• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Tonsilofaringitis Revisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus Tonsilofaringitis Revisi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS THT- KL

TONSILOFARINGITIS KRONIS EKSASERBASI AKUT

Disusun oleh :

1. Devi Anggraini G.A H2A009012 2. Fajar Alfa Muflihan H2A009019 3. Ina Alfatah H2A009024 4. Maula Nurfahdi H2A009032 5. Reza Arnedi Syahrul H H2A009039 6. Septi Kusuma H H2A009041 7. Sherlyana Mega A H2A009042 8. Sunnah Larasati H2A009043 9. Riana Tri Agustin H2A008034

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013

(2)

Tonsilofaringitis merupakan peradangan membran mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya yang ditandai dengan keluhan nyeri tenggorok. Faringitis secara luas menyangkut tonsillitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis kronik memiliki faktor predisposisi berupa radang kronik di faring, seperti rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap dan debu, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsillitis akut sebelumnya yang tidak adekuat.

Tonsilitis Kronis merupakan Peradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Kelainan ini merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit tenggorok berulang dan merupakan kelainan tersering di bidang THT. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%). Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 Tahun, sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai denganMaret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan). Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin. Faringitis pada anak yang disebabkan oleh virus, biasanya hanya memerlukan terapi suportif saja. Sedangkan faringitis yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti Sterptokokus Beta Hemolitik Grup A, memerlukan pengobatan dengan antibiotik.

Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai tonsilofaringitis kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan rasional.

(3)

Nama : Tn. Tq Alamat : Jl. Wonodri Jenis kelamin : laki-laki

Usia : 40 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Teknisi pabrik Tangga; MRS : 29 April 2013 II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 April 2013, jam 9.00 di poli umu RSUD Tugurejo Semarang

• Keluhan utama : nyeri menelan

• Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri telan dirasakan tiba-tiba sejak 2 hari lalu. Nyeri dirasakan makin lama makin berat. Nyeri terutama saat menelan makan, minuman ataupun ludah. Pasien sudah meminum obat warung untuk mengurangi keluhan tapi tidak bisa. Keluhan lain yang dirasakan adalah demam. Demam sejak 3 hari lalu dan terjadi sebelum pasien merasa nyeri telan. Demam yang dirasakan tidak terlalu tinggi. Pasien masih dapat beraktifitas hanya terasa ‘greges’. Demam sekarang tidak terasa. Pasien tidak mengeluh gejala lain seperti batuk, pilek, pusing dan kelainan pada telinga.

• Riwayat Penuyakit Dahulu :

Pasien pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Keluhan yang dirasakan sama dengan sekarang. Dalam satu tahun terakhir pasien sudah mengalami sakit 5

(4)

kali. Penyakit darah tinggi, kencing manis dan jantung disangkal. Riwayat alergi disangkal.

• Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien tinggal bersama kedua orang tua, istri, dan 2 orang anak. Di keluarga pasien tidak ada yang menderita keluhan serupa dengan pasien. Riwayat darah tinggi, kencing manis, jantung dan alergi disangkal.

• Riwayat Sosial Ekonomi : pasien tinggal di wonodri dengan lingkungan yang padat penduduk. Pasien bekerja sebagai teknisi di sebuah pabrik. Biaya pengobatan ditanggung Jaamsostek. Kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 29 April 2013, jam 9.30 WIB di poli umum RSUD Tugurejo Semarang

• Status generalis

Keadaan umum : tampak gelisah Kesadaran : composmentis

Tensi : 130/90 mmHg

Nadi : 85 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup

Nafas : 24x/menit

Suhu : 37oC ( axiller ) Ekstremitas : dalam batas normal Berat badan : 55 kg

Tinggi badan : 170 cm

BMI : 19,03

(5)

Kulit : sawo matang Konjungtiva : Si , Ca

-/-Jantung : dalam batas normal

Paru : dalam batas normal

Hati : dalam batas normal

Limpa : dalam batas normal

Limfe : dalam batas normal

• Status Lokalis 1. Telinga

a. Mastoid : benjolan , hiperemis , nyeri tekan b. Pre-aurikula : benjolan , hiperemis , nyeri tekan c. Retro-aurikula : benjolan , hiperemis , nyeri tekan -/-d. Aurikula : benjolan , hiperemis , nyeri tekan

-/-e. CAE : serumen -/-, darah -/-, sekret -/-, benda asing -/-, edema

-/-f. Membran timpani : warna putih mutiara +/+, reflek cahaya +/+, perforasi

-/-2. Hidung dan sinus paranasal

a. Hidung : warna seperti kulit sekitar, deformitas (-) b. Sinus : dalam batas normal

c. Rhinoskopi anterior

(6)

-/-• Mukosa : edema -/-• Konka : hipertrofi -/-• Septum : deviasi -/- d. Rinoskopi posterior • Discharge : -/- • Mukosa : hiperemis -/- • Koana : hipertrofi -/-

3. Tenggorok : T2/T2, hiperemis, permukaan tidak rata, kripte melebar, detritus (+). Dinding faring posteriorhiperemis, bergranul-granul, edema.

4. Kepala dan leher

• Kepala : mesosefal

• Wajah : simetris, deformitas (-)

• Leher anterior : pembessaran tiroid (-)

• Leher lateral : pembesaran limfe (-) 5. Gigi dan mulut

• Gigi-geligi : karies

-/-• Lidah : makroglosis (-), deviasi (-), atrofi papil (-)

• Palatum : simetris, bomban (-)

(7)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes pendengaran

a. Tes bisik : - Kanan : -- Kiri : -a. Tes garputala : - Kanan : -- Kiri :

-b. Audiometri : - Kanan : tidak dilakukan - Kiri : tidak dilakukan c. Timpanometri : - Kanan : tidak dilakukan - Kiri : tidak dilakukan d. Lainlain :

-2. Tes keseimbangan : tidak dilakukan 3. Tes vestibuler : tidak dilakukan

4. Pemeriksaan radiologik : tidak dilakukan 5. Pemeriksaan endoskopik : tidak dilakukan

6. Tes alergi : tidak dilakukan

7. Pemeriksaan patologi klinik a. Darah rutin :

(8)

- Hematokrit : 43 %

- Leukosit : 8.800 iu

- Trombosit : 200.000 iu

b. Urine rutin : tidak dilakukan c. Lain-lain :tidak dilakukan 8. Pemeriksaan mikrobiologi : tidak dilakukan 9. Fungsi n.facialis : tidak dilakukan

10. Lain-lain : tidak dilakukan

V. RESUME

Pasien datang dengan keluhan odinofagia sejak 2 hari lalu, subfebris sejak 3 hari lalu. Dalam satu tahun terakhir pasien sudah mengalami sakit 5 kali.

Pemeriksaan fisik pada tonsil didapatkan T2/T2, hiperemis, permukaan tidak rata, kripte melebar, detritus (+). Dinding faring posterior hiperemis, bergranul-granul, edema. DAFTAR ABNORMALITAS

- Anamnesis 1. Odinofagia

- Pemeriksaan fisik 2. Tonsil T2-T2

3. Mukosa tonsil hiperemis 4. Permukaan tonsil tidak rata 5. Detritus ( + )

6. Kripte melebar

7. Dinding posterior faring hiperemis

(9)

8. Oedem dinding faring 9. Jaringan granulasi ( + )

1. Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut  1,2,3,4,5,6,7,8,9 DIAGNOSIS BANDING

1. Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut 2. Tonsilofaringitis akut rekuren

DIAGNOSIS SEMENTARA

- Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut

ASSESTMENT DAN INITIAL PLAN

Initial Plan Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut Assesment etiologi

- Kebiasaan pasien makan goreng-gorengan - Kebiasaan merokok pasien ( 1 bungkus sehari ) - Daya tahan tubuh menurun

- Virulensi tinggi Assesment komplikasi

- Sinusitis - Otitis media

(10)

- Infiltrat peritonsil - Abses peritonsil Ip dx

- S :

-- O : Laboratorium : swab tenggorok Ip tx

Medikamentosa :

- Amoxicilin 3 x 500 mg - Dexamethason 3 x 0,5 mg

Rujukan ke spesialis THT-KL untuk penanganan lebih lanjut Ip Mx :

- Pengobatan

Ip Ex

- Minum obat amoxicilin dan dexamethason secara teratur - Mengurangi konsumsi goreng-gorengan

- Mengurangi konsumsi rokok

- Segera konsul spesialis THT-KL untuk penanganan lebih lanjut PROGNOSIS : dubia ad bonam

(11)

TINJAUAN PUSTAKA TONSILITIS KRONIK

A. Definisi

Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatk an kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh

(12)

penderita mengalami penurunan. Pada Tonsilitis Kronis tonsil dapat terlihat normal, namun ada tanda-tanda spesifik untuk menentukan diagnosa seperti plika anterior yang hiperemis, pembesaran kelenjar limfe, dan bertambahnya jumlah kripta pada tonsil.1

B. Etiologi

Disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes.

Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan tenggorok didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering tonsilofaringitis kronis yaitu Streptokokus alfa, Stafilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, Stafilokokus epidermidis dan kuman gram negatif berupa enterobakter, pseudomonas aeruginosa, kleb siella dan e.coli 2

C. Epidemiologi

Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45 tahun keatas.3

D. Patogenesis

Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil be rubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menye bar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.1

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan ja ringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus

(13)

sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.1

Tonsilitis Kronis terjadi akibat pengoba tan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien menjadi Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas an tara lain: terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendah sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil.1

E. Faktor predisposisi1,3

• Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

• Higiene mulut yang buruk

• Pengaruh cuaca

• Kelelahan fisik

• Merokok

• Makanan F. Gejala Klinis

Gejala klinis tonsilitis kronik adalah nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan, kadang - kadang terasa seperti ada benda asing di tenggorok dimana mulut berbau, badan lesu, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang – meriang.1,3

Tanda klinis tonsillitis kronis berupa pilar atau plika anterior hiperemis, kripte tonsil melebar, pembesaran kelenjar sub angulus mandibular teraba, muara kripte terisi pus, tonsil tertanam atau membesar Tanda klinik tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripte melebar dan pembesaran kelenjar sub angulus mandibula. Gabungan tanda klinik yang sering muncul adalah kripte melebar, pembesaran kelenjar angulus mandibula dan tonsil tertanam atau membesar.1,3

G. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang 1,3 1. Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan dapat dijumpai : a. Tonsil dapat membesar bervariasi.

(14)

b. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil

c. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju

d. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, tanda ini merupakan tanda penting untuk menegakkan diagnosa infeksi kronis pada tonsil.

Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar (hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga mengecil (atrofi) , terutama pada dewasa, kripte melebar detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula.

Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 – T4 :

• T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior – uvula

• T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak anterior – uvula

• T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak pilar anterior – uvula

• T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau lebih

2. Penunjang a. Mikrobiologi

Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. kultur yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti Staflokokus aureus.

b. Histopatologi

Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi de ngan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi

(15)

limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.

H. Pengobatan1,3

1. Medikamentosa

Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotik sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis Cephaleksin ditambah Metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononucleosis atau absees), amoksisilin dengan asam clavulanat (jika bukan disebabkan mononucleosis)

2. Operatif

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma Kriteria tonsilitis kronis yang memerlukan tindakan tonsilektomi, umumnya diambil berdasarkan frekuensi serangan tonsilitis akut dalam setahun yaitu tonsilitis akut berulang 3 kali atau lebih dalam setahun atau sakit tenggorokan 4 – 6 kali setahun tanpa memperhatikan jumlah serangan tonsilitis akut.

I. Komplikasi1

Komplikasi secara kontinuitatum kedaerah sekitar berupa rhinitis kronis, sinusitis dan otitis media. Komplikasi secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil seperti endokarditis, arthiritis, miositis, uveitis, nefritis, dermatitis, urtikari, furunkolitis

J. Prognosis 1

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu

(16)

infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus – kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.

K. Pencegahan3

• Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali.

• Sikat gigi yang talah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang.

• Orang-orang yang merupakan karier Tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain

PEMBAHASAN

Odinofagia dirasakan tiba-tiba sejak 2 hari lalu dirasakan semakin lama semakin berat terutama saat menelan makan, minuman ataupun ludah. Pasien sudah meminum obat warung untuk mengurangi keluhan tapi tidak bisa. Tidak ditemukan keluhan lain. Pasien pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Keluhan yang dirasakan sama dengan sekarang. Dalam satu tahun terakhir pasien sudah mengalami sakit 5 kali. Tonsil T2/T2, hiperemis, permukaan tidak rata, kripte melebar, detritus (+). Dinding faring posterior hiperemis, bergranul-granul, edema.

(17)

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris.

Diagnosis tonsilofaringitis ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gejala klinis tonsilitis kronik adalah nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan, kadang - kadang terasa seperti ada benda asing di tenggorok dimana mulut berbau, badan lesu, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang–meriang.Tanda klinis tonsillitis kronis berupa pilar atau plika anterior hiperemis, kripte tonsil melebar, pembesaran kelenjar sub angulus mandibular teraba, muara kripte terisi pus, tonsil tertanam atau membesar. Tanda klinik tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripte melebar dan pembesaran kelenjar sub angulus mandibula. Gabungan tanda klinik yang sering muncul adalah kripte melebar, pembesaran kelenjar angulus mandibula dan tonsil tertanam atau membesar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amarudin, T., Anton, C. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Cermin Dunia Kedokteran; 2005

2. Dias, E. P., Rocha, M. L., Calvalbo, M. O., Amorim, L. M. Detection of Epstein-Barr Virusin Recurrent Tonsilitis. Brazil Journal Otolaryngology; 2009

(18)

3. Kurien, M., Sheelan, S. Fine Needle Aspiration In Chronic Tonsillitis: Realiableand Valid Diagnostic Test Juornal of Laryngology and Otlogy; 2003

Referensi

Dokumen terkait

Halaman sitemap dan keterangan petunjuk pemakaian sistem digunakan untuk menampilkan keterangan cara pemakaian atau navigasi dan menunjukkan letak menu yang untuk menampilkan

“Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan pegawai agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu

Brachionus di alam hidup di perairan telaga, sungai, rawa, maupun danau. Tetapi jumlah yang terbanyak di air pavan. Bra chionus terdapat melimpah pada perairan yang

Setelah melakukan analisa struktur secara manual maupun menggunakan software, dan diperoleh gaya-gaya yang bekerja pada kolom, maka langkah selanjutnya adalah

- Pada umumnya terdapat dalam bentuk powder yang berisi polimer yang belum teraktivasi - Selain powder terdapat juga dalam bentuk liquid yang mengandung komponen monomer yang

Sisik-sisik ini terbuat dar i keratin, bahan yang sama yang menyusun kuku dan rambut. Tiap sisik memiliki permukaan luar dan dalam, sisik-sisik ini saling menutupi pada

27 MIFTAHUL ULUM, S.Pd.I - MI NU Maslakhul Falah Glagah Waru Undaan Kudus - Guru Kelas.. 28 ALIM PURWANTI, S.AG - MI N Prambatan

Berdasarkan analisis respon siswa pada uji coba di lapangan yang telah dike mu kakan sebelumnya, tabel 4.19 menyatakan bahwa respon siswa terhadap pembelajaran dengan