• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DIRI, FUNGSI, DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA CINA DAN BETAWI DI KELURAHAN SUKASARI, KECAMATAN TANGERANG, KOTA TANGERANG NENENG NURUL SOPIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP DIRI, FUNGSI, DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA CINA DAN BETAWI DI KELURAHAN SUKASARI, KECAMATAN TANGERANG, KOTA TANGERANG NENENG NURUL SOPIAH"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DIRI, FUNGSI, DAN KESEJAHTERAAN

KELUARGA CINA DAN BETAWI

DI KELURAHAN SUKASARI, KECAMATAN TANGERANG,

KOTA TANGERANG

NENENG NURUL SOPIAH

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konsep Diri, Fungsi, dan Kesejahteraan Keluarga Cina dan Betawi di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014 Neneng Nurul Sopiah NIM I24080008

(4)

ABSTRAK

NENENG NURUL SOPIAH. Konsep Diri, Fungsi, dan Kesejahteraan Keluarga Cina dan Betawi di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh konsep diri, fungsi, dan kesejahteraan keluarga Cina dan Betawi di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Responden dalam penelitian ini adalah suami dan istri dari dua kelompok keluarga yang dilakukan secara purposive masing-masing sebanyak 30 keluarga. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Terdapat hubungan yang positif signifikan antara lama pendidikan suami dan istri dengan konsep diri suami dan istri. Hubungan yang signifikan juga ditemukan pada konsep diri suami dan istri, lama pendidikan suami dan istri dengan fungsi keluarga. Usia suami dan istri memiliki hubungan positif signifikan dengan kesejahteraan objektif. Lama pendidikan suami dan istri, konsep diri suami dan istri, serta fungsi keluarga memiliki hubungan positif signifikan dengan kesejahteraan subjektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan objektif adalah usia suami, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah konsep diri suami dan fungsi keluarga. Kata kunci: bakat, Cina Benteng, fungsi sosial budaya, moral

ABSTRACT

NENENG NURUL SOPIAH. Self Concept, Functions, and Family Well-being of Cina and Betawi Families in Sukasari Village, District of Tangerang, Tangerang City. Supervised by DIAH KRISNATUTI.

This study examines the relationship and influence of self concept, family functions, and family well-being of Cina and Betawi families in Sukasari Village, District of Tangerang, Tangerang City. Respondents in this study were the husband and wife of two family groups who conducted by purposive each of 30 families. Data were collected by interview with a questionnaire. The results show that there is a significant positive relationship between husband-wife’s education level with husband-wife’s self concept. Significant correlations also found between husband-wife’s self concept, husband-wife’s education level and family functions. Husband-wife’s age has a significant positive relationship with objective well-being. There is a significant positive relationship between husband and wife’s education level, husband-wife’s self concept and family functions with subjective well-being. Factors that affect objective wellbeing was husband’s age, while the factors that influence subjective well-being were husband's self-concept and family functions.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

KONSEP DIRI, FUNGSI, DAN KESEJAHTERAAN

KELUARGA CINA DAN BETAWI

DI KELURAHAN SUKASARI, KECAMATAN TANGERANG,

KOTA TANGERANG

NENENG NURUL SOPIAH

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Konsep Diri, Fungsi, dan Kesejahteraan Keluarga Cina dan Betawi di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang

Nama : Neneng Nurul Sopiah NIM : I24080004

Disetujui oleh

Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(8)

kripsi : Konsep Diri, Fungsi, dan Kesejahteraan Keluarga Cina dan Betawi di Kelurahan Sukasali, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang

: Neneng Nurul Sopiah

.:1\1 : 124080004

Disetujui oleh

Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S Dosen Pembimbing

eluarga dan Konsumen

(9)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran, dan nasihat selama penulisan skripsi ini dilakukan. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi, merahmati, dan memberkahi Ibu sekeluarga.

2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si dan Ir. Retnaningsih, M.Si sebagi dosen penguji skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Kelurahan Sukasari dan Bapak Husen Ali sebagai Ketua RW atas segala bantuan dalam pengambilan data dan kemudahan yang telah diberikan. Seluruh responden dalam penelitian ini yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai.

4. Orangtua tercinta Bapak Muhyi Syahidin dan Ibu Nurul Janah atas segala do’a, dukungan, dan motivasinya. Khusus untuk Bapak semoga tetap kuat dan sabar serta diberi kesehatan. Kakak dan adik tercinta Zaenal Mutaqin, Abdul Ropik Nurjaman, Cep Burhan Nul Azis, Aditya Dharma, Teh Ai Siti Sa’adah dan Neng Siril Faujiah.

5. Irma, Intan, Icha, Amania, Chan-chan, Dewi, Teh Nopi, Dian, IKK45, SR45, Kamila, Summit Traveller, Ditmawa IPB, dan Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si, serta kepada donatur beasiswa KSE yang telah membantu biaya perkuliahan selama di IPB. Semoga seluruh kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan terbaik dari Allah SWT.

6. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas semua dukungannya.

Penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keluarga dan konsumen.

Bogor, Februari 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 3 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 KERANGKA PEMIKIRAN 5 METODE 7

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 7

Teknik Penarikan Contoh 7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 8

Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Hasil 11

Pembahasan 19

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

(11)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, data yang diteliti, skala, jumlah pertanyaan, responden & alat

pengukuran, dan cronbach’s alpha 8

2 Skala pengkategorian dan pengukuran variabel penelitian 9

3 Sebaran karakteristik keluarga KC dan KB 12

4 Sebaran keluarga KC dan KB berdasarkan jenis pekerjaan suami dan

istri 12

5 Sebaran keluarga KC dan KB berdasarkan total kategori konsep diri

suami dan istri 13

6 Rataan skor aspek konsep diri suami keluarga KC dan KB 13 7 Rataan skor aspek konsep diri istri keluarga KC dan KB 13 8 Sebaran keluarga KC dan KB berdasarkan total kategori fungsi

keluarga 14

9 Rataan skor fungsi keluarga KC dan KB 14

10 Sebaran keluarga KC dan KB menurut kesejahteraan objektif 15 11 Sebaran KC dan KB berdasarkan kategori kesejahteraan subjektif 15 12 Rataan skor indikator kesejahteraan subjektif pada KC dan KB 16 13 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara karakteristik keluarga

dengan konsep diri suami dan istri pada KC dan KB 16 14 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara berbagai variabel dengan

fungsi keluarga pada KC dan KB 17

15 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara berbagai variabel dengan

kesejahteraan keluarga pada KC dan KB 16

16 Koefisien uji regresi berbagai variabel terhadap kesejahteraan objektif 18 17 Koefisien uji regresi berbagai variabel terhadap kesejahteraan subjektif 18

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 6

2 Tahapan pengambilan contoh 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persentase per item pertanyaan konsep diri istri dan suami keluarga KC

dan KB 25

2 Persentase per item pertanyaan fungsi keluarga KC dan KB 26 3 Persentase per item pertanyaan kesejahteraan subjektif keluarga KC dan

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman masyarakat dan budaya. Berdasarkan BPS (2010) Indonesia memiliki lebih dari 300 golongan etnis atau 1.340 suku bangsa. Kelompok etnis (suku bangsa) tersebut secara garis besar dibagi ke dalam dua golongan yaitu golongan etnis pribumi seperti Jawa dengan jumlah mencapai 41.7 persen, etnis Sunda 31.8 persen dan golongan etnis pendatang seperti etnis Tionghoa sebesar 3.7 persen dan etnis Arab sebesar 2.4 persen (BPS 2010). Etnis Cina awalnya merupakan satu dari sekian banyak imigran terbesar yang datang ke Indonesia. Lombard (2008) menyebutkan bahwa orang-orang Cina sudah ada di wilayah Nusantara sebelum masa penjajahan, saat itu terjalin hubungan dagang yang sangat baik.

Pembauran etnis Cina dengan masyarakat pribumi telah menambah kemajemukan budaya dan masyarakat Indonesia. Sulistiyani (2011) menyebutkan bahwa etnis Cina melakukan upaya akulturasi (percampuran) dengan masyarakat pribumi melalui kawin campur, bahasa, kesenian, dan upacara keagamaan. Di sisi lain hal tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang multibudaya, tetapi Afif (2012) menyatakan bahwa ancaman konflik antar suku bangsa maupun konflik antara pemerintah dengan kelompok suku bangsa tertentu menjadi permasalahan tersendiri bagi bangsa yang multibudaya. Hal seperti ini pernah dialami oleh masyarakat etnis Cina beberapa tahun silam bahkan hingga sekarang. Purwanto (2012) menyebutkan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya konflik di kalangan etnis Cina diantaranya kecemburuan sosial, setereotip, diskriminasi, dan asumsi-asumsi.

Konsekuensi pembauran (asimilasi) antar etnis ikut mempengaruhi kehidupan seorang individu di masyarakat bahkan di keluarga. Lingkungan turut mempengaruhi kondisi dan perkembangan sebuah keluarga karena merupakan bagian dari sistem sosial yang lebih luas (Bronfrenbrenner 1979 dalam Miller et al 2003). Goode (1995) juga menjelaskan bahwa keluarga merupakan subsistem dari masyarakat dan negara yang memiliki struktur sosial serta sistemnya tersendiri. Masing-masing keluarga memiliki sistem kebudayaan satu sama lain, karena generasi pendahulu telah mewariskan sistem nilai dan tradisi yang berbeda-beda pula. Keluarga yang tinggal di lingkungan sosial yang heterogen harus mampu beradaptasi agar tidak terjadi konflik baik di keluarga maupun di masyarakat. Selain itu, setiap keluarga di tuntut untuk mampu mengembangkan potensi diri secara positif dan memiliki penerimaan diri yang baik agar dapat diterima di lingkungan sosial yang lebih luas.

Salah satu cara agar setiap keluarga mampu mengembangkan potensi diri dengan baik diawali dengan memiliki konsep diri yang baik pula. Jendra (2012) menyatakan bahwa faktor lingkungan, keseharian dalam bergaul, dan komunikasi dengan rekan sebaya atau rekan suatu kelompok, secara tidak langsung akan membentuk konsep diri. Konsep diri merupakan persepsi yang teroganisir dalam diri berkaitan dengan karakteristik, sifat, perasaan, gambaran diri, kemampuan, dan elemen psikologis lainnya (Kobal 2004). Baron, Byrne, dan Branscombe (2006) menyatakan bahwa setiap manusia mengembangkan konsep dirinya

(13)

melalui interaksi dengan orang lain dalam bermasyarakat. Konsep diri tersebut berlaku bagi pembentukan identitas etnis sehingga diri dipandang spesifik secara budaya dan berlandaskan keetnisan seperti menyediakan pengkhasan atas diri, orang lain, dan objek-objek yang memudahkan penyesuaian seseorang ke dalam lingkungan sosial termasuk keluarga.

Keluarga yang mampu mengembangkan potensi setiap anggotanya akan berdampak terhadap optimalisasi keberfungsian keluarga. Sebagai sub sistem sosial, keluarga memiliki kedudukan yang strategis untuk menjalankan dan mempertahankan fungsi masyarakat, serta menjadi penghubung pada struktur sosial yang lebih luas. Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai tugas atau fungsi agar sistem berjalan (Sunarti 2001). Fungsi keluarga menurut BKKBN terdiri dari delapan fungsi, yaitu keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan. Megawangi (1999) menyatakan bahwa fungsi dapat dijalankan agar keseimbangan sistem dapat tercapai, baik pada tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat.

Optimalisai fungsi keluarga memiliki peranan yang penting mengenai pengelolaan proses kehidupan keluarga dapat berjalan. Pada hal tersebut keluarga mengalami berbagai proses pengelolaan sumber daya untuk mencapai tujuan utama, yaitu kesejahteraan keluarga (Sunarti 2001). Kesejahteraan keluarga dapat diciptakan dari berbagai aspek termasuk kehidupan keluarga yang menyangkut berbagai latar belakang (suku, agama/kepercayaan, adat istiadat) sehingga mampu hidup berdampingan dan terwujudnya kehidupan yang harmonis di masyarakat. Keluarga yang sejahtera dapat mengembangkan potensi diri setiap indvidu menjadi lebih baik dan sistem yang lebih besar yaitu masyarakat akan turut berkembang.

Secara umum, pengukuran tingkat kesejahteraan dapat dibedakan melalui dua pendekatan yaitu objektif dan subjektif. Pengukuran menggunakan pendekatan objektif didasarkan pada standar yang telah disepakati negara atau provinsi, namun pada pengukuran kesejahteraan subjektif didasarkan pada pertimbangan individual (Raharto dan Romdiati 2000). Puspitawati (2012) menjelaskan bahwa kesejahteraan keluarga objektif dapat diukur salah satunya berdasarkan pendapatan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan. Diener (2009) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan seseorang atau keluarga sesuai dengan evaluasi subjektif terhadap kehidupannya. Oleh karena itu, kajian terkait konsep diri, fungsi, dan kesejahteraan keluarga perlu dilakukan pada keluarga dari latar belakang etnis yang berbeda untuk mengetahui kondisi keluarga dari sudut pandang konsep diri dan fungsi keluarga yang dijalankan, sehingga membantu keluarga untuk mencapai kesejahteraan.

(14)

Perumusan Masalah

Di Indonesia kajian mengenai keetnisan menjadi penting karena bangsa ini memiliki kekayaan etnis yang bervariasi. Di Indonesia sendiri, etnis Cina di kelompokkan menjadi dua yaitu, Cina Peranakan (lahir di Indonesia dan bisa berbahasa Indonesia) dan Cina Totok (lahir di negara Cina dan berimigrasi pada abad ke 19-20). Dari segi sejarah, etnis Cina menyatu dengan masyarakat pribumi dan mengalami pembauran melalui perkawinan. Hasil perkawinan campur ini menghasilkan keturunan yang kini disebut peranakan Tionghoa. Masyarakat Tionghoa tersebut salah satunya berada di Kota Tangerang yang merupakan daerah pembauran alami tiga kebudayaan (Betawi, Sunda, dan Tionghoa) dan sudah berkakulturasi sangat lama dengan masyarakat pribumi, sebagian masyarakat keturunan Tionghoa ini dikenal dengan sebutan Cina Benteng atau Cina Betawi (Eng 2010).

Masyarakat Cina Benteng memiliki beberapa fenomena sosial yang unik. Menurut pakar sosiologi Tan (2011) dalam Halim (2011) menyatakan bahwa masyarakat Cina Benteng berlainan dengan pendatang dari Tiongkok yang biasanya menjadi pedagang atau pengusaha, karena umumnya dikenal sebagai petani. Masyarakat Cina Benteng memiliki kulit yang berwarna gelap seperti warna kulit lokal etnis Indonesia. Selain itu, masyarakat Cina Benteng sudah tidak dapat berbahasa Cina, logatnya sudah sangat Sunda pinggiran bercampur Betawi. Anggapan umum mengenai etnis Tionghoa yang selalu lekat dengan kemakmuran dan kekayaan dengan adanya masyarakat Cina Benteng seakan menegaskan bahwa tidak semua masyarakat Cina memiliki posisi kuat di bidang ekonomi dan politik (Kwa 2010 dalam Sulistiyani 2011), karena sebagian masyarakat Cina Benteng tergolong miskin. Bradshaw dalam Purwanto (2012) mengklasifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan Cina Benteng: (1) defisiensi atau kekurangan individual, (2) sistem kepercayaan kultural yang mendukung sub-kutural kemiskinan, (3) distorsi atau diskriminasi politik, sosial, dan ekonomi, dan (4) interdependensi kumulatif & siklus kemiskinan secara terus menerus.

Masyarakat Cina Benteng meskipun sudah lama berakulturasi, tetapi masih terlihat sebagai suatu kelompok yang berlainan dari kelompok etnis Indonesia juga dari variasi kelompok etnis Tionghoa lainnya (Hokkian, Hakka, dan Teochew). Selain itu, Sulistiyani (2011) mengungkapkan bahwa masalah yang dihadapi masyarakat Cina Benteng dari era Orde Baru sampai sekarang adalah krisis identitas diri. Hal tersebut terkait persepsi individu dalam memandang diri dengan lingkungan (konsep diri). Tucker dan Lad (2004) membagi konsep diri menjadi dua macam, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif berkaitan erat dengan penerimaan diri yang tinggi dan mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas. Sementara itu, konsep diri negatif mengevaluasi diri sebagai seorang yang tidak berharga. Konsep diri negatif ditandai dengan sikap membenci diri, perasaan rendah diri, dan tidak ada perasaan menghargai diri. Hal tersebut apabila dibiarkan akan berdampak pada kehidupan keluarga bahkan masyarakat.

Setiap keluarga mengalami tekanan-tekanan yang dapat mengganggu fungsi-fungsi penting baik dari segi internal maupun eksternal. Secara internal keluarga, konflik orangtua dan anak, memikirkan masa depan anak, kehilangan anggota keluarga (Mc Cubbin 1988), kematian pasangan, perceraian, perpisahan,

(15)

kematian keluarga dekat, perkawinan, perubahan kesehatan anggota keluarga, bertengkar dengan pasangan, anak meninggalkan rumah (Kozier & Erb 1983 dalam Rasmun 2004). Secara eksternal, misalnya, kekacauan hubungan sosial dan keluarga, konflik sosial budaya, bencana alam, perpindahan tempat tinggal (Csperanza 1997 dalam Rasmun 2004).

Gambaran mengenai keluarga dari latar etnis yang berbeda, konsep diri, dan fungsi keluarga dapat dikaitkan dengan kesejahteraan baik objektif maupun subjektif. Keluarga yang memiliki konsep diri dan fungsi keluarga yang rendah diduga akan memiliki kesejahteraan yang rendah pula. Hal ini dikarenakan tingkat konsep diri dan keberfungsian keluarga dapat mempengaruhi kepuasan hidup keluarga semakin rendah atau semakin tinggi. Oleh karena itu, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) apakah terdapat perbedaan antara karakteristik keluarga, konsep diri, fungsi keluarga dan kesejahteraan keluarga Cina dan Betawi; (2) apakah terdapat hubungan antara karakteristik keluarga, konsep diri, fungsi keluarga dengan kesejahteraan keluarga pada keluarga Cina dan Betawi; (3) apakah karakteristik keluarga, konsep diri, dan fungsi keluarga berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dan pengaruh konsep diri, fungsi, dan kesejahteraan keluarga Cina dan Betawi di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang.

Tujuan Khusus:

1. Membandingkan karakteristik keluarga, konsep diri, fungsi keluarga dan kesejahteraan pada keluarga Cina dan Betawi.

2. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, konsep diri, dan fungsi keluarga dengan kesejahteraan objektif dan subjektif keluarga Cina dan Betawi.

3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, konsep diri, dan fungsi keluarga terhadap kesejahteraan objektif dan subjektif.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan dasar bagi pengembangan keilmuan dan pendidikan keluarga di Indonesia yang multi budaya. Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan konsep diri, peningkatan fungsi keluarga, dan kebijakan untuk mendukung pembangunan keluarga sejahtera, memelihara identitas keetnisan keluarga, meningkatkan toleransi antar etnis, dan menjaga kerukunan bermasyarakat. Bagi masyarakat dan keluarga, diharapkan dapat lebih memahami konsep diri, menerapkan fungsi keluarga dengan optimal, dan menghargai keragaman agar lahir relasi antar etnis yang positif pada generasi yang akan datang. Bagi pembaca, diharapkan dapat menambah pengetahuan yang dapat diterapkan pada kehidupan keluarga guna mencapai kesejahteraan.

(16)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pendekatan teori struktural fungsional memiliki asumsi bahwa keluarga sebagai sebuah institusi mempunyai prinsip-prinsip dan memiliki keragaman dalam kehidupan sosial masyarakat. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur dalam masyarakat dan memiliki fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Hammond 2010). Hal yang harus dipenuhi agar struktur keluarga dapat berfungsi salah satunya keluarga melakukan sosialisasi, internalisasi, pelestarian nilai-nilai, dan perilaku sesuai tuntutan norma yang berlaku (Levy 1996 dalam Megawangi 1999). Keluarga yang tinggal di lingkungan heterogen baik sosial maupun budaya harus mampu beradaptasi dengan lingkungan, sehingga keluarga berusaha menyatukan perbedaan-perbedaan seperti latar belakang, kepercayaan, nilai-nilai, harapan, dan persepsi agar tidak menimbulkan konflik didalam keluarga. Hal tersebut menjadikan suami dan istri sama-sama memerlukan keluwesan untuk melaksanakan peran dan pembagian tugas secara optimal.

Salah satu cara untuk mengoptimalkan peran dan tugas tersebut perlu didukung oleh karakteristik keluarga seperti usia, lama pendidikan, jenis pekerjaan, besar keluarga, dan pendapatan. Selain itu, setiap keluarga harus memiliki konsep diri yang baik dan fungsi keluarga berjalan dengan optimal agar dapat sejahtera, tetapi setiap keluarga memiliki ciri khas dan potensi yang tidak sama antara satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan setiap keluarga memiliki pengalaman dan pengetahuan sebelumnya dalam membentuk karakteristik keluarga termasuk internalisasi nilai-nilai yang membentuk konsep diri keluarga. Konsep diri berkaitan dengan persepsi individu tentang kekuatan, kelemahan, keadaan pikiran, dan nilai dengan interaksi sosial juga lingkungan (Tang 2011). Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri diantaranya reaksi dari orang lain, perbandingan dengan orang lain, dan identifikasi terhadap orang lain. Yanico & Lu (2000) mengemukakan enam aspek yang dapat membentuk konsep diri individu diantaranya kekuatan (power), pencapaian tugas (task accomplishment), bakat (giftedness), kerentanan (vulnerability), kesenangan (likeability), dan moral (morality).

Selain itu, setiap individu menempati posisi sosial tertentu di hadapan individu-individu dari kelompok lain (Afif 2012). Hal ini menjadikan keluarga yang tinggal di lingkungan sosial yang heterogen (etnis, agama, adat istiadat) dan memiliki konsep diri yang baik akan berdampak pada keberfungsian keluarga lebih optimal. Fungsi-fungsi keluarga sangat menentukan kualitas kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat. Deacon dan Firebaugh (1981) dalam Puspitawati (2012) menyatakan bahwa fungsi keluarga adalah bertanggungjawab dalam menjaga, menumbuhkan dan mengembangkan anggota-anggotanya. Adapun fungsi keluarga menurut BKKBN (1998) terdiri dari delapan fungsi, yaitu keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan. Selain itu, keberfungsian keluarga dapat mengukur tingkat kesejahteraan keluarga baik objektif maupun subjektif. Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berarti memiliki kualitas hidup yang lebih baik sehingga mampu menciptakan kondisi yang harmonis baik didalam keluarga maupun masyarakat.

(17)

Oleh karena itu, diduga bahwa terdapat perbedaan dalam hal karakteristik keluarga (usia, lama pendidikan, jenis pekerjaan, besar keluarga, dan pendapatan), konsep diri (kekuatan, pencapaian tugas, bakat, kerentanan, kesenangan, dan moral), fungsi keluarga (delapan fungsi keluarga BKKBN), serta tingkat kesejahteraan keluarga baik objektif maupun subjektif pada keluarga dari latar belakang etnis yang berbeda. Selain itu, diduga terdapat kaitan atau hubungan antara karakteristik keluarga dengan konsep diri, fungsi, dan kesejahteraan keluarga, serta dugaan bahwa karakteristik keluarga, konsep diri, dan fungsi keluarga dapat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Kesejahteraan Keluarga: Objektif Subjektif Karakteristik Keluarga: Usia Lama pendidikan Pekerjaan Besar keluarga Pendapatan Fungsi Keluarga: Agama Sosial Budaya Cinta Kasih Perlindungan Reproduksi Sosialisai dan Pendidikan Ekonomi Pembinaan Lingkungan Konsep Diri: Kekuatan Pencapaian tugas Bakat Kerentanan Kesenangan Moral

(18)

METODE

Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study karena data dikumpulkan dan diteliti pada satu waktu serta tidak berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan menggunakan kuesioner sebagai alat utama untuk mengumpulkan data. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena merupakan salah satu kawasan utama keluarga Cina Betawi (Cina Benteng) dan Betawi. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-Januari 2014.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi penelitian ini adalah keluarga Cina Betawi (Cina Benteng) dan Betawi asli. Responden dan contoh penelitian adalah suami dan istri dari dua kelompok keluarga tersebut. Teknik penarikan contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria suami dan istri berasal dari keluarga Cina Betawi dan Betawi. Jumlah contoh adalah 60 keluarga yang terdiri dari 30 keluarga pada keluarga Cina Betawi dan 30 keluarga pada keluarga Betawi dengan kriteria keluarga yang masih lengkap (terdapat suami dan istri). Data informasi mengenai keluarga Cina Betawi dan keluarga Betawi diperoleh dari RW/RT setempat. Tahapan pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.

Purposive

Purposive

Gambar 2 Tahapan pengambilan contoh

Kelurahan Sukasari N = 7.731 keluarga

RW 11 n RT 3= 15 keluarga n RT 5= 15 keluarga

n Contoh Keluarga Cina Betawi = 30 keluarga n Contoh Keluarga Betawi Asli = 30 keluarga RW 08 n RT 1= 15 keluarga n RT 3= 15 keluarga Kecamatan

(19)

Jenis dan Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari pemerintah daerah setempat berupa gambaran umum lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan pengamatan dan wawancara langsung dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang terdiri dari karakteristik keluarga, konsep diri, fungsi keluarga, dan kesejahteraan keluarga. Secara rinci variabel, data yang diteliti, skala, responden, jumlah pertanyaan (∑

pertanyaan) & alat pengukuran, dan cronbach’s alpha (α) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Variabel, data yang diteliti, skala, responden, jumlah pertanyaan & alat pengukuran, dan cronbach’s alpha (α)

Variabel Data yang diteliti Skala Responden

∑pertanyaan dan alat pengukuran α Karakteristik Keluarga Usia Besar keluarga Pendidikan Jenis pekerjaan Pendapatan per kapita Rasio (th) Rasio (th) Rasio (th) Rasio Nominal (Rp) Kuesioner

Konsep Diri Kekuatan

(power), pencapaian tugas (task accomplishment), bakat (giftedness), kerentanan (vulnerability), kesenangan (likeability), dan moral (morality) Ordinal (0-1) 0 = tidak setuju 1 = setuju Suami dan Istri 42 Kuesioner diadopsi & dikembang kan dari instrumen Six Factor Self Concept Scale (SFSCS) 0.791 Fungsi Keluarga Agama, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, pembinaan lingkungan, ekonomi Ordinal (1-4) 1 = tidak pernah 2 = jarang 3 = cukup sering 4 = sering Istri 80 Kuesioner dirujuk dan dimodifikasi dari Septiana (2011) 0.776 Kesejahteraan Subjektif Fisik, ekonomi, sosial, dan psikologi Ordinal (0-2) 0 = tidak puas 1 = cukup puas 2 = puas Istri 22 Kuesioner dirujuk dari Puspitawati (2012) 0.868

Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data

Secara rinci skala pengkategorian dan pengukuran variabel penelitian disajikan pada Tabel 2.

(20)

Tebel 2 Skala pengkategorian dan pengukuran variabel penelitian

Variabel penelitian Pengkategorian & Pengukuran Usia Berdasarkan Papalia & Old (2009): Dewasa awal

(20-40 th); Dewasa madya (41-60 th); Dewasa lanjut (>60 th)

Besar keluarga Berdasarkan BKKBN (1998): Kecil (≤ 4 org); Sedang (5-7 org); Besar (> 7 org)

Lama pendidikan Berdasarkan wajib belajar 9 tahun

Pekerjaan Berdasarkan jenis pekerjaan: Tidak bekerja; Guru/dosen; PNS/TNI/POLRI; Karyawan swasta;Wiraswasta/pedagang; Buruh; Petani/peternak

Pendapatan per kapita keluarga per bulan Berdasarkan pendapatan setiap anggota keluarga baik dari pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan yang diperoleh dalam waktu per bulan. Konsep diri Berdasarkan interval kelas: Negatif (0-3.5); Positif

(>3.6-7)

Fungsi keluarga Berdasarkan interval kelas: Rendah (<0-33.3); Sedang (33.4-66.7); Tinggi (>66.7)

Kesejahteraan objektif Berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Banten menurut BPS (2012) Rp. 236 672.00. Kategori miskin apabila berada di bawah garis kemiskinan (≤ Rp 236.672.00) & tidak miskin apabila berada di atas garis kemiskinan (> Rp 236.673.00)

Kesejahteraan subjektif Berdasarkan interval kelas: Rendah (< 0-33.3); Sedang (33.4-66.7); Tinggi (>66.7)

Variabel konsep diri suami istri menggunakan sistem skoring yang dibuat konsisten, yaitu semakin tinggi skor maka semakin positif nilai variabelnya. Skor dijumlahkan dan dipresentasikan, selanjutnya dikategorikan dengan teknik skoring menggunakan interval sehingga diperoleh dua kategori yaitu positif dan negatif. Hasil uji beda konsep diri suami istri diperoleh dari rata-rata indeks setiap aspek. Variabel fungsi keluarga terdiri dari delapan fungsi, langkah selanjutnya skor dijumlahkan dan dibuat penggolongan interval, sehingga diperoleh tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Hasil uji beda fungsi keluarga dihitung dari rata-rata indeks presentase skor variabel. Variabel kesejahteraan diukur berdasarkan dua dimensi yaitu objektif dan subjektif. Variabel kesejahteraan objektif diukur berdasarkan garis kemiskinan (GK). Variabel kesejahteraan subjektif menggunakan sistem skoring yang dijumlahkan dan dibuat penggolongan interval, sehingga diperoleh tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Hasil uji beda kesejahteraan subjektif dihitung dari rata-rata indeks persentase skor variabel.

Analisis Data

Hasil data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Uji inferensia yang digunakan adalah uji beda independent t-test, uji korelasi Pearson, dan uji regresi linier berganda. Analisis uji beda independent t-test untuk menguji perbedaan antara karakteristik keluarga, konsep diri, fungsi keluarga, dan kesejahteraan keluarga (subjektif & objektif) antara keluarga Cina Benteng dengan keluarga Betawi. Uji korelasi Pearson untuk melihat hubungan antar variabel, serta uji regresi liniear berganda untuk melihat pengaruh berbagai variabel baik terhadap kesejahteraan objektif maupun kesejahteraan subjektif.

(21)

Definisi Operasional

Keluarga Cina Betawi (Cina Benteng) adalah responden suami dan istri dalam penelitian, terdiri dari keluarga yang masih lengkap, dan berasal dari keluarga etnis Tionghoa peranakan yang telah berakulturasi (percampuran) dengan masyarakat pribumi (Betawi).

Keluarga Betawi adalah responden suami dan istri dalam penelitian, terdiri dari keluarga yang masih lengkap, dan berasal dari keluarga etnis Betawi (suami dan istri).

Besar Keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga (dinyatakan dalam orang) yang masih tinggal dalam satu rumah atau yang masih menjadi tanggungan orangtua dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Pendidikan suami istri adalah lama pendidikan formal (dinyatakan dalam tahun) yang ditempuh oleh suami istri.

Pendapatan per kapita keluarga adalah pendapatan setiap anggota keluarga (dinyatakan dalam rupiah) baik dari pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan yang diperoleh dalam waktu per bulan.

Konsep Diri adalah persepsi individu terhadap pandangan diri mengenai aspek kekuatan, pencapaian tugas, bakat, kerentanan, kesenangan, dan moral sehingga timbul konsep diri positif atau konsep diri negatif.

Aspek kekuatan (power) adalah persepsi individu mengenai kekuatan atau kemampuan yang dimiliki, misalnya kemampuan untuk mempengaruhi orang lain.

Aspek pencapaian tugas (task accomplishment) adalah persepsi individu mengenai kebiasaan dan pencapaian suatu pekerjaan atau tugas sehari-hari yang dilakukan.

Aspek bakat (giftedness) adalah persepsi individu mengenai bakat, kecerdasan, atau talenta tertentu yang dimiliki.

Aspek kerentanan (vulnerability) adalah persepsi individu dalam memandang kritik, masalah, kesulitan, dan tekanan hidup.

Aspek kesenangan (likeability) adalah persepsi individu dalam memandang hobi, perilaku, atau keinginan menjadi sesuatu yang bermanfa’at.

Aspek moral (morality) adalah persepsi individu dalam memandang nilai-nilai, budi luhur, dan hubungan kepada Tuhan.

Fungsi Keluarga adalah peranan dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh seluruh anggota keluarga, terdiri dari delapan fungsi: agama, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi & pendidikan, ekonomi, dan pendidikan lingkungan.

Fungsi Agama adalah menjalankan tugas atau ajaran agama yang dianut meliputi aktivitas ibadah kepada Tuhan YME dan bekerja sama dalam menumbuhkan keteladanan.

Fungsi Sosial budaya adalah menjalin hubungan yang baik antara keluarga dengan anggota keluarga dan anggota keluarga dengan masyarakat.

Fungsi Cinta Kasih adalah memberikan kasih sayang kepada anggota keluarga baik berupa verbal maupun non verbal.

Fungsi Perlindungan adalah menjalankan upaya perlindungan dan antisipasi dari berbagai ancaman yang membahayakan anggota keluarga baik jangka pendek maupun jangka panjang.

(22)

Fungsi Reproduksi adalah mejalankan upaya reproduksi secara berencana, menjaga kesehatan reproduksi, memberikan pengawasan, dan edukasi kesehatan pada anak remaja.

Fungsi Sosialisasi & Pendidikan adalah upaya keluarga dalam menumbuhkan karakter anak sejak dini, bekerjasama dalam mendidik dan mengasuh sehingga anak tumbuh baik di masa depan.

Fungsi Ekonomi adalah orang tua bekerjasama mencari dan mengelola keuangan keluarga, serta memutuskan prioritas pengeluaran keuangan. Fungsi Pembinaan Lingkungan adalah tindakan yang dilakukan setiap

keluarga untuk mengelola dan memelihara lingkungan di sekitarnya, baik fisik maupun sosial.

Kesejahteraan Objektif adalah keluarga dikatakan sejahtera apabila pendapatan per kapita per bulan di atas garis kemiskinan (GK) Provinsi Banten ≤ Rp 236.672.00 menurut BPS (2012).

Kesejahteraan Subjektif adalah tingkat kepuasan istri terhadap keadaan keluarga baik secara fisik, ekonomi, sosial, dan psikologi berdasarkan persepsinya (subjektif).

Kesejahteraan Fisik adalah tingkat kepuasan mengenai kondisi pemenuhan fisik seperti pangan, sandang, papan, dan kesehatan.

Kesejahteraan Ekonomi adalah tingkat kepuasan mengenai kondisi keuangan dan keadaan materi atau aset yang dimiliki keluarga.

Kesejahteraan Sosial adalah tingkat kepuasan mengenai gambaran hubungan dengan orang tua/mertua, anak, tetangga, atau masyarakat dalam proses interaksi sosial.

Kesejahteraan Psikologis adalah tingkat kepuasan mengenai kondisi spritual, mental, keterampilan, dan kebahagiaan perkawinan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sukasari yang memiliki luas wilayah sekitar 187 Ha dan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Wilayah Kelurahan Sukasari dibagi menjadi 13 RW dan 91 RT. Jumlah penduduk Kelurahan Sukasari hingga akhir bulan Desember 2012 tercatat sebanyak 25.775 jiwa dengan jumlah KK 7.731 KK. Masyarakat Kelurahan Sukasari menganut agama Islam (14.948), Budha (6.949), Protestan (2.844), Katolik (2.182), dan Hindu (127).

Karakteristik Keluarga

Tabel 3 menujukkan rataan usia suami pada keluarga Betawi (KB) (45.9 tahun) memiliki usia lebih muda dibandingkan rataan suami pada keluarga Cina (KC) (51.0 tahun). Begitu juga rataan usia istri KB (42.6 tahun) memiliki usia lebih muda dibandingkan rataan usia istri KC (46.7 tahun). Rataan besar keluarga pada KC (4 orang) memiliki besar keluarga yang lebih banyak dibandingkan rataan besar keluarga pada KB (3.13 orang) dan berbeda nyata. Rataan lama pendidikan suami istri KB (11.0 tahun; 9.7 tahun) lebih tinggi dibandingkan rataan lama pendidikan suami istri KC (8.2 tahun; 7.1 tahun) dan berbeda nyata. Rataan pendapatan per kapita keluarga pada KB (Rp 1.424.000) lebih besar

(23)

dibandingkan rataan pendapatan per kapita pada KC (Rp 1.147.000) dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Tabel 3 Sebaran karakteristik keluarga pada KC dan KB

Variabel

Karakteristik Keluarga

p-value

KC KB

Min Max Rataan±SD Min Max Rataan±SD

Usia Suami (Tahun) 30 81 51.0 15.06 29 65 45.9 11.03 0.140 Usia Istri (Tahun) 28 76 46.7 14.45 25 61 42.6 10.55 0.215 Besar Keluarga (Orang) 2 10 4 1.62 2 4 3.13 0.86 0.001** Lama Pendidikan Suami (Tahun) 6 12 8.2 2.22 6 16 11.0 3.05 0.012* Lama Pendidikan Istri (Tahun) 4 16 7.1 2.48 6 16 9.7 3.43 0.000** Pendapatan per kapita keluarga (Rp 000) 200 3.000 1.147 693 575 5.250 1.424 987 0.213

Keterangan: KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Tabel 4 menunjukkan lebih dari separuh suami KC (56.7%) dan kurang dari separuh suami KB (43.3%) bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang. Sementara itu, lebih dari separuh istri KC (53.3%) dan lebih dari tiga per empat istri KB (80.0%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.

Tabel 4 Sebaran keluarga Cina dan Betawi berdasarkan jenis pekerjaan suami dan istri

Jenis Pekerjaan KC KB

Suami(n=30) Istri (n=30) Suami (n=30) Istri (n=30)

Guru atau Dosen 3.3 0.0

0.0 0.0 0.0 36.7 10.0 53.3 3.3 6.7 PNS/TNI/POLRI 0.0 10.0 0.0 Karyawan Swasta 3.3 26.7 0.0

Petani dan Peternak 0.0 0.0 0.0

Wiraswasta/Pedagang 56.7 43.3 13.3

Buruh 26.7 3.3 0.0

Tidak bekerja 10.0 13.3 80.0

Keterangan: KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Konsep Diri

Yanico dan Lu (2000) mengemukakan enam aspek yang dapat membentuk konsep diri individu diantaranya kekuatan (power), pencapaian tugas (task accomplishment), bakat (giftedness), kerentanan (vulnerability), kesenangan (likeability), dan moral (morality). Tabel 5 menunjukkan lebih dari tiga per empat istri KC (87%) dan KB (87%) memiliki konsep diri yang tinggi (positif). Begitu juga hampir seluruh suami KC (90%) dan KB (93%) memiliki total konsep diri yang tinggi (positif).

(24)

Tabel 5 Sebaran KC dan KB berdasarkan kategori konsep diri suami dan istri

Kategori Konsep Diri

KC KB

N Suami n Istri n Suami n Istri

Positif 27 90 26 87 28 93 26 87

Negatif 3 10 4 13 2 7 4 13

Total 30 100 30 100 30 100 30 100

Keterangan: KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Apabila dipilah per aspek (Lampiran 1), Tabel 6 menunjukkan bahwa rataan tertinggi konsep diri suami KC (6.60) dan KB (6.80) yaitu, pada aspek moral (morality). Sementara itu, rataan terendah konsep diri suami KC (4.37) dan KB (4.47) yaitu, pada aspek bakat (giftedness). Rataan konsep diri suami KB hampir pada semua aspek lebih tinggi dibandingkan rataan konsep diri suami KC, kecuali pada aspek kekuatan (power). Terdapat perbedaan yang signifikan pada aspek kerentanan (vulnerability).

Tabel 6 Rataan skor aspek konsep diri suami KC dan KB

Aspek Konsep Diri

Suami

P-value

KC KB

Rataan±SD Rataan±SD

Kekuatan (Power) 5.17±1.26 4.83±0.91 0.246

Pencapaian Tugas (Task) 5.93±0.87 5.93±1.05 1.000

Bakat (Giftedness) 4.37±1.54 4.47±1.43 0.796

Kerentanan (Vulnerability) 5.60±1.10 6.13±0.86 0.041*

Kesenangan (Likeability) 6.23±0.94 6.53±1.04 0.245

Moral (Morality) 6.60±0.62 6.80±0.41 0.147

Keterangan: KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Tabel 7 menunjukkan rataan tertinggi konsep diri istri KC (6.40) dan KB (6.83) yaitu, pada aspek moral (morality). Sementara itu, rataan terendah konsep diri istri KC (3.90) dan KB (4.03) yaitu, pada aspek bakat (giftedness). Rataan konsep diri istri KB hampir pada semua aspek lebih tinggi dibandingkan rataan konsep diri istri KC, kecuali pada aspek kekuatan (power). Terdapat perbedaan yang signifikan pada aspek moral (morality).

Tabel 7 Rataan skor aspek konsep diri istri KC dan KB

Aspek Konsep Diri

Istri

P-value

KC KB

Rataan±SD Rataan±SD

Kekuatan (Power) 4.47±1.01 4.20±0.92 0.290

Pencapaian Tugas (Task) 5.43±0.89 5.57±0.97 0.583

Bakat (Giftedness) 3.90±1.27 4.03±1.27 0.686

Kerentanan (Vulnerability) 5.47±1.36 5.97±0.96 0.106

Kesenangan (Likeability) 6.10±1.03 6.23±1.30 0.662

Moral (Morality) 6.40±0.93 6.83±0.38 0.024*

Keterangan: KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Fungsi Keluarga

Keluarga menjalankan fungsi-fungsi diantaranya: keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi & pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan, agar tujuan keluarga dapat tercapai. Tabel 8

(25)

menujukkan bahwa lebih dari tiga per empat fungsi keluarga pada KC (80%) dan hampir seluruh KB (94%) termasuk kategori tinggi.

Tabel 8 Sebaran KC dan KB berdasarkan kategori fungsi keluarga

Kategori Fungsi Keluarga KC KB

n % n %

Rendah 0 0 0 0

Sedang 6 20 2 6

Tinggi 24 80 28 94

Total 30 100 30 100

Keterangan: KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Apabila dipilah per aspek fungsi keluarga (Lampiran 2), Tabel 9 menunjukkan rataan tertinggi aspek fungsi keluarga pada KC (86.4%) dan KB (95.4%) yaitu, pada fungsi keagamaan, sedangkan rataan terendah aspek fungsi keluarga pada masing-masing keluarga yaitu, pada fungsi pembinaan lingkungan (57.2%; 70.7%). Rataan aspek fungsi keluarga pada KB lebih tinggi di semua aspek dibandingkan rataan fungsi keluarga pada KC. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada fungsi keagamaan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi pendidikan, dan fungsi pembinaan lingkungan.

Tabel 9 Rataan skor aspek fungsi keluarga pada KC dan KB

Aspek Fungsi Keluarga Rataan±SD P-value

KC KB Agama 86.4±14.91 95.4±7.85 0.005** Sosial Budaya 84.4± 7.60 85.8±4.54 0.413 Cinta Kasih 81.0±12.81 85.1±8.56 0.150 Perlindungan 75.4± 9.61 81.4±8.19 0.012* Reproduksi 75.2±10.87 90.0±7.95 0.000** Sosialisasi Pendidikan 83.6±10.65 90.9±5.39 0.002** Ekonomi 72.0±16.15 77.6±12.59 0.143 Pembinaan Lingkungan 57.2±12.86 70.7±10.29 0.000**

Keterangan: KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Kesejahteraan Objektif

Pendekatan kesejahteraan objektif diukur melalui indikator utama yaitu, pendapatan per kapita per bulan, berdasarkan garis kemiskinan untuk Provinsi Banten tahun 2012 sebesar Rp. 236.672.00. Kategori miskin apabila berada di bawah garis kemiskinan (≤ Rp 236.672.00) dan tidak miskin apabila berada di atas garis kemiskinan (> Rp 236.673.00). Tabel 10 menunjukkan hampir seluruh KC (96.7%) dan seluruh KB (100.0%) berada pada kategori tidak miskin atau sejahtera, serta tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Tabel 10 Sebaran KC dan KB menurut kesejahteraan objektif

Kesejahteraan Objektif (Rp/bulan) KC KB N % n % Miskin 1 3.3 0 0.0 Tidak miskin 29 96.7 30 100.0 Total 30 100.0 30 100.0 Rata-rata (Rupiah) 1 147 055.56 1 424 722.22 Min-Maks 200 000 - 3 000 000 575 000 - 5 250 000 Standar deviasi 693514.38 987298.36 P-value 0.213

(26)

Keterangan: KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Kesejahteraan Subjektif

Tabel 11 menunjukkan bahwa kategori kesejahteraan fisik pada KC tergolong sedang dan KB tergolong tinggi. Hal ini berarti KC cukup puas dan KB puas dengan indikator kesejahteraan fisik. Kesejahteraan ekonomi pada KC sebesar 30 persen berada pada kategori rendah, artinya keluarga tersebut belum puas dengan kesejahteraan ekonomi yang dimiliki. Begitu juga kesejahteraan sosial pada KC sebesar 3.3 persen berada pada kategori rendah, artinya keluarga tersebut belum puas dengan indikator kesejahteraan sosial. Sementara itu, kategori kesejahteraan fisik pada KC tergolong sedang dan KB tergolong tinggi. Hal ini berarti pada KC cukup puas dan KB puas dengan indikator kesejahteraan fisik. Tabel 11 Sebaran KC dan KB berdasarkan kategori kesejahteraan subjektif

Kategori

Kesejahteraan

Fisik (%) Ekonomi (%) Sosial (%) Psikologis (%)

KC KB KC KB KC KB KC KB

Rendah (<33.3) 10.0 3.3 30.0 3.3 3.3 0.0 0.0 0.0

Sedang (33.4-66.7) 70.0 36.7 53.3 73.3 50.0 30.0 56.7 13.3

Tinggi (>66.7) 20.0 60.0 16.7 23.3 46.7 70.0 43.3 86.7

Keterangan: KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Apabila dipilah per aspek kesejahteraan subjektif (Lampiran 3), Tabel 12 menunjukkan bahwa rataan kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologi pada KB (4.60; 12.40; 13.07) lebih tinggi dibandingkan pada KC (3,47; 10.27; 10.70) dan berbeda nyata. Begitu juga rataan kesejahteraan ekonomi pada KB (3.73) lebih tinggi dibandingkan pada KC (2.97), namun tidak berbeda nyata. Rataan kesejahteraan tertinggi baik pada KC (10.70) maupun KB (13.07) yaitu, pada kesejahteraan psikologi. Sementara itu, rataan kesejahteraan terendah baik pada KC (2.97) maupun KB (3.73) yaitu, pada kesejahteraan ekonomi.

Tabel 12 Rataan skor indikator kesejahteraan subjektif pada KC dan KB

Indikator Kesejahteraan Subjektif Rataan±SD P-value KC KB Fisik 3.47±1.25 4.60±1.25 0.001** Ekonomi 2.97±1.67 3.73±1.36 0.056 Sosial 10.27±3.14 12.40±2.73 0.007* Psikologi 10.70±2.87 13.07±2.57 0.001**

Keterangan: KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Konsep Diri Suami dan Istri pada Keluarga Cina (KC) dan Keluarga Betawi (KB)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keluarga Betawi (KB) terdapat hubungan yang positif signifikan antara lama pendidikan suami dan istri dengan konsep diri suami dan istri. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan suami dan istri maka semakin tinggi pula tingkat konsep diri suami dan istri yang dimiliki (Tabel 13).

(27)

Tabel 13 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara karakteristik keluarga dengan konsep diri suami dan istri pada KC dan KB

Variabel Konsep Diri Suami Konsep Diri Istri

KC KB KC KB

Usia suami -.197 -.298 .022 -.086

Usia istri .055 -.133 .184 -.109

Lama pendidikan suami .164 .557** .078 .558**

Lama pendidikan istri .274 .430* .099 .493**

Besar keluarga -.080 .224 .049 .156

Pendapatan per kapita -.020 -.182 .172 -.081

Keterangan: ** berkorelasi signifikan pada 0.01 level tailed) * berkorelasi signifikan pada 0.05 level (2-tailed); KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Hubungan Berbagai Variabel dengan Fungsi Keluarga pada Keluarga Cina (KC) dan Keluarga Betawi (KB)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keluarga Cina (KC) dan keluarga Betawi (KB) terdapat hubungan yang positif signifikan antara konsep diri suami dan istri dengan fungsi keluarga. Artinya semakin tinggi konsep diri yang dimiliki suami dan istri maka semakin baik fungsi keluarga. Sementara itu, pada KB terdapat hubungan yang positif signifikan antara lama pendidikan suami dan istri dengan fungsi keluarga. Artinya semakin tinggi pendidikan suami dan istri, maka keberfungsian keluarga semakin baik (Tabel 14).

Tabel 14 Sebaran koefisien korelasi Pearson berbagai variabel dengan fungsi keluarga pada KC dan KB

Variabel Fungsi Keluarga

KC KB

Usia suami -.219 -.236

Usia istri -.038 -.190

Lama pendidikan suami .299 .717**

Lama pendidikan istri .277 .641**

Besar keluarga -.096 .327

Pendapatan per kapita .073 -.154

Konsep diri suami .542** .626**

Konsep diri istri .508** .614**

Keterangan: ** berkorelasi signifikan pada 0.01 level tailed) * berkorelasi signifikan pada 0.05 level (2-tailed); KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Hubungan Berbagai Variabel dengan Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Cina (KC) dan Keluarga Betawi (KB)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keluarga Cina (KC) dan keluarga Betawi (KB) terdapat hubungan yang positif signifikan antara usia suami dan istri dengan kesejahteraan objektif. Artinya semakin bertambah usia suami dan istri maka kesejahteraan objektif semakin meningkat. Sementara itu, terdapat hubungan yang positif signifikan antara lama pendidikan suami dan istri pada KB dengan kesejahteraan subjektif. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan suami dan istri maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan subjektif. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada KC dan KB terdapat hubungan yang positif signifikan antara konsep diri suami dan istri, dan fungsi keluarga dengan

(28)

kesejahteraan subjektif. Hal ini berarti semakin baik konsep diri yang dimiliki suami dan istri serta semakin berfungsinya fungsi keluarga maka semakin tinggi kesejahteraan subjektif keluarga (Tabel 15).

Tabel 15 Sebaran koefisien korelasi Pearson antara berbagai variabel dengan kesejahteraan keluarga pada KC dan KB

Variabel Kesejahteraan objektif Kesejahteraan subjektif

KC KB KC KB

Usia suami .426* .305 .154 -.287

Usia istri .104 .317* .233 -.265

Lama pendidikan suami .018 .124 .104 .551**

Lama pendidikan istri .037 -.172 .160 .436*

Besar keluarga .132 -.285 .010 .203

Konsep diri suami -.020 -.182 .492* .575**

Konsep diri istri .072 .081 .446** .468**

Fungsi Keluarga .073 .154 .571** .687**

Keterangan: ** berkorelasi signifikan pada 0.01 level tailed) * berkorelasi signifikan pada 0.05 level (2-tailed); KC = Keluarga Cina; KB = Keluarga Betawi

Pengaruh Berbagai Variabel terhadap Kesejahteraan Objektif Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0.058 artinya sebesar 5.8 persen faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan objektif dapat dijelaskan pada variabel-variabel yang ada didalam model. Usia suami berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan objektif. Artinya semakin tinggi usia suami maka semakin baik kesejahteraan objektif (Tabel 16).

Tabel 16 Koefisien uji regresi berbagai variabel terhadap kesejahteraan objektif

Variabel (Satuan)

Kesejahteraan Objektif B

Sig

Terstandarisasi Tidak Terstandarisasi

Konstanta

Usia istri (Tahun) .227 15304.162 .099

Usia suami (Tahun) .311 19983.072 .049*

Lama pendidikan istri (Tahun) -.022 -5828.320 .934

Lama pendidikan suami (Tahun) .111 31580.120 .716

Besar keluarga (Orang) -.041 -25716.400 .772

Konsep diri istri (Skor) -.032 8882.523 .837

Konsep diri suami (Skor) -.132 -34679.861 .406

Fungsi keluarga (Skor) .111 2986.373 .583

Kesejahteraan subjektif (Skor) .122 12404.472 .513

F Sig R² R² adjusted 1.401 0.213 0.201 0.058

Pengaruh Berbagai Variabel terhadap Kesejahteraan Subjektif Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0.453 artinya sebesar 45.3 persen faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif dapat dijelaskan pada variabel-variabel yang ada didalam model. Konsep

(29)

diri suami dan fungsi keluarga berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Artinya semakin tinggi konsep diri suami dan semakin berfungsinya fungsi keluarga maka kesejahteraan subjektif keluarga semakin baik (Tabel 17). Tabel 17 Koefisien uji regresi berbagai variabel terhadap kesejahteraan subjektif

Variabel (Satuan)

Kesejahteraan Subjektif B

Sig

Terstandarisasi Tidak Terstandarisasi

Konstanta

Usia istri (Tahun) -.037 -.024 .729

Usia suami (Tahun) .150 .094 .227

Lama pendidikan istri (Tahun) -.067 -.174 .739

Lama pendidikan suami (Tahun) .135 .376 .563

Besar keluarga (Orang) .043 .269 .686

Pendapatan per kapta (Rp) .071 6.949E-7 .513

Konsep diri istri (Skor) .368.139 .382 .234

Konsep diri suami (Skor) .323 .832 .006**

Fungsi keluarga (Skor) .436 .115 .003**

F Sig R² R² adjusted 6.431 0.000** 0.537 0.453 PEMBAHASAN

Pada keluarga Betawi (KB) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan suami dan istri maka semakin tinggi pula tingkat konsep diri suami dan istri yang dimiliki. Field (2011) mengungkapkan bahwa para peneliti telah lama tertarik pada pengaruh pembelajaran terhadap pengembangan pribadi orang dewasa, terutama mengenai pengalaman dan dampak pendidikan pada kepercayaan diri dan harga diri seseorang. Hasil penelitian ini sejalan dengan sejumlah penelitian yang menyebutkan bahwa partisipasi dalam pembelajaran memiliki konsekuensi positif bagi kesehatan mental (McGivney 1999 dalam Field 2011). Studi lain menemukan bahwa empat per lima dari peserta didik berusia 51-70 melaporkan dampak positif pada bidang-bidang seperti kepercayaan, kepuasan hidup atau kapasitas mereka untuk mengatasi masalah (Dench dan Regan 1999). Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan memberikan pengaruh terhadap proses berpikir, meningkatkan keterampilan dan kecakapan yang dimiliki, serta merasa setara dengan orang lain sehingga suami istri memiliki konsep diri yang positif. Menurut Pulungan (1993) dalam Cahyaningsih (1999) orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri, pengetahuan, dan lebih terbuka untuk mengikuti perkembangan informasi dibandingkan orang tua dengan pendidikan rendah.

Pada keluarga Cina (KC) dan keluarga Betawi (KB) menujukkan bahwa semakin tinggi konsep diri yang dimiliki suami dan istri maka semakin baik fungsi keluarga. Vandeleur et al (2009) menyampaikan bahwa dalam pengembangan keterampilan interpersonal, ikatan sosial, dan hubungan dengan anggota keluarga memainkan peran penting didalam membantu keberfungsian keluarga. Individu dapat belajar dari mengamati dan meniru perilaku orang lain (Engler 2008 dalam Aida 2012) termasuk mengamati perilaku anggota keluarga.

(30)

Hal tersebut berkaitan dengan konsep diri yang akan memberikan pengaruh terhadap proses berpikir, perasaan, keinginan, nilai maupun tujuan hidup seseorang (Clemes dan Bean 2001). Individu yang memiliki konsep diri positif akan menimbulkan cara pandang hidup yang positif pula didalam kehidupan keluarganya, sehingga keberfungsian keluarga dapat dilakukan secara optimal. Sementara itu, pada KB menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan suami dan istri, maka keberfungsian keluarga semakin baik. Bird dan Melville (1994) mengemukakan bahwa persamaan tingkat pendidikan, usia (paling tidak rentang usia tidak jauh), penampilan fisik (attractiveness) dan segi intelegensi mempengaruhi daya tahan perkawinan. Tingkat pendidikan yang tinggi dapat meningkatkan kepercayaan diri dan penghargaan diri yang baik (Kobal dan Marcic 2011). Hal tersebut menjadikan suami istri sebagai pasangan yang memiliki pendidikan yang baik, lebih mengetahui peranan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsi keluarga.

Hasil penelitian baik pada KC maupun KB menunjukkan bahwa semakin bertambah usia suami atau istri maka kesejahteraan objektifnya semakin meningkat. Hal ini dikarenakan semakin matangnya usia suami dan istri diikuti juga dengan karir atau pekerjaan yang stabil sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Hasil penelitian juga menunjukkan kesejahteraan subjektif berhubungan dengan lama pendidikan suami dan istri, konsep diri suami dan istri, serta fungsi keluarga. Kesejahteraan sendiri dapat didefinisikan sebagai keadaan yang dinamis yang mengacu kepada individu untuk mengembangkan potensi, bekerja secara produktif dan kreatif, membangun hubungan yang kuat dan positif dengan orang lain, dan memberikan kontribusi kepada masyarakat (Beddington et al 2008 dalam Field 2011). Sementara itu, keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga yang berpendidikan tinggi mempunyai peluang yang lebih besar untuk lebih sejahtera (Ibrahim 2007). Tingkat pendidikan akan mempengaruhi kemampuan keluarga dalam mengakses kebutuhan hidupnya. Partisipasi pendidikan juga memiliki dampak pada tingkat dewasa dalam kepuasan hidup yang merupakan aspek penting dari kesejahteraan (Hammond 2010).

Hasil uji regresi menunjukkan konsep diri suami berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Konsep diri berkaitan dengan persepsi diri tentang kekuatan, kelemahan, keadaan pikiran, dan nilai dengan interaksi sosialnya juga lingkungan (Tang 2011). Suami yang memiliki konsep diri yang positif mampu menerima segala kekurangan dan kelebihan, sehingga memiliki tingkat kepuasan hidup yang baik pula. Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya didukung oleh konsep diri yang baik dan stabil (Nova 2012). Selain itu, hasil penelitian menemukan bahwa fungsi keluarga juga berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. (Huges & Huges 1995 dalam Puspitawati 2012) menyatakan tujuan keluarga secara umum adalah untuk mencapai kesejahteraan dan ketahanan keluarga. Apabila fungsi-fungsi keluarga berjalan dengan baik maka kepuasan keluarga dapat tercapai. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa usia suami berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan objektif. Keluarga dengan usia suami dan isteri yang lebih tua dan pendapatan yang lebih tinggi memiliki kesejahteraan yang lebih baik. Iskandar (2007) menunjukkan bahwa kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh usia, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, tempat tinggal, ukuran rumah tangga, dan siklus hidup. Pendapatan keluarga yang lebih tinggi membuat keluarga lebih mampu

(31)

memenuhi kebutuhan dasar atau bahkan kebutuhan-kebutuhan sekunder. Semakin kebutuhan keluarga terpenuhi, maka kepuasan akan semakin meningkat.

Keterbatasan Penelitian

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian, yaitu: (1) Responden pada penelitian ini adalah suami dan istri, tetapi suami hanya diwawancarai pada variabel tertentu saja (konsep diri), sehingga akan lebih baik apabila suami diwawancarai terkait seluruh variabel. (2) Penelitian ini mengangkat tentang keluarga etnis, tetapi keterbatasan bidang keilmuan keluarga dalam hal ini, sehingga akan lebih baik apabila dilengkapi dengan kajian antropolgi dan sosiologi terkait keetnisan. (3) Kesimpulan penelitian ini tidak dapat digeneralisir bagi keluarga etnis secara umum, tetapi hanya berlaku bagi keluarga Cina Benteng dan keluarga Betawi.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Besar keluarga pada KC memiliki anggota keluarga yang banyak. Lama pendidikan suami dan istri pada KC tergolong rendah. Konsep diri suami dan istri pada KC hampir pada semua aspek termasuk rendah, kecuali pada aspek kekuatan (power). Terdapat perbedaan pada konsep diri suami KC dalam aspek kerentanan (vulnerability), sedangkan pada konsep diri istri KC dalam aspek moral (morality). Fungsi keluarga pada KC memiliki rataan yang rendah pada semua aspek. Terdapat perbedaan pada fungsi keluarga KC dalam fungsi keagamaan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, dan pembinaan lingkungan. Sementara itu, kesejahteraan objektif pada KC termasuk pada kategori keluarga sejahtera. Kesejahteraan subjektif pada KC hampir pada semua aspek memiliki rataan yang rendah, serta memiliki perbedaan pada kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologi.

Pada KB tingkat pendidikan suami dan istri berhubungan dengan konsep diri suami dan istri. Pada KC dan KB konsep diri suami dan istri berhubungan dengan fungsi keluarga. Pada KB terdapat hubungan antara tingkat pendidikan suami dan istri dengan fungsi keluarga. Pada KC dan KB terdapat hubungan antara usia suami dan istri dengan kesejahteraan objektif. Selain itu, pada KB terdapat hubungan antara lama pendidikan suami dan istri dengan kesejahteraan subjektif. Pada KC dan KB terdapat hubungan antara konsep diri suami dan istri, dan fungsi keluarga dengan kesejahteraan subjektif. Usia suami berpengaruh terhadap kesejahteraan objektif. Sementara itu, konsep diri suami dan fungsi keluarga berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif.

Saran

Aspek konsep diri suami dan istri pada keluarga Cina (KC) terdapat aspek yang masih rendah yaitu, aspek kerentanan (vulnerability) dan moral (morality). Oleh karena itu, keluarga lebih mengendalikan emosi saat menghadapi masalah dan mengekspresikannya secara baik, menerima kritikan bukan sebagai ancaman melainkan pembelajaran agar lebih baik, meningkatkan sosialisasi atau interaksi positif dengan anggota keluarga dan masyarakat. Aspek fungsi keluarga pada KC

(32)

juga terdapat aspek yang masih rendah dan terdapat perbedaan dalam fungsi keagamaan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, dan pembinaan lingkungan. Keluarga dapat meningkatkan fungsi-fungsi keluarga tersebut misalnya lebih bersikap terbuka dengan masyarakat, menjalin komunikasi positif, memiliki perencanaan dalam hal keturunan, dan mengamalkan ajaran agama yang dianut dengan baik. Hal tersebut mampu meningkatkan kepuasan hidup baik secara sosial maupun psikologis. Selain itu, bagi pemerintah, LSM, perguruan tinggi, dan lembaga pemerhati keluarga lainnya agar dapat melakukan pemberdayaan dan pendampingan keluarga terkait peningkatan pendidikan melalui strategi pembelajaran orang dewasa/andragogi (ilmu untuk membantu orang dewasa dapat belajar). Hal tersebut meliputi membina sikap positif, meningkatkan pengetahuan, dan wawasan, serta meningkatan ekonomi bagi keluarga miskin.

DAFTAR PUSTAKA

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan keluarga berencana dan keluarga sejahtera. Jakarta (ID): Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010 a. Statistik Indonesia 2010. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

_______________________. 2010 b. Kewargenagaraan, suku bangsa, agama, dan bahasa sehari-hari penduduk Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Afif A. 2012. Identitas Tionghoa Muslim Indonesia: Pergulatan Mencari Jati Diri. Depok (ID): Kepik.

Aida WKC. 2012. The relationship between family cohesion and intimacy in dating relationship: a study based on attachment and exchange theories. Discovery-SS Student E-Journal. Vol. 1, 2012, 91-109.

Baron RA, Byrne D, Branscombe NR. 2006. Social Psychology, 11th Edition. New York (US): Allyn & Bacon.

Cahyaningsih N. 1999. Persepsi remaja terhadap gaya pengasuhan orangtua dan hubungannya dengan remaja SMU di Jakarta Pusat [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Clemes H, Bean R. 1990. How to Raise Children’s Self Esteem. Los Angeles (US): Price Stern Sloan, Inc.

Cumsille PE, Epstein N. 1994. Family cohesion, family adaptability, social support, and adolescent depressive symptoms in outpatient clinic families. Journal of Famiy Psychology, 8, 202-2014.

Dench S, Regan J. 1999. Learning in Later Life: Motivation and Impact. London (GB): Departement for Education and Employment.

Diener E. 2009. Subjective well-being. The science of well-being. Vol.37, 11-58. Eng OJ. 2011. Akulturasi Budaya Cina Benteng: Keindahan Perpaduan Dua

Kebudayaan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Farrington DP. 2011. Family Influences on Delinquency Chapter 10. Cambridge (GB): Jones and Bartlett Publishers, LLC.

(33)

Field J. 2011. Adult learning, health and well-being changing lives. The Irish Journal of Adult and Community Education. ISSN No. 0790-8040.

Finlay G. 2011. Let’s talk solutions. The Irish Journal of Adult and Community Education. ISSN No. 0790-8040.

Goode WJ. 1995. Sosiologi Keluarga. Lailahanoum, penerjemah. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Halim U. 2011. Benteng Heritage: Museum Warisan Budaya Peranakan Tionghoa Tangerang. Tangerang (ID): Benteng Heritage.

Haltzman S. 2009. The Secrets of Happy Families: Eight Keys to Building a Lifetime of Connection and Contentment. San Francisco (CA): A Wiley Imprint.

Hammond RJ. 2010. Sociology of The Family.

[http://freebooks.uvu.edu/SOC1200/]. Waktu unduh [14 Januari 2014]. Ibrahim H. 2007. Analisis faktor-faktor yang behubungan dengan kesejahteraan

keluarga di kabupaten Lembata, NTT [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Iskandar A. 2007. Analisis praktek manajemen sumberdaya keluarga dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga di kabupaten dan kota Bogor [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jendra RS. 2012. Konsep diri mualaf etnis Tionghoa [skripsi]. Bandung (ID): Universitas Komputer Indonesia.

Keputusan Gubernur Banten. 2012. Keputusan Gubernur Banten nomor: 561/Kep.886-Huk/2011 tentang penetapan upah minimum kabupaten/kota se-provinsi Banten tahun 2012. Serang (ID): Banten.

Kobal GD, Lebaric N, Kolenc J. 2004. Relation between self-concept, motivation for education and academic achievment: A Slovenian case. Studia Psychologica, 46, 2, 105-126.

_________, Marcic R. 2011. Gender differences in self concept and self esteem components. Studia Psychologica, 53, 4, 376-384.

Lewin AC, Maurin E. 2005. The effect of family size on incentive effect of welfare transfers in two parent families. Journal of Family. Sage Publication. 6(29). 507-529.

Lombard D. 2008. Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia Bagian 2. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

McCubbin H. 1988. Family Stress, Coping, and Health Project. USA (US): Burgess International Group, Inc.

Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung (ID): Mizan Pustaka.

Miller et al. 2003. The Encyclopedia of Human Ecology. USA (US): ABC. CLIO, Inc.

Nova A. 2012. Hubungan antara konsep diri dan kematangan emosi dengan penyesuaian diri istri yang tinggal bersama keluarga suami. Jurnal Psikologi. Volume 1 No. 1.

Okogu J. 2011. Family size and its socio-economic implications on the inhabitants of delta state, Nigeria. International Journal of Economic Development Research and Investment. Vol 2 No. 3.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Gambar 2 Tahapan pengambilan contoh
Tabel  1   Variabel,  data  yang diteliti,  skala,  responden,  jumlah pertanyaan &amp;  alat  pengukuran, dan cronbach’s alpha (α)
Tabel  4  menunjukkan  lebih  dari  separuh  suami  KC  (56.7%)  dan  kurang  dari  separuh  suami  KB  (43.3%)  bekerja  sebagai  wiraswasta  atau  pedagang
+4

Referensi

Dokumen terkait

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

Hasil wawancara dengan kepala sekolah diperoleh dari hasil wawancara bahwa dalam pengelolaan dana BOS di SDN 8 sungai raya, wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa

Fatah (2008) menyatakan, pendekatan open-ended merupakan pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki lebih dari satu metode penyelesaian

bagi pembaca sekalian.. Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing: Drs. Kata kunci: kekreatifan guru, kurikulum 2013, pembelajaran IPA. Penelitian ini mengangkat tentang

Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah yang disusun dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengembangan buku berbahasa Jawa bergambar sebagai penunjang pembelajaran

Pengaruh latihan loncat katak terhadap daya ledak otot yang diukur dengan vertical jump pada pemain futsal. Keterbatasan

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah parasitologi, materi yang dikaji dalam bidang ini yaitu meliputi perbedaan jumlah kematian larva Aedes aegypti setelah