1
KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH KOMPOSISI LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS), AIR, DENGAN STARTER
RUMEN SAPI TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUKTIFITAS BIOGAS
Wahyudi, Novi Caroko, Sudarja, Nasrullah
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Ketersediaan bahan bakar fosil yang semakin menipis menuntut adanya energi alternatif baru terbarukan. Jika hanya mengandalkan ketersediaan bahan bakar fosil yang ada, maka 50 tahun kedepan Indonesia akan menjadi negara yang miskin energi. Sehubungan dengan adanya permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian terhadap tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan menggunakan starter rumen sapi untuk mendapatkan biogas yang optimal sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan rumen sapi sebagai starter terhadap karakteristik proses dekomposisi anaerobik pada tahapan proses pembuatan biogas dengan bahan tandan kosong kelapa sawit, mengetahui kadar metana (CH4) pada produksi gas
yang dihasilkan tiap Digester, mendapatkan kombinasi perbandingan jumlah biomassa dan starter yang optimal untuk menghasilkan biogas yang optimal.
Pada penelitian ini Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan rancangan percobaan faktor tunggal yang terdiri dari 4 variasi, yaitu: (A) tandan kosong kelapa sawit : rumen sapi : air (2 : 2 : 4,5) kg, (B) tandan kosong kelapa sawit : rumen sapi : air (2 : 1,5 : 4,5) kg, (C) tandang kosong kelapa sawit : rumen sapi : air (2 : 1 : 4,5) kg, (D) tandan kosong kelapa sawit : rumen sapi : air (2 : 0,5 : 4,5) kg. Proses pembuatan biogas dilakukan dengan sistem tumpak alami (hanya sekali pengisian bahan baku pada awal percobaan).
Berdasarkan hasil presentase kadar metana dan tekanan yang dihasilkan, maka dapat dinyatakan bahwa ini variasi B merupakan kombinasi yang paling optimum dalam pembentukan metana dengan nilai presentase kadar metana sebesar 55%. Sedangkan variasi D merupakan variasi paling optimum dalam menghasilkan tekanan gas yang optimum, dengan tekanan sebesar 108807,899 N/m2.
2 PENDAHULUAN
Sebagai negara agraris, perindustrian sawit di Indonesia telah berkembang sangat pesat. Pada awal Tahun 1968 luas areal perkebunan Kelapa Sawit mencapai 105.669 Ha. Menurut Ditjenbun,(2013) pada Desember 1992 luas arealnya berkembang menjadi 467.469 Ha dengan produksi CPO sebanyak 3.276.000 ton, dan pada Tahun 2013 sasaran pengembangan Kelapa Sawit pada Tahun 2013 diperkirakan mencapai 9,15 juta Ha dengan produksi 24,43 juta ton. Melihat kondisi perkembangan jumlah areal perkebunan sawit, tidak hanya berdampak pada perkembangan jumlah produksi, tetapi akan berdampak juga pada peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan.
Selain permasalahan limbah yang ada, Indonesia juga mengalami krisis persedian bahan bakar minyak (BBM). Indonesia memproduksi 345 juta barel, mengimpor minyak mentah sebesar 124 juta barel pada Tahun 2010 dan mengkonsumsi 423 barel. Terdapat devisit sebesar 97 barel per tahun. Cadangan minyak Indonesia sebesar 3,7 milyar barel atau setara
dengan 0,3% cadangan minyak dunia, (Caroko, 2013). Jika hanya mengandalkan ketersediaan bahan bakar fosil yang ada, maka 50 tahun kedepan Indonesia akan menjadi bahan negara yang miskin energi. Sehubungan dengan adanya permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian terhadap tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan menggunakan starter rumen sapi untuk mendapatkan biogas yang optimal sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari penguraian material biomassa. gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa udara (anaerobik). Biogas dihasilkan dari bantuan bakteri metanogen atau metanogenik. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti limbah ternak dan dan sampah organik. Pada umumnya biogas terdiri atas gas metana (CH4) 50% sampai 70%, gas
karbon dioksida (CO2) 30% sampai
3 dan gas-gas lainnya dalam jumlah
yang sedikit. Secara umum jumlah energi yang terdapat dalam biogas tergantung pada konsentrasi metana. Semakin tinggi kandungan metana, maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) biogas. Sebaliknya semakin kecil kandungan metana, maka nilai kalorinya semakin kecil, (Wahyuni, 2013).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Energi Regional (PUSPER) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Bahan Dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan pada proses penelitian ini adalah sebagai beikut:
Bahan
1. Limbah industri sawit berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
2. Rumen sapi 3. Air
Gambar 1. Tandan kosong kelapa sawit
Gambar 2. Limbah Rumen sapi
Gambar 3. Air
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Rangkaian Digester 2. Termometer 3. Pisau pencincang 4. Meteran kain 5. Selang waterpas 6. Timbangan 7. Lem plastik
4 8. Klem selang
9. Ember plastiK 10.Thermostat Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan rancangan percobaan faktor tunggal yang terdiri dari 4 perlakuan, yaitu: (A) tandan kosong kelapa sawit : rumen sapi : air (2 : 2 : 4,5) kg, (B) tandan kosong kelapa sawit : rumen sapi : air (2 : 1,5 : 4,5) kg, (C) tandang kosong kelapa sawit : rumen sapi : air (2 : 1 : 4,5) kg, (D) tandan kosong kelapa sawit : rumen sapi : air (2 : 0,5 : 4,5) kg. Proses pembuatan biogas dilakukan dengan sistem tumpak alami (hanya sekali pengisian bahan baku pada awal percobaan). Rangkaian digester yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Dan Gambar 5. Dibawah ini.
Gambar 4 Rangkaian Digester.
Gambar 5 Rangkaian Digester.
Variabel Pengamatan
Adapun pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah Aktivitas Dekomposisi yaitu, dengan melakukan pengamatan harian. Adapun yang diukur pada pengamatan penelitian ini adalah beda ketinggian (∆H) pada manometer U, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ∆P = ρ.g.∆H P1-P2= ρ.g.∆H Keterangan: ρair = 995,8 kg/m3 g = 9,81 m/s2 ∆H= beda ketinggian (m) ∆P = beda tekanan (N/m2)
P1 = tekanan didalam digester P2 = tekanan lingkungan (1 atm)
1 N = 1 kg.m/s2
1 atm = 101325 N/m2
Penentuan tahapan yang terjadi pada proses terbentuknya
5 biogas, berdasarkan pada teori
terbentuknya tahapan seperti, Hidrolisis, Asidifikasi dan Metanogenesis
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini tingginya tekanan dan lamanya waktu yang
dibutuhkan pada tahapan hidrolisis sangat dipengaruhi oleh kesesuaian kombinasi perbandingan bahan pada tiap variasi perlakuan
Pengaruh substrat terhadap aktifitas dekosmpisisi dapad dilihat pada Gambar 6 dibawah ini.
Gambar 6. Grafik rata-rata produksi tekan gas harian.
Gambar 6 di atas menunjukkan perbedaan rata-rata tekanan yang terjadi pada proses pembentukan biogas. Hal tersebut terjadi karena disebabkan berbagai faktor antara lain yaitu, perbandingan dekomposisi setiap variasi yang berbeda, suhu, waktu yang dibutuhkan pada setiap proses tahapan pembentukan biogas. Pengamatan penelitian yang dilakukan dari tahapan pembentukan biogas antara lain adalah sebagai berikut.
1. Tahapan Hidrolisis
Pada tahapan hidrolisis dapat dilihat hasil sebagai berikut:
Gambar 7. Histogram lamanya waktu tahapan hidrolisis setiap variasi perlakuan. 90000.000 95000.000 100000.000 105000.000 110000.000 115000.000 120000.000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Tek an an (N /m 2) Hari A B C D 8 14 7 7 0 5 10 15 A B C D D ur asi (Ha ri ) VARIASI A B C D
6 Gambar 8 Histogram tekanan tertinggi
tahapan hidrolisis setiap variasi perlakuan.
Dari Gambar 7 dan Gambar 8 dapat diketahui bahwa semakin lama diproses hidrolisis maka tekanan gas yang terbentuk semakin besar. Dari keempat variasi, variasi B memiliki tekanan gas yang tertinggi yakni sebesar 114122,125 N/m2 dengan durasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tahapan hidrolisis ini selama 14 hari. Sedangkan variasi C dan D memiliki waktu yang lebih cepat selama 7 hari, sehingga tekanan yang dihasilkan rendah dengan nilai 101911,128 N/m2 dan 109384,258
N/m2.
Pada variasi B membutuhkan durasi waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan tahapan hidrolisis, sedangkan variasi C dan D membutuhkan waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena pada variasi C dan D memiliki kandungan air yang lebih besar dari variasi B.
Semakin tinggi kandungan air menunjukkan waktu tahap hidrolisis semakin singkat. Perbandingan substrat dan air optimum pada fermentasi media padat tergantung pada daya ikat air (water holding capacity), kualitas dan ukuran partikel substrat, (Nelson, 2011 dalam Purwanto,2012). Tingginya tekanan pada variasi B disebabkan karena perbandingan pada variasi B yang memiliki komposisi rumen yang lebih banyak dibandingkan dengan senyawa organik yang lebih kecil sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan bakteri Bacteroides dan Lactobacillus yang terdapat pada Rumen dalam mendekomposisi serat kasar berupa hemiselulosa, selulosa, dan lignin menjadi gula sederhana.
Semakin tinggi kandungan senyawa organik komplek pada bahan, maka proses dekomposisi pada tahap hidrolisis akan kurang maksimal. Hal ini disebabkan karena bakteri Ruminococcus belum maksimal dalam mendekomposisi bahan organik komplek. Pada tahap hidrolisis, gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi berupa H2+CO2+H2O,
sehingga pada tahapan ini gas tidak
110849.5 78 114122.1 25 101911.1 28 109384.2 58 94000 99000 104000 109000 114000 A B C D Tekana n (N /m 2) Variasi A B C D
7 bisa terbakar dengan baik, (Purwanto,
2012).
2. Tahapan Asidifikasi
Setelah melalui tahapan hidrolisis, selanjutnya adalah tahapan asidifikasi. Hasil pengamatan pada tahapan asidifiakasi dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan dijelaskan pada Gambar 8 dan Gambar 9
Gambar 9. Histogram lamanya waktu tahapan asidifikasi setiap variasi
perlakuan.
Gambar 10 Histogram tekanan tertinggi pada tahapan asidifikasi setiap variasi
perlakuan.
Pada Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa proses asidifikasi membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan tahapan hidrolisis. Pada tahapan asidifikasi durasi tercepat yakni selama 12 hari pada variasi B sedangkan durasi terlama yakni membutuhkan waktu selama 19 hari pada variasi A. Pada variasi B jumlah substrat, air, dan rumen yang berimbang memberikan rentan waktu tahapan hidrolisis yang cepat dan tekanan yang tinggi, hal ini disebabkan karena jumlah air yang lebih banyak dari substrat sehingga memudahkan bakteri asetogenik dalam merombak hasil rombakan dari tahapan hidrolisis, jumlah bakteri yang banyak akan mempengaruhi tekanan yang dihasilkan pada tahapan ini. Proses perubahan asam organik menjadi asam asetat dibutuhkan molekul-molekul air yang ekses, maka dengan penambahan air yang lebih banyak akan meningkatkan pembentukan asam asetat yang nantinya akan diubah menjadi gas metana pada tahapan selanjutnya atau metanogenesis, (Saputro, dkk, 2009). 19 12 14 17 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 A B C D Du ra si ( Ha ri ) Variasi A B C D 105818.6 47 115978.1 97 102516.7 93 111211.0 24 95000 100000 105000 110000 115000 120000 A B C D Tekana n (N/m 2) Variasi A B C D
8 3. Tahapan Metanogenesis.
Tahap metanogenesis merupakan tahap akhir dari beberapa tahapan pembentukan biogas. Pada tahap metanogenesis menghasilkan gas metana, karbondioksida serta gas-gas lainnya. Hasil pengamatan tahapan metanogenesis dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12 dibawah ini:
Gambar 11 Histogram lamanya waktu tahapan metanogenesis setiap variasi
perlakuan
Gambar 12 Histogram tekanan tertinggi pada tahapan metanogenesis setiap variasi
perlakuan.
Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan bahwa lamanya durasi tahapan metanogenesis sangat
mempengaruhi besarnya tekanan gas yang dihasilkan. Hal itu dapat dilihat pada variasi D yang memiliki tekanan tertinggi pada tahapan metanogenesis dengan nilai tekanan 108807,899 N/m2.
Pada tahapan asdifikasi variasi D membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 17 hari, dan pada tahapan metanogenesis prosesnya terjadi selama 13 hari dengan rentang waktu terlama dibandingkan dengan variasi lainnya. Sedangkan nilai tekanan gas terendah pada tahapan metanogenesis ini yaitu pada perlakuan A dengan nilai tekanan 101715,752 N/m2 dengan durasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses tahapan metanogenesis ini selama 3 hari.
Penurunan tekanan dari tahapan sebelumnya yang dihasilkan dari setiap variasi ini disebabkan karena pada tahapan ini merupakan tahapan yang terakhir dalam proses pembentukan biogas. Dari hasil asam-asam yang dihasilkan pada tahapan asidifikasi akan diuraikan menjadi metana serta gas-gas lainnya dalam jumlah yang bervariasi. Pada tahapan metanogenesis laju beban yang semakin tinggi akan memerlukan waktu dengan retensi yang lebih lama. Bisa dikatakan bahwa
3 4 9 13 0 2 4 6 8 10 12 14 A B C D D u ra si (H ar i) Variasi A B C D 101715.7 52 103239.6 84 102790.3 20 108807.8 99 98000 100000 102000 104000 106000 108000 110000 A B C D Tekana n (N/m 2) Variasi A B C D
9 semakin banyak jumlah substrat, maka
akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan tahapan ini. Pada variasi A proses tahapan metanogenesis berlangsung secara singkat yaitu selama 3 hari. Hal ini disebabkan, karena jumlah pemberian Tandan Kosong Kelapa Sawit dan air yang lebih sedikit dan jumlah rumen yang lebih besar dibandingkan dengan variasi lain. Dalam hal ini pemberian rumen yang banyak akan mempengaruhi waktu retensi peroduksi gas pada tahapan metanogenesis yang akan cenderung lebih pendek.
Menurut Saputro, dkk (2009) pemberian jumlah sumber bakteri lebih besar dari pada jumlah persediaan makanan yang disediakan, maka akan mengakibatkan kekurangan makanan sehingga bakteri tidak terlalu produktifitas. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Palupi, (1994), menyatakan bahwa dengan pemberian substrat yang lebih sedikit, kondisi tersebut akan memberi kesempatan bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang. Karena dengan bahan padatan organik yang lebih rendah menyebabkan beban kerja mikroorganisme tidak terlalu besar,
dengan demikian proses perombakan cenderung lebih cepat dan terjadi dalam retensi waktu yang lebih pendek, (Palupi, 1994).
Sementara itu pada variasi D dengan pemberian kadar substrat yang lebih besar akan sangat mempengaruhi dari kerja metan. Dalam hal ini variasi D membutuhkan waktu yang lebih lama utnuk menyelesaikan tahapan metanogenesis. Dengan proses yang lebih lama tersebut akan menyebabkan peningkatan produksi gas metan pada tahapan metanogenesis dengan jumlah besar, sehingga tekanan yang dihasilkan dalam digester akan meningkat.
Sementara itu dengan pemberian jumlah Rumen yang semakin banyak,maka akan mempengaruhi kadar metana yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1 Presentase Kadar metana.
Variasi kadar metana (%)
A 39,753
B 55,047
C 44,929
10 Gambar 13 Histogram tekanan tertinggi
pada tahapan metanogenesis setiap variasi perlakuan.
Pada penelitian ini pengaruh tekanan yang dihasilkan terhadap kadar metana yang dihasilkan tidak memberikan dampak yang sangat signifikan. hal tersebut dapat dilihat pada kadar metana yang dihasilkan. Pada variasi B dengan pemberian rumen dengan kadar lebih banyak, dengan produktifitas tekanan gas yang rendah tapi dengan waktu retensi yang cepat, menghasilkan kadar metan yang lebih efisien dengan nilai 55%.
Dibandingkan dengan variasi D dengan pemberian rumen dalam jumlah sedikit akan menghasilkan tekanan tinggi dengan retensi waktu yang lama, akan tetapi hanya menghasilkan kadar metana sebesar 43%. Peningkatan presentase kadar metana disebabkan karena perbandingan jumlah komposisi yang diberikan pada variasi tersebut dapat dikatakan berimbang, dari pemberian tandan kosong kelapa sawit,
rumen dan air, yang menyebabkan proses metanogenesis yang berjalan secara maksimal. Kadar metan yang besar disebabkan karena jumlah rumen yang besar.
Sedangkan pada variasi D jumlah bakteri yang sedikit akan menyebabkan proses metanogenesis menjadi terhambat akibat dari banyaknya substrat yang diberikan dari pada rumen, sehingga aktifitas pada proses tahapan metanogenesis pada tahapan ini tidak berjalan secara maksimal.
Tekanan yang tinggi pada variasi D disebabkan karena lamanya produksi gas pada tahapan metanogenesis yang disebabkan oleh banyaknya asam yang akan dirombak dari tahapan sebelumnya, sehingga akan menghasilkan gas yang banyak, namun pada kasus diatas tingginya gas yang dihasilkan tidak mempengaruhi kadar metana yang dihasilkan, karena jumlah rumen yang diberikan pada perlakuan ini merupakan jumlah yang paling rendah walaupun dengan perbandingan substrat yang banyak.
Menurut penelitian yang dilakukan Palupi, (1994), penambahan kadar substrat ternyata tidak meningkatkan aktivitas bakteri
39.753 55.047 44.929 43.678 0.000 20.000 40.000 60.000 A B C D P e rs e nt ase (%) Variasi A B C D
11 metanogen dalam mengkonversi asam
organik yang dihasilkan menjadi biogas.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Gamayanti, (2012) menyatakan bahwa penambahan limbah cairan rumen dapat menghasilkan kadar metan yang lebih tinggi (mencapai 53%) dengan volume ± 405,5 ml dalam waktu 40 hari, hal ini menunjukkan bahwa penambahan limbah cairan rumen memberikan dampak positif terhadap pembentukan biogas maupun kadar gas metan.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan antara lain:
a. Berdasarkan hasil presentase kadar metana dan tekanan yang dihasilkan, dapat dipastikan bahwa pada penelitian ini variasi (B) tandan kosong kelapa sawit : rumen sapi : air (2 : 1,5 : 4,5) kg
merupakan kombinasi yang paling optimum dalam pembentukan metana. Variasi ini menghasilkan kadar metana yang paling optimal yaitu sebesar 55%.
b. Variasi (D) tandan kosong kelapa sawit : rumen sapi : air (2 : 0,5 : 4,5) kg, merupakan variasi paling optimum dalam menghasilkan tekanan gas yang optimum.
c. Pemberian rumen sebagai starter sangat berpengaruh pada proses pembentukan biogas. Pada tahapan hidrolisis, pemberian rumen dalam jumlah yang banyak akan menambah tekanan pada tahapan ini. Pada tahapan asidifikasi, pemberian jumlah rumen dalam jumlah banyak akan mempercepat proses tahapan ini dan menambah tekanan pada tahapan ini. Sedangkan pada tahapan metanogenesis, dengan pemberian jumlah rumen yang banyak ternyata tidak selalu berdampak pada tekanan yang tinggi, namun pada kadar metana yang dihasilkan. 1. Saran
1) Diharapkan pada penelitian berikutnya untuk melakukan uji kadar metana pada setiap tahapan. Untuk mengetahui pengaruh starter terhadap setiap proses tahapan. 2) Pada penelitian biogas yang akan
datang, digester pengolahan dibuat rangkap dengan digester
12 penampungan hasil gas, sehingga
memudahkan dalam proses tahapan pengujian.
Daftar Pustaka
Caroko, N. (2013). BIOMASSA. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Gamayanti, K. N. (2012). Pengaruh Penggunaan Limbah Cairan Rumen Dan Lumpur Gambut Sebagai Starter Dalam Proses Fermentasi Metanogenik. Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Harahap, I. V. (2007). Uji Beda Komposisi Campuran Kotoran Sapi Dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian Terhadap Biogas yang Dihasilkan. Medan.
Purwanto, dkk. (2012). Optimasi Konsentrasi Berbagai Biomassa Dengan Starter Kotoran Sapi Terhadap Aktivitas Dekomposisi Anaerobik Pada Proses Pembuatan Biogas. Yogyakarta: Fakultas
Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Saputro, R. R., & Putri, D. A. (2009). Pembuatan biogas dari limbah peternakan. Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Tutun Nugraha, & Didik Sunardi.
(2012). ENERGI BIOMASSA, BIOFUEL, BIODIESEL, DAN BIOGAS. Bandung: PT. Pelangi Ilmu Nusantara.
Wahyuni, S. (2013). Biogas Energi ALternatif Pengganti BBM, Gas dan Listrik. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Wahyuni, S. (2013). Panduan Praktis
Biogas. Jakarta: Penebar Swadaya. Palupi. (1994). Studi Pembuatan
Biogas Dari Tandan Kososng Kelapa Sawit, Perikarp, da lumpur Limbah Pabrik Kelapa Sawit Melalui Permentasi Media Padat. BOGOR: FAKULTAS TEKHNOLOGI PERTANIAN
INSTITUTE PERTANIAN