Zulfikar Ali Buto Siregar* Abstrak
Signifikasi pendekatan sosiologi dalam studi Islam, salah satunya adalah dapat memahami fenomena sosial yang berkenaan dengan ibadah dan muamalat. Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong agamawan memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat memahami agamanya.
Melalui pendekatan sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya dijumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu hanya baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada ajaran agama itu diturunkan
Kata kunci: pendekatan sosiologis, studi Islam, sejarah sosial
A. Pendahuluan
Pendekatan sosiologi dipahami
sebagai suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial
lainnya yang saling berhubungan.
Keanekaragaman fenomena yang terjadi ditengah masyarakat dulu hingga dewasa ini memberikan pertannyaan besar bagaimana dan dari sudut mana dapat memberikan solusi yang baik. Keanekaragaman tersebut dapat muncul disebabkan struktur dan lapisan masyarakat yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Walau terkadang masalah yang ditemukan relative sama, walau sama dapat berbeda jalan penyelesainnya.
Selanjutnya sosiologi dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyaknya bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara
proporsional dan lengkap apabila
menggunakan jasa dan bantuan sosiologi. Dalam agama Islam dapat di jumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa Mesir. Maka hal ini baru dapat dijawab dan sekaligus
dapat ditemukan hikmahnya dengan
bantuan ilmu sosial. Demian halnya
fenomena masyrakat aceh yang begitu kental dengan dan panatik terhadap Agama. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Disinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.1
Dengan keanekaramana pemahaman dan pendapat ditengah masyarakat sangat rentang terjadi pemisahan-pemisan bahkan tidak sedikit yang berakhir pertikaian dan kerusuhan. Sebagaimana yang terjadi di Negera kita tanah air yang tercinta, tidak sedikit yang memisahkan diri akibat gejala sosial dikaitkan dengan agama. Hal ini bukan hanya terjadi di Negera kita saja akan tetapi dapat juga terjadi di belahan dunia (Negera) lainnya. Contoh survei Peoples Temples maupun Aum Shinrikyo yang dilatar belakangi gerakan-gerakan yang pada awalnya memiliki program mulia, yaitu
membantu meyelamatkan orang atau
memperbaiki penyakit-penyakit sosial,
mereka berakhir pada tahap menjauhkan diri, bahkan mengisolasi dari masyarakat luas. Orang-orang dalam gerakan itu melihat masyarakat luas telah rusak, tidak ingin diselamatkan dan mereka menilai individu dan institusi dalam masyarakat itu semakin
layak untuk dimusuhi.2 Mereka
yang disebabkan oleh perilaku masyrakat dapat merusak mereka sindiri. Kebencian memperkuat suatu pandangan dunia yang menempatkan kelompok masyarakat bahwa memperdayakan kaum miskin sebagai dosa yang tidak teranpuni.
Fenomena di atas acap terjadi ditengah masyarakat dalam maupun luar Negeri, ironisnya solusi yang diambil selalu mengenyampingkan agama. Agama dinilai
sebagai ritual kagamaan saja tanpa
menghadirkannya sebagai landasan tolak ukur untuk memecahkan semaua fenomena dalam masyarakat. Beranjak dari hal di atas perlu diadakan pendekatan lebih jauh serta
mendalam menarik penulis akan
menggambarkannya dalam sebuah
pembahasan makalah. Namun mengingat waktu dan ruanglingkup yang sangat luas maka dalam makalah ini akan membahas tentang pengertian sosiologi, subdisiplin sosiologi, pendekatan sosiologi, agama sebagai fenomena sosiologi, pendekatan sosiologi dalam tradisi intelektual Islam (Ibnu Khaldun), penulis dan karya utama dalam studi Islam dengan pendekatan sosiologis, masalah dan prospek pendekatan sosiologis, serta kontribusi pendekatan sosiologis dalam studi Islam. Tidak hanya
bertujuan untuk memenuhi tugas
matakuliah Pendekatan Dalam Pengakajian Islam, juga bertujuan untuk menambah
khazanah pengetahuan dan
pembendaharaan ilmu pemikiran tentang studi Islam penulis dan khayalak ramai.
B. Pengertian Sosiologi
Dilihat dari segi etimologi, sosiologi berasal dari kata latin “socius” yang berarti kawan dan kata yunani “logos” berarti kata atau berbicara. Jadi sosiologi berarti berbicara mengenai kawan atau masyarakat, atau ilmu tentang masyarakat3
Sedangkan
menurut terminologi maka sosiologi
mengandung pengertian- sebagai berikut:
1. Sosiologi adalah studi sistematis
mengenai keadaan kelompok dan masyarakat serta gejala-gejalanya yang
saling berhubungan dan saling
mempengaruhi setiap tindakan kita.
Sosiologi tidak membahas pada
pribadi-pribadi individu tetapi lebih kepada gejala-gejala sosial yang berdasar pada penjelasan sejarah, peristiwa dan kehidupan nyata.4
2. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formil maupun materil, baik statis maupun dinamis.5
3. Pitirim Sorokin mengatakan bahwa
sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:
- Hubungan dan pengaruh
timbal-balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala-gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi; gerak masyarakat dengan politik dan lain sebagainya);
- Hubungan dan pengaruh
timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non sosial (misalnya gejala geografis, biologis dan sebagainya);
- Cir-ciri umum semua jenis gejala sosial.6
Definisi Sosiologi yang ampir samam namun lebih mudah untuk dipahami adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial manusia yang berusaha mencari tahu tentang hakekat dan sebab-sebab dari berbagai pola pikir dan tindakan manusia yang teratur dan dapat berulang untuk berkembang. Berbeda dengan psikologi
yang memusatkan perhatiannya pada
karakteristik pikiran dan tindakan orang perorangan, sosiologi hanya tertarik kepada pikiran dan tindakan yang dimunculkan seseorang sebagai anggota suatu kelompok atau masyarakat.7 Namun perlu diingat, sosiologi adalah disiplin ilmu yang luas dan mencakup banyak hal, dan ada banyak jenis sosiologi yang mempelajari sesuatu yang berbeda dengan tujuan yang berbeda-beda pula.8. Selaian di atas masih banyak lagi
defenisi-defenisi yang dikemukakan oleh berbagai tokoh sosiologi, namun dapat dilihat dari setiap defenisi itu secara garis besar terdapat persamaan dan keselarasan antara satu dengan lainnya, jadi
pengertian-pengertian yang dikemukakan dalam
makalah ini, kiranya sudah dapat mewakili dari berbagai defenisi lainnya.
C. Sub Disiplin Sosiologi
Beberapa sub-disiplin dalam sosiologi yaitu: krimonologi, sosiologi sejarah, geografi manusia, sosiologi industri, sosiologi politik, sosiologi pedesaan, sosiologi kota, dan sosiologi agama.9
Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut:
Kriminologi adalah suatu kajian mengenai perkembangan aktivitas kejahatan dalam hubungannya dengan fungsi struktur
institusi, dan metode mengendalikan
penjahat dalam penangkapan, interogasi dan perawatan yang berikutnya.
Sosiologi sejarah adalah suatu cabang sosiologi yang menggunakan data sejarah sebagai dasar untuk membuat generalisasi ilmiah. Ia mementingkan pola atau bentuk hidup kejadian-kejadian yang telah terjadi dalam sejarah, bukannya menentukan tertib tarikh peristiwa sejarah yang seragam seperti yang dapat disimpulkan dari peristiwa sejarah yang lalu.
Geografi manusia (kadang-kadang dinamakan antropo-geografi) ialah suatu ilmu mengenai hubungan timbal balik manusia dengan alam lingkungan. Ia mempunyai dua prinsip pendekatan:
Pertama, pengaruh alam lingkungan seperti iklim, kedudukan tanah dan air yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia, suatu pengaruh yang biasanya dianggap sebagai bukan penentu, tetapi sebagai suatu pembatasan terhadap batas-batas yang luas.
Kedua, pengaruh manusia terhadap alam lingkungannya. Ini termasuk dalam arti kata yang luas, semua perubahan yang dilakukan oleh manusia terhadap alam kebendaan, tetapi aktivitasnya lebih khusus
seperti mengalirkan rawa-rawa atau
mempertahankan terusan.
Sosiologi industri berhubungan dengan cara mendapatkan pengetahuan mengenai proses sosial yang terlibat dalam aktivitas industri, dan dengan organisasi industri sebagai sistem sosial. Ilmu ini mengkaji aspek institusi mengenai aktivitas industri, dan hubungan proses sosial dalam aktivitas
industri kepada proses lain dalam
masyarakat.
Sosiologi politik adalah suatu cabang sosiologi yang menganalisa proses politik
dalam rangka bidang sosiologi,
mengorientasikan pengamatannya khusus kepada dinamika tingkah laku politik, karena kajian ini dipengaruhi beberapa proses sosial, seperti kerjasama, persaingan, konflik, mobilitas sosial, pembentukan pendapat umum, peralihan kekuasaan beberapa kelompok, dan semua proses yang terlibat mempengaruhi tingkah laku politik.
Sosiologi pedesaan ialah kajian mengenai penduduk desa dalam hubungan dengan kelompoknya. Ilmu ini menggunakan metode dan prinsip sosiologi umum dan menggunakannya dalam kajian mengenai penduduk desa, sekitar ciri-ciri penduduk desa, organisasi sosial desa, dan berbagai lembaga dan asosiasi yang berfungsi di dalam kehidupan sosial desa, proses sosial
yang penting yang terdapat dalam
kehidupan di desa, pengaruh perubahan sosial atas organisasi sosial desa, dan beberapa masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa.
Sosiologi kota adalah kajian mengenai orang-orang kota dalam hubungan mereka antara satu kelompok dengan kelompok lain. Bidang ini mengkaji ciri orang kota, organisasi sosial dan aktivitas institusi mereka, proses interaksi asas yang berlaku dalam kehidupan kota, pengaruh perubahan sosial dan beberapa masalah yang mereka hadapi.
Sosiologi agama adalah melibatkan analisa sistimatik mengenai fenomena agama dengan menggunakan konsep dan metode sosiologi. Institusi agama dikaji
sedemikian rupa, dan struktur serta prosesnya dianalisa, dan begitu juga hubungannya dengan institusi yang lain, perkembangan, penyebaran dan jatuhnya agama dikaji untuk tujuan prinsip umum yang dapat diperoleh darinya. Metode pengendalian sosial melalui aktivitas agama dititikberatkan, seperti halnya aspek psikologi sosial mengenai tingkah laku kolektif dalam hubungannya dengan fungsi agama. Ajaran agama dianalisa dalam hubungan dengan struktur sosial.
Disamping sub-disiplin sosiologi
tersebut di atas, juga ada disiplin sosiologi pendidikan dan pengetahuan. Ahli sosiologi mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kajian sosial, karena perkembangan anak perlu ditumbuhkan dari segi hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaannya, individu tidak dapat berkembang jika diasingkan dari kelompok sosialnya, dan kelompok sosial yang akhirnya membentuk kepribadian tersebut melalui interaksi sosial. Sedangkan Sosiologi pengetahuan adalah suatu kajian mengenai hubungan antara struktur pemikiran dan latar belakang sosiologi di mana ia hidup dan berfungsi, karena manusia ingin mengetahui diri dan lingkungannya.
D. Pendekatan Sosiologi
Untuk menghasilkan suatu teori tentulah melalui pendekatan-pendekatan,
demikian halnya dengan teori-teori
sosiologi. Ada tiga pendekatan utama sosiologi, yaitu:
1. Pendekatan struktural – fungsional. 2. Pendekatan konflik (marxien).
3. Pendekatan interaksionisme –
simbolis.10
Pendekatan struktural – fungsional
terkenal pada akhir 1930-an, dan
mengandung pandangan makroskopis
terhadap masyarakat. Walaupun pendekatan ini bersumber pada sosiolog-sosiolog Eropa seperti Max Webber, Emile Durkheim, Vill Predo Hareto, dan beberapa antropolog sosial Inggris, namun yang pertama
mengemukakan rumusan sistematis
mengenai teori ini adalah Halcot Parsons,
dari Harvard. Teori ini kemudian
dikembangkan oleh para mahasiswa Parson, dan para murid mahasiswa tersebut, terutama di Amerika. Pendekatan ini didasarkan pada dua asumsi dasar yaitu: 1. Masyarakat terbentuk atas
substruktur-substruktur yang dalam fungsi-fungsi
mereka masing-masing, saling
bergantung, sehingga
perubahan-perubahan yang terjadi dalam fungsi satu sub-struktur dengan sendirinya
akan tercermin pada
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur-struktur lainnya pula. Karena itu, tugas analisis sosiologis adalah menyelidiki mengapa yang satu mempengaruhi yang lain, dan sampai sejauh mana.
2. Setiap struktur berfungsi sebagai
penopang aktivitas-aktivitas atau
substruktur-substruktur lainnya dalam suatu sistem sosial. Contoh-contoh sub-struktur ini dalam masyarakat adalah keluarga, perekonomian, politik, agama,
pendidikan, rekreasi, hukum dan
pranata-pranata mapan lainnya.
Adapun pendekatan marxien atau pendekatan konflik merupakan pendekatan alternatif paling menonjol saat ini terhadap pendekatan struktural-struktural sosial makro. Karl Marx (1818-1883) adalah tokoh yang sangat terkenal sebagai pencetus gerakan sosialis internasional. Meskipun sebagian besar tulisannya ia tujukan untuk mengembangkan sayap gerakan ini, tetapi banyak asumsinya yang dalam pengertian modern diakui sebagai bersifat sosiologis.11 Namun para pengikut sosiologi Marx
menggunakan pedoman-pedoman
sosiologis dan ideologisnya Marx secara sangat eksplisit, sedangkan prasangka idiologis hanya secara implisit terdapat
dalam tulisan-tulisan para penganut
pendekatan struksional-fungsional. Yang bahwa Sosiologi Marx didasarkan atas dua asumsi pokok: yang pertama Ia memandang kegiatan ekonomi sebagai faktor penentu utama semua kegiatan kemasyarakatan. Dan kedua Ia melihat masyarakat manusia
terutama dari sudut konflik di sepanjang
sejarah. Menurut Marx, motif-motif
ekonomi dalam masyarakat mendominasi semua struktur lainnya seperti keluarga, agama, hukum, seni, sastra, sains dan moralitas.
Ia menganggap cara produksi di
sepanjang sejarah manusia secara
sedemikian rupa, sehingga sampai-sampai ia
berpandangan sumber daya ekonomi
dikuasai oleh segelintir orang tertentu, sementara golongan masyarakat lainnya ditakdirkan untuk bekerja demi mereka dan tetap bergantung pada kemurahan hati segelintir penguasa sebagian besar sumber
daya itu. Karenanya Marx melihat
masyarakat terbagi jadi dua kelas: pertama Kelas pemilik yang selalu mengekploitasi dan kedua Kelas buruh yang senantiasa
terekploitasi. Dengan berkesimpulan
pengeksploitasian terus menerus ini
menurut Marx mengharuskan terjadinya revolusi-revolusi. Bertolak dari memandang sejarah manusia dengan cara seperti ini, Marx mengajukan teori sosialismenya yakni suatu solusi final agar seluruh sumber daya dapat dimiliki oleh semua orang. Dan revolusi-revolusi lanjutan tidak lagi diperlukan karena idealnya tidak ada lagi kelaparan, pengeksploitasian dan konflik.
Sedangkan pendekatan
intraksionalisme-simbolis merupakan sebuah perspektif mikro dalam sosiologi, yang barang kali sangat spekulatif pada tahapan analisisnya sekarang ini. Tetapi pendekatan ini mengandung sedikit sekali prasangka idiologis, walaupun meminjam banyak dari
lingkungan barat tempat dibinanya
pendekatan ini.12
Pendekatan intraksionisme simbolis lebih sering disebut pendekatan intraksionis saja, bertolak dari interaksi sosial pada tingkat paling minimal. Dari tingkat mikro ini ia diharapkan memperluas cakupan analisisnya guna menangkap keseluruhan masyarakat sebagai penentu proses dari
banyak interaksi. Manusia dipandang
mempelajari situasi-situasi transaksi-transaksi politis dan ekonomis,
situasi di dalam dan di luar keluarga, situasi permainan dan pendidikan, situasi-situasi organisasi formal dan informal dan seterusnya. Serti permainan patok lele, permainan lompat tali, galah, dan kejar-kejaran. Sedangkan dari simbul dapat dilihat pada benda-benda cirri khas daerah masing-masing seperti kris, wayang, kepala kerbau, rencong dan lain-lain.
E. Agama Sebagai Fenomena Sosiologi
Penjelasan yang bagaimanapun
tentang agama, tidak akan pernah tuntas
tanpa mengikutsertakan aspek-aspek
sosiologinya. Agama yang menyangkut kepercayaan serta berbagai prakteknya benar-benar merupakan masalah sosial, dan sampai saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia dimana telah dimiliki berbagai catatan tentang itu, termasuk yang bisa diketengahkan dan ditafsirkan oleh para ahli arkeologi. Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi keseluruhan sistem sosial. Akan tetapi masalah agama berbeda dengan masalah pemerintahan dan hukum, yang lazim menyangkut alokasi serta pengendalian kekuasaan. Berbeda dengan lembaga ekonomi yang berkaitan dengan kerja, produksi dan pertukaran. Dan juga berbeda dengan lembaga keluarga yang diantaranya berkaitan dengan pertalian keturunan serta kekerabatan.
Perbandingan aktivitas keagamaan dengan aktivitas lain atau perbandingan lembaga keagamaan dengan lembaga sosial lain, sepintas menunjukkan bahwa agama dalam kaitannya dengan masalah yang tidak dapat diraba tersebut merupakan sesuatu yang tidak penting, sesuatu yang sepele dibandingkan bagi masalah pokok manusia. Namun kenyataan menunjukkan lain. Sebenarnya lembaga keagamaan adalah menyangkut hal yang mengandung arti penting tertentu menyangkut masalah kehidupan manusia, yang dalam tradisinya mencakup sesuatu yang mempunyai arti penting dan menonjol bagi manusia.
Bahkan sejarah menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keagamaan merupakan bentuk asosiasi manusia yang paling mungkin untuk terus bertahan.
Disamping itu agama telah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling kental; sebagai sejumlah besar moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu, sebagai sesuatu yang memuliakan dan yang membuat manusia beradab. Tetapi agama juga dituduh sebagai penghambat kemajuan manusia, dan mempertinggi panatisme dan sifat tidak toleran. Pengacauan, pengabaian, tahayul dan kesia-siaan. Catatan sejarah yang ada menunjukkan agama sebagai salah satu penghambat tatanan sosial yang telah mapan. Tetapi agama juga memperlihatkan kemampuannya melahirkan kecenderungan yang sangat revolisioner. Emile Durkheim seorang pelopor sosiologi agama di Prancis berpendapat bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi. Sedangkan Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia.13 Jelas agama menunjukkan seperangkat aktivitas sosial yang mempunyai arti penting.
F. Pendekatan Sosisologis dalam
Tradisi Intelektual (Ibn Khaldun)
Sekitar lebih kurang 450 tahun
sebelum Comte mengenalkan dan
mengembangkan ilmu sosiologi, seorang ilmuan muslim yang bernama Ibnu Khaldun14
ia adalah Abdurrahman bin
Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Hasan bin Muhammad bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Khalid bin Usman atau
Abu Zaid Abdurrahman bin
Khaldun__disingkat Ibnu Khaldun,
namanya dinisbatkan kepada kakek
moyangnya Yaitu Khalid bin Usman yang bermigrasi ke Tunisia. Dilahirkan di Tunisia pada 27 Mei 1332. dan meninggal di Mesir pada tahun 1406 telah melakukan riset-riset tentang masyarakat, yang pada zamannya riset ini masih dianggap suatu kajian yang unik dan lain dari yang lain. Kajian ini pada
awalnya hanya dianggap sebagai penelitian sejarah sosial, namun setelah dikaji ulang oleh para ilmuan-ilmuan sosial ternyata beberapa dari mereka berkesimpulan bahwa Ibnu Khaldun lah sebagai orang yang
pertama kali meletakkan dasar-dasar
sosiologi.
Beberapa ahli seperti seperti Ritzer menyatakan: “ Ada kecenderungan untuk menganggap sosiologi sebagai fenomena yang relatif modern semata-mata sebagai fenomena Barat, sebenarnya para sarjana telah sejak lama melakukan studi sosiologi dan ada yang berasal dari daerah lain, contohnya adalah Ibnu Khaldun.15 Ibnu khaldun sebenarnya telah menghasilkan
sekumpulan karya yang mengandung
berbagai pemikiran yang mirip dengan sosiologi dengan zaman sekarang. Ia melakukan studi ilmiah tentang masyarakat, riset empiris dan meneliti sebab-sebab fenomena sosial. Ia memusatkan perhatian pada berbagai lembaga sosial (misalnya
lembaga politik dan ekonomi) dan
hubungan antara lembaga sosial.
Model penelitian Ibnu Khaldun didasarkan pada tipe-tipe sosial dan perubahan sosial pada suku-suku padang pasir nomaden yang keras dan masyarakat-masyarakat bertipe halus menetap16
. Ia kemudian merumuskan penelitiannya ini dalam sebuah hubungan yang kontras, lalu mengembangkan prinsip-prinsip umum yang mengatur dinamika masyarakat dan
proses perubahan masyarakat secara
keseluruhan. Salah satu produk
pemikirannya mengenai manusia ialah bahwa manusia sesuai dengan fitrah dan
kejadiannya, didalam kehidupannya
membutuhkan orang lain untuk dapat hidup, baik dalam memperoleh makanan sehari-hari maupun untuk mempertahankan diri. Tetapi di lain hal manusia memiliki sifat-sifat kehewanan (serakah dan ingin
menang sendiri), sehingga diperlukan
seorang wazi’ yang mempunyai kewibawaan dan kekuasaan.17 Dengan ini maka tanpa adanya bantuan orang lain atau masyarakat,
manusia tidak akan bisa mempertahankan eksistensi kehidupannya.
Dalam penelitiannya walaupun Ibnu khaldun begitu objektif dalam melihat perkembangan peradaban, sikap hidupnya
sebagai seorang muslim tidak
mempengaruhinya dalam mengambil
kesimpulan yang bersifat umum, apakah ini mengenai peradaban dan masyarakat Islam, ataukah peradaban yang bukan Islam. Hal ini membuat penelitian Ibnu Khaldun banyak diakui sosiolog di Barat dan Timur sebagai penelitian sosiologi yang bersifat modern, walaupun saat itu istilah sosiologi belum muncul dan berkembang sebagai disiplin ilmu.
Menurut Profesor Sati al-Hasri, bahwa penelitian Ibnu Khaldun bukanlah kajian sederhana bagi ilmu kemasyarakatan, tetapi suatu percobaan yang berhasil dalam
memperbaharui ilmu sosial sekaligus
menjadikan ilmu sosial yang berdiri sendiri, sehingga ia berpendapat bahwa Ibnu Khaldun berhak dengan gelar pendiri ilmu sosial lebih dari Comte, oleh karena Ibnu Khaldun telah berbuat yang demikian jauh sebelum Comte lebih dari 460 tahun.18
Dalam kitab Mukaddimah (The
Prolegomena), terdapat teori-teori yang dapat memperluas bidang-bidang ilmu sosial khususnya sosiologi menjadi beberapa subbagian disiplin ilmu sosial yang terbagi kedalam enam topik,19 yaitu:
a. Tentang masyarakat manusia secara
keseluruhan dan jenis-jenisnya dan perimbangannya dengan bumi; “ilmu sosiologi umum”
b. Tentang masyarakat pengembara
dengan menyebut kabilah-kabilah dan etnis yang biadab; “sosiologi pedesaan” c. Tentang negara, khilafat dan pergantian
sultan-sultan; “sosiologi politik”
d. Tentang masyarakat menetap, negeri-negeri dan kota; “sosiologi kota”
e. Tentang pertukangan, kehidupan,
penghasilan dan aspek-aspeknya;
“sosiologi industri”
f. Tentang ilmu pengetahuan, cara
memperolehnya dan mengajarkannya; “sosiologi pendidikan” 20
Suatu hal yang menarik dalam kajian sosial Ibnu Khaldun adalah walaupun ia sangat objektif dalam membuat
kesimpulan-kesimpulannya secara umum, namun
dengan latar belakangnya sebagai seorang muslim, mempengaruhi sikapnya dalam melihat manusia, masyarakat, dan tuhan. Pemahamannya mengenai fiqh dan tafsir membuat kesimpulannya tetap berada dalam batas-batas moral keislamanannya, ini berbeda dengan sosiolog-sosiolog yang muncul belakangan dieropa dan amerika, yang terkadang melepaskan nilai-nilai sosial dengan agama yang dianutnya, hal ini ditandai dengan lahirnya kapitalisme, liberalisme, sosialisme, komunisme dan seterusnya.
G. Masalah dan Prospek Pendekatan Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hidup dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang meguasai hidup ini. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama,
cara terbentuk dan tumbuh secara
berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta kepercayaan.
Selanjutnya sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat di mengerti karena banyak kajian ynag baru dipahami secara propesional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama Islam dapat dijumpai peritstiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak yang akhirnya bisa menjadi penguasa Mesir. Mengapa nabi Musa dalam tugasnya harus dibantu dan Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh lain.21
Beberapa pristiwa tersebut dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Peristiwa tersebut sulit dijelasakan dan sulit dipahami maksudnya. Di sinilah letak sosiologi sebagai salah asatu alat dalam memahami ajaran.
Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama sebagai mana disebutkan di atas, dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan sosial besarnya perhatian agama
terhadap masalah sosial, selanjutnya
mendorong kaun beragama memahami
ilmu-ilmu sosial sebagai alatuntuk
memahami agamanya. Dalam bukunya berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat
telah menunjukan betapa besarnya
perhatian agama terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:
1. Al-Qur’an atau kitab-kitab Hadist
propersi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
2. Bahwa ditekannya masalah muamalah
(social) dalam Islam ialah adanaya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang sangat penting. Maka ibadah boleh diperpendek atau boleh
ditangguhkan (tentu bukan
ditinggalkan).
3. Bahwa ibadah mempunyai segi
kemasayarakatan diberi ganjaran lebih besar dari pada ibadah yang bersifat perorangan
4. Dalam ibadah terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar ketentuan
tertentu maka kifaratnya ialah
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial, bila puasa tidak dsapat dilakukan minsalanya, maka jalan keluarnya adalan dengan pidyah dalam bentuk memberikan makanan bagi orang miskin.
5. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa
amal baiak dalam bidang
kemasyarakatan mendapat ganjaran
lebih besar dari pada ibadah sunnah.22 Maka melalui pendekatan sosiologi agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk
kepentingan sosial. Dalam Al-Qur’an
minsalanya kita jumpai ayat-ayat berkenaan
dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.23
H. Kontribusi Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam
Signifikasi pendekatan sosiologi
dalam studi Islam, salah satunya adalah dapat memahami fenomena sosial yang berkenaan dengan ibadah dan muamalat. Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian
agama terhadap masalah sosial ini,
selanjutnya mendorong agamawan
memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif.
Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan.24 Sebagai berikut.:Pertama: dalam al-Qur’an atau kitab hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Sedangkan menurut Ayatullah Khoemeini dalam bukunya al-Hukumah al-Islamiyah yang dikutip oleh jalaluddin Rahmat dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus. Kedua: bahwa ditekankannya masalah muamalah atau sosial dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah
bersamaan waktunya dengan urusan
muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (bukan ditinggalkan) melainkan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya. Ketiga: Bahwa
Ibadah yang mengandung segi
kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari ibadah yang bersifat perseorangan.
Karena itu shalat yang dilakukan secara berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian. Keempat: dalam Islam terdapat ketentua
bila urusan ibadah dilakukan tidak
sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Kelima: dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah. Contohnya hadits yang berbunyi: “ Orang yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang miskin, adalah seperti pejuang dijalan Allah dan seperti orang yang terus menerus shalat malam dan terus menerus berpuasa. (H.R. Bukhari dan Muslim).25
Berdasarkan pemahaman kelima
alasan diatas, maka melalui pendekatan sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya dijumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu hanya
baru dapat dijelaskan apabila yang
memahaminya mengetahui sejarah sosial pada ajaran agama itu diturukan.26
Daftar Pustaka
Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002
Charles Kimball, Kala Agama Jadi Bencana,
Bandung: Mizan Pustaka, 2003 Deliar Noer, Pemikiran politik di Negeri Barat,
Mizan, Bandung, 1997
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Terj. Roberz M.Z. Lawang, Gramedia, Jakarta, 1986
George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Edisi keenam, terj. Kencana, Jakarta, 2004
Hassan Shadilly, Ensiklopedi Umum, Cet. Ke-9, Kanisius, Jakarta, 1991
Hussein Bahreisi, Hadits Bukhari-Muslim,
Surabaya: Karya Utama,
Ibnu Khaldun, Mukaddimah, Terj. Pustaka Pirdaus, Jakarta, 1986
Ilyas Ba-Yunus Farid Ahmad, Islamic
Sosiology; An Introduction, terj. Hamid Basyaib, Bandung: Mizan, 1996 J. Dwi Narwoko-Bagong Suyanto, Sosiologi,
Teks Pengantar dan Terapan, Kencana, Jakarta, 2004
Jalaluddin Rahmat, Islam alternatif, Bandung: Mizan, 1986
Joseph Roucek dan Rolan Werren, Sosiologi An Introduction, terj. Sehat Simamora, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1984
Maijor Polak, Sosiologi Suatu buku pengantar ringkas, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Cet-12, jakarta, 1991
Mohammad Abdullah Enan, Ibnu Khaldun, His Lifes And Works, New Taj Offset Press, New Delhi, 1979
Richard J. Gelles-Ann Levine, Sosiologi An Introduction, University Of Rhode Island, USA, 1995
Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, Edisi keempat, Jakarta, Raja Grafindo Persada,1999
Stepen Sanderson, Sosiologi Makro, edisi Indonesia, Hotman M. Siahaan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995 Steven Sanderson, Sosiologi Makro, terj.
Sahat Simamora, Jakarta: Bina Aksara, 1984
Suwito, Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Prenada Media, 2005.
Syamsuddin Abdullah, Agama dan
Msyarakat, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
1Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2002), p. 39.
2Charles Kimball, Kala Agama Jadi Bencana,
(Bandung: Mizan Pustaka, 2003), p. 150.
3Hassan Shadilly, Ensiklopedi Umum, Cet.
Ke-9, Kanisius, Jakarta, 1991, p. 1030, Lihat: J. Dwi Narwoko-Bagong Suyanto, Sosiologi, Teks Pengantar dan Terapan, Kencana, Jakarta, 2004, p. 5.
4 Richard J. Gelles-Ann Levine, Sosiologi An Introduction,( University Of Rhode Island, USA, 1995), p. 6
5 Maijor Polak, Sosiologi Suatu buku pengantar ringkas, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Cet-12, (Jakarta, 1991), p. 7
6 Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar,
Edisi keempat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada,1999), p. 20
7Steven Sanderson, Sosiologi Makro, terj. Sahat
Simamora, (Jakarta: Bina Aksara, 1984), p. 253.
8Stepen Sanderson, Sosiologi Makro, edisi
Indonesia, Hotman M. Siahaan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), p. 2.
9Joseph Roucek dan Rolan Werren, Sosiologi An Introduction, terj. Sehat Simamora, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1984), p. 253.
10Ilyas Ba-Yunus Farid Ahmad, Islamic Sosiology; An Introduction, terj. Hamid Basyaib, (Bandung: Mizan, 1996), p. 20 - 24.
11Ibid., p. 22. 12 Ibid., p. 25. 13Ibid., p. 3.
14 Mohammad Abdullah Enan, Ibnu Khaldun, His Lifes And Works, New Taj Offset Press, New Delhi, 1979, p. 2-3
15 George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Edisi keenam, terj. Kencana, Jakarta, 2oo4, p. 8. lihat juga.
16 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Terj. Roberz M.Z. Lawang, Gramedia, Jakarta, 1986, p. 14
17 Ibnu Khaldun, Mukaddimah, Terj. Pustaka
Pirdaus, Jakarta, 1986, p. 71-72. lihat. Deliar Noer,
Pemikiran politik di Negeri Barat, Mizan, Bandung, 1997, p.71
18Syamsuddin Abdullah, Agama dan Msyarakat, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, p. 60
19 Mohammed Abdullah Enan, Ibnu Khaldun.,
p. 111-112
20 Syamsuddin Abdullah, Agama., p. 59-60 21Suwito, Fuuzan, Sejarah Sosial Pendidikan
Islam, (Prenada Media:2005), p. 5.
22.Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam,
(Jakarta:Raja Grafindo, 2001), p. 42.
23Ibid., p.53
24 Jalaluddin Rahmat, Islam alternatif,
(Bandung: Mizan, 1986), p. 48.
25 Hussein Bahreisi, Hadits Bukhari-Muslim,
(Surabaya: Karya Utama, tth), p. 160.