• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA BESAR PADA AREAL KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO YANG BERBATASAN DENGAN KEBUN KELAPA SAWIT PT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA BESAR PADA AREAL KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO YANG BERBATASAN DENGAN KEBUN KELAPA SAWIT PT"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PADA AREAL KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO

YANG BERBATASAN DENGAN KEBUN KELAPA SAWIT

PT. INTI INDOSAWIT SUBUR UKUI, KABUPATEN

PELALAWAN PROPINSI RIAU

FEBI MURYANTO

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

PADA AREAL KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO

YANG BERBATASAN DENGAN KEBUN KELAPA SAWIT

PT. INTI INDOSAWIT SUBUR UKUI, KABUPATEN

PELALAWAN PROPINSI RIAU

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

FEBI MURYANTO

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(3)

Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang Berbatasan dengan Kebun Kelapa Sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau

Nama : Febi Muryanto

NRP : E 34103088

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA NIP : 130 891 377

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr. NIP : 131 578 788

(4)

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala Puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya, yang telah memilih kita sebagai ummat Sayyidina Muhammad saw, dan menyelamatkan kita dari Gelapnya Kebodohan dan Kehinaan Dosa, Segala Puji bagi Allah Yang telah memberi kita Hidayah, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan Rahmat dan Kemudahan dari-Nya SWT. Sholawat serta salam semoga senantiasa tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarga, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang tetap setia dan tetap istiqomah dalam mengikuti semua perjalanannya.

Skripsi ini berjudul Studi Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar Pada

Areal Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang Berbatasan dengan Kebun Kelapa Sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini menggambarkan jenis satwaliar yang ada di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, informasi mengenai perambahan dan konversi lahan yang terjadi.

Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam tulisan ini karena itu masukan, kritikan dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan tulisan ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. A. Macmud Thohari, DEA sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran terhadap penulisan skripsi ini. Selanjutnya penulis juga menghaturkan terima kasih kepada pihak PT. Inti Indosawit Subur, atas berkenannya memberikan fasilitas penunjang penelitian. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat serta menjadi pendorong bagi penulis untuk mengkaji dan menggali lebih dalam pengetahuan yang telah diperoleh.

Bogor, Mei 2009

Penulis

(5)

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas segala kasih sayang dan do’anya yang tidak akan pernah habis untuk dipanjatkan, kakak-kakak ku (Yudha Yudhianto, Rita Susanti dan keluarga, Tati Haryanti dan keluarga), serta seluruh keluarga. 2. Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA yang telah memberikan bimbingan,

dorongan dan saran hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. selaku dosen penguji wakil dari Departemen Silvikultur dan Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. selaku dosen penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan atas saran, masukan dan wawasan yang diberikan.

4. Segenap pimpinan dan staf PT. Inti Indosawit Subur atas segala kerjasama yang diberikan.

5. Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Polhut, dan PEH TNTN atas bantuannya selama penelitian di lapangan.

6. Ir. H. Didi Suharyadi (E 20_) dan keluarga atas segala kasih sayang yang diberikan baik moral maupun spiritual juga sehingga penulis bisa dengan baik menyelesaikan studi di KSHE IPB.

7. Staf dan Dosen-dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

8. Rekan-rekan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata’40, Manajemen Hutan’40, Teknologi Hasil Hutan’40, dan Silvikultur’40 atas kebersamaannya. 9. Keluarga Besar Asrama Mahasiswa IPB ”Sylvasari” 40 (M. Ramli, Agus R.,

Andi I, Mujinius J., Feri I., Jati S., Sandrio I., Bhakti A., Romadoni A., Sansan S., Ade W.) atas segala kebersamaan baik suka maupun duka.

10. Sahabat-sahabat ku SDN Sukatani V, SMP N 4 Cimanggis dan SMU PGRI Cibinong.

11. Rekan-rekan seperjuangan di Kutai Kertanegara.

12. Seluruh pihak lainnya yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

(6)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada hari Kamis tanggal 7 Februari 1985, putra keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Sudiono dan Ibu Winarsih. Pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri Sukatani V pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996 kemudian melanjutkan studi di SLTP Negeri 4 Cimanggis dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan ke SMU PGRI Cibinong dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2003 penulis diterima di Fahutan IPB Dept. KSH melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada tahun 2006 penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur dan Praktek Pengelolaan Hutan dikampus Getas UGM gelombang II. Pada bulan Februari-April 2007 penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Lore Lindu Propinsi Sulawesi Tengah.

Selama masa studi penulis aktif di BEM Fahutan IPB pada tahun 2004-2005 sebagai anggota Dept. Kom Info. Pada tahun yang sama di TMPLLK (Tim Mahasiswa Peduli Lingkungan Lingkar Kampus) IPB sebagai staf Lingkungan dan sebagai Sekretaris Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari. Pada tahun 2005-2006 sebagai Ketua Komisi A di DPM Fahutan IPB dan Sebagai Wakil Ketua Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari. Pada tahun 2006-2007 penulis diamanahkan sebagai Ketua Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari. Pada tahun 2007-2008 penulis juga diamanahkan sebagai Koordinator Penanaman BSCA (Bumi Sengon Cahaya Alam) di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Selain itu penulis juga terpilih sebagai finalis dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXI di Semarang tahun 2008.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Studi Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar Pada Areal Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang Berbatasan dengan Kebun Kelapa Sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui Riau” di bawah bimbingan Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2 1.3. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Jenis... 3

2.2. Bio-Ekologi Mamalia... 4

2.3. Penyebaran Mamalia Besar ... 5

2.4. Pergerakan dan Daerah Jelajah Satwaliar ... 6

2.5. Dampak Pembalakan Terhadap Kehidupan Satwaliar ... 7

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

3.2. Bahan dan Alat ... 10

3.3. Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Inventarisasi mamalia ... 10

3.3.2. Inventarisasi vegetasi ... 11

3.3.3. Karakteristik biofisik kawasan... 12

3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis vegetasi ... 12

3.4.2. Indeks kekayaan jenis ... 13

3.4.3. Indeks keanekaragaman jenis... 13

3.4.4. Indeks kemerataan jenis ... 13

3.4.5. Kesamaan komunitas mamalia besar ... 14

3.4.6 Sebaran mamalia besar di areal TNTN ... 14

3.4.7. Status perlindungan mamalia besar... 15

3.4.8. Pemanfaatan aktivitas dan stratifikasi hutan... 16

3.4.9. Pengaruh kebun kelapa sawit terhadap kanekargaman jenis mamalia besar ... 16

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Kawasan... 17

4.2. Letak dan Luas... 17

4.3. Keadaan Iklim dan Topografi ... 18

4.4. Kondisi Geologi dan Tanah ... 18

4.5. Aksesibilitas ... 18

4.6. Potensi Flora dan Fauna 4.6.1. Flora ... 19

(8)

Halaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kondisi Habitat 5.1.1. Jalur I ... 22 5.1.2. Jalur II... 22 5.1.3. Jalur III ... 22 5.1.4. Jalur IV ... 23 5.1.5. Jalur V... 24 5.1.6. Jalur VI... 26 5.1.7. Jalur VII ... 27

5.2. Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar 5.2.1. Keanekaragaman (Indeks shannon-wiener)... 30

5.2.2. Kekayaan jenis... 32

5.2.3. Kemerataan jenis ... 33

5.2.4. Kesamaan komunitas... 34

5.3. Sebaran Mamalia Besar di Areal TNTN... 35

5.4. Status Konservasi Mamalia Besar ... 36

5.5. Pemanfaatan Waktu Aktivitas dan Stratifikasi Hutan 5.5.1. Pemanfaatan waktu aktivitas mamalia besar ... 38

5.5.2. Pemanfaatan stratifikasi hutan mamalia besar ... 39

5.6. Pengaruh Kebun Kelapa Sawit Terhadap Keanekargaman... 41

5.7. Ancaman Terhadap Kelestarian Jenis Mamalia 5.7.1. Penebangan liar... 44

5.7.2. Perburuan liar ... 44

5.7.3. Perambahan hutan... 45

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Letak koordinat Jalur penelitian di areal TNTN... 10

2. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur I... 22

3. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur II ... 23

4. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur III... 24

5. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur IV... 25

6. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur V ... 26

7. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur VI... 27

8. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur VII ... 28

9. Jenis mamalia besar yang ditemukan di lokasi penelitian TNTN berdasarkan pengamatan langsung ... 29

10. Indeks kesamaan komunitas antar Jalur ... 35

11. Sebaran jenis mamalia besar di areal TNTN... 36

12. Daftar jenis mamalia besar yang dilindungi yang ditemukan di lokasi penelitian ... 37

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Peta lokasi penelitian TNTN dan kebun kelapa sawit PT. Inti

Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. (Citra

Landsat BTIC Biaotrof-Bogor dan WWF Indonesia Riau Program)... 9

2. Bentuk transek garis pengamatan mamalia ... 11

3. Bentuk unit contoh metode garis berpetak dalam inventarisasi vegetasi 12 4. Rekapitulasi 10 famili dengan jumlah jenis terbanyak... 21

5. Jumlah jenis mamalia besar berdasarkan tingkat trofik ... 30

6. Nilai indeks Shannon Wiener pada setiap Jalur ... 31

7. Jenis primata yang ditemukan (a) Owa ungko (Hylobates agilis), (b) Lutung budeng (Trachypithecus auratus). ... 32

8. Indeks kekayaan jenis di setiap Jalur... 33

9. Indeks kemerataan jenis pada setiap Jalur... 34

10. Pembagian bentuk aktivitas mamalia besar... 39

11. Hubungan jarak pengamatan dengan keanekaragaman... 43

12. Bekas potongan kayu dalam kawasan TNTN ... 44

13. Papan larangan, (a) menduduki kawasan hutan; (b) membunuh satwaliar... 45

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

1. Jenis-jenis tumbuhan di kawasan TNTN ... 51

2. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur I... 54

3. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur I... 55

4. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur I... 56

5. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur I... 57

6. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur II ... 58

7. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur II ... 58

8. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur II... 59

9. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur II... 60

10. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur III... 61

11. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur III... 61

12. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur III ... 62

13. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur III ... 62

14. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur IV ... 63

15. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur IV... 63

16. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur IV ... 64

17. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur IV ... 64

18. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur V... 65

19. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur V ... 65

20. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur V ... 66

21. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur V ... 66

22. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur VI ... 67

23. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur VI... 67

24. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur VI... 67

25. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur VI ... 68

26. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur VII ... 68

27. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur VII ... 69

28. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur VII... 69

29. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur VII... 70

30. Jenis mamalia besar pada Jalur I... 70

31. Jenis mamalia besar pada Jalur II... 70

No. Halaman 32. Jenis mamalia besar pada Jalur III ... 71

(12)

34. Jenis mamalia besar pada Jalur V ... 71

35. Jenis mamalia besar pada Jalur VI ... 71

36. Jenis mamalia besar pada Jalur VII... 71

37. Analisis regresi linier ... 72

38. Analisis keragaman (ANOVA)... 72

39. Data pertemuan langsung terhadap mamalia besar... 72

40. Data pertemuan tidak langsung mamalia besar... 74

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) merupakan taman nasional yang terletak di Propinsi Riau, Indonesia. Penetapan kawasan TNTN ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004 mengenai perubahan fungsi sebagian kawasan Hutan Produksi Terbatas di Kelompok Hutan Tesso Nilo yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Luas TNTN ± 38.576 hektar. Kawasan yang masuk wilayah taman nasional ini adalah kawasan bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu. Hingga kini di sekelilingnya masih terdapat kawasan HPH.

Hampir seluruh jenis satwaliar dilindungi dapat ditemukan pada daerah pada areal kawasan TNTN. Taman Nasional Tesso Nilo memiliki berbagai potensi flora dan fauna yang beragam. Terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku, 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia (Dephut 2004).

Letak dari TNTN ini dikelilingi oleh vegetasi hutan alam, hutan akasia, pemukiman dan perkebunan kelapa sawit. Berbagai macam kegiatan yang dilakukan manusia yang berdekatan dengan TNTN mengakibatkan terjadinya perubahan pada komponen ekosistem baik komponen biotik maupun komponen abiotik. Salah satunya adalah perkebunan kelapa sawit. Adanya kegiatan perkebunan dapat memberikan pengaruh terhadap keberadaan satwaliar di kawasan tersebut. Dengan berkembangannya perkebunan kelapa sawit berdampak besar terhadap rusak dan hilangnya habitat satwaliar. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit menyebabkan terganggunya berbagai macam spesies yang ada di dalamnya. Namun, perkebunan kelapa sawit juga berperan bagi kelangsungan hidup spesies lainnya.

Perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komponen habitat memiliki arti penting bagi kelestarian berbagai jenis tumbuhan, satwa serta ekosistem yang ada di dalamnya. Selain sebagai penghasil bahan baku Crude Palm Oil (CPO), kawasan ini juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan, penelitian serta kegiatan penunjang budidaya. Namun, potensi keanekaragaman hayati yang

(14)

terdapat di kawasan kebun kelapa sawit belum dikelola dengan baik karena kurangnya informasi dan data mengenai potensi keanekaragaman yang terkandung di dalamnya, salah satunya mengenai mamalia.

Oleh karena itu, telah dilakukan penelitian mengenai studi keanekaragaman jenis mamalia, khususnya mamalia besar yang dapat menggambarkan keberadaan spesies tersebut dan penyebarannya pada areal kawasan TNTN yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai studi keanekaragaman jenis mamalia besar pada areal TNTN yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau ini bertujuan untuk:.

1). Mengetahui keanekaragaman jenis mamalia besar di areal kawasan TNTN yang berbatasan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.

2). Mengetahui penyebaran jenis mamalia besar di areal kawasan TNTN yang berbatasan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.

1.3. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan data terbaru mengenai keanekaragaman hayati khususnya jenis mamalia besar sehingga akan mempermudah dalam pengambilan tindakan dan jenis keputusan bagi pengelola taman nasional. Sedangkan untuk perkebunan kelapa sawit dapat memberikan data sebagai bahan pengelolaan keanekaragaman hayati di perkebunan kelapa sawit sehingga dapat bermanfaat untuk kelestarian biodiversiti dan kelestarian usaha perkebunan kelapa sawit.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman hayati atau biological diversity (biodiversity) adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di muka bumi ini beserta interaksinya (BAPPENAS 2003). Keanekaragaman hayati memliki dua komponen utama, yaitu kekayaan jenis yang merupakan jumlah jenis dari suatu areal dan kemerataan jenis yang merupakan kelimpahan relatif suatu individu pada setiap spesies (Feldhamer et al. 1999). Kedua komponen tersebut memiliki nilai perhitungan yang dikenal dengan indeks kekayaan jenis dan indeks kemerataan jenis. Ledwig dan Reynold (1988) menyatakan bahwa indeks tersebut digabungkan menjadi satu nilai yang sama dengan indeks keanekaragaman. BAPPENAS (2003) menyatakan ada tiga tingkatan yang terkait dengan keanekaragaman hayati, yaitu:

1) Keanekargaman ekosistem: keanekaan bentuk dan susunan bentang alam daratan maupun perairan, dimana makhluk atau organisme hidup berinteraksi dan membentuk keterkaitan dalam lingkungan fisiknya.

2) Keanekaragaman jenis: keanekaan jenis organisme yang menempati suatu ekosistem, di darat maupun di perairan.

3) Keanekaragaman genetik: keanekaan individu di dalam suatu jenis yang disebabkan oleh perbedaan genetik antara individu.

Keanekaragaman merupakan hal yang paling penting dalam mempelajari suatu komunitas. Keanekaragaman jenis merupakan pertanyaan yang paling mendasar dalam ekologi, baik teori maupun terapan sehingga ahli ekologi harus mengetahui cara mengukur keanekaragaman jenis dan memahami hasil pengukurannya (Odum 1971).

Permasalahnya banyak sekali metode yang berkembang namun sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli ekologi untuk metode tersebut. Namun, banyak pengukuran keanekaragaman jenis tidak terlepas dari konsep keragaman jenis yang mempunyai dua komponen, yaitu (1) jumlah jenis (species richeness) yang disebut kepadatan jenis (species density), berdasarkan pada jumlah total jenis yang ada dan (2) kesamaan/kemerataan (evenness atau equatability) yang

(16)

berdasarkan pada kelimpahan relatif suatu jenis dan tingkat dominansi (Odum 1971; Krebs 1992; Magguran 1988).

2.2. Bio-Ekologi Mamalia

Mamalia merupakan kelompok yang memiliki kelas tertinggi dalam dunia hewan. Pada umumnya mamalia dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu mamalia kecil dan mamalia besar. Mamalia kecil adalah mamalia yang memiliki berat badan berkisar antara 2 g - 5 kg. Jenis-jenis mamalia kecil antara lain adalah kelelawar (Chiroptera), bajing dan tikus (Rodentia), tupai (Scadentia). Sedangkan mamalia besar adalah mamalia yang berat badannya diatas 5 kg (Bouliere 1975).

Taksonomi mamalia menurut Jasin (1992) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Metazoa Filum : Chordata Sub Filum : Craniata Klas : Mamalia

Selanjutnya Jasin (1992) menyebutkan bahwa kelas mamalia sendiri menjadi tiga sub kelas, yaitu:

1) Sub kelas Prototheiria, yang hanya terdiri dari satu ordo, yaitu monotremata 2) Sub kelas Allotheria (sudah punah)

3) Sub kelas Theria, yang terdiri dari 27 ordo, yaitu Marsupialia, Insektivora, Dermopyera, Chiroptera, Primata, Tillodontia (sudah punah), Taediodota (sudah punah), Edentata (Xanathra), Pholidota, Lagomorpha, Rodentia, Cetacea, Carnivora, Condylartha, Litopterma, Notoungulata, Astrapotheria, Tubulidentata, Pantodonta, Dinocerata, Pyirotheria, Proboscidea, Embrithopoda, Hyracoida, Sirenia, Prissodactyla, dan Artiodactyla.

Mamalia yang ada di Indonesia terdiri dari 15 ordo, yaitu Monotremata, Marsupilalia, Insektivora, Dermopyera, Chiroptera, Primata, Pholidota, Lagomorpha, Rodentia, Catacea, Carnivora, Proboscieda, Sirenia, Prissodactyla, Artiodactyla. Ordo yang terdapat di Malaya (termasuk Sumatera) dan Singapura terdiri dari 9 ordo, yaitu Insektivora, Dermopyera, Chiroptera, Primata, Pholidota,

(17)

Rodentia, Proboscidea, Prissondactyla, dan Artiodactyla. Ciri-ciri khusus mamalia sebagai berikut (Medway 1978):

1. Tubuh biasanya diliputi rambut yang lepas secara periodik, kulit banyak mengandung kelenjar keringat dan kelenjar susu.

2. Ekor umumnya panjang dan dapat digerak-gerakkan.

3. Memiliki empat anggota kaki (kecuali Anjing laut dan Singa laut tidak memiliki kaki belakang), masing-masing kaki memiliki kurang lebih lima jari yang bermacam-macam bentuknya yang disesuaikan dengan keperluan. 4. Penapasan hanya dengan paru-paru, hasil ekskresi berupa urine.

5. Suhu tubuh tetap.

6. Hewan jantan mempunyai alat kopulasi berupa penis, fertilasi terjadi didalam tubuh betina.

2.3. Penyebaran Mamalia Besar

Ada banyak untuk membedakan penyebaran fauna di Indonesia. Lekagul dan McNeely (1977) menyatakan bahwa sistem yang mendapat tanggapan luas adalah berdasarkan Sclater 1958 dan Wallace 1987, yang membagi dunia ke dalam 6 wilayah geografis fauna, yaitu: Paleartik, Oriental, Australia, Neartik, Neotropik, dan Ethopia.

Penyebaran fauna dapat diikuti dari pola sejarah geologi, sehingga dapat dikenal adanya pola penyebaran fauna khas. Akan tetapi untuk beberapa hal ada jenis tertentu yang mempunyai penyebaran luas, terutama bagi jenis-jenis burung tertentu ataupun bagi jenis organisme yang pola penyebarannya melalui pola air. Bahkan manusia mempunyai peranan penting dalam penyebaran satwaliar sejak 10.000 tahun yang lalu (Alikodra 1990).

Pergerakan mamalia besar dari daratan utama Asia ke Subwilayah Sunda 18.000 tahun yang lalu, berlangsung pada saat terjadinya pengumpulan es sehingga permukaan air laut turun 85 m dari keadaanya yang sekarang. Pada saat itu muncul paparan Sunda yang menghubungkan Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia. Berbagai jenis mamalia terutama herbivora mengadakan penyesuaian dengan cara bergerak secara perlahan-lahan dari Utara ke Salatan (Alikodra 1990). Setalah terjadinya pemisahan pulau akibat

(18)

mencairnya es, jenis-jenis beradaptasi dan berevolusi pada kondisi yang baru dan berlainan, yang kadang menghasilkan subjenis baru atau bahkan jenis baru. Semakin lama isolasi yang terjadi, semakin banyak fauna-fauna yang berbeda, seperti yang ditunjukan oleh jumlah satwa yang endemik di Sulawesi dengan lebih dari 70% jenis mamalia darat yang endemik (Zon 1979).

Penyebaran mamalia mempunyai kecendrungan untuk dibatasi oleh penghalang-penghalang fisik seperti sungai, samudera, dan gunung, serta oleh penghalang ekologis seperti batas tipe hutan dan adanya jenis saingan yang telah menyesuaikan secara optimal dengan habitatnya sekarang. Sehingga penghalang-penghalang fisik itu dapat digunakan untuk menarik batas geografis fauna sepanjang batas fisik atau ekologis (Alikodra 1990).

Fauna Sumatera sangat erat hubunganya dengan fauna yang berada di Semenanjung Malaysia dengan relatif sedikit mamalia endemik, misalnya Kelinci sumatera (Nesolagus netsheri). Sesuai dengan kondisi biogeografisnya. Pulau Kalimantan (mamalia endemik sebanyak 18 jenis) memiliki jenis-jenis satwaliar endemik yanng lebih tinggi dibandingkan Pulau Sumatera (mamalia endemik sebanyak 10 jenis) (Whitten et al. 1987 dalam Alikodra 2002).

2.4. Pergerakan dan Daerah Jelajah Satwaliar

Pergerakan adalah suatu strategi dari individu ataupun populasi untuk menyesuaikan dan memanfaatkan keaadaan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembangbiak secara normal. Pergerakan satwaliar merupakan suatu perilaku, sehingga mempunyai pola-pola tertentu sesuai dengan jenisnya. Pergerakan ini erat hubungannya dengan sifat individu dan kondisi lingkungannya seperti ketersediaan makanan, fasilitas untuk berkembangbiak, pemangsaan, kondisi cuaca, sumber air maupun adanya pengerusakan lingkungan (Alikodra 2002).

Pola pergerakan dan jarak tempuh satwa dipengaruhi oleh sifat satwanya dan tergantung pada jumlahnya serta distribusi sumber makanannya (Smith et al. 1975). Pada saat sumber makanan melimpah dan dekat dengan daerah inti satwa, maka pergerakan satwa tersebut tidak terlalu jauh. Pergerakan satwa ini sangat didukung dengan waktu aktifnya. Berdasarkan waktu aktifnya satwa digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu diurnal, nokturnal, dan diurnal-nokturnal.

(19)

Daerah jelajah yaitu wilayah yang dikunjungi satwaliar secara tetap karena dapat mensuplai makanan, minum, serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung/bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin (Boeghey 1973; Pyke 1983; Van Noordwijk 1985 dalam Entebe 2005). Pengertian daerah jelajah (home range) dibedakan dengan daerah inti satwa yang merupakan tempat untuk melakukan kegiatan khusus, seperti tidur, bersarang kawin, dan lain-lain. Territory akan sangat dipertahankan dengan pihak yang bersangkutan (Burt 1949 dalam Entebe 2005).

Daerah jelajah satwa dapat berubah-ubah, tergantung kepada pola pergerakan satwa dan jarak tempuhnya, biasanya daerah jelajah tersebut tidak dipertahankan, selain itu daerah jelajah satwa merupakan bagian penting dari populasi satwa, karena selain mencerminkan sifat satwa juga mencerminkan kondisi habitat dimana satwa itu berada. Luas wilayah daerah jelajah sangat tergantung dengan ukuran tubuh satwaliar baik dari golongan herbivora maupun karnivora (Mace et al. 1983).

Terdapat tiga aspek perilaku yang menyangkut kehadiran satwa dengan posisi tertentu di tempat dan pada saat pengamatan dilakukan, yaitu: organisasi sosial, pola pemanfaatan ruang dan pola pemanfaatan waktu. Ketiga aspek ini mempengaruhi keberadaan satwa yang teramati, sehingga pengamat dapat mengelola ketiga aspek ini dengan baik (Santosa 1993).

2.5. Dampak Pembalakan Terhadap Kehidupan Satwaliar

Pembalakan intensif sangat berpengaruh terhadap kerusakan struktur hutan terutama di kawasan hutan yang persentase komersialnya tinggi (Whitmore 1982 dalam Yusuf 1998). Haryanto (1987) juga berpendapat bahwa kegiatan pembalakan dengan sistem mekanis secara intensif menyebabkan tumbuhnya jenis-jenis pionir secara dominan, seperti Macaranga spp., Mallotus spp., dan Anthhocephalus spp.. Hal ini berarti menandakan rusaknya struktur hutan, yang berarti rusaknya habitat berbagai jenis satwaliar yang ada didalamnya.

Pengaruh perubahan kondisi habitat akibat pembalakan terhadap satwaliar bervariasi menurut tingkat perubahan dan kemampuan beradaptasi jenis. Di areal bekas pembalakan yang bebas dari gangguan memegang peranan penting dalam

(20)

memperkecil pengaruh negatif tersebut. Rinaldi (1985) dalam Yusuf (1998) berpendapat bahwa di Way Kambas Siamang dapat beradapatasi dengan baik pada kondisi vegetasi tanpa strata A yang didominasi oleh jenis-jenis yang berfamili non Dipterocarpaceae. Begitu juga hasil penelitian Haryanto (1987) Hylobates muelleri dan Presbytis rubicunda yang sanggup beradaptasi dengan baik pada areal dengan strata yang lengkap.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Effendi (1985) dan Lumme (1994) di HPH menunjukan terjadinya penurunan populasi bagi beberapa jenis seperti Beruang (Helarctos malayanus) dan Tapir (Tapirus indicus) di daerah Sumatera dan Babi rusa (Babyrousa babyrusa) di daerah Sulawesi. Namun beberapa jenis lainnya tampak tidak terpengaruh dengan adanya kegiatan ini seperti: Babi hutan (Sus spp.), Surili (Presbytis aygula), Tupai (Tupaia javanica) serta Siamang (Hylobates syndactylus).

(21)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan TNTN yang berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Pengamatan dilakukan selama lebih kurang dua bulan mulai tanggal 1 Maret sampai dengan 10 Mei 2008. Peta lokasi pengamatan ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian TNTN dan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. (Citra Landsat BTIC Biaotrof-Bogor dan WWF Indonesia Riau Program).

(22)

Letak koordinat jalur penelitian di areal TNTN yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau ditunjukan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Jalur penelitian di areal kawasan TNTN

No. Jalur Pengamatan Koordinat Awal Koordinat Akhir

1 Jalur I 00°14'44.8" S 00°15'45.4" S 102°02'31.0" E 102°02'31.0" E 2 Jalur II 00°16'18.6" S 00°17'19.2" S 102°01'28.1" E 102°01'28.1" E 3 Jalur III 00°17'26.3" S 00°18'26,9" S 102°01'34.1" E 102°01'34.1" E 4 Jalur IV 00°18'24.1" S 00°19'24.7" S 102°01'46.0" E 102°01'46.0" E 5 Jalur V 00°19'18.8" S 00°20'19.4" S 102°01'02.3" E 102°01'02.3" E 6 Jalur VI 00°20'20.7" S 00°21'21.3" S 102°01'02.3" E 102°01'02.3" E 7 Jalur VII 00 °21'01.1" S 00°22'01.7" S 102°01'02.3" E 102°01'02.3" E

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini antara lain: tali tambang (50 m), tali rafia (dua gulung), pita berwarna, buku panduan lapang Primata Indonesia, buku identifikasi tumbuhan ”Check List Tumbuhan Sumatera”, buku identifikasi jenis mamalia ”Seri Buku Panduan Lapangan Mamalia Di Kalimantan, Sabah, Serawak & Brunei Darussalam”, peta kerja, tally sheet dan obat-obatan (P3K). Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini antara lain: pengukur waktu (stopwatch), kamera digital, golok, binokuler, meteran, kompas, GPS (Global Positioning System), gunting dan alat tulis, PC. Komputer dengan perangkat lunak Arc. GIS dan Minitab 14.

3.3. Metode Pengumpulan Data

3.3.1. Inventarisasi mamalia

Kegiatan inventarisasi mamalia dilakukan untuk mendapatkan data mengenai jenis mamalia serta jumlah individu setiap jenis. Data dikumpulkan berdasarkan perjumpaan langsung dan perjumpaan tidak langsung dengan satwa.

(23)

Data hasil perjumpaan tidak langsung berupa jejak kaki, kotoran, suara, serta bekas makanan yang dianggap sebagai satu tanda.

NRC (1981) dalam Sugardjito et.al (1997) menyatakan bahwa pengambilan data lapangan untuk primata menggunakan metode transek garis (line transect). Namun untuk penelitian ini digunakan metode transek jalur (strip transect) (Gambar 2). Jalur pengamatan adalah jalur di areal TNTN yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur. Jumlah jalur yang digunakan sebanyak tujuh jalur pengamatan.

50 m

Jalur transek 2 km

50 m

Gambar 2 Bentuk transek garis pengamatan mamalia.

Pengamatan dilakukan pagi, siang, dan sore hari yaitu pukul 06.00-18.00 WIB. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap jalur pengamatan. Panjang jalur pengamatan lebih kurang 2000 meter dengan setiap jalur memiliki lebar 100 meter. Dengan menggunakan intensitas sampling 1 % dari luas arael yang diteliti sebesar 13.500 ha, maka didapatkan total luas unit contoh yang harus diamati adalah 135 ha. Dengan total luas unit contoh tersebut dan luas setiap unit contohnya 20 ha maka jumlah jalur yang harus diamati sebanyak 7 jalur.

3.3.2. Inventarisasi vegetasi

Kegiatan inventarisasi vegetasi dilakukan pada jalur yang sama dengan jalur pengamatan mamalia dengan tujuan mengetahui kondisi dan komposisi vegetasinya. Data yang dikumpulkan untuk tingkat pohon dan tiang adalah jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter dada (130 cm), tinggi bebas cabang dan tinggi total. Sedangkan data yang dikumpulkan untuk pertumbuhan semai dan pancang hanyalah jenis dan jumlah individu setiap jenis yang ditemukan.

(24)

Metode yang digunakan dalam analisis vegetasi yaitu metode garis berpetak (Soerianegara dan Indrawan 2002) (Gambar 3). Panjang jalur yang digunakan selang 100 m dengan lebar 20 m, sehingga luas setiap jalur sebesar 0,2 ha.

Soerianegara dan Indrawan (2002) menjelaskan bahwa pada tingkat pertumbuhan semai (a) digunakan ukuran dengan besar 2x2 m, tingkat pertumbuhan pancang (b) ukurannya sebesar 5x5 m, tingkat pertumbuhan tiang (c) ukurannya sebesar 10x10 m, dan tingkat pertumbuhan pohon (d) ukuran yang digunakan sebesar 20x20 m. c 10 m b a 10 m d 100 m

Gambar 3 Bentuk unit contoh metode garis berpetak dalam inventarisasi vegetasi. 3.3.3. Karakteristik biofisik kawasan

Data biofisik kawasan yang dikumpulkan meliputi ketinggian tempat, temperatur udara, di lokasi pengamatan. Pengukuran ketinggian tempat dilakukan sebelum penentuan unit contoh dengan menggunakan GPS Garmin 76 Csx. Penentuan temperatur udara dengan menggunakan thermometer.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Analisis vegetasi

Analisis vegetasi yang dilakukan untuk menentukan komposisi dominasi suatu jenis pohon pada suatu komunitas. Soeranegara & Indrawan (2002) menyatakan bahwa persamaan yang digunakan dalam menentukan komposisis vegetasi adalah sebagai berikut:

Kerapatan Jenis (K) = contoh petak total luas i ke jenis individu jumlah −

(25)

Kerapatan Relatif (KR) = x100% jenis seluruh kerapatan i ke jenis kerapatan − Frekuensi Jenis (F) = contoh petak seluruh jumlah i ke jenis ya ditemukann petak jumlah − Frekuensi Relatif (FR) = x100% jenis seluruh frekuensi jumlah i ke jenis kerpatan frekuensi − Dominansi Jenis (D) = contoh petak total luas i ke jenis dasar bidang luas − Dominansi Relatif (DR) = x100% jenis seluruh dominansi i ke jenis dominansi −

Indek Nilai Penting (INP) = KR + DR + FR Ket: Luas bidang dasar jenis ke-i = 2

4 / 1 πdi 3.4.2. Indeks kekayaan jenis

Kekayaan jenis mamalia dihitung dengan menggunakan metode Margalef Ludwig & Reynolds (1988). Persamaan untuk menentukan jumlah kekayaan jenis adalah sebagai berikut:

Dmg = S – 1

ln (N)

Keterangan: Dmg = Indeks Margalef, N = Jumlah individu seluruh jenis, S = Jumlah jenis mamalia besar

3.4.3. Indeks keanekaragaman jenis (H’)

Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis mamalia ditentukan dengan menggunakan Indeks keanekargaman Shannon-Wiener dengan rumus sebagai berikut:

H’ = - ∑ pi ln pi; dimana pi = ni/N Keterangan: H’ = Indeks Shannon-Wiener

ni = Jumlah individu setiap jenis N = Jumlah individu seluruh jenis

(26)

Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan bahwa proporsi kelimpahan jenis mamalia dihitung dengan menggunakan indeks kemerataan, yaitu:

J’ = H’/ln S

Penentuan nilai indeks kemerataan ini berfungsi untuk mengetahui kemerataan setiap jenis mamalia dalam areal pengamatan yang ditentukan, sehingga dapat diketahui keberadaan dominansi jenis mamalia besar.

3.4.5. Kesamaan komunitas mamalia besar

Komunitas mamalia besar ditentukan dengan menggunakan indeks koefisien Jaccard digunakan untuk membandingkan diantara komunitas mamalia besar secara kualitatif (Krebs 1989) dengan memperlihatkan keberadaan mamalia besar, digabungkan antara pertemuan langsung dan tidak langsung. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai indeks Jaccard, adalah:

JI = c b a a + +

Keterangan: a = Pada kedua habitat ditemukan jenis yang sama b = Mamalia besar hanya ditemukan pada habitat A c = Mamalia besar hanya ditemukan pada habitat B

3.4.6. Sebaran mamalia besar di areal TNTN

Pola sebaran spasial suatu komunitas ekologi ditentukan dengan menggunakan indeks penyebaran (Ludwig dan Reynold 1988).

ID = S2/X

Keterangan: ID = Indeks Penyebaran S2 = Ragam contoh X = Rata-rata contoh

Dalam penentuan pola sebarannya, digunakan uji Chi Square dengan persamaan sebagai berikut:

µ2 = ID (N-1)

Keterangan: N = Ukuran contoh atau jumlah Jalur

Persamaan digunakan untuk ukuran contoh kecil (N < 30), maka nilai keragaman populasi membentuk 3 pola, yaitu:

Jika µ2 < µ2

(27)

µ20,975≤ µ2 ≤ µ20,025, maka terjadi sebaran acak

µ2> µ20,025, maka terjadi sebaran kelompok

3.4.7. Status perlindungan mamalia besar

Perlindungan terhadap jenis-jenis mamalia besar ditandai dengan status konservasi yang dimiliki setiap jenis mamalia besar. Status konservasi diberikan oleh Pemerintah RI (PP No. 7 Tahun 1999), CITES (Convention on International Trade in Endengered Species of Wild Flora and Fauna), IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources).

Beberapa kategori dalam CITES, (Vulnerable = VU) rawan diterapkan pada takson yang tidak termasuk dalam kategori kritis (Critically Endangered = CR) atau genting (Endengered = EN) namun mengalami resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam dalam waktu dekat sehingga dapat digolongkan punah in-situ (Excinct in the wild = EW). Sedangkan untuk kekhawatiran minimal (Least Concern = LC) diterapkan pada takson kategori yang cukup mendapat perhatian karena jumlah satwa yang mulai berkurang di alam. Data belum lengkap (Data Deficien = DD). Diterapkan pada takson yang kondisi biologinya mungkin telah diketahui, tetapi data persebaran dan populasinya belum lengkap sehingga analisis status kelangkaannya kurang memadai.

Beberapa kategori dalam IUCN, diantaranya: Appendix I berarti daftar yang memuat jenis-jenis yang telah terancam punah (endangered) sehingga perdagangan internasional spesimen yang berasal dari habitat alam harus dikontrol dengan ketat dan hanya diperkenankan untuk kepentingan tertentu dan hanya dengan izin khusus. Appendix II berarti daftar yang memuat jenis-jenis yang saat ini belum terancam punah, namun dapat menjadi terancam punah apabila perdagangan internasionalnya tidak dikendalikan. Appendix III berarti daftar yang memuat jenis-jenis yang diidentifikasi sebagai bahan perdagangan yang dapat diterapkan sesuai dengan peraturan di semua wilayah, dengan maksud mencegah atau membatasi eksploitasi lewat kerjasama dengan semua pihak terkait dalam pengawasan perdagangan (Soehartono dan Mardiastuti 2003).

(28)

3.4.8. Pemanfaatan waktu aktivitas dan stratifikasi hutan

Analisis pemanfaatan stratifikasi dan waktu aktifitas, yaitu dengan memperhatikan jumlah individu setiap jenis mamalia besar dalam memanfaatkan strata hutan serta waktu untuk beraktivitas.

3.4.9. Pengaruh kebun kelapa sawit terhadap keanekargaman jenis mamalia besar

Analisis pengaruh dari kebun kelapa sawit terhadap keanekargaman

mamalia besar yang ditemukan berdasarkan uji korelasi menggunakan software komputer Minitab 14.

(29)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kawasan

Hutan Tesso Nilo sejak awal ditetapkan sebagai hutan produksi terbatas, dimana kawasan ini sebagai daerah hutan untuk mensuplai kebutuhan bahan baku industri plywood dan produksi kayu lainnya. Hutan produksi terbatas ini dikelola oleh HPH Inhutani IV. Pada tanggal 25 Agustus 2003, Menteri Kehutanan mengeluarkan keputusan Nomor: 282/KPts-II/2003 tentang areal HPH Inhutani IV telah dicabut izinnya, dan meminta Gubernur Riau untuk melakukan langkah-langkah persiapan penunjukan kawasan hutan Tesso Nilo sebagai kawasan konservasi gajah.

Pada tanggal 19 Juli 2004, Menteri Kehutanan mengeluarkan keputusan penunjukan tesso nilo sebagai taman nasional yang berada pada areal PT. Inhutani IV melalui SK Nomor: 255/Menhut-II/2004 tentang perubahan fungsi sebagai kawasan hutan produksi terbatas di kelompok Hutan Tesso Nilo yang terletak di kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu Propinsi Riau seluas ± 38.576 Ha menjadi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

4.2. Letak dan Luas

Taman Nasional Tesso Nilo yang luasnya ± 38.576 Ha, secara geografis terletak antara 01° 17'-03° 36' LS dan 101° 31'-102° 44' BT, termasuk kedalam wilayah adaministrasi pemerintahan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu. Kawasan ini dibatasi oleh hutan produksi, perkebunan kelapa sawit, tanah milik dan pemukiman penduduk.

Secara adaministrasi kawasan TNTN berbatasan dengan:

1) Disebelah barat berbatasan dengan HPH Nanjak Makmur dengan vegetasi hutan sepanjang 16.460 m.

2) Disebelah utara berbatasan dengan PT. RAPP dengan vegetasi akasia sepanjang 17.264 m. Desa Lubuk Kembang Bunga dengan vegetasi semak dan sisa hutan sepanjang 3.216 m. Desa Air Hitam dengan vegetasi semak sepanjang 921 m.

3) Disebelah timur berbatasan dengan Dusun Bagan Limau dengan vegetasi sawit, lahan kosong sepanjang 9.294 m dan vegetasi hutan sepanjang 4.262 m.

(30)

PT. Inti Indosawit Subur dengan vegetasi kelapa sawit sepanjang 1.828 m. KKPA dengan vegetasi kelapa sawit dan hutan sepanjang 7.154 m.

4) Disebelah selatan berbatasan dengan PT. Putri Lindung Bulan dengan vegetasi akasia sepanjang 12.178 m. PT. Rimba Lazuardi dengan vegetasi akasia sepanjang 2.938 m. CV. Riau Jambi Sejahtera dengan vegetasi hutan sepanjang 1.075 m.

4.3. Keadaan Iklim dan Topografi

Secara umum, dataran bagian timur dari kawasan Sumatera bagian tengah digolongkan secara lembab dengan curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000-3000 mm. Walaupun secara keseluruhan curah hujannya sangat tinggi, curah hujan rata perbulan dapat turun sampai dibawah 60 mm dengan jumlah rata-rata hari hujan pertahun bervariasi antara 120-150 hari. Taman Nasional Tesso Nillo mempunyai topografi relatif datar dan sedikit bergelombang dengan kemiringan 10°-15° dan ketinggian tempat 100-200 m dpl.

4.4. Kondisi Geologi dan Tanah

Kawasan-kawasan pada bagian barat dan timur Pekanbaru, masing-masing digolongkan sebagai dataran rendah dan rawa dataran rendah bagian timur. Kondisi litologinya dicirikan oleh bahan organik semi lapuk yang berasal dari gambut tropis zaman Kuarter dan batuan pasir Kaolinit, batuan liat serta tufa asam yang sudah mengalami proses pelapisan sedimen dari zaman Kuarter. Berdasarkan penggolongan jenis tanah oleh USDA (United State Department Agronomics), jenis tanah yang mendominasi kawasan tersebut adalah Tropohemist (sekarang Haplohemist) dan Paeudults.

4.5. Aksesibilitas

Kawasan hutan Tesso Nilo memiliki aksesibilitas yang sangat terbuka, hampir seluruh keliling kawasan ini memiliki jaringan jalan masuk, hal ini mempercepat penurunan kualitas hutan akibat pencurian hasil hutan dan perburuan satwa. Aksesibilitas menuju hutan Tesso Nilo antara lain:

(31)

2) Jalan Raya Lintas Timur Sumatera-Ukui-Dusun Bagan Limau 3) Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Baserah-Simpang Inuman

4) Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-simpang lala-Desa Pontian mekar 5) Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Simpang Klayan (simpang mangga) 6) Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Simpang Selanjut

7) Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Simpang Sentajo.

4.4. Potensi Flora dan Fauna

4.4.1 Flora

Flora Taman Nasional Tesso Nilo merupakan perwakilan ekosistem transisi dataran rendah dan tinggi dengan potensi keanekaragaman hayati yang tinggi. Diantaranya terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku dalam setiap hektarnya. Berbagai jenis flora yang dilindungi dan terancam punah terdapat juga di taman nasional ini, seperti Kayu bata (Irvingia malayana), Kempas (Koompasia malaccensis), Jelutung (Dyera costulata), Kulim (Scorodocorpus borneensis), Tembesu (Fagraea fragrans), Gaharu (Aquilaria malaccensis), Ramin (Gonystylus bancanus), Keranji (Dialium spp.), Meranti (Shorea spp.), Keruing (Dipterocarpus spp.), dan beberapa jenis Durian (Durio spp.).

Disamping tumbuhan di atas, di taman nasional ini juga terdapat tidak kurang 82 jenis tumbuhan obat. Patalo/pasak bumi (Eurycoma longifolia) adalah salah satu tumbuhan obat yang populer sebagai obat kuat, biasanya akarnya dicampur dengan janin kijang yang diambil dari kandungan induknya kemudian direndam dalam alkohol. Patalo bumi ini juga biasa digunakan untuk obat malaria. Jenis tumbuhan obat lainnya diantanya, Kunyit bolai (Zingiber purpureum), Jarangau (Acorus calamus), Lengkuas putih (Alpina galanga), Akar bulu (Argyreia capitata), Sundik langit (Amorphopalus sp.), dan Akar kayu kuning (Lepionurus sylvestris) yang merupakan obat penyakit kuning.

(32)

4.4.1 Fauna

Faunanya terdiri dari 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, 3 jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia, 18 jenis amfibia dan berbagai jenis serangga. Beberapa jenis satwa yang termasuk unggulan diantaranya Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Macan dahan (Neofelis nebulosa), Beruang madu (Helarcos malayanus), Rusa (Cervus unicolor), Kijang (Muntiacus muntjak), Kancil (Tragulus javanicus), Babi hutan (Sus spp.), Tapir (Tapirus indicus), dan Bajing (Callosciurus spp.), Owa (Hylobates agilis), Lutung simpai (Presbytis femoralis), dan Beruk (Macaca nemestrina).

Beberapa jenis burung, yaitu: Beo sumatera (Gracula religiosa), Kipas (Rhipidura albicollis), Elang ular (Spilornis cheela), Alap-alap capung (Microchierax fringillarius), Kuau (Argusianus argus), Udang pungung merah (Ceyx rufidorsa), Julang jambul hitam (Aceros corrugatus), Kangkareng hitam (Anorrhinus malayanus), Rangkok badak (Buceros rhinoceros), Ayam hutan (Gallus gallus), dan Betet ekor panjang (Psittacula longicauda).

Sedangkan untuk reptil dan amfibi, yaitu Ular kawat/ular hitam (Ramphotyphlops braminus), Ular kopi (Elaphe flavolineata), Ular picung air (Xenochrophis trianguligerus), Ular cabe kecil (Maticora intestinalis), Ular kobra (Ophiphagus hannah), Sanca sawah (Python reticulatus), Ular gendang/phyton darah sumatera (Python curtus), dan Buaya sinyulong (Tomistoma schlegeleii). Katak serasah berbintik (Leptobrachium hendricksoni), Kodok buduk sungai (Bufo asper), Kodok buduk (B. melanostictus), Katak lekat (Kalophrynus pleurostigma), Percil bintil (Microhyla heymonsi), dan jenis lainnya.

(33)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kondisi Habitat

Hutan Tesso Nilo merupakan salah satu hutan hujan dataran rendah yang tersisa di Sumatera saat ini dan merupakan daerah aliran Sungai Kampar. Hutan Tesso Nilo memiliki beberapa anak sungai dan sungai besar yang bermuara ke Sungai Kampar. Habitat yang terdapat di areal penelitian adalah habitat eks areal HPH PT. Inhutani IV. Taman Nasional Tesso Nilo dinyatakan sebagai hutan yang terkaya keanekaragaman hayati di dunia dengan ditemukannya 218 species tumbuhan Vascular di petakan 200 meter persegi oleh Center For Biodiversity Management dari Australia pada tahun 2001 (LIPI 2003 dalam Dephut 2008).

Penelitian dilakukan di areal kawasan TNTN didasarkan pada pengamatan dari tujuh Jalur yang dibuat petak contoh berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui Riau. Dari hasil penelitian didapatkan data tumbuhan yang dapat diidentifikasi sebanyak 111 jenis dari 43 famili. Berdasarkan familinya, Dipterocarpaceae memiliki jumlah jenis terbanyak yaitu 25 jenis. Fabaceae sebanyak 8 jenis. Burceraceae dan Anarcadinaceae 6 jenis. Jenis-jenis tumbuhan yang teridentifikasi ditunjukkan dalam Gambar 4 dan secara lebih rinci ditunjukkan pada Lampiran 1.

(34)

5.1.1. Jalur I

Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan, diperoleh jenis-jenis yang dominan di kawasan ini. Pada tingkat pertumbuhan semai, didominasi oleh Nasi-nasi (Anisophyllea disticha) dengan INP sebesar 20,12%. Tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Tapak-tapak (Sindora wallichii) dengan INP sebesar 22,50%. Meranti bunga (Shorea platycarpa) mendominasi pada tingkat pertumbuhan tiang dengan INP sebesar 47,09%. Tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh jenis Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 44,84%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur I ditunjukkan pada Tabel 2 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 3-6.

Tabel 2. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur I

Tingkat Pertumbuhan Nama Lokal Nama Ilmiah Famili INP (%) Semai Nasi-nasi Anisophyllea disticha Rhizophoraceae 20.12

Meranti Sepat Shorea macrantha Dipterocarpaceae 18.63

Asem Triomma malaccensis Burceraceae 17.27

Pancang Tapak-tapak Sindora wallichii Fabaceae 22.50

Kayu hitam Diospyros transitoria Ebenaceae 17.50

Asem Triomma malaccensis Burceraceae 15.00

Tiang Meranti bunga Shorea platycarpa Dipterocarpaceae 47.09 Kedondong Ailanthus integrifolia Simaroubaceae 24.71

Tapak-tapak Sindora wallichii Fabaceae 17.76

Kelat Gonystylus forbesii Thymeliaceae 16.73

Pohon Kelat Gonystylus forbesii Thymeliaceae 44.84

Daru-daru Cantleya corniculata Icacinaceae 22.86

Kompas Santiria spp. Burceraceae 20.58

 

5.1.2. Jalur II

Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Meranti

(35)

bunga (Shorea platycarpa) dengan INP sebesar 26,20%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 22,50 %. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Arang-arang (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 43,17%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Meranti kunyit (Shorea conica) dengan INP sebesar 32,25%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur II ditunjukkan pada Tabel 3 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 7-11.

Tabel 3. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur II

Tingkat Pertumbuhan Nama Lokal Nama Ilmiah Famili INP (%) Semai Meranti bunga Shorea platycarpa Dipterocarpaceae 26.20

Bengku P. xanthochymum Sapotaceae 25.40

Babi kurus Alangium ridleyi Alangiaceae 23.57

Pancang Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 31.57

Meranti sepat Shorea macrantha Dipterocarpaceae 21.76

Meranti rambai Shorea conica Dipterocarpaceae 15.88

Pisang mawe Dillenia sumatrana Dilleniaceae 15.88

Tiang Arang-arang Eugenia sp. Myrtaceae 43.17

Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 33.14

Bengku P. xanthochymum Sapotaceae 29.03

Pohon Meranti kunyit Shorea conica Dipterocarpaceae 32.25

Kulim S. bracteatus Moraceae 29.43

Balam Payena lanceolata Sapotaceae 21.80

5.1.3. Jalur III

Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 39,51%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 40,48%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Medang (Diospyros curranii) dengan INP sebesar 51,18%. Vegetasi tingkat pertumbuhan

(36)

pohon didominasi oleh Medang keladi (Talauma gigantifolia) dengan INP sebesar 44,84%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur III ditunjukkan pada Tabel 4 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 12-15.

Tabel 4. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur III

Tingkat Pertumbuhan Nama Lokal Nama Ilmiah Famili INP (%) Semai Kelat Gonystylus forbesii Thymeliaceae 39.51

Medang Diospyros curranii Ebenaceae 20.34

Medang keladi Talauma gigantifolia Magnoliaceae 19.78

Pancang Kelat Gonystylus forbesii Thymeliaceae 40.48

Kopi-kopi C. castanocarpus Euphorbiaceae 39.93

Medang Diospyros curranii Ebenaceae 30.68

Tiang Medang Diospyros curranii Ebenaceae 51.18

Petaling gajah H. longifolium Flacourtiaceae 41.28

Kopi-kopi C. castanocarpus Euphorbiaceae 32.11

Pohon Medang keladi Talauma gigantifolia Magnoliaceae 44.84

Balam Payena lanceolata Sapotaceae 35.13

Durian hutan Durio spp. Bombacaceae 29.81

5.1.4. Jalur IV

Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 84,81%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 38,11%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Arang-arang (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 80,97%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Benau (Mangifera spp.) dengan INP sebesar 27,46%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur IV ditunukkan pada Tabel 5 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 12-16.

(37)

Tabel 5. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur IV

Tingkat Pertumbuhan Nama Lokal Nama Ilmiah Famili INP (%) Semai Kelat Gonystylus forbesii Thymeliaceae 84.81

Balam Payena lanceolata Sapotaceae 26.27

Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 19.42

Babi kurus Alangium ridleyi Alangiaceae 17.10

Pancang Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 38.11

Balam Payena lanceolata Sapotaceae 35.41

Garam-garam T. feotidissima Combretaceae 25.81

Tiang Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 80.97

Mahang Macaranga spp. Euphorbiaceae 42.51

Balam Payena lanceolata Sapotaceae 30.31

Pohon Benau Mangifera spp. Anacardiacea 27.46

Meranti sbrg Shorea acuminata Dipterocarpaceae 23.03

Daru-daru Cantleya corniculata Icacinaceae 22.96

5.1.5. Jalur V

Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Sendok-sendok (Endospermum diadenum) dengan INP sebesar 40,13%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Sendok-sendok (Endospermum diadenum) dengan INP sebesar 33,43%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Sendok-sendok (Endospermum diadenum) dengan INP sebesar 72,38%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Meranti sepat (Shorea macrantha) dengan INP sebesar 37,37%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur V ditunjukkan pada Tabel 6 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 15-16.

(38)

Tabel 6. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada jalur V

Tingkat Pertumbuhan Nama Lokal Nama Ilmiah Famili INP (%) Semai Sendok-sendok E. diadenum Euphorbiaceae 40.13

Asam kumbang Adinandra dumosa Theaceae 32.31

Daru-daru Cantleya corniculata Icacinaceae 18.94

Pancang Sendok-sendok E. diadenum Euphorbiaceae 33.44

Gerunggang Cratoxylon spp. Hypericaceae 27.55

Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 25.23

Meranti bunga Shorea platycarpa Dipterocarpaceae 25.23

Tiang Sendok-sendok E. diadenum Euphorbiaceae 72.38

Meranti bunga Shorea platycarpa Dipterocarpaceae 32.94

Rengas Gluta renghas Anacardiacea 31.95

Jejambu Eugenia spp. Myrtaceae 29.96

Pohon Meranti sepat Shorea macrantha Dipterocarpaceae 37.37

Meranti Shorea spp. Dipterocarpaceae 33.07

Kompas Santiria spp. Burceraceae 28.86

5.1.6. Jalur VI

Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Kulim (Scorodocarpus bracteatus) dengan INP sebesar 74,66%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 56,14%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Bintangur (Colopyhllum soulattri) dengan INP sebesar 79,58%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Resak (Vatica sp.) dengan INP sebesar 61,31%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur VI ditunjukkan pada Tabel 7 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 17-18.

(39)

Tabel 7. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur VI

Tingkat Pertumbuhan Nama Lokal Nama Ilmiah Famili INP (%)

Semai Kulim S. bracteatus Moraceae 74.66

Jengkol P. labatum Fabaceae 31.25

Gerunggang Cratoxylon spp. Hypericaceae 24.11

Pancang Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 56.14

Gerunggang Cratoxylon spp. Hypericaceae 48.92

Rengas Gluta rengas Anacardiacea 23.66

Bintangur Calophyllum soulattri Guttaceae 22.02

Tiang Bintangur Calophyllum soulattri Guttaceae 79.58

Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 70.32

Ariung D. verruscosus Dipterocarpaceae 50.65

Pohon Resak Vatica spp. Dipterocarpaceae 61.31

Mersawa Anisoptera curtisii Dipterocarpaceae 56.31

Petaling gajah H. longifolium Flacourtiaceae 29.49

5.1.7. Jalur VII

Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Meranti bunga (Shorea platycarpa) dengan INP sebesar 48,08%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 57,98%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 80,61%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Resak (Vatica sp.) dengan INP sebesar 57,15%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada jalur VII ditunjukkan pada Tabel 8 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 7-11.

(40)

Tabel 8. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada jalur VII

Tingkat Pertumbuhan Nama Lokal Nama Ilmiah Famili INP (%) Semai Gerunggang Cratoxylon spp. Hypericaceae 48.08

Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 43.08

Putat Barringtonia spp. Lecythidaceae 25.77

Pancang Jejambu Eugenia spp. Myrtaceae 57.98

Gerunggang Cratoxylon spp. Hypericaceae 47.98

Kulim Scorodocarpus

bracteatus

Moraceae 18.21

Tiang Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 80.61

Kompas Santiria spp. Burceraceae 53.26

Mahang Macaranga spp. Euphorbiaceae 37.92

Bintangur Calophyllum soulattri Guttaceae 37.29

Pohon Resak Vatica spp. Dipterocarpaceae 57.15

Bintangur Calophyllum soulattri Guttaceae 40.53

Jejambu Eugenia sp. Myrtaceae 38.57

5.2. Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar

Ada 4 tipe informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data keanekaragaman jenis, yaitu jenis, jumlah jenis, jumlah individu tiap jenis, lokasi yang ditempati oleh individu-individu yang terpisah (Krebs 1989). Jumlah jenis mamalia besar ditemukan di TNTN secara langsung (melalui perjumpaan) dan tidak langsung (melalui suara, jejak kaki, sarang, kotoran yang ditinggalkan serta bekas makan mamalia besar) sebanyak 14 jenis dari 11 famili, yaitu Cercopithecidae (3 jenis) dan Hylobatidae (2 jenis) yang temasuk ke dalam ordo Primata. Suidae (1 jenis), Cervidae (1 Jenis), Tragulidae (2 jenis) yang termasuk ke dalam ordo Artiodactyla. Viverridae (1 jenis), Felidae (1 jenis), dan Ursidae (1 jenis) termasuk ke dalam ordo Carnivora. Tapiridae (1 jenis) termasuk ke dalam ordo Perissodactiyla. Elephantidae (1 jenis) termasuk kedalam ordo Proboscidea. Jenis mamalia besar yang ditemukan di areal penelitian TNTN berdasarkan pengamatan langsung ditunjukan pada Tabel 9.

(41)

Tabel 9. Jenis mamalia besar yang ditemukan di lokasi penelitian TNTN berdasarkan pengamatan langsung

Jumlah individi setiap jalur Nama lokal Nama ilmiah

I II III IV V VI VII Jumlah

Jalur

Babi hutan Sus scrofa 1 0 2 0 3 3 0 4

Owa ungko Hylobates agilis 3 1 3 1 7 4 1 7

Monyet ekor panjang Macaca fasicularis 0 7 0 0 13 0 0 2

Lutung budeng Trachypithecus auratus 15 2 37 3 44 4 7 7

Lutung simpai Presbytis malalophos 0 0 0 0 9 0 0 1

Siamang Hylobates syndactylus 0 0 1 0 0 1 0 2

Pelanduk Tragulus napu 1 0 1 0 1 0 0 3

Kancil Tragulus javanicus 1 0 0 0 0 0 0 1

Rusa sambar Cervus unicolor 0 0 1 0 0 0 0 1

Musang akar Arctogalidia trivirgata 0 0 0 0 0 1 0 1

Tapir Tapirus indicus 0 0 0 0 0 0 1 1

Total 21 10 45 4 74 13 9 176

Keterangan: Total merupakan jumlah spesies yang ditemukan setiap jalur pengamatan

Umumnya jumlah individu yang ditemukan berdasarkan perjumpaan langsung, Hal ini dapat disebabkan jenis mamalia besar yang terdapat di TNTN telah beradaptasi dengan baik dengan kondisi habitat hutan sekunder yang telah terganggu oleh berbagai aktivitas masyarakat, seperti penebangan liar, perburuan satwaliar, dan perambahan hutan.

Keanekaragaman jenis mamalia besar dapat dikelompokkan ke dalam 3 tingkat trofik (pemilihan terhadap jenis makanannya), yaitu herbivora (makanan utama berupa tumbuhan bawah, daun serta buah), karnivora (makanan utama berupa daging), omnivora (memakan tumbuhan dan buah). Berdasarkan hal tersebut, terdapat 3 jenis yang merupakan satwa omnivora (Monyet ekor panjang, Babi hutan, dan Beruang madu), 2 jenis yang termasuk satwa karnivora (Musang akar dan Harimau sumatera) dan 9 jenis satwa herbivora (Lutung budeng, Lutung

(42)

simpai, Owa ungko, Rusa sambar, Pelanduk, Kancil, dan Tapir). Jumlah jenis satwa berdasarkan tingkat trofik ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Jumlah jenis mamalia besar berdasarkan tingkat trofik.

Berdasarkan pengelompokkan jenis mamalia besar, menurut tingkat trofik diketahui keseimbangan ekosistem pada mamalia besar masih tergolong baik. Hal ini diketahui berdasarkan jumlah jenis herbivora yang lebih banyak dari omnivora dan karnivora yang membentuk piramida. Apabila jumlah jenis karnivora lebih banyak dari jenis herbivora, maka jejaring makanan dalam ekosistem akan menjadi tidak seimbang. Noerdjito et al. (2005) keseimbangan ekosistem telah diatur secara alami melalui mekanisme rangkaian penyedian dan keseimbangan jejaring makanan.

5.2.1. Keanekargaman jenis mamalia besar (Indeks Shannon-Wiener)

Tingkat keanekaragaman ini dapat ditujukan oleh nilai indeks Diversitas Shannon. Di setiap areal lokasi penelitian, tingkat keanekaragaman jenis tergolong rendah karena nilai indeks Shannon Wiener berkisar kurang dari 1,5. Margalef (1972) dalam Maguran (1988) menyatakan bahwa tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi di tunjukan dengan nilai Indeks Shannon lebih dari 3,5. Tingkat keanekargaman yang rendah ditunjukan oleh nilai Indeks Shannon kurang dari 1,5 dan jika nilai indeks Shannon antara 1,5 sampai 3,5 maka tingkat keanekaragaman jenisnya tergolong sedang.

(43)

Tingkat keanekargaman jenis mamalia tertinggi di Jalur VI dengan nilai indeks Shannon Wiener sebesar 1,46. Tingkat keanekaragaman terendah terdapat di Jalur IV dengan nilai indeks Shannon Wiener sebesar 0,56. Nilai indeks keanekaragaman jenis pada setiap Jalur ditunjukkan pada Gambar 6. Secara lebih rinci, nilai indeks keanekargaman jenis ditunjukkan pada Lampiran 22.

Gambar 6 Nilai indeks Shannon Wiener di setiap Jalur.

Keanekaragaman jenis mamalia besar hampir merata pada setiap Jalur, karena habitat penelitian TNTN memiliki habitat yang hampir sama. Selain itu Zorenko dan Leontyeva (2003) menyatakan bahwa faktor luasan mempengaruhi nilai indeks yang dimiliki. Soerianegara dan Indrawan (2002) menambahkan bahwa ukuran contoh yang semakin besar menyebabkan jumlah jenis yang ditemukan bertambah.

Keanekaragaman tiap jenis rata-rata terbanyak pada setiap lokasi adalah ordo primata. Hal ini disebabkan karena sebagian besar primata hidup berkelompok di dalam habitat hutan hujan dataran rendah kawasan TNTN, kecuali Owa ungko dan Siamang yang hidup soliter dan tidak pernah lebih dari dua individu. Berikut merupakan Gambar Owa ungko dan Lutung budeng yang teramati pada saat penelitian.

(44)

(a) (b)

Gambar 7 Jenis mamalia besar dari ordo primata yang ditemukan (a) Owa ungko (Hylobates agilis), (b) Lutung budeng (Trachypithecus auratus).

5.2.2. Kekayaan jenis mamalia

Tingkat kekayaan jenis merupakan salah satu ukuran keanekaragaman yang dapat digunakan untuk mempelajari tingkatan suksesi. Tingkat keanekaragaman ini diukur berdasarkan jumlah jenis atau dapat ditentukan langsung dengan melihat jumlah jenisnya. Jumlah jenis mamalia besar beserta jumlah individunya yang ditemukan dalam suatu kawasan akan berpengaruh terhadap nilai indeks kekayaan jenis Margalef. Toth dan Kiss (1999) menyatakan bahwa peningkatan jumlah jenis akan menyebabkan indeks nilai Margalef semakin tinggi. Dikatakan lebih lanjut bahwa bila jumlah individu setiap jenis yang meningkat akan menyebabkan nilai indeks Margalef yang semakin menurun.

Berdasarkan hasil pengamatan mamalia besar selama penelitian di lapangan, tingkat kekayaan jenis tertinggi terdapat pada Jalur VI jumlah yang ditemukan sebanyak 5 jenis dengan nilai indeks sebesar 1,56. Jenis yang ditemukan diantaranya Babi hutan, Lutung budeng, Musang akar, Owa ungko, dan Siamang. Sedangkan untuk indeks kekayaan jenis terendah adalah Jalur IV jumlah yang ditemukan sebanyak 2 jenis dengan nilai indeks sebesar 0,72. Jenis yang ditemukan diantaranya Owa ungko dan Lutung budeng. Nilai indeks kekayaan jenis pada setiap Jalur ditunjukkan pada Gambar 8 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 27.

(45)

Gambar 8 Indeks kekayaan jenis di setiap Jalur.

Selama penelitian di Jalur VI ditemukan satu jenis mamalia besar yang tidak ditemukan pada lokasi lain yaitu Musang akar. Musang akar ditemukan secara langsung pada saat pagi hari dengan kondisi cuaca yang mendung. Sebagian besar satwa ini beraktivitas pada malam hari dan bersifat arboreal. Selain itu mamalia besar lainnya yang jarang ditemukan adalah Siamang, satwa ini hidup soliter dan banyak beraktivitas diatas pohon dan bergerak bebas pada kanopi pohon dan tidur di percabangan pohon yang besar.

5.2.3. Kemerataan jenis mamalia besar

Untuk mengetahui tingkat kemerataan kelimpahan individu antar suatu jenis mamalia digunakan nilai indeks kemerataan. Selain itu nilai indeks ini juga dapat digunakan sebagai indikator gejala dominansi diantara tiap jenis dalam komunitas. Pada saat setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama-sama berlimpah akan menyebabkan nilai indeks kemerataan yang maksimum. Sebaliknya bila kelimpahan individu pada masing-masing jenis berbeda jauh, maka akan menyebabkan nilai indeks kemerataan semakin menurun. Nilai indeks kemerataan terendah yaitu di Jalur III dengan nilai indeks sebesar 0,42 dan nilai kemerataan tertinggi yaitu di Jalur VI dengan nilai indeks sebesar 0,91.

Semakin tinggi nilai indeks kemerataan, mengindikasikan bahwa dalam suatu komunitas tidak terdapat jenis yang dominan (Kurnia et al. 2005). Hal ini

(46)

mengindikasikan bahwa tidak terdapat jenis yang mendominasi pada komunitas mamalia besar pada Jalur VI. Berdasarkan data hasil penelitian, tingkat kemerataan jenis mamalia di setiap Jalur berkisar antara nilai 0,42-0,91. Nilai indeks kemerataan jenis pada setiap Jalur penelitian ditunjukkan pada Gambar 9 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 28.

Gambar 9 Indeks kemerataan jenis di setiap Jalur.

Pada keseluruhan habitat, didapatkan nilai indeks kemerataan jenis sebesar 0,59. Hal ini mengindikasikan bahwa masih terdapat jenis-jenis yang dominan dalam kawasan TNTN, yang diketahui dengan melimpahnya jumlah individu dan menyebar pada daerah perbatasan TNTN. Owa ungko dan Lutung budeng menyebar pada setiap daerah perbatasan TNTN dengan kebun kelapa sawit. Hal ini didukung karena kedua satwa ini memiliki ekologi yang sama yaitu ditemukan pada hutan dataran rendah.

5.2.4. Kesamaan komunitas jenis mamalia

Suatu komunitas terdiri dari banyak jenis yang memiliki perubahan populasi dan interaksi satu dengan lainnya. Terdapat beberapa Jalur yang memiliki komunitas yang sama, tetapi ada juga yang tidak sama. Komunitas yang sama dilihat dengan adanya jenis yang sama pada kedua habitat yang diperbandingkan. Soendjoto dan Gunawan (2003) menyatakan bahwa kehadiran suatu jenis merupakan faktor penting dalam penilaian habitat dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan habitat.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian TNTN dan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur  Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau
Tabel 1. Jalur penelitian di areal kawasan TNTN
Gambar 2  Bentuk transek garis pengamatan mamalia.
Gambar 3  Bentuk unit contoh metode garis berpetak dalam inventarisasi vegetasi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Meriza Kharis Novita Sari, Vonny Wowor dan Wulan P.J.Kaunang (2014) Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswa SMA Negeri 1 Manado Tentang Dampak Merokok Bagi Kesehatan

(&#34;ungsinya hanya sebagai lapisan le2eling) sebab kondisi jalan lama sudah rusak dan juga bentuk geometrinya tidak sesuai lagi seperti penampang ideal jalan yang seharusnya

Guru dapat melakukan pembelajaran bersama diwaktu yang sama menggunakan grup di media sosial seperti WhatsApp (WA), telegram, instagram, aplikasi zoom ataupun media lainnya

Mereka tidak membela hak anak-anak yatim, dan perkara janda-janda tidak sampai kepada mereka.” Para pemimpin kota Yerusalem yang diberi kepercayaan oleh YHWH

Perlaksanaan 7R patut dilaksanakan kepada keseluruhan kitar hayat projek kerana alatan 7R itu adalah bermula daripada fasa awal rekabentuk, fasa perancangan, fasa mendapatkan

Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Cairan Kapur terhadap Kualitas Telur Asin Berdasarkan Warna Yolk dengan Daya Simpan 14 Hari.. Dokumentasi

Untuk Anda yang ingin mengetahui cara membuat form login tanpa database bisa Anda klik Transfer file dari handphone ke laptop via Wi-FI Trik Download video YouTube dengan HP

Indikator Kinerja Kegiatan 001 Jumlah Penyelesaian Administrasi Perkara (yang Sederhana, dan Tepat Waktu) Ditingkat Pertama dan Banding di Lingkungan Peradilan Agama (termasuk