• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuransi (Insurance) 2.1.1 Pengertian Asuransi

Asuransi menurut Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian adalah sebagai berikut “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak

atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul akibat suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan (UU RI No. 2 Tahun 1992).” „Penanggung‟ dalam

definisi itu adalah suatu badan usaha asuransi yang memenuhi ketentuan UU No. 2/1992 (Darmawi, 2000).

2.1.2 Manfaat Asuransi

Asuransi mempunyai banyak manfaat, antara lain sebagai berikut: 1. Asuransi melindungi risiko investasi.

2. Asuransi sebagai sumber dana investasi. 3. Asuransi untuk melengkapi persyaratan kredit. 4. Asuransi dapat mengurangi kekhawatiran. 5. Asuransi mengurangi biaya modal.

(2)

6. Asuransi menjamin kestabilan perusahaan. 7. Asuransi dapat meratakan keuntungan.

8. Asuransi dapat menyediakan layanan profesional. 9. Asuransi mendorong usaha pencegahan kerugian.

10. Asuransi membantu pemeliharaan kesehatan (Darmawi, 2000).

2.1.3 Asuransi Komersial dan Sosial

Asuransi komersial adalah asuransi yang dikelola oleh perusahaan swasta atas keikutsertaan masyarakat secara sukarela. Bentuk program yang dilayani tergantung kepada kebutuhan dan kemampuan tertanggung yang ditentukan dalam perjanjian. Dalam bidang asuransi kesehatan, seseorang dapat mengikuti suatu program yang biayanya akan dibebankan atau dibayar kembali oleh perusahaan. Besarnya pertanggungan sesuai dengan pilihan tertanggung dan premi yang dibayar tertanggung setiap bulan atau setiap tahunnya. Untuk menjadi anggota tertanggung seseorang harus memenuhi persyaratan tertentu (Darmawi, 2000).

Asuransi sosial adalah asuransi yang dikelola oleh pemerintah atau instansi atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pengelola asuransi (Kemenkes, 2014). Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No. 40 Tahun 2004).

Berbeda dengan asuransi komersial, asuransi sosial hanya mencakup perlindungan dasar yang biasanya ditentukan dalam peraturan perundangan

(3)

(Darmawi, 2000). Kelebihan sistem asuransi sosial dibandingkan dengan asuransi komersial antara lain:

Tabel 2.1 Perbedaan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial

Asuransi Sosial Asuransi Komersial

Kepesertaan bersifat wajib kepesertaan bersifat sukarela

Non profit Profit

Manfaat komprehensif Manfaat sesuai premi yang dibayarkan Sumber: Kementerian Kesehatan 2014

2.2 Asuransi Kesehatan

Salah satu masalah yang perlu kita antisipasi adalah pembiayaan kesehatan di masa depan. Beberapa alasan dapat dikemukakan, antara lain pertimbangan aspek pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan demand masyarakat, teknologi kedokteran serta pertumbuhan “industri” kedokteran sendiri, di mana peranan swasta/PMDN/PMA akan semakin berat, sementara subsidi pemerintah semakin menurun, sehingga kenaikan biaya pelayanan kesehatan pasti akan menjadi beban yang semakin berat bagi sebagian besar masyarakat (Sulastomo, 2000).

Asuransi kesehatan merupakan pilihan satu-satunya dalam pengembangan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Alasannya, biaya kesehatan (terutama di masa depan) akan mencapai jumlah yang besar. Dengan demikian, biaya kesehatan tidak akan mungkin dibebankan kepada pemerintah/perusahaan saja, tetapi juga harus diorganisir berdasar kegotong-royongan masyarakat dan pemerintah. Masyarakat yang kuat dan sehat harus membantu yang lemah atau sakit (Sulastomo, 2000).

(4)

Asuransi kesehatan adalah asuransi yang memberikan penggantian biaya kesehatan. Yang termasuk biaya kesehatan ada tiga, yaitu:

1. Pemeliharaan kesehatan. 2. Perawatan.

3. Pengobatan.

Asuransi kesehatan tidak mengganti biaya pemeliharaan kesehatan, melainkan hanya mengganti biaya perawatan dan pengobatan (Senduk, 2009).

2.3 Sistem Jaminan Sosial Nasional

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (Kemenkes, 2014).

2.3.1 Pengertian Jaminan Sosial

Menurut ILO (1998), Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan tekanan ekonomi sosial bahwa jika tidak diadakan sistem jaminan sosial akan menimbulkan hilangnya sebagian pendapatan sebagai akibat sakit, persalinan, kecelakaan kerja, sementara tidak bekerja, cacat, hari tua dan kematian dini, perawatan medis termasuk pemberian subsidi bagi anggota keluarga yang membutuhkan (Soekamto, dkk., 2006).

Pengertian jaminan sosial menurut ILO tersebut masih bersifat universal sehingga dalam implementasinya harus disesuaikan dengan berbagai pendekatan yang berlaku di setiap negara (Soekamto, dkk., 2006). Menurut Purwoko (1999),

(5)

pengertian jaminan sosial sangat beragam. Dilihat dari pendekatan asuransi sosial, maka berarti jaminan sosial sebagai teknik atau metoda penanganan risiko hubungan industrial yang berbasis pada hukum bilangan besar (law of large numbers). Dari sisi bantuaan sosial , maka jaminan sosial berarti sebagai dukungan pendapatan bagi komunitas kurang beruntung untuk keperluan konsumsi. Karena itu, maka jaminan sosial berarti sebagai:

a. salah satu faktor ekonomi seperti konsumsi, tabungan dan subsidi atau koneksi untuk redistribusi pendapatan;

b. instrumen negara untuk redistribusi risiko sosial-ekonomi melalui tes kebutuhan (means-test application), yaitu tes apa yang telah dimiliki peserta baik berupa rekening tabungan maupun kekayaan ril;

c. program pengentasan kemiskinan yang ditindak-lanjuti dengan pemberdayaan komunitas; dan

d. sistem perlindungan dasar untuk penanggulangan hilangnya sebagian pendapatan pekerja sebagai konsekuensi risiko industrial (Soekamto, dkk., 2006).

2.3.2 Fungsi Jaminan Sosial

Jaminan sosial memiliki tiga pilar jaminan sosial yang terdiri dari:

1) Bantuan/pelayanan sosial. Sistem ini didanai dari sumber pajak oleh negara atau sumbangan dari pihak yang mempunyai status ekonomi yang kuat.

(6)

2) Tabungan wajib. Setiap orang diwajibkan menabung untuk dirinya sendiri (provident fund) sebagaimana dilaksanakan dalam Jaminan Hari Tua Jamsostek atau sebagian jaminan pensiun Taspen.

3) Asuransi sosial. Dimana setiap orang mengiur/berkontribusi atau membayar premi yang sifatnya wajib. Bisa juga premi/iuran dibayarkan oleh pihak lain atau eleh pemerintah bagi mereka yang miskin. Sistem asuransi sosial ini paling baik, dana yang terkumpul memadai, tahan lama, dan paling banyak digunakan di dunia (Soekamto, dkk., 2006).

Sebagai sistem perlindungan dasar untuk masyarakat pekerja termasuk masyarakat luas yang mengalami musibah atau kemalangan baik yang disebabkan karena peristiwa hubungan industrial atau di luar hubungan industrial seperti kemiskinan, manfaat jaminan sosial mencakup:

a. Santunan tunai untuk dukungan pendapatan pencari nafkah utama;

b. Kompensasi finansial untuk korban kasus kecelakaan kerja dan kematian dini;

c. Manfaat pelayanan kesehatan dan pemberian alat bantu (Soekamto, dkk., 2006).

2.4 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.4.1 Pengertian Jaminan Kesehatan

Definisi jaminan kesehatan dalam bahasa Indonesia mempunyai beberapa pengertian karena kata jaminan dapat berasal dari guanrantee atau warranty dan

(7)

dapat berasal dari terjemahan bahasa inggris insurance atau asuransi (Soekamto, dkk., 2006)

“Jaminan kesehatan adalah sebuah sistem yang memungkinkan seseorang

terbebas dari beban biaya berobat yang relatif mahal yang menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar hidup lain (makan, sekolah, bekerja, dan bersosialisasi)” (Soekamto, dkk, 2006).

2.4.2 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes, 2014).

2.4.3 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan (Kemenkes, 2014).

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis (Kemenkes, 2014).

(8)

2.4.4 Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:

1) Prinsip kegotongroyongan

Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong-royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2) Prinsip nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

(9)

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4) Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

5) Prinsip dana amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

6) Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar besar kepentingan peserta (Kemenkes, 2014).

2.4.5 Beberapa Kebijakan Terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional

Mengenai pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013. Penjelasan bahwa peserta JKN berhak mendapatkan pelayanan promotif dan preventif tertera dalam Peraturan

(10)

Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 ini pada Pasal 13 yang bertuliskan bahwa “Setiap Peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.”

Manfaat Jaminan Kesehatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 21 yaitu “Manfaat

pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: penyuluhan kesehatan perorangan; imunisasi dasar; keluarga berencana; dan skrining kesehatan.” Kemudian Pasal 22 menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan tingkat

pertama meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: 1. Administrasi pelayanan;

2. Pelayanan promotif dan preventif;

3. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;

4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; 5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

6. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;

7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama; dan 8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.

Selain itu, pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP) milik Pemerintah Daerah diatur dalam Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2014. Tertera pada Pasal 12, bahwa dana kapitasi JKN di FTKP dimanfaatkan seluruhnya untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Jasa pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud

(11)

meliputi jasa pelayanan kesehatan perorangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan.

Jasa pelayanan kesehatan di FKTP atau puskesmas ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari total penerimaan dana kapitasi JKN, dan sisanya dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan yang meliputi biaya obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya. Dalam hal ini, biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya.

Dalam menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial membuat Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional yang menjelaskan kepesertaan, iuran kepesertaan jaminan kesehatan, penyelenggara pelayanan, peningkatan mutu dan penambahan manfaat jaminan kesehatan, kompensasi, kendali mutu dan kendali biaya, serta pelaporan dan utilization review.

2.5 Fasilitas Kesehatan

Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (tingkat pertama) meliputi pelayanan rawat jalan dan

(12)

rawat inap. Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah:

1) Rawat Jalan Tingkat Pertama a. Puskesmas atau yang setara; b. praktik dokter;

c. praktik dokter gigi;

d. klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI/POLRI;dan

e. Rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara. 2) Rawat Inap Tingkat Pertama

Fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan fasilitas rawat inap (BPJS, Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan).

2. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan khusus.

2.6 Puskesmas

2.6.1 Definisi Puskesmas

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk

(13)

kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2009).

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Effendi, 2009).

2.6.2 Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005).

2.6.3 Fungsi Puskesmas

Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. Khusus untuk kota besar

(14)

dengan jumlah penduduk satu juta jiwa atau lebih, wilayah kerja puskesmas dapat meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi (Effendi, 2009).

Menurut Trihono (2005) ada tiga fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Pusat pemberdayaan masyarakat berarti puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

(15)

Pusat pelayanan kesehatan strata pertama berarti puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi :

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat disebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

Menurut Effendi (2009) ada beberapa proses dalam melaksanakan fungsi tersebut yaitu merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri, memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien, memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan memberikan pelayanan kesehatan

(16)

langsung kepada masyarakat, bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program puskesmas.

2.6.4 Peran Puskesmas

Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Effendi, 2009).

2.6.5 Upaya penyelenggaraan

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembang (Trihono, 2005).

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya

(17)

kesehatan wajib tersebut adalah upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta upaya pengobatan (Trihono, 2005).

Sedangkan upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada yaitu upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatran oleh raga, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional (Trihono, 2005).

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi yakni upaya diluar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas (Trihono, 2005).

Pemilihan upaya kesehatan pengembangn ini dilakukan oleh puskesmas bersama dinas kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan masukan dari konkes/BPKM/BPP. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara optimal dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.

(18)

Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota (Trihono, 2005).

Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas kesehatan kabupaten/kota bertanggung jawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu, dinas kesehatan kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya (Trihono, 2005).

Perlu diingat meskipun puskesmas menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik dan memiliki tenaga spesialis, kedudukan dan fungsi puskesmas tetap sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya (Trihono, 2005).

2.6.6 Azas penyelenggaraan

Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas penyelenggaraan puskesmas yang dimaksud adalah azas pertanggungjawaban wilayah, azas pemberdayaan masyarakat, azas keterpaduan dan azas rujukan (Trihono, 2005).

(19)

Azas pertanggungjawaban wilayah berarti puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan seperti menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan kesehatan, memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya dan menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya (Trihono, 2005).

Azas pemberdayaan masyarakat berarti puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Untuk itu, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain adalah upaya kesehatan ibu dan anak (posyandu, polindes dan bina keluarga balita), upaya pengobatan (posyandu, pos obat desa), upaya perbaikan gizi (posyandu, panti pemulihan gizi, keluarga sadar gizi), upaya kesehatan sekolah (dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, saka bakti husada dan pos kesehatan pesantren), upaya kesehatan lingkungan (kelompok pemakai air bersih, dan desa percontohan kesehatan lingkungan), upaya kesehatan usia lanjut (posyandu usila dan panti werda), upaya kesehatan kerja (pos upaya kesehatan kerja), upaya kesehatan jiwa (posyandu, tim pelaksana kesehatan jiwa masyarakat), upaya pembinaan

(20)

pebinaan dan jaminan kesehatan (dana sehat, tabungan ibu bersalin, mobilisasi dana keagamaan) (Trihono, 2005).

Azas keterpaduan untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yaitu keterpaduan lintas program dan keterpaduan lintas sektor (Trihono, 2005).

Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggung jawab puskesmas sedangkan untuk keterpaduan lintas sektor merupakan upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha (Trihono, 2005).

Azas rujukan digunakan sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas terbatas. Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan (Trihono, 2005).

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan

(21)

kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama (Trihono, 2005).

2.6.7 Upaya Kesehatan

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia (KEPMENKES RI No. 128/MENKES/SK/II/2004). Upaya kesehatan wajib tersebut adalah sebagai berikut:

A. Upaya Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan atau memandirikan masyarakat agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Ottawa Charter dalam Maulana, 2009). Proses pemberdayaan atau memandirikan masyarakat tidak hanya terbatas pada kegiatan pemberian informasi (seperti kegiatan penyuluhan, KIE,

(22)

dan pendidikan kesehatan), tetapi juga menyangkut penggalangan berbagai dukungan di masyarakat (Maulana, 2009).

Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yg berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan bila perlu.

Tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Sasaran penyuluhan kesehatan adalah sebagai berikut: a) Sasaran Jangkauan Penyuluhan

a. Kelompok umum b. Kelompok khusus

1) Masyarakat daerah terpencil/terasing

2) Masyarakat daerah pemukiman baru (transmigran/perbatasan) 3) Masyarakat korban bencana/masalah kesehatan (KLB)

4) Masyarakat kelompok rentan (ibu hamil, lansia)

5) Masyarakat yang berada di berbagai institusi (rumah sakit, posyandu). 6) Masyarakat yg mempunyai pengaruh dlm proses pengambilan

keputusan (pemuka agama, Kepala Keluarga)

7) Kelompok-kelompok yang mempunyai potensi dalam kegiatan penyuluhan (PKK, Karang Taruna).

(23)

b) Sasaran Hasil Penyuluhan

Sasaran tersebut di atas yang telah mengalami perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku, dikaitkan dengan sasaran program.

B. Upaya Kesehatan Lingkungan

Berdasarkan teori Blum, lingkungan merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya paling besar terhadap status kesehatan masyarakat di samping faktor pelayanan kesehatan, faktor genetik dan faktor prilaku. Bahaya potensial terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh lingkungan dapat bersifat fisik, kimia maupun biologi. Sejalan dengan kebijaksanaan‟Paradigma Sehat‟ yang mengutamakan upaya-upaya yang bersifat promotif dan preventif. Maka upaya kesehatan lingkungan sangat penting.

Kegiatan peningkatan kesehatan lingkungan bertujuan agar terwujudnya kualitas lingkungan yang lebih sehat agar dapat melindungi masyarakat dari segala kemungkinan resiko kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan bahaya kesehatan menuju derajat kesehatan keluarga dan masyarakat yang lebih baik. Kegiatan-kegiatan upaya kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. Penyehatan Air

2. Penyehatan Makanan dan Minuman

3. Pengawasan Pembuangan Kotoran Manusia 4. Pengawasan, Pembuangan Sampah dan Limbah 5. Penyehatan Pemukiman

6. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum

(24)

8. Pengamanan Pestisida 9. Klinik Sanitasi

Sasaran upaya kesehatan lingkungan sebagai berikut:

1. Daerah dengan endemis penyakit perut dan kecacingan, angka penyakit diare tinggi; penyakit-penyakit bersumber dari sampah.

2. Daerah berpenghasilan rendah, berpenduduk padat dan kumuh, cakupan sanitasi dasar yang rendah.

3. Daerah pariwisata; tempat pengelolaan makanan; transportasi; sarana ibadah; sarana perdagangan; sarana perawatan/pemeliharaan; sarana social.

4. Daerah-daerah dengan angka kepemilikan dan pemanfaatan jamban yang memenuhi syarat kesehatan masih kurang.

5. Keluarga dan masyarakat di daerah yang angka kepadatan penduduknya tinggi serta produksi sampahnya cukup banyak; masyarakat dengan penyakit yang berhubungan dengan penyakit lingkungan.

6. Daerah yang mempunyai resiko terhadap penularan penyakit diare, TBC Paru, ISPA, DBD, dan Filariasis.

7. Daerah pemukiman baru; resiko tinggi terhadap pencemaran; tempat pengelolaan pestisida; daerah industri; pertanian.

8. Daerah terpencil dan daerah perbatasan; masyarakat terasing dan rawan bencana; rawan air bersih.

C. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah upaya kesehatan primer yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan kesehatan ibu dalam menjalankan fungsi

(25)

reproduksi yang berkualitas serta upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan bayi, anak di bawah lima tahun (balita) dan anak usia prasekolah dalam proses tumbuh kembang. Termasuk di dalamnya pendidikan kesehatan pada masyarakat, pemuka masyarakat, dukun bayi, pembinaan kesehatan anak.

Bentuk upaya kesehatan ibu dan anak sebagai berikut:

a) Pelayanan Kesehatan/asuhan kebidanan di wilayah kerja puskesmas b) Pelayanan Kesehatan bagi bayi, balita dan anak prasekolah

Sasaran upaya Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) sebagai berikut: a) Ibu dan Anak Ibu,

b) Bayi, c) Balita,

d) Anak Usia Prasekolah, dan

e) Keluarga yang tinggal atau berada di wilayah kerja puskesmas serta yang berkunjung ke puskesmas.

Upaya Kesehatan Keluarga Berencana (KB) adalah upaya kesehatan primer yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan kesehatan pasangan usia subur dalam menjalankan fungsi reproduksi yang berkualitas. Prioritas pelayanan untuk meningkatkan derajat kesehatan pasangan usia subur dan keluarganya dalam pengaturan kehamilan, baik jumlah dan waktu kehamilan serta jarak antar kehamilan guna menurunkan angka kelahiran nasional.

Sasaran upaya Kesehatan Keluarga Berencana (KB) sebagai berikut: a) Pasangan Usia Subur (PUS),

(26)

c) PUS dengan wanita yang akan memasuki masa menopause,

d) Keluarga yang tinggal dan berada di wilayah kerja puskesmas, dan

e) Wanita Usia Subur (WUS) yang datang pd pelayanan rawat jalan Puskesmas yang dalam fase intervensi pelayanan KB.

D. Upaya Perbaikan Gizi

Upaya Peningkatan Gizi Masyarakat adalah kegiatan untuk mengupayakan peningkatan status gizi masyarakat dengan pengelolaan terkoordinasi dari berbagai profesi kesehatan (tenaga pengelola gizi) serta dukungan peran serta aktif masyarakat. Program Upaya Perbaikan Gizi puskesmas meliputi:

1. Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)

Kegiatan masyarakat untuk melembagakan upaya peningkatan gizi dalam tiap keluarga di Indonesia, bersifat lintas sektor yang dilaksanakan oleh kesehatan, pertanian, BKKBN, agama dalam negeri, dan PKK.

2. Upaya Perbaikan Gizi Institusi (UPGI)

Mendorong berbagai institusi pemerintah dan swasta agar memberikan perhatian lebih besar dalam peningkatan status gizi warganya.

3. Upaya Penanggulangan Kelainan Gizi yang terdiri dari:

a) Pencegahan Dan Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

b) Pencegahan Dan Penanggulangan Anemia Besi (AGB)

c) Pencegahan Dan Penanggulangan Kurang Kalori Energi Protein (KEP) Dan Kurang Energi Kronis (KEK)

(27)

e) Pencegahan Dan Penaggulangan Masalah Kekurangan Gizi Mikro Lain f) Pencegahan Dan Penaggulangan Masalah Gizi Lebih

4. Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG).

Upaya perbaikan gizi memliki tujuan untuk menanggulangi masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat. Sasaran Upaya perbaikan gizi sebagai berikut:

1. Bayi, balita, anak prasekolah, dan anak usia sekolah.

2. Wanita Usia Subur (termasuk calon pengantin), ibu hamil, ibu nifas, dan lansia. 3. Semua penduduk daerah rawan gizi.

4. Semua anak dan dewasa yang mempunyai masalah gizi. 5. Pekerja berpenghasilan rendah/miskin.

E. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh agent infeksi atau toksinnya, yang beraasal dari sumber penularan atau reservoir, yang ditularkan/ ditansmisikan kepada pejamu (host) yang rentan. Program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular meliputi kuratif, pemutusan rantai penularan, promosi kesehatan, dan surveilans.

Definisi epidemiologi menurut WHO (1989) adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masaalah-masalah kesehatan. Pengertian surveilans (WHO) adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.

(28)

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang memengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalaah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahaan, dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

Tujuan surveilans adalah sebagai berikut:

1. Menentukan data dasar/besarnya masalah kesehatan. 2. Memantau atau mengetahui kecenderungan penyakit. 3. Mengidentifikasi adanya kejadian luar biasa.

4. Membuat rencana, pemantauan, penilaian atau evaluasi program kesehatan. Program Pemberantasan Penyakit Menular sebagai berikut:

a. Program imunisasi

b. Program TB paru dengan kegiatan penemuan penderita TBC c. Program malaria dengan angka insiden malaria (AMI)

d. Program ISPA dengan frekuensi penemuan dan penaggulangan pneumonia

e. Program diare meliputi frekuensi penanggulangan diare f. Program rabies

g. Program Surveilans

h. Pemberantasan demam berdarah

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah kejadian kesakitan atau kematian yang menarik perhatian umum dan mungkin menimbulkan kehebohan/ketakutan di

(29)

kalangan masyarakat, atau menurut pengamatan epidemiologik dianggap adanya peningkatan yang berarti (bermakna) dari kejadiankesakitan/kematian tersebut kepada kelompok penduduk dalam kurun tertentu.

Wabah Penyakit Menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat mennnimbulkan malapetaka (U.U. No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit yang menular)

Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular (P2M) dilaksanakan dengan upaya-upaya:

a) Pengobatan, dengan memberikan pertolongan penderita, membangun pos-pos kesehatan di tempat kejadian dengan dukungan tenaga dan sarana obat yang memadai termasuk rujukan.

b) Pemutusan rantai penularan atau upaya pencegahan misalnya, abatisasi pada KLB, DBD, Kaporisasi pada sumur-sumur yang tercemar pada KLB diare. c) Melakukan kegiatan pendukung yaitu penyuluhan , pengamatan/pemantauan

(surveinlans ketat) dan logistik.

Program pencegahan adalah mencegah agar penyakit menular tidak menyebar didalam masyarakat, yang dilakukan antara lain dengan memberikan kekebalan kepada host melalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan imunisasi. Cara Penularan Penyakit menular dikenal beberapa cara penularan penyakit menular, yaitu: Penularan secara kontak.

(30)

Upaya pengobatan berguna untuk mendapatkan diagnosa sedini mungkin dengan melaksanakan tindakan pengobatan dan upaya rujukan serta rehabilitasi jika diperlukan. Program pengobatan seperti berikut ini:

a. Rawat Jalan Poli Umum b. Rawat Jalan Poli Gigi

c. Unit Rawat Inap: Keperawatan, Kebidanan d. Unit Gawat Darurat (UGD)

e. Puskesmas Keliling (Puskel)

Semua program wajib yang dilaksanakan di puskesmas dikembangkan berdasarkan program wajib pelayanan kesehatan dasar seperti yang dianjurkan World

Health Organization (WHO) yang dikenal dengan Basic Seven. Basic Seven tersebut

terdiri atas maternal and child health care, medical care, environmental sanitation,

health education (untuk kelompok-kelompok masyarakat), simple laboratory, communicable disease control, dan simple statistic (Effendi, 2009).

Pelaksanaan program wajib puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Oleh karena itu, program wajib puskesmas ditujukan untuk kepentingan kesehatan keluarga sebagai bagian dari masyarakat di wilayah kerjanya. Setiap program wajib puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (Effendi, 2009).

Selain penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan wajib tersebut, puskesmas sewaktu-waktu dapat diminta untuk melaksanakan program kesehatan tertentu oleh pemerintah pusat seperti Pekan Imunisasi Nasional. Dalam hal demikian, baik

(31)

petunjuk pelaksanaan maupun perbekalan akan diberikan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (Effendi, 2009).

Keadaan darurat mengenai kesehatan dapat terjadi, misalnya karena timbul wabah penyakit menular atau bencana alam. Untuk mengatasi kejadian darurat seperti tersebut tadi, dapat dengan mengurangi atau menunda kegiatan lain (Effendi, 2009).

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni upaya kesehatan sekolah; upaya kesehatan olah raga; upaya perawatan kesehatan masyarakat; upaya kesehatan kerja; upaya kesehatan gigi dan mulut; upaya kesehatan jiwa; upaya kesehatan mata; upaya kesehatan usia lanjut; dan upaya pembinaan pengobatan tradisional (KEPMENKES RI No. 128/MENKES/SK/II/2004).

Upaya kesehatan pengembangan dilaksanakan sesuai kemampuan tenaga maupun fasilitas, karenanya upaya kesehatan pengembangan di setiap puskesmas dapat berbeda-beda. Namun demikian, upaya kesehatan wajib yang lazim dan seharusnya dilaksanakan.

2.7 Pelayanan Kesehatan

2.7.1 Definisi Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

(32)

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat (Azwar, 1996).

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang meliputi kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk, dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Effendi, 2009).

2.7.2 Pelayanan Promotif, Preventif, Kuratif, dan Rehabilitatif

Upaya promotif adalah upaya promosi kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan status atau derajat kesehatan yang optimal. Sasarannya adalah kelompok orang sehat. Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan cara memberikan:

1. Penyuluhan kesehatan masyarakat. 2. Peningkatan gizi.

3. Pemeliharaan kesehatan perorangan. 4. Pemeliharaan kesehatan lingkungan. 5. Olahraga secara teratur.

6. Rekreasi.

7. Pendidikan seks (Effendy, 1998).

Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal

(33)

dari bahasa latin, pravenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat.

Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, melalui kegiatan-kegiatan:

1. Imunisasi massal terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil.

2. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah.

3. Pemberian vitamin A, Yodium melalu posyandu, puskesmas ataupun di rumah.

4. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas, dan menyusui (Effendy, 1998).

Upaya pengobatan (kuratif) bertujuan untuk merawat dan mengobati anggota keluarga, kelompok yang menderita penyakit atau masalah kesehatan. Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu :

1. Dukungan penyembuhan, perawatan, contohnya: dukungan psikis penderita TB

2. Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari puskesmas dan rumah sakit

3. Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis dirumah, ibu bersalin dan nifas 4. Perawatan payudara

(34)

5. Perawatan tali pusat bayi baru lahir

6. Pemberian obat : Fe, Vitamin A, oralit (Effendy, 1998).

Upaya rehabilitasi merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita yang dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama. Usaha yang dilakukan, yaitu:

1. Latihan fisik bagi yang mengalami gangguan fisik seperti, patah tulang, kelainan bawaan

2. Latihan fisik tertentu bagi penderita penyakit tertentu misalnya, TBC (latihan nafas dan batuk), stroke/fisioterapi (Effendy, 1998).

2.8 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu, fokus penelitian disusun sebagai berikut:

Gambar 2.1 Fokus Penelitian Masukan : 1. Kebijakan 2. Tenaga Kesehatan 3. Pendanaan 4. Sarana, Prasarana dan Peralatan 4. Proses : Pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya

Kesehatan Perorangan (UKP)

Keluaran : Pelayanan Promotif

(35)

Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut:

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) agar dapat berjalan dengan baik, meliputi: Kebijakan; Tenaga Kesehatan; Pendanaan; serta Sarana, Prasarana dan Peralatan.

a. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu.

b. Tenaga kesehatan adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang kesehatan, seperti dokter, dokter gigi, sarjana kesehatan masyarakat, perawat, dan bidan yang dapat melaksanakan pelayanan promotif dan preventif melalui Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) ataupun Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).

c. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif.

d. Sarana, Prasarana dan Peralatan termasuk didalamnya yaitu: ruangan atau tempat untuk melaksanakan UKM dan UKP, media dan peralatan pendukung terlaksananya layanan promotif dan preventif.

2. Proses (Process) adalah kegiatan-kegiatan layanan promotif dan preventif melalui Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) di puskesmas.

(36)

a. Upaya kesehatan masyarakat adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas untuk meningkatkan kesehatan, memelihara kesehatan, mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan yang ada di masyarakat, seperti promosi kesehatan, penyuluhan kesehatan pada ibu dan anak, pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, perbaikan gizi dan penyehatan lingkungan.

b. Upaya kesehatan perorangan adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga medis atau pun paramedis di puskesmas untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan tanpa mengabaikan kegiatan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada individu. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif. Diharapkan adanya peningkatan pelayanan promotif dan preventif melalui Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) terutama dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di fasilitas kesehatan tingkat pertama yakni, puskesmas.

a. Pelayanan promotif adalah upaya yang dilakukan puskesmas untuk meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

b. Pelayanan preventif adalah upaya yang dilakukan puskesmas untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial
Gambar 2.1 Fokus Penelitian Masukan : 1. Kebijakan 2. Tenaga Kesehatan 3. Pendanaan  4

Referensi

Dokumen terkait

Ini didasari bahwa dalam Undang- Undang Pemilihan umum yang baru ini yaitu Undang-Undang Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2012 yang dijelaskan dalam Pasal 208 bahwa partai politik

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dimana dalam pengukuran variabel untuk uji teorinya memakai angka dan analisis data dengan prosedur statistik

Kerjasama masyarakat dan pemerintah khusus Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD) dalam menanggulangi resiko bencana tanah longsor sudah baik, sebagaimana diketahui

Ho : ρ = 0, hipotetsis nol : tidak terdapat pengaruh antara lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian dan

Kelainan bicara dan/atau bahasa adalah adanya masalah dalam komunikasi dan bagian-bagian yang berhubungan dengannya seperti fungsi organ bicara Keterlambatan dan

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Jorong Talang Barat Nagari Talang Babungo Kecamatan Hiliran Gumanti Kabupaten Solok maka didapatkan aktivitas yang dilakukan

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

3 -elalu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam menyusun teks deskripsi.