• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan WaMu. Bioteknologi Perkebunan (UPBP), AP2I (Ciomas, Bogor, Jawa Barat; 250 m di atas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAN DAN METODE. Tempat dan WaMu. Bioteknologi Perkebunan (UPBP), AP2I (Ciomas, Bogor, Jawa Barat; 250 m di atas"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE Tempat dan WaMu

Kegiatan penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan (UPBP), AP2I (Ciomas, Bogor, Jawa Barat; 250 m di atas permukaan laut) dan di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler, Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan, J1. Taman Kencana no. 1, Bogor dan di Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (BALITBIO), J1. Tentara Pelajar no. 34, Cimanggu, Bogor, Jawa Barat.

Penelitian berlangsung, mulai bulan September 1997 hingga Agustus 1998. Kegiatan laboratorium berlangsung hingga Desember 1998. Sebelumnya penelitian pendahuluan dilaksanakan sejak bulan Mei 1997.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan berupa tegakan tanaman karet berurnur 11 tahun (tahun tanam 1986/1987), dengan jarak tanam 7 m x 3 m atau dengan jumlah tegakan awal setiap klon 476 pohonha. Jenis klon tanaman karet terdiri atas enam klon anjuran (AVROS 2037, BPM 24, PR 261, RRIM 712, GT 1 dan BPM 1) dan dua klon bukan anjuran (PR 228 dan LCB 1320). Bidang sadap dimulai pada panel BO-2 (kulit perawan kedua), dan ketinggian sekitar 50 cm dari pertautan okulasi. Sebelum perlakuan, sistem eksploitasi yang diterapkan adalah sama dengan perlakuan

&

yaitu % S dl2.

(2)

Metode Penelitian Rancan~an Percobaan

Percobaan mempunyai dua faktor perlakuan yaitu jenis Mon dan sistem eksploitasi. Faktor jenis klon bertaraf delapan, sedangkan faktor sistem eksploitasi bertaraf tiga. Dua klon (AVROS 2037 dan BPM 24) khusus digunakan untuk pengamatan metabolisme etilen.

Perlakuan : 1. Jenis klon:

1. AVROS 2037 (produksi sedang, responsif etepon) 2. BPM 24 (produksi tinggi, tidak responsif etepon) 3. PR 26 1 (produksi tinggi)

4. RRIM 712 (produksi tinggi) 5. GT 1 (produksi sedang) 6. BPM 1 (produksi sedang)

7. PR 228 (produksi rendah, bukan klon anjuran) 8.

LCB

1320 (produksi rendah, bukan klon anjuran) 2. Sistem eksoloitasi:

Eo"/z

S d/2: disadap '/z spiral, 2 hari sekali selama 6 hari dalam seminggu (hari Minggu libur); merupakan kontrol

El=% S d/3.ET2.5%: disadap seperti

&

tetapi 3 hari sekali dan diberi etepon 2.5% setiap bulan

Ez=%

S d/3.ET5.0%: disadap seperti El tetapi dengan etepon 5.0%

Total tanaman adalah 8 x 3 x 2 x 10 pohon = 480 pohon. Masing-masing unit

percobaan terdiri atas 10 pohon. Percobaan diulang dua kali, namun tersarang dalam faktor perlakuan jenis Mon. Disamping kedua faktor perlakuan (jenis klon dan sistem eksploitasi), variasi musiman (bulan-bulan pengamatan) dimasukkan sebagai faktor ketiga dalam analisis statistik.

(3)

Areal pertanaman karet dipilih yang relatif saling berdekatan di antara klon yang digunakan. Masing-masing klon dipilih 60 tanaman yang memiliki homogenitas relatif tinggi (koefisien keragaman yang rendah). Kriteria pemilihan tanaman meliputi ukuran lilit batangy kondisi tajuk clan bebas dari penyakit akar, daun dan bidang sadap. Jumlah tanaman tersebut dibagi dua kelompok sebagai ulangan dan masing-masing (30 pohon) dibagi lagi menjadi tiga untuk perlakuan (&, El dan E2) (Gambar Lampiran 3). Setiap unit percobaan berisi 10 pohon pada posisi berdekatan. Setiap pohon untuk percobaan ditandai dengan cat dengan jelas untuk menghlndari kesalahan pengamatan dan agar tidak terganggu oleh norma kebun yang mungkin berbeda .

P e l h a a n Percobaan

Pemberian ~erlakuan eksdoitasi. Perlakuan eksploitasi diadaptasi selama 1 bulan sebelum diamati. Frekuensi sadap adalah 2 hari sekali (d12) pada

&

dan 3 hari sekali (d13) pada El dan E2. Aplikasi etepon (2-chloroethyl phosphonic acid, CEPA) sebagai stimulan lateks berupa produk komersial dengan merk EthrelB (Arn.Chem.; Rhone Poullenc) konsentrasi 10.0%. Pemberian EthrelB diberikan melalui pengolesan kulit bidang sadap yang sudah dikerok (bark application) selebar 2.5 cm, dengan konsentrasi 2.5% untuk perlakuan El dan 5.0% untuk perlakuan E2, masing- masing sebanyak 1.5 g/pohon/bulan. Bahan pengencer yang digunakan adalah minyak kelapa sawit kasar (CPO=crude palm oil) dan diberikan sesuai dengan perlakuan percobaan.

(4)

PcxEUm~dan contoh (iarinnan kulit dan lateks). Contoh jaringan kulit diambil dari setiap pohon sebanyak 1

-

2 tusukan (diameter 8 mm, ketebalan 5 - 7 mm) pada bidang sadap bagian tepi dengan alat pengambil jaringan kulit (cork- borer). Setiap tusukan berbobot segar sekitar 0.6 g. Pohon yang diambil contoh kulitnya diusahakan merupakan pohon yang tidak diamati lateksnya, yakni 3 pohon

dari 10 pohon per unit percobaan. Untuk pengamatan bulanan (rutin) contoh M i t

hanya diambil 4 tusukan dari ketiga pohon untuk analisis etilen. Sedangkan pada bulan-bulan tertentu (yang representatif musim hujan/MH dan musim kemarau/MK) dari ketiga pohon tersebut diambil sebanyak 12 tusukan untuk tiga macarn pengukuran yaitu produksi etilen, ACC dan ACC-oksidase. Contoh-contoh tersebut, terutama untuk analisis etilen, ditimbang segar, disimpan dalam botol 8 ml yang tertutup karet rapat, divakum, dan dilapis dengan parafilm.

Untuk diagnosis lateks dan analisis protein, contoh lateks diambil dari setiap unit percobaan (tujuh pohon) sebanyak 15 ml dan dimasukkan dalam botol film. Selma di lapangan dan pejalanan botol berisi lateks tersebut dimasukkan dalarn wadah tertutup terbuat dari bahan foam yang mengandung pendingin (artificial repigerant).

Contoh kulit dan lateks untuk analisis rutin diambil sebulan sekali, sedangkan untuk analisis khusus (protein) diambil sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun. Pengambilan serum TCA untuk diagnosis lateks dan sentrihgasi untuk analisis protein dilaksanakan segera setelah contoh diperoleh kemudian disimpan dalam freezer sebelum analisis dilakukan.

(5)

Sentrifunasi contoh lateks dan emi is ah an serum. Contoh lateks untuk analisis protein perlu segera disentrifbgasi 17 000 rpm (rotation per minute) selama 45 menit dengan sentrifuge Sorvall RC-5B. Tiga fiaksi yaitu partikel karet, serum-C (sitosol), dan endapan lutoid yang diperoleh kemudian dipisahkan dengan hati-hati. Partikel karet dicabut dengan pinset yang sesuai, sedangkan serum-C dihisap menggunakan &at suntik (syringe). Pada tabung yang tersisa lutoid, perlu segera diberikan merkaptoetanol &lam ruang asarn, kemudian divorteks dan diambil senunnya. Kedua fraksi (serum-C dan lutoid) kemudian dimasukkan ke dalam vial yang sudah diberi label, dan disimpan ke dalam freezer agar tidak mengalami kerusakan sebelum dianalisis.

Pengukuran dan Analisis

Pengamatan dilakukan terhadap peubah produksi lateks (g/p/s), persentase KAS dan karakter-karakter fisiologi yakni kadar karet kering lateks (KKK), indeks penyumbatan (IP), pH lateks, kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik (FA) kadar ti01

(R-SH),

aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD), dan pola pita protein lateks pada fraksi serum-C dan lutoid (SDS-PAGE, IEF dan elektroforesis-2D). Pengamatan pada aspek metabolisme etilen dilakukan terhadap peubah laju produksi etilen, kadar ACC (prekursor etilen endogen), dan aktivitas enzim ACC-oksidase.

Produksi lateks diukur berdasarkan volume lateks per pohon kemudian dikonversi menjadi produksi kering dalam gram per pohon per sadap (g/p/s) setelah

(6)

3 5 dikalikan dengan nilai kadar karet kering (KKK). Data produksi g/p/s setiap bulan merupakan rata-rata 2

-

3 kali pengarnatan.

Kadar Karet Kerinn (KKK) diukur dengan beberapa tetes contoh lateks segar per unit percobaan diratakan pada plat gelas, ditimbang berat basahnya, kemudian dioven selama kurang lebih 2 x 24 jam dengan suhu sekitar 100°C sehingga bobotnya tidak berubah lagi. Nilai KKK adalah bobot kering dibagi dengan bobot basah, dan

dikalikan dengan 100%.

Indeks uenwbatan

(IP)

adalah volume lateks lima menit pertarna dibagi dengan volume lateks total, dan dikalikan dengan 100 (Milford et al., 1969). Pengamatan

IP

dilakukan dengan mengikuti penyadap pada awal penyadapan (mulai jam 5.30 WIB), mengukur waktu setiap 5 menit dengan stop watch, serta mengukur volume lateks awal (selama 5 menit) dan akhir (total) dengan gelas ukur pada setiap unit percobaan.

Persentase KAS diukur berdasarkan perbandingan antara total panjang irisan sadap yang mengalami kekeringan (tidak mengeluarkan lateks) terhadap total panjang irisan sadap (10 pohon) dalam setiap unit percobaan. Pengamatan dilakukan segera setelah pohon diiris pada saat penyadapan.

pH lateks diukur langsung dalam mangkok sadap dengan pH-meter portable yang sebelumnya dikalibrasi dengan larutan bufer standar pH 4.0 dan 7.0. Segera setelah tiba, sarnpel &pat diukur dengan pH-meter di laboratoriurn.

Untuk diagnosis lateks khususnya kadar sukrosa, fosfat anorganik, dan tiol; diukur menggunakan contoh berupa serum lateks TCA (asam trikloro-asetat). Serum

(7)

36 lateks TCA dibuat dengan mencampur 1 ml (mililiter) lateks dan 9 ml TCA dalam botol film. Gumpalan karet diambil

dan

serum TCA disaring dengan kertas saring, kemudian serum tersebut disimpan &lam freezer sebelum dianalisis.

Sukrosa diukur menggunakan metode anthrone (Dische, 1962). Dehidrasi sukrosa dalam asam sulfat pekat

(&So4

70%) dan pemanasan akan memberikan turunan fUrfiual yang bereaksi dengan anthrone mengadakan reaksi warna biru yang selanjutnya diukur absorbannya pada h 627

nm

(nanometer) dengan spektrofoto- meter Beckman DU 650.

Fosfat anormnik (FA) diukur berdasarkan prinsip pengikatan oleh amonium molibdat kemudian tereduksi oleh FeS04 dalam reaksi asam sehingga menjadi warna biru yang kemudian diukur absorbannya pada h 750 nm dengan spektrofotometer Beckman DU 650 (Taussky & Shorr, 1953).

Ti01 (R-SH) diukur dari serum TCA berdasarkan prinsip reaksinya dengan asam dithiobis-nitrobenzoat (DTNB) untuk membentuk TNB yang berwarna kuning yang terabsorbsi pada h 412 nm dengan spektrofotometer Beckman DU 650 (McMullen, 1960).

Aktivitas enzim su~eroksida dismutase (SOD) diukur dengan contoh serum- C, diberi pereaksi campur (terdiri bufer fosfat pH 7.8 mengandung EDTA, NBT =

nitroblue tetrazoIium, metionin dan triton X-100) kemudian diberikan riboflavin dan direaksikan dalam cahaya lampu fluoresens 20 watt 7-10 menit sebelum diukur absorbansnya dengan spektrofotometer (Beckman DU 650) dengan h 560 nm (Beyer et al., 1987).

(8)

37

Laiu ~roduksi etilen (C2H,) dalam jaringan kulit diukur dengan alat .kromatografi gas yang dilengkapi flame ionization detector (Go) (Ward et al., 1978). Jaringan kulit bidang sadap diambil, ditimbang segar dan segera dimasukkan ke dalarn botol 8 ml yang tertutup karet, divakum, dan dibalut parafilm, dan kemudian diinkubasi selama 3 hari. Contoh berupa gas diambil sebanyak 1 ml dengan alat suntik, lalu diinjeksikan ke alat GC/FID (Hitachi 263-70). Alat tersebut diprogram dengan suhu kolom awal 70°C dan suhu akhir 85'~. Kolom yang digunakan adalah stainless steel berukuran 200mm x 4mm i.d. yang dikemas dengan activated-alumina 80- 100 mesh, suhu injector 1 1 0°C dan suhu detector 1 3 0 ' ~ serta kecepatan aliran gas pembawa

N2

30 mumenit. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan nrnol/g/jam (nanomol per gram per jam).

Kadar ACC diukur dengan contoh jaringan kulit sebanyak 1-2 g, dan diekstraksi dengan etanol 80% 15 menit. Etanol lalu dikeluarkan dalam keadaan vakurn pada 40°C. ACC bebas diukur sehari setelah ekstrak diberi CuClt dan dilakukan sesuai metode Lizada & Yang (1979) yang dimodifikasi. Bila diperlukan pengukuran ACC total (ACC bebas dan terkonjugasi) maka ekstrak perlu dihidrolisis dengan 2N HCI pada 100°C selama 3 jam (Hoffman et al., 1982). Hasil pengukuran ACC dinyatakan dalam satuan nmoVg (nanomol per gram).

Aktivitas enzim ACC-oksidase diukur dengan contoh jaringan kulit, diinkubasi dalam 5

m M

ACC

dan

kemudian gas etilen diukur 3 jam setelah inkubasi (Mansour et al., 1986). Pen-an etilen dengan GC/FID Ntachi 263-70) pada suhu 24°C dan hasilnya dinyatakan dalam nrnol/g/jam (nanomol per gram per jam).

(9)

Analisis protein dengan elektroforesis dilakukan terhadap fraksi serum-C dan lutoid dengan alat Mini Protean

II

Biorad dalam gel polyacrilamide 10

-

15% (Laemrnli, 1970). Visualisasi protein dengan pewarnaan Coomassie-blue atau perak nitrat, kemudian pola pitanya dibandingkan antar perlakuan klon dan antar sistem eksploitasi. Pada fiaksi lutoid, protein juga dianalisis dengan teknik isoelectric

focussing

(IEF)

untuk mengetahui pH titik isoelektrik, kemudian dilanjutkan dengan elektroforesis-2D untuk melihat pemisahan protein tersebut dalam dua dimensi.

Pennolahan data dilakukan dengan Analisis Ragam dan Ujibeda Jarak Berganda Duncan (UJGD) pada taraf P < 0.05, dan Analisis Regresi atau Korelasi; dengan menggunakan paket program komputer Excel, Minitab dan SAS (Steel & Tome, 1980; Gomez & Gomez, 1984; Manly, 1986; Erfiani et al., 1997; Sumertajaya, 1999).

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mempermudah mahasiswa dalam menyusun Tugas Akhir maka diberikan buku panduan ini, yang berisi sistematika penulisan, tahapan-tahapan, aturan-aturan dan bentuk penyusunan

Tulisan ini membahas secara deskriptif aplikasi-aplikasi iOS yang mendukung proses perancangan arsitektur dari tahap ke tahap, dan membandingkan potensi masing-masing app dalam

1 23 aspek penilaian 20 48 4 0 72 Sangat Baik Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai keaktifan belajar siswa pada siklus II baik pada pertemuan 1 maupun pertemuan

Sumber Daya M anusia (SDM ) yang dikelola dalam BPPT adalah Pihak–pihak yang mempunyai keahlian dan kemampuan ( vital ) dalam organisasi yaitu Bidang Penyajian Data dan

→ Menjawab pertanyaan tentang materi Berkreasi dengan memadukan alat musik perkusi tak lazim dengan alat musik modern yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau

diskusi. Alat yang digunakan yaitu lembar observasi aktivitas guru. Bentuk lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah.. lembar observasi yang digunakan

STS : jika pernyataan SANGAT TIDAK SESUAI anda lakukan atau anda rasakan.. TS : jika pernyataan TIDAK SESUAI anda lakukan atau

[r]