lebih dari 2 kali dalam

(16)

sebulan mempunyai hubungan fungsional terhadap kebutuhan pelatihan karena nilai ρ = 0,017 < 0,05.

b. Analisis Hubungan Faktor Eksternal Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Faktor eksternal yang dimaksud adalah : frekuensi pertemuan dalam sebulan, frekuensi ikut pertemuan, motivasi ikut pertemuan, dan pemahaman materi dalam pertemuan. Berdasarkan output dari Crosstab Analysis diperoleh gambaran sebagai berikut :

Tabel 22. Hubungan Faktor Eksternal Terhadap Kebutuhan Pelatihan

No. Faktor

Nilai

Interpretasi (α = 0,1) P Chi-Square Pearson’s R Spearman C

A. Organisasi

1. Frekuensi pertemuan 0,004 -0,448 -0,435 Ada hubungan signif 2. Frekuensi ikut pertemuan 0,050 -0,314 -0,290 Ada hubungan signif 3. Motivasi ikut pertemuan 0,003 -0,392 -0,381 Ada hubungan signif 4. Pemahaman materi 0,351 -0,084 -0,100 t.a hubungan signif

B. Kemampuan Petani

1. Frekuensi pertemuan 0,149 -0,180 -0,218 t.a hubungan signif 2. Frekuensi ikut pertemuan 0,739 -0,107 -0,106 t.a hubungan signif 3. Motivasi ikut pertemuan 0,427 -0,010 -0,005 t.a hubungan signif 4. Pemahaman materi 0,019 -0,373 -0,382 Ada hubungan signif

Merujuk pada Tabel 22 diketahui bahwa ada kecenderungan hubungan yang nyata antara frekuensi pelaksanaan pertemuan, frekuensi ikut pertemuan, dan motivasi ikut pertemuan terhadap kebutuhan pelatihan bidang organisasi. Dimana nilai korelasi dari 3 faktor tersebut adalah : 1) nilai korelasi frekuensi pelaksanaan pertemuan sebesar -0,435 artinya semakin sering pertemuan kelompok dilakukan, maka kecenderungan tidak membutuhkan pelatihan bidang organisasi. frekuensi ikut pertemuan, dan motivasi ikut pertemuan, 2) nilai korelasi frekuensi ikut pertemuan sebesar -0,290 artinya semakin sering ikut pertemuan maka kecenderungan tidak membutuhkan pelatihan bidang organisasi, dan 3) nilai korelasi motivasi ikut pertemuan sebesar -0,381 artinya orang yang hanya ikut-ikutan cenderungan tidak memerlukan pelatihan bidang organisasi.

Ada kecenderungan hubungan yang nyata antara pemahaman materi pertemuan dengan kebutuhan pelatihan di bidang kemampuan petani. Dimana nilai

(17)

korelasinya sebesar -0,382 artinya semakin orang tidak mengerti materinya kecenderungan semakin membutuhkan pelatihan. Berdasarkan data dari kuesioner diketahui kecenderungan petani yang membutuhkan pelatihan adalah yaitu kelompok yang tidak mengerti materi yang disampaikan dalam pertemuan sebanyak 20 orang atau sebesar 37,7% dan mengalami kesulitan dalam cara penerimaan penyampaian materi sebanyak 8 orang atau sebesar 15,1%, sedangkan yang mengalami keduanya sebanyak 4 orang atau sebesar 7,5%. Jadi total yang menjawab membutuhkan pelatihan di bidang kemampuan petani sebanyak 32 orang atau sebesar 60,4% dari total petani sebanyak 53 orang.

Proses tumbuhnya kesadaran terhadap kesalinghubungan komunitas (petani) dengan staker holder (penyuluh) sesungguhnya respon tersebut merupakan cerminan upaya pemenuhan kebutuhan dasar komunitas itu sendiri, hal ini dapat dimaknai sebagai “the act of taking part of sharing in something” (Syahyuti, 2011). Pembelajaran dari Program Saumaul Undong di Korea Selatan di era tahun 1970-an, dimana keberhasilan program pengentasan kemiskinan masyarakat desa tersebut melalui pendekatan kemandirian masyarakat desa yang didasarkan pada hal tersebut, yaitu : kerjasama antar petani, pemimpin-pemimpin petani, dan pihak pemerintah (penyuluh). Ada faktor kemiripan antara kunci keberhasilan program tersebut dengan kondisi di program KDT, yaitu : dukungan dari pemerintah melalui penyuluh, tingkat partisipasi yang diimplementasi dengan tingkat antuasiasme dalam kegiatan pertemuan, adanya peran pemimpin lokal dimana kultural masyarakat Banten sangat patuh terhadap Umaroh.

Aktivitas Gapoktan

a. Analisis Fungsi Aktivitas Gapoktan Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Faktor aktivitas gapoktan memuat enam indikator ukuran, yaitu : tingkat kesulitan tentang peraturan yang dialami petani, tingkat kemanfaatan yang dirasakan petani bergabung dengan gapoktan, penilaian petani terhadap kerukunan pengurus dan anggota gapoktan, penilaian petani terhadap pelayanan pengurus gapoktan, penilaian petani terhadap tingkat keperdulian pengurus dan anggota terhadap gapoktan, dan penilaian petani terhadap jumlah keanggotaan dalam gapoktan. Hasil analisis menunjukkan bahwa karateristik indikator yang perlu

(18)

ditingkatkan kompetensinya berdasarkan pendekatan faktor aktivitasgapoktan, yaitu : petani yang jarang menemui kesulitan tentang peraturan (44,1%), petani yang merasakan kemanfaatan bergabung dengan gapoktan (51,6%), petani yang memberikan penilaian baik terhadap kerukunan pengurus dan anggota gapoktan (25,6%), petani yang memberikan penilaian cukup terhadap pelayanan pengurus gapoktan (31,6%), petani yang memberikan penilaian baik terhadap tingkat keperdulian pengurus dan anggota terhadap gapoktan (26%), dan petani yang memberikan penilaian banyak mengenai jumlah keanggotaan dalam gapoktan (23,9%). Hubungan fungsionalnya digambarkan dalam bentuk persamaan Y = 0,092 + 0,112x1 – 0,242x2 + 0,215x3 + 0,094x4+ 0,014x5 + 0,078x6 dengan tingkat signifikansi 0,878. Jika pengukuran nilai signikansi ditetapkan 0,05, maka secara simultan faktor aktivitas gapoktan tidak berpengaruh terhadap kebutuhan pelatihan (ρ = 0,878 > 0,05) begitu pula halnya secara partial tidak ada yang mempunyai hubungan fungsional (ρ > 0,05).

b. Analisis Hubungan Aktivitas Gapoktan Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Faktor aktivitas gapoktan yang dimaksud adalah : pemahaman terhadap aturan, manfaat ikut gapoktan, suasana kondusif, pelayanan pengurus, rasa memiliki organisasi, dan jumlah anggota. Merujuk pada Tabel 23 diketahui bahwa ada kecenderungan hubungan yang nyata antara manfaat ikut gapoktan dan rasa memiliki organisasi terhadap kebutuhan pelatihan bidang organisasi. Dimana nilai korelasi dari 2 faktor tersebut adalah : 1) nilai korelasi manfaat ikut gapoktan sebesar -0,339 artinya semakin merasakan manfaat, maka kecenderungan membutuhkan pelatihan bidang organisasi, 2) nilai korelasi rasa memiliki organisasi sebesar 0,289 artinya semakin baik keperdulian terhadap organisasi, maka kecenderungan membutuhkan pelatihan bidang organisasi.

Hal ini menunjukkan bahwa petani merasakan manfaat dalam keterlibatannya di gapoktan, sehingga ada upaya untuk menjaga media (organisasi) sebagai sarana untuk pencapaian kebutuhannya. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa program pemberdayaan yang direfleksikan dengan cerminan partisipasi, cukup berhasil. Kunci utama program pemberdayaan adalah timbulnya motivasi atau dorongan untuk menggali potensi yang ada pada dirinya

(19)

melalui media organisasi sebagai proses pembelajaran dan penciptaan perubahan untuk mencapai kondisi yang lebih baik.

Tabel 23. Hubungan Aktivitas Gapoktan Terhadap Kebutuhan Pelatihan

No. Faktor Nilai Interpretasi

(α = 0,1) P Chi-Square Pearson’s R Spearman C

A. Organisasi

1. Pemahaman aturan 0,272 -0,202 -0,174 t.a hubungan signif 2. Manfaat ikut gapoktan 0,003 -0,339 -0,339 Ada hubungan signif

3. Suasana kondusif 0,148 0,248 0,258 t.a hubungan signif

4. Pelayanan pengurus 0,286 0,208 0,211 t.a hubungan signif 5. Rasa memiliki organisasi 0,093 0,283 0,289 Ada hubungan signif

6. Jumlah anggota 0,944 -0,015 -0,12 t.a hubungan signif

B. Kemampuan Petani

1. Pemahaman aturan 0,622 0,108 0,125 t.a hubungan signif

2. Manfaat ikut gapoktan 0,132 -0,207 -0,207 t.a hubungan signif

3. Suasana kondusif 0,320 0,197 0,183 t.a hubungan signif

4. Pelayanan pengurus 0,444 0,166 0,160 t.a hubungan signif 5. Rasa memiliki organisasi 0,662 0,094 0,082 t.a hubungan signif

6. Jumlah anggota 0,106 -0,041 -0,022 t.a hubungan signif

Faktor Dominan

a. Analisis Fungsi Faktor Dominan Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Faktor dominan memuat tiga indikator ukuran berdasarkan tingkat signifikansi secara partial, yaitu : petani yang lama bergabung dengan gapoktan lebih dari 3 tahun, petani yang mengeluarkan biaya pemeliharaan dibawah Rp 500.000, dan petani yang jumlah kehadirannya dalam kegiatan pertemuan gapoktan tidak lebih dari 2 kali dalam sebulan. Hubungan fungsionalnya digambarkan dalam bentuk persamaan Y = -0,392 - 0,109x1 + 0,032x2 + 0,179x3 dengan tingkat signifikansi 0,238. Jika pengukuran nilai signikansi ditetapkan 0,05, maka secara simultan faktor dominan tidak berpengaruh terhadap kebutuhan pelatihan (ρ = 0,238 > 0,05). Namun jika secara partial, petani yang jumlah kehadirannya dalam kegiatan pertemuan gapoktan tidak lebih dari 2 kali dalam sebulan mempunyai hubungan fungsional terhadap kebutuhan pelatihan karena nilai ρ = 0,006 < 0,05.

b. Analisis Hubungan Faktor Dominan Terhadap Kebutuhan Pelatihan

Faktor-faktor karateristik petani yang mempunyai kecenderungan hubungan yang sangat nyata dengan kebutuhan pelatihan di bidang manajemen (organisasi)

(20)

antara lain: jenis kelamin (ρ = 0,002), frekuensi pertemuan kelompok (ρ = 0,004), memahami tujuan pertemuan (ρ = 0,003), dan merasakan manfaat dari pertemuan kelompok (ρ = 0,003). Di bidang teknis (kemampuan petani), kebutuhan pelatihan mempunyai kecenderungan hubungan yang sangat nyata dengan faktor ketidakpahaman terhadap materi yang disampaikan dalam pertemuan kelompok (ρ = 0,019), gambaran tersebut tersaji pada Tabel 24.

Tabel 24. Hubungan Faktor Dominan Terhadap Kebutuhan Pelatihan

No. Faktor

Nilai

Interpretasi (α = 0,1) P Chi-Square Pearson’s R Spearman C

A. Organisasi

1. Jenis Kelamin 0,002 -0,421 -0,421 Ada hubungan signif.

2. Frekuensi pertemuan 0,004 -0,448 -0,435 Ada hubungan signif 3. Frekuensi ikut pertemuan 0,050 -0,314 -0,290 Ada hubungan signif 4. Motivasi ikut pertemuan 0,003 -0,392 -0,381 Ada hubungan signif 5. Manfaat ikut gapoktan 0,003 -0,339 -0,339 Ada hubungan signif 6. Rasa memiliki organisasi 0,093 0,283 0,289 Ada hubungan signif

B. Kemampuan Petani

1. Jumlah Tanggungan 0,027 -0,356 -0,360 Ada hubungan signif 2. Keuntungan yg diperoleh 0,074 -0,313 -0,308 Ada hubungan signif 3. Pemahaman materi 0,019 -0,373 -0,382 Ada hubungan signif

5.4 Karateristik Kurikulum (Materi) Pelatihan

Sebagai langkah lanjutan dari penilaian kebutuhan pelatihan, diperlukan gambaran mengenai karateristik kurikulum atau materi yang dibutuhkan dalam program KDT untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan teknis petani dalam usaha ternak domba. Analisis dilakukan melalui pendekatan indikator yang sama dengan analisis fungsional dan analisis hubungan. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan informasi yang utuh dan konsisten terhadap pendekatan indikator yang dipergunakan. Urutan mengenai jenis materi kebutuhan pelatihan diurutkan berdasar besaran kebutuhan dari urutan yang terbesar ke urutan yang terkecil, seperti yang tersaji pada Tabel 25.

(21)

Tabel 25. Karateristik Kurikulum (Materi ) Pelatihan

5.5 Karateristik Petani Yang Membutuhkan Pelatihan dan Faktor Penyebab

Gap Kompetensi

Mengacu kepada analisis fungsional dan analisis hubungan, penetapan indikator utama ditentukan melalui pendekatan :

1. Identitas petani, diketahui profil petani yang perlu ditingkatkan kompetensinya adalah petani berjenis kelamin laki-laki yang mayoritas berpendidikan tamat SD atau sederajat, dan merupakan petani “senior” yang mengikuti perkembangan dari awal pendirian gapoktan. Jika dikaitkan dengan hasil analisis kecenderungan hubungan, profil petani ini membutuhkan peningkatan kompetensi di bidang manajemen (kepengurusan gapoktan).

2. Faktor pribadi petani, diketahui profil petani yang perlu ditingkatkan kompetensinya adalah petani yang mempunyai tanggungan keluarga 3-5 orang, mempunyai pengalaman beternak lebih dari 3 tahun, dan baru mengikuti No. Kurikulum (Materi)

Besaran Kebutuhan

(%)

No. Kurikulum (Materi)

Besaran Kebutuhan

(%) 1 Kompetensi Perencanaan (Manajemen) 55,0 5 Penyiapan Bibit dan Bakalan (Teknis) 36,0

Menyiapkan kegiatan pelatihan 54,3 Pemilihan bibit dan memelihara bakalan 36,0 Menyiapkan kegiatan pertemuan 55,0

Menyiapkan peralatan kegiatan pertemuan 50,9 6 Pelaksanaan (Manajemen) 36,8 Kerjasama dalam persiapan pertemuan 54,3 Aktif dalam acara pelatihan 30,0 Pengusulan kegiatan secara tertulis 57,8 Aktif dalam pertemuan rutin 33,4 Perhitungan keputusan usaha 57,6 Aktif dalam kegiatan 32,3 Melaksanakan aturan yang ada 35,6 2 Pengendalian (Manajemen) 50,9 Menggunakan peralatan yang dianjurkan 41,8 Pemanfaatkan pengalaman 47,7 Menggunakan saprodi ternak yang dianjurkan 47,7

Pencatatan usaha 54,0

7 Sarana dan Peralatan (Teknis) 21,7 3 Pemeliharaan (Teknis) 44,2 Pengetahuan alat pembersih kandang ternak 21,7

Membersihkan kandang 40,9

Memberikan obat pada ternak yang sakit 44,5 8 Panen dan Pascapanen (Teknis) 18,0 Merawat ternak secara rutin 39,2 Memahami tujuan memelihara ternak 20,2 Membuat pakan peruntukan (indung,anak,dewasa) 49,9 Mengetahui waktu jual ternak yang tepat 18,7 Membersihkan kotoran ternak 45,6 Mengetahui bobot hidup ternak layak jual 24,1 Pengetahuan jenis penyakit ternak 50,6 Pemanfaatan feses ternak 9,2 Penentuan waktu perkawinan ternak yang tepat 44,0

Tindakan persiapan kelahiran ternak 39,3 9 Kepemimpinan Kelompok (Manajemen) 26,6 Membantu teman yang dalam kesulitan 24,8 4 Organisasi (Manajemen) 35,2 Menjalankan kewajiban 30,8 Aktif mengikuti pertemuan gapoktan 35,3 Bekerja sama dengan anggota kelompok lain 26,9 Aktif dalam kelompok belajar 36,0 Bekerja sama dengan relasi di luar gapoktan 23,9 Memahami peraturan yang ada 33,0

(22)

pelatihan ternak domba sebanyak 2 kali. Jika dikaitkan dengan hasil analisis kecenderungan hubungan, profil petani ini membutuhkan peningkatan kompetensi di bidang teknis.

3. Faktor usahatani, diketahui profil petani yang perlu ditingkatkan kompetensinya adalah petani yang memelihara ternak domba lebih dari 3 ekor, petani yang memiliki domba sendiri, yang mengeluarkan biaya pemeliharaan tidak lebih dari Rp 500 ribu, yang memperoleh keuntungan tidak lebih dari Rp 1 juta, lama memelihara ternak hingga dijual tidak lebih dari 2 tahun, sumber pembiayaannya sendiri, dan menggunakan tenaga kerja 1-2 orang. Jika dikaitkan dengan hasil analisis kecenderungan hubungan, profil petani ini membutuhkan peningkatan kompetensi di bidang teknis.

4. Faktor eksternal, diketahui profil petani yang perlu ditingkatkan kompetensinya adalah petani yang aktif dalam pertemuan 2 kali dalam sebulan, mempunyai motivasi karena butuh informasi,dan tidak mengerti dengan materi yang disampaikan. Jika dikaitkan dengan hasil analisis kecenderungan hubungan, profil petani yang membutuhkan peningkatan kompetensi di bidang manajemen dengan ciri frekuensi keaktifan dalam pertemuan 2 kali sebulan dan motivasi untuk mendapatkan informasi, sedangkan di bidang teknis bercirikan petani tidak mengerti tentang materi yang disampaikan.

5. Faktor aktivitas gapoktan, diketahui profil petani yang perlu ditingkatkan kompetensinya adalah petani yang tidak mengalami kesulitan dalam pemahaman peraturan, merasakan manfaat bergabung dengan gapoktan, mempunyai penilaian baik terhadap kerukunan antara pengurus dan anggota, mempunyai penilaian cukup terhadap pelayanan pengurus, mempunyai penilaian baik tentang keperdulian pengurus dan anggota terhadap gapoktan, dan mempunyai penilaian banyak terhadap jumlah anggota gapoktan saat ini. Jika dikaitkan dengan hasil analisis kecenderungan hubungan, profil petani yang membutuhkan peningkatan kompetensi di bidang manajemen bercirikan merasakan manfaat bergabung dengan gapoktan dan mempunyai penilaian baik tentang keperdulian pengurus dan anggota terhadap gapoktan.

(23)

Berdasarkan paparan di atas, maka dapat diketahui karateristik petani yang memerlukan peningkatan kompetensi di bidang manajemen (kepengurusan gapoktan) dan di bidang teknis (kemampuan petani), yaitu:

1. Karateristik petani di bidang manajemen bercirikan : petani laki-laki, berpendidikan SD atau sederajat, petani yang bergabung dari awal, mempunyai motivasi membutuhkan informasi dalam mengikuti kegiatan pertemuan, keaktifan frekuensi dalam pertemuan 2 kali dalam sebulan, merasakan manfaat bergabung dengan gapoktan, dan mempunyai penilaian baik tentang keperdulian pengurus dan anggota terhadap gapoktan.

2. Karateristik petani di bidang teknis bercirikan : petani yang mempunyai tanggungan keluarga 3-5 orang, besaran keuntungan yang diperoleh tidak lebih dari Rp 1 juta, dan relatif tidak mengerti tentang materi yang disampaikan dalam pertemuan.

Karateristik tersebut menggambarkan bahwa pengisian personil di kepengurusan gapoktan diisi oleh petani “senior” yang mempunyai hubungan baik dengan rekan kerjanya sehingga menghasilkan suatu sinergi positif yang ditujukan pada aktivitas gapoktan. Padatnya kegiatan kepengurusan gapoktan menjadi salah satu penyebab kurangnya ketersediaan waktu dalam bentuk frekuensi kehadiran pada pertemuan kepengurusan. Informasi merupakan pengikat motivasi di kalangan pengurus yang digunakan sebagai aliran komunikasi transaksional (bemanfaat) untuk menunjang aktivitas gapoktan. Sedangkan kondisi di petani anggota, nampak bahwa kurangnya kompetensi keterampilan teknis yang dikuasainya. Hal ini disebabkan mereka belum memahami mengenai informasi yang disampaikan, jika merujuk kepada Sudirman (2006) bisa jadi ini merupakan bentuk hubungan relevansi antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan sumberdaya yang belum tepat guna. Merujuk kepada Gambar 15 tentang frekuensi aktivitas gapoktan di lapangan, nampak bahwa kegiatan rutinitas yang dialami petani gapoktan relatif banyak. Hal ini sudah semestinya ditunjang dengan keterampilan yang memadai.

(24)

Gambar 15. Jumlah Kegiatan Kunjungan periode Juni 2009 s/d Juni 2012

Kemudian jika ditelaah lebih lanjut mengenai mengenai jenis aktivitasnya, nampak bahwa kegiatan yang dihadapi oleh petani gapoktan tidak semuanya “tupoksi” pekerjaan mereka. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagaimana peran

stakeholder dapat membantu gapoktan yang seolah menjadi “objek” penelitian

oleh banyak pihak, tentunya kegiatan tersebut agar tidak memberikan dampak yang buruk bagi petani dikarenakan beban yang harus mereka tanggung (semisal : waktu mencari nafkah, tuntutan kemampuan komunikasi berbagai level).Hal yang menarik adalah hasil analisis kebutuhan pelatihan menyimpulkan bahwa semua bidang kompetensi menunjukkan adanya gap > 1, yang artinya diperlukan pelatihan. Mencermati informasi yang tersaji pada Gambar 16 tentang jenis kegiatan kunjungan periode Juni 2009 s/d Juni 2012, diketahui kegiatan yang bersifat peningkatan keterampilan terdiri dari: kegiatan pembinaan sebanyak 21

(25)

kegiatan dari 171 kegiatan atau sebesar 12,28%, kegiatan sosialisasi program sebanyak 4 kegiatan atau sebesar 2,33%, kegiatan pelayanan kesehatan hewan sebanyak 5 kegiatan atau sebesar 2,92%, dan pelatihan tentang ternak domba sebanyak 1 kegiatan atau sebesar 0,5%. Komposisi kegiatan ini mencerminkan bahwa dari 171 kegiatan selama periode Juni 2009 s/d Juni 2012, diduga hanya kisaran 18,03% yang bersifat peningkatan keterampilan. Sedangkan sisanya adalah kegiatan yang bisa dikatakan tidak ada hubungan langsung dengan tupoksi mereka. Kondisi ini tentu saja membuat kurang menguntungkan bagi petani gapoktan. Aktivitas yang dihadapi tidak hanya domain pekerjaan petani tetapi lebih luas lagi. Untuk kondisi dewasa ini, kekurangan tersebut dapat diseimbangkan dengan keterpaduan lintas institusi dan lintas elemen Pokja yang memberikan peran dalam program KDT.

(26)

5.6 Kelembagaan Kampung Domba Terpadu Cinyurup Banten

Implementasi sistem agribisnis yang dilakukan oleh pengurus dalam kegiatan gapoktan, adalah mereka berupaya memfasilitasi kebutuhan petani dengan berusaha memahami aspek sosial budaya. Kegiatan disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya manusia dan aspek lingkungan. Gambaran mengenai kegiatan agribisnis gapoktan, tersaji pada Tabel 26. Salah satu pengaruh dari pendekatan tersebut berdampak positif terhadap anggota maupun masyarakat sekitar. Pengaruh positif dirasakan oleh masyarakat sekitar, antara lain : penambahan wawasan, penambahan penghasilan, dan dikenalnya Gapoktan Juhut Mandiri di tingkat nasional. Hal tersebut selain menjadi kebanggaan, juga dirasakan seolah mengangkat martabat masyarakat sekitar tentunya bagi pengurus seakan membuka jalan untuk mencapai kemandirian lokal.

Tabel 26. Alternatif Kegiatan Agribisnis Gapoktan

No. Sub Sistem Agribisnis Implementasi Kegiatan 1. Input

a.Lahan Pembuatan sertifikat tanah atas nama gapoktan

b.Modal Swadaya modal : iuran anggota Rp 1.000/pertemuan, denda ketidak hadiran Rp 5.000/orang, iuran dana sosial Rp 5.000/minggu

c.SDM Studi banding, magang, pelatihan internet 2. Produksi

a.Skala Penanaman pohon pisang untuk membayar PBB

b.Produk Pemanfaatan tepung beneng untuk kue basah, dekorasi penganten, pemanfaatan batok kelapa, penjualan pupuk kandang , ternak domba, agrowisata, talas beneng, c.Manajemen Sebagai narasumber, membangun kemitraan dengan

Pokja, aktif di organisasi lain sebagi jaringan informasi, perekrutan kaderisasi dari kalangan internal gapoktan 3. Pascapanen

a.Daging Penjualan bakalan

b.Pupuk Pemenuhan permintan pupuk kandang 2 ton/minggu c.Biogas Pembuatan instalasi untuk pemanfaatan biogas

4. Pemasaran Aktif dalam pameran, menjalin hubungan dengan pasar, upaya pemenuhan mutu tepung beneng, penyediaan kapasitas produksi tepung sesuai permintaan pasar

Bidang usaha petani laki-laki bergerak di domba+sayuran, domba+padi, dan domba+durian. Bidang usaha petani wanita yang tergabung dalam Kelompok Tani Wanita (KWT) bergerak di bidang olahan talas beneng. Keterlibatan wanita bekerja pada sektor sektor off-farm (di luar pertanian) dalam rangka meningkatkan ekonomi keluarga, merupakan strategi pemecahan persoalan kehidupan

(27)

sehari-hari. Hal ini mengindikasikan bahwa partisipasi perempuan dalam pemenuhan kebutuhan pangan keluarga mulai nampak.

Sudah menjadi pendapat umum bahwa modal merupakan kunci dalam membangun pertanian di perdesaan. Ada satu mitos bahwa di desa kurang uang, dan ini menjadi penyebab sulitnya menjalankan program. Isu permodalan di gapoktan dipecahkan melalui solusi swadaya modal, yaitu melalui iuran anggota Rp 1.000/pertemuan, denda ketidak hadiran Rp 5.000/orang, iuran dana sosial Rp 5.000/minggu. Iuran tersebut di kelola oleh pengurus kelompok tani dan dipergunakan untuk keperluan anggota semisal : pembelian bibit, modal usaha, kepentingan sosial (bedah rumah, tunjangan kematian, keperluan pendidikan). Sehingga isu permodalan untuk saat ini, bukan menjadi suatu masalah bagi gapoktan karena mereka sudah dapat mengembangkan dana swadaya.

Krisis kepercayaan terhadap aparatur pemerintah, harus ditebus dengan upaya “ektra” untuk mendapatkan kepercayaan dan meluruskan informasi agar upaya intervensi terhadap program KDT dapat terlaksana sesuai rencana. Berdasarkan hasil kajian dilapang dijumpai upaya menanamkan “investasi” kepercayaan aparatur pemerintah kepada gapoktan telah dirintisoleh Petugas Penyuluh Pertanian (PPL) Kabupaten Pandeglang semenjak berdirinya gapoktan. Pendekatan yang dilakukan antara lain melalui : 1) komitmen dilapangan dengan memberikan teladan, 2) konsistensi dengan perjanjian/ kesepakatan jadual pertemuan, 3) pemberian materi pembinaan menggunakan pola “irama gendang” yaitu membahas materi penyuluhan sesuai tematik, yaitu berkaitan dengan permasalahan aktual yang dihadapi dan disertai solusi yang realistis, semisal menanam pohon pisang yang hasilnya untuk membayar PBB , 4) memposisikan diri sebagai fasilitator dan tidak ikut bermain dalam usaha bisnis petani.

Pemberlakuan aturan main lokalita baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang ditaati oleh semua anggota, semisal : 1) ketidakhadiran dalam kegiatan kelompok dikenakan denda Rp. 5.000/orang yang dimasukan ke dalam kas kelompok, 2) anggota yang tidak mengembalikan ternak domba sesuai dengan kesepakatan, maka ternaknya akan diambil oleh pengurus kelompok. Salah satu dampak intervensi dalam pembangunan perdesaan pasar menuntut produk yang seragam, selalu ada setiap waktu, dan lain-lain. Padahal, produk pertanian tidak

(28)

seperti itu, ada musim dan spesifikasi tempat tumbuh yang membuat hasil akhirnya tidak akan pernah sama dan terus menerus.Gapoktan relatif belum siap untuk mengisi ruang tersebut. peningkatan, dan batas waktu yang ditentukan untuk mencapai kemandirian lokal dalam tempo waktu 5 tahun, seakan menjadi beban tersendiri buat gapoktan.

Berdasarkan hasil FGD, diketahui bahwa banyaknya organisasi petani di suatu lokasi dengan fungsi yang berbeda ataupun sama, menyebabkan petani kurang fokus dalam merespon pemanfaatannya, disamping itu mereka harus menanggapi tentang isu-isu yang membuat kebingungan dalam bersikap. Kepengurusan gapoktan sudah melakukan langkah yang tepat, mereka mampu mengatasi permasalahan tersebut dengan solusi yang tepat. Hal ini direfleksikan dalam bentuk keberhasilan implementasi strategi dari penyuluh dan pengurus dengan membangun jaringan informasi. Mereka menempatkan sebagian anggota pengurus untuk aktif pada organisasi lain, baik sebagai anggota maupun pengurus. Dampak yang dirasakan adalah penyuluh dan pengurus gapoktan dalam mengatasi permasalahan tumpang tindihnya fungsi organisasi di tingkat desa, mereka mengetahui dan memanfaatkan informasi tersebut bagi kepentingan aktivitas gapoktan.

Seiring frekuensi kegiatan yang relatif tinggi, kesadaran pengurus untuk membagi tugas/menghindari rangkap jabatan menjadi skala prioritas dalam pembenahan gapoktan dewasa ini. Solusi yang dilakukan melalui kaderisasi dengan menjaring calon-calon pengurus baik dari anggota keluarga gapoktan maupun dari pihak luar sesuai dengan kompetensinya. Upaya pembinaan kaderisasi yang dilakukan antara lain melalui : 1) studi banding, 2) magang, 3) pelatihan akses informasi melalui internet, 4) pembinaan usaha mandiri (pengolahan tepung, dekorisasi penganten, pemanfaatan batok kelapa), 5) partisipasi aktif dalam ikut pameran; yang seluruhnya dibiayai oleh kas gapoktan. Ide-ide strategis ini muncul dari beberapa tokoh dalam kelompok tani (terbatas). Sumberdaya kaderisasi berpendidikan antara SMP-SMA atau sederajatnya dengan tingkat usia < 30 tahun, sehingga akselerasi penyerapan informasi relatif lebih mudah dipahami.

(29)

5.7 Outcome Kegiatan Kampung Domba Terpadu

Program KDT adalah salah satu bentuk program problem solving yang berhasil dalam pelaksanaannya. Setidaknya tiga tujuan dari program ini telah tercapai. Pertama, sebagai upaya kawasan penyangga hutan dan lingkungan (buffer zone) dimana kawasan yang dahulunya gundul, sudah mulai menghijau kembali. Kedua, pengalihan aktivitas usahatani dari usahatani sayuran dan mencari kayu bakar menjadi usaha terintegrasi sayuran dan ternak domba, secara skala usaha ekonomi usaha ternak domba memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan petani. Ketiga, pemanfaatan sumberdaya alam sekitar yang bisa menghasilkan keuntungan ekonomi. Diantaranya pemanfaatan rumput yang melimpah sebagai pakan ternak domba, pemanfaatan tanaman liar (talas beneng) yang sudah menjadi bahan olahan rumah tangga yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan.

Beberapa indikator tentang keberhasilan program ini adalah :

1. Peningkatan jumlah anggota gapoktan dari 180 orang pada tahun 2011 menjadi 226 orang pada Juni 2012.

2. Peningkatan jumlah kelompok tani yang bergabung dari 9 kelompok tani pada tahun 2011 menjadi 11 kelompok tani pada Juni 2012.

3. Peningkatan pengelolaan domba dari 768 ekor dengan pinjaman bergulir 493 ekor pada tahun 2009 menjadi 2.044 ekor pada Juni 2012.

4. Peningkatan jumlah petani koperator yang terlibat dalam usaha ternak domba gapoktan dari 76 kepala keluarga pada tahun 2009 menjadi 186 kepala keluarga pada Juni 2012.

5. Peningkatan skala usaha ternak domba dari rata-rata 1-4 ekor per kepala keluarga pada tahun 2009 menjadi 4-7 ekor per kepala keluarga pada Juni 2012.

Hal ini mencerminkan dalam kurun 5 tahun terakhir di KDT Cinyurup Banten telah terjadi perubahan baik di dalam perilaku petani di dalam hubungan satu sama lainnya, atau dengan lingkungan sekitar (kawasan hutan lindung) baik secara sosial, ekonomi maupun biofisik.

(30)

5.8 Implikasi Manajerial

Dari hasil penelitian, dibuktikan bahwa kompetensi sumberdaya manusia gapoktan belum memenuhi kategori baik tetapi masih bisa mengimbangi terhadap aktivitasnya dan berhasil dalam pelaksanaannya. Kondisi ini menjadi menarik untuk diungkap merujuk kepada Wright dan Geroy (1992) dalam Dahiya dan Jha (2011) yang mengkritisi keterbatasan analisis kebutuhan pelatihan, disampaikan bahwa sekitar 80%- 90% produktivitas organisasi dipengaruhi oleh lingkungan kerja atau budaya, hal ini seringkali menyebabkan hasil analisis kebutuhan pelatihan sering tidak efektif. Abdullah (2009) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah karateristik organisasi. Berdasarkan pengalaman, banyak organisasi petani di Indonesia yang tidak berhasil dalam pengembangannya dikarenakan organisasi tersebut tidak dibangun dari kekuatan nilai-nilai sosial yang ada dimasyarakat tersebut. Syahyuti (2011) dalam suatu penelitian mengemukakan tentang pengalaman meneliti ratusan organisasi petani di Indonesia, jika ada satu-dua organisasi petani yang bagus; itu merupakan berkah yang jarang terjadi karena disebabkan “diketemukannya” pemimpin organisasi yang bagus. Pendekatan top-down planning menyebabkan tidak tumbuhnya partisipasi anggota dalam berorganisasi.

Informasi “kekuatan” sesungguhnya dari organisasi ini belum terungkap dengan baik. Berdasarkan hasil FGD, pengembangan produktivitas petani didukung oleh kelembagaan KDT. Ada dua kekuatan yang membuat program KDT berhasil, yaitu :

1. Intervensi Pokja, sejalan dengan hasil kajian empiris Suradisastra et al (2011) dimana masing-masing elemen yang terlibat dalam program KDT mendapatkan dampak positif. Diantaranya : Kehutanan mendapatkan dampak dari kelestarian hutan lindung, Dinas Ketahanan Pangan mengembangkan tanaman pangan melalui integrasi tanaman-ternak, dan Dinas Peternakan memiliki program percontohan model pengembangan ternak.

2. Kelembagaan lokal, yang di bagi ke dalam tiga faktor utama, yaitu :

a. Kepemimpinan lokal yang baik dimana peran kepemimpinan lokal direpresentasikan setidaknya oleh tiga orang, yaitu : penyuluh pendamping, ketua gapoktan dan wakil ketua gapoktan. Peran yang dilakukan oleh

(31)

mereka adalah sebagai fasilitator yang memberikan komitmen, solusi yang realistis, dan memberikan pembinaan pola “irama gendang”; lalu sebagai filter informasi, penyiapan kaderisasi dan memberikan pengaruh positif terhadap perubahan perilaku, sikap, dan keterampilan.

b. Kemandirian lokal dalam bentuk swadaya modal. Permasalahan permodalan disiasati melalui kegiatan iuran anggota, denda ketidak hadiran, dan iuran dana sosial. Dimana penggunaan dana tersebut untuk kesejahteraan anggota, semisal : pembelian bibit, modal usaha, kepentingan sosial (bedah rumah, santunan kematian, bantuan pendidikan).

c. Aturan main lokalita yang ditentukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Diantaranya : denda ketidakhadiran masuk ke dalam kas kelompok, anggota yang tidak mengembalikan ternak sesuai kesepakatan diambil oleh pengurus dan diberikan kepada anggota lain berdasarkan pertimbangan bersama.

Beberapa best practice mengenai kekuatan kelembagaan dalam organisasi petani di Indonesia, antara lain : kelembagaan Banjar dan Subak yang ada di Bali, dan Pemerintahan Marga yang ada di Bengkulu. Banjar dan Subak masih bisa ditemukan sampai saat ini, namun pemerintahan marga telah mati sejak tahun 1970 seiring kebijakan proses penyeragaman pemerintahan desa di Indonesia melalui UU No.5 tahun 1974 tentang Pemerintahan Desa.

Berdasarkan paparan tersebut dan mengingat bahwa program KDT rencananya akan dilepas intervensinya secara perlahan menjadi kemandirian usaha pada tahun 2013, maka alternatif solusi yang dikembangkan di KDT dalam waktu yang tidak terlalu lama adalah :

1. Indikator kemandirian usaha Gapoktan Juhut Mandiri direfleksikan dengan terwujudnya usaha bisnis berupa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Usaha bisnis ini memerlukan kompetensi yang memadai untuk mengelola organisasi agar dapat memahami bagaimana visi bisnis dapat dioperasionalkan dengan tepat, sehingga kompetensi ini menjadi suatu syarat mutlak sebagai upaya menumbuhkembangkan wirausaha yang berbasis pada kompetensi yang memadai. Dari hasil analisis gap diketahui bahwa kemampuan perencanaan dan pengendalian adalah dua urutan teratas yang memiliki gap terbesar.

(32)

Kondisi ini harus ditindaklanjuti melalui penetapan skala prioritas kebutuhan pelatihan dengan mempertimbangkan faktor karateristik petani dan kurikulum (materi) yang dibutuhkan.

2. Membatasi jumlah aktivitas kunjungan ke Gapoktan Juhut Mandiri melalui pengelolaan frekuensi dan substansi aktivitas kunjungan agar tidak berdampak negatif terhadap petani.

3. Segera melakukan kaderisasi baik dari sisi penyuluh pendamping yang dibatasi oleh masa penugasan, dan kepengurusan gapoktan yang berfungsi melayani dan memfasilitasi kegiatan anggota gapoktan. Belajar dari pengalaman, penerimaan peran orang “asing” oleh komunitas gapoktan di filter oleh investasi “kepercayaan” yang tidak mudah didapatkan (memerlukan waktu). 4. Menyarankan kepada penyuluh pendamping dan pengurus gapoktan

mengikutsertakan secara aktif “lapis keduanya” dalam aktivitas gapoktan. Hal ini sangat penting dilakukan sebagai proses kaderisasi.

5. Memberikan bantuan kepada petani untuk mengatasi masalah pemasaran produknya. Karena tuntutan terhadap produktivitas tanpa disertai jaminan hasil penjualan produk, akan mempengaruhi motivasi dalam aktivitasnya.

6. Memastikan bahwa sebelum intervensi dilepas, petani sudah dibekali dengan kompetensi yang memadai sehingga mereka dapat memanfaatkannya sebagai modal untuk mencapai kemandirian usaha.

Gambar

Gambar 10. Sebaran Petani Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 11. Sebaran Petani Berdasarkan Usia
Gambar 12. Sebaran Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan 5.1.4 Sebaran Petani Berdasarkan Lama Bergabung
Gambar 13. Sebaran Petani Berdasarkan Lama Gabung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari uji F menunjukkan bahwa pada periode waktu 2006-2015 variabel produksi kelapa, kurs rupiah terhadap US$ dan harga ekspor tepung kelapa secara bersama-sama

1) Kegiatan pembelajaran kurang maksimal karena saat itu laboratorium SMP Negeri 1 Ketapang sedang digunakan oleh kelas lain. Kegiatan pembelajaran akhirnya dilakukan di

Ma hine Learning Appli ations to Self-Organizing Networks: Cell Sele tion and Coverage and Capa ity Optimization Use Cases... A knowledgments Firstly, I would like to express my sin

Berdasarkan pengujian hipotesis dengan uji t, diperoleh nilai sig 0,000 atau kurang dari 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima maka dapat disimpulkan bahwa

Dari kumulatif inflasi Jawa Timur tahun 2011 sebesar 4,09 persen, kelompok yang memberikan sumbangan inflasi terbesar adalah kelompok bahan makanan sebesar 0,87 persen, dikuti

1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. 2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk asset, maka asset tersebut harus

Dan yang terakhir narasumber ke tujuh Sella Amalia adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Berdasarkan fenomena, dan beberapa hasil penelitian terdahulu yang masih beragam yang telah peneliti uraikan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian