• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA & DASAR TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA & DASAR TEORI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA & DASAR TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Dalam tugas akhir Eko Radia Utomo yang berjudul ”Perancangan Overhead Travelling Crane Tipe Monorail Kapasitas 5 Ton x 10 Meter Span”, Overhead crane merupakan salah satu jenis peralatan transportasi jenis mekanikal. Fungsi dari alat ini adalah untuk memindahkan atau mengangkat muatan material dari tempat satu ke tempat yang lain. Berikut ini gambar bagian-bagian utama dari overhead crane

Gambar 2.1 Bagian - bagian utama overhead crane Keterangan :

1. Hoist

2. Cross travel girder 3. End carriage

Sheok-Chang Choi, Chan-Woo Ahn [Ref], dalam journal Precision Engineering and Manufacturing berjudul “Robust Optimization Design of Overhead Crane with Constraint Using Characteristic Function” merancang suatu overhead crane dengan dimensi yang optimal, yaitu dengan merancang overhad crane yang ringan, biaya pembuatan yang optimal dan mengurngi penggunaan material dengan tidak mengubah kesuatan dari overhead crane tersebut. Batasan yang digunakan adalah tegangan yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan yang diijinkan dan defleksi yang terjadi tidak boleh melebihi defleksi yang diijinkan.

(2)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 4

CRANE SELECTION CHART

SWL 4m 5m 6m 7m 8m 9m 10m 11m 12m 13m 14m 15m 16m 17m 18m 19m 20m 21m 22m 23m 24m 25m 26m 27m 28m 29m 30m 31m 32m 33m 34m 35m 1 t 2 t 3.2 t ELKE EKKE 5 t 6.3 t ZKKE 8 t 10 t 12.5 t 16 t 20 t 25 t ZKKE 32 t 40 t 2.2 Dasar Teori

Overhead crane merupakan salah satu jenis peralatan transportasi jenis mekanikal. Fungsi dari alat ini adalah untuk memindahkan atau mengangkat muatan material dari tempat satu ke tempat yang lain. Overhead crane pada umumnya terdiri 3 jenis, yaitu single girder (EKKE), single girder beam (ELKE) dan double girder (ZKKE), seperti pada table di bawah ini,

Tabel 2.1 Tabel pemilihan tipe overhead crane, Ref : Crane Selection Chart-MHE Demag

ELKE adalah tipe overhead crane termasuk dalam EKKE (single girder) dimana struktur girder terbuat dari struktur beam atau baja profil. Sedangkan perbedaan dari EKKE dan ZKKE terletak pada jumlah girder dan struktur girder untuk keduanya terbuat dari plat baja yang dibentuk sedemikian rupa menjadi kotak (box). Pada bab ini akan dijelaskan tiap-tiap komponen yang akan digunakan dalam perancangan overhead crane beserta perumusan yang diperlukan sebagai berikut :

2.2.1 Hoist

Hoist merupakan bagian utama pada overhead crane yang berfungsi sebagai mekanisme pengangkat muatan dengan arah lintasan melintang sepanjang cross travel girder. Pada bagian ini terdapat beberapa komponen meliputi :

2.2.2.1 Rope

Wire rope atau tali baja digunakan dalam mechanism pengangkatan sebagai flexible lifting appliances. Apabila dibandingkan dengan rantai, wire rope memiliki beberapa keuntungan, antara lain lebih ringan, tidak berisik dalam pengoperasian kecepatan tinggi dan lebih handal. Wire rope dibuat dari kawat baja yang memiliki kekuatan sampai dengan 130÷200 kg/mm2 kemudian melalui proses heat treatment dikombinasi dengan proses cold drawing lalu dililit melingkar, sehingga didapat mechanical properties yang lebih tinggi. Pada pemilihan kawat baja terjadi hal yang sangat rumit karena banyaknya parameter yang tidak dapat ditentukan dengan tepat. Setiap kawat di dalam tali yang ditekuk mengalami tegangan yang rumit, yang merupakan gabungan tegangan tarik, lentur dan puntir serta ditambah dengan saling menekan dan

(3)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 5 bergesekan diantara kawat dan untaian. Sehingga tegangan total yang terjadi dapat ditentukan secara analitis hanya pada tingkat pendekatan tertentu. Terlebih jika tali melewati puli dan drum dimana kawat pada bagian terluar akan mengalami kikisan yang akan mengurangi kekuatan tali tersebut. Dalam perhitungan tali hal-hal yang perlu diperhatikan adalah tarikan maksimum pada tali, konstruksi tali, sistem puli, kondisi operasi dan tinggi angkat tali. Berikut ini perhitungan–perhitungan pada tali :

• Tarikan maksimum tali

Tarikan maksimum pada tali ditentukan oleh sistem puli yang digunakan. Tarikan pada satu bagian tali sama dengan :

S =

(

)

p z G Q η + (2.1) dimana :

S : tarikan pada tali (kg)

Q : beban angkat (kg)

G : beban komponen-komponen pengangkat seperti kait, batang

lintang, puli, bearing, mur pengikat dan penutup kait z : jumlah bagian tali

p

η : efisiensi sistem puli (lihat Gambar 2.2)

Gambar 2.2 Grafik Efisiensi puli – jumlah puli

• Jumlah lengkungan pada tali

Untuk mendapatkan umur tali yang seragam, pengaruh jumlah lengkungan harus dikompensasikan dengan suatu perubahan pada perbandingan

d Dmin

(2.2) dimana,

Dmin : diameter minimum puli atau drum (mm)

d : diameter tali (mm) 0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 0,95 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 jumlah puli e fi s ie n s i

(4)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 6 Dengan menyatakan diameter tali dengan rumus :

d = 1.5δ i (2.3) dimana :

δ : diameter satu kawat (mm)

i : jumlah kawat dalam tali

Tabel berikut menunjukkan nilai d Dmin

sebagai fungsi jumlah lengkungan. Tabel 2.2 Nilai

d Dmin

sebagai fungsi jumlah lengkungan. Ref : N. Rudenko

Jumlah lengkungan d Dmin Jumlah lengkungan d Dmin Jumlah lengkungan d Dmin Jumlah lengkungan d Dmin 1 16 5 26.5 9 32 13 36 2 20 6 28 10 33 14 37 3 23 7 30 11 34 15 37.5 4 25 8 31 12 35 16 38

• Tegangan pada tali

Tegangan pada tali yang dibebani pada bagian yang melengkung karena tarikan dan lenturan adalah :

min ' D E F S K tali b δ σ σ∑ = = + (2.4) dimana : b

σ : kekuatan putus bahan kawat tali (kg/cm2)

K : faktor keamanan tali (lihat tabel 2.4)

S : tarikan pada tali (kg)

tali

F : penampang berguna tali (cm2)

E’ : modulus elastisitas yang dikoreksi ; E'≈800.000 kg/ cm2 Dengan mengubah persamaan (2.4) maka diperoleh rumus luas penampang tali, yakni : i E D d K S E d D d K S E D K S F b b b tali 5 . 1 ' . ' . ' . min min min − = − = − = σ δ σ δ σ (2.5)

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan diatas dengan σb (kekuatan putus bahan kawat tali) maka diperoleh kekuatan putus tali yang mengacu pada penampang total tali :

i E D d K S P b b tali 5 . 1 ' . . min − = σ σ (2.6)

(5)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 7 Tabel 2.3 Harga minimum faktor K dan e3 yang diizinkan. Ref : N. Rudenko No Tipe Alat Pengangkat

Digerakan Oleh Kondisi Pengoperasian Faktor K Faktor e3 Tangan Ringan 4 16 Daya Ringan 5 16 Daya Medium 5.5 18 I

Lokomotif, ceterpillar, traktor dan truk yang mempunyai crane pillar

(termasuk excavator) yang dioperasikan sebagai crane dan

pengangkut mekanik pada daerah konstruksi dan pekerjaan

berkala Daya Berat dan sangat berat 6 20

Tangan Ringan 4.5 18

Daya Ringan 5 2

Daya Medium 5.5 25

II Semua tipe lain dari crane dan pengangkat mekanis

Berat dan sangat

berat 6 30 - - 4 12 III

Derek yang dioperasikan dengan tangan dengan kapasitas beban terangkat di atas 1 ton yang digandeng pada berbagai peralatan otomotif (mobil, truk, dan sebagainya

IV Pengangkat dengan troli - - 5.5 20

V

Penjepit mekanis (kecuali untuk puli dan grabs ) untuk

pengangkat mekanis

- - 5 20

VI Idem untuk pengangkat mekanik pda No. II

- - 5 30

Selanjutnya untuk memastikan kekuatan tali maka dilakukan pemeriksaan tarikan maksimal yang dizinkan :

K P

Sijintali = tali (2.7) dimana :

tali ijin

S : tarikan maksimal yang dizinkan

(

SijintaliS

)

(kg) tali

P : kekuatan putus tali sebenarnya (kg) K : faktor keamanan tali (lihat tabel 2.3)

2.2.2.2 Pulley

Pulley atau puli berfungsi sebagai pemandu karena dapat merubah arah dari flexible hoisting appliance, seperti wire rope. Sistem pulley adalah kombinasi dari beberapa moveable pulley dan fixed pulley. Sistem ini digunakan untuk mendapatkan gaya dan kecepatan yang lebih besar. Perhitungan drum dan puli didasarkan pada jumlah lengkungan tali yang terdapat pada sistem puli majemuk. Satu lengkungan tali diasumsikan sebagai perubahan tali dari kedudukan lurus menjadi kedudukan melengkung, atau dari kedudukan melengkung menjadi kedudukan lurus. Di dalam menentukan jumlah

(6)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 8 lengkungan tali untuk sistem puli majemuk, jumlah lengkungan tali ditentukan oleh jumlah titik (puli, drum) tempat tali lewat. Lengkungan dalam satu arah pada satu titik setara dengan lengkungan tunggal dan lengkungan variabel setara dengan lengkungan ganda. Dalam perhitungan, puli kompensasi diabaikan karena puli ini tetap diam (tidak berputar) ketika muatan dinaikkan atau diturunkan. Pengaruh jumlah lengkungan dikompensasikan dengan suatu perubahan pada perbandingan

d Dmin

(Dminadalah diameter minimum puli dan d ialah diameter tali).

• Diameter puli

Diameter puli minimum diperoleh dengan menggunakan rumus : d e e Ddr3. 4. (2.8) dimana : dr

D : diameter drum atau puli pada dasar alurnya (mm)

d : diameter tali (mm)

3

e : faktor yang tergantung pada alat pengangkat dan kondisi operasinya (lihat tabel 2.2)

4

e : faktor yang tergantung pada konstruksi tali (lihat tabel 2.4) Tabel 2.4 Harga faktor e4 yang Tergantung pada Konstruksi tali. Ref : N.Rudenko

Konstruksi Tali Faktor e4 Biasanya 6x19 = 114 + 1 poros Posisi berpotongan 1.00 Posisi sejajar 0.90 Compound 6x19 = 114 +1 poros a) Warrington Posisi berpotongan 0.90 Posisi sejajar 0.85 b) Scale Posisi berpotongan 0.95 Posisi sejajar 0.85 Biasanya 6x37 = 222 + 1 poros Posisi berpotongan 1.00 Posisi sejajar 0.90

• Roda puli tali

Roda puli tali dapat berupa desain tetap, bergerak dan kompensasi. Biasanya roda puli ini terbuat dari besi cor (besi kelabu) atau lasan. Efisiensinya

97 . 0 ~ 96 . 0 =

η dengan memperhitungkan gesekan pada bantalan. Diameter

roda puli tidak boleh kurang 10d, dengan d = diameter tali. Untuk tali kawat diameter minimum roda pulinya ditentukan dari persamaan 2.8. Keliling pelek roda puli dibuat sedemikian rupa sehingga tali tidak akan macet pada alurnya dan dapat bergerak cukup bebas terhadap bidang pusat puli tersebut.

(7)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 9 Untuk mencegah agar tali yang keluar menyimpang dari alur sisi dalam roda puli tanpa terjadi pelengkungan yang tajam (sudut simpang

α

), titik pusat e dari penampang tali harus berada di dalam alur. Sudut simpangαyang diizinkan dapat ditentukan dengan rumus :

k D maks 9 . 0 1 tan 2 tan + < β α (2.9)

Penampang roda puli untuk tali baja menurut standar Soviet dapat dilihat pada tabel 2.4

Gambar 2.3 Dimensi roda puli

Tabel 2.5 Roda puli untuk tali kawat baja (mm), Ref : N. Rudenko

Diameter tali a b c e h l t r1 r2 r3 r4 4.8 22 15 5 0.5 12.5 8 4.0 2.5 2.0 8 6 6.2 22 15 5 0.5 12.5 8 4.0 2.5 2.0 8 6 8.7 28 6 6 1.0 15.0 8 5.0 3.0 2.5 9 6 11.0 40 30 7 1.0 25.0 10 8.5 4.0 3.0 12 8 13.0 40 30 7 1.0 25.0 10 8.5 4.0 3.0 12 8 15.0 40 30 7 1.0 25.0 10 8.5 4.0 3.0 12 8 19.5 55 40 10 1.5 30.0 15 12.0 5.0 5.0 17 10 24.0 65 50 10 1.5 37.0 18 14.5 5.0 5.0 20 15 28.0 80 60 12 2.0 45.0 20 17.0 6.0 7.0 25 15 34.5 90 70 15 2.0 55.0 22 20.0 7.0 8.0 28 20 39.0 110 85 18 2.9 65.0 22 25.0 9.0 10.0 40 30

Untuk diameter roda puli kompensasi pada umumnya diambil 40% lebih kecil dari pada puli yang diberi beban.

2.2.2.3 Load handling mechanism

Pada pemakaian pesawat pengangkat secara umum, beban yang memiliki berbagai macam bentuk dibawa oleh wire rope yang dipasangkan dengan hook (kait). Jenis yang digunakan secara umum adalah single (standar) atau ramshorn, sedangkan dalam penulisan ini yang digunakan aalah jenis single.

(8)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 10 Gambar 2.4 Dimensi kait tunggal (single hook)

2.2.2.4 Breaking device

Pada mekanisme pesawat pengangkat, rem digunakan untuk mengatur kecepatan turun beban atau saat menahan beban ketika diangkat. Rem juga berfungsi untuk menyerap inersia dari beban yang bergerak.

Gambar 2.5 Mekanisme pengereman

Pada gambar 2.4 terlihat flange 2 dipasang dengan drum tali 1 dengan baut. Pada flange 2 terdapat ulir dalam trapesium yang dimasuki oleh poros 9 dengan ujung ulir trapesium 3. Prinsip kerja mekanisme pengereman ini ialah ketika muatan diangkat flange 2 akan bergerak ke kanan akibat putaran poros 9 dan menekan disc cone clutch 4 yang menyebabkan flange 8 yang juga

(9)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 11 merupakan roda rachet berputar. Putaran roda rachet dapat berlangsung karena pengunci 7 tidak dalam posisi mengunci. Ketika poros 9 diam, akibat bobot muatan maka cenderung untuk memutar flange 2 untuk bergerak ke kanan sehingga menekan disc clutch 4, namun muatan tidak dapat turun karena roda rachet dalam posisi mengunci. Untuk menurunkan muatan poros 9 diputar dengan arah sebaliknya dimana arah perputaran poros cenderung untuk menggerakkan flange 2 ke kiri sehingga meskipun roda rachet dalam posisi mengunci, namun karena adanya celah diantara disc clutch 4 sehingga flange 2 dan 5 terpisah dan muatan dapat diturunkan. Prinsip kerja ini pada dasarnya memanfaatkan gaya aksial yang terjadi pada ulir trapesium akibat putaran poros 9 dimana gaya aksial tersebut dimanfaatkan sebagai gaya tekan pada cone clutch. Sedangkan roda rachet sebagai pengunci / pengaman ketika poros 9 tidak bergerak.

2.2.2.5 Drive atau motor

Motor pada hoist digunakan sebagai penggerak dari wire rope, kemudian membawa beban untuk bergerak naik maupun turun. Perhitungan daya motor hoist menggunakan perumusan

η . 75 .v Q N = (Hp) (2.10) dimana,

Q : Daya angkat maksimal (kg)

v : Kecepatan angkat (m/min)

η : Efisiensi transmisi ≈ 0,85

2.2.2.6 Transmissions

Transmisi dari hoist berfungsi untuk mengatur rasio putaran motor hoist tersebut, sehingga beban dapat berpindah dengan aman.

2.2.2.7 Control device

Sedangkan komponen ini berfungsi secara umum untuk mengendalikan keseluruhan fungsi operasi dari hoist.

2.3.1 Perhitungan roda hoist trolli

Untuk hoist trolli dengan empat buah roda yang dibebani beban secara tidak simetris dan distribusi bebannya tidak merata pada kempat rodanya gaya yang dikenakan pada roda ialah : dimana,

Whoist : Berat hoist (N)

FSWL : Kapasitas angkat (N)

(10)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 12

(

)

(

[

]

)

0 2 734 396 1915 639 389 139 2 2 =       × + − × −       × + × +       × Beam B hoist SWL hoist F W F F W 0 = ΣMA (2.11)

Sedangkan untuk mencari gaya pada roda yang lain menggunakan persamaan

0 = ΣF

2.4.1 Perhitungan roda end carriage

Untuk end carriage dengan empat buah roda yang dibebani muatan secara simetris dan distribusi bebannya merata pada kempat rodanya gaya yang dikenakan pada roda ialah :

4 1 0 G G Q Prd = + + (2.12) dimana,

Q : Kapasitas angkat maksimal (kg)

G0 : bobot hoist troli (kg)

G1 : bobot girder (kg)

G2 : bobot end carriage (kg)

Karena beban terletak asimetris (seperti terlihat pada gambar 2.5) maka gaya-gaya yang dikenakan pada roda sebesar (dengan asumsi penggerak 2 buah motor)

(

)

      +       − + = 2 1 1 0 G L a L G Q Ra (2.12)

(11)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 13 Gambar 2.6 Gaya pada roda end carriage

2.5.1 Perhitungan struktur trolli

Pada umumnya, utntuk mencari profile beam yang tepat dapat menggunakan persamaan

(

)

      × + × +       × = Σ 139 389 639 2 2 SWL hoist hoist A W F W M (2.13)

Setelah didapat besar momen yang terjadi pada beam, maka dengan asumsi bahan beam adalah Steel-A36 yang memiliki

σ

ijin =166.67MPa=166.67Nmm2maka didapat tegangan

bengkok yang terjadi yaitu

ijin p b w M σ σ = ≤ (N/mm2) (2.14) dimana,

M : Momen bengkok yang terjadi (N-mm)

wp : Inersia polar yang terjadi (mm3)

Kemudian dari inersia polar yang terjadi, maka dapat dicari dari tabel bahan beam yang tersedia di pasaran ijin p M w σ ≥ (2.15)

2.6.1 Perhitungan struktur girder

Pada perencanaan overhead crane ini girder yang digunakan ialah tipe girder tunggal dengan penampang berbentuk kotak / box dengan pengangkat / hoist troli yang bergerak pada rel pada atas girder seperti gambar dibawah

(12)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 14 Gambar 2.7 penampang girder

Pada gambar diatas terlihat bahwa rel dipasang permanent (disambung dengan pengelasan) dengan girder. Dalam perhitungan girder faktor utama dalam penyelesaian girder adalah tegangan lentur satuan aman dan defleksi girder yang diinginkan. Beban vertikal pada girder ialah bobot mati (beban konstan) dan gaya yang diberi oleh roda troli yang membawa beban maksimum. Desain bobot mati girder memanjang utama crane jalan terdiri atas bobot mati girder itu sendiri dan setengah bobot mekanisme pejalan (tanpa roda). Berikut ini persamaan yang digunakan dalam perhitungan girder pelat :

• Momen lentur akibat beban statis

Momen lentur pada jarak a dari penumpu sebelah kiri akibat bobot mati adalah 2 2 2 1 1 a G a L G Mq = − (2.16)

Momen lentur menjadi maksimum pada 2 L a= , sehingga

( )

2 2 / 2 2 2 1 1 L G L L G Mqmaks −      = 8 4 2 1 2 1 L G L G Mqmaks = − 8 8 2 2 1 2 1 L G L G Mqmaks = −

8

2 1

L

G

M

qmaks

=

(2.17) dimana :

G1 : bobot mati girder yakni beban konstan yang terdistribusi seragam sepanjang

(13)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 15

• Momen Lentur Akibat Beban Gerak (Troli dan Muatan)

Bila bobot troli berbeban didistribusikan seragam pada rodanya, maka beban pada satu roda adalah

4

0

G Q

P= + dengan G0 adalah bobot troli. Dapat diasumsikan

bahwa girder menahan dua buah beban yang identik terpisah sejauh b. Maka momen lentur pada penumpu dibawah roda sebelah kiri, yang ditempatkan pada jarak x dari penumpu kiri ialah

x x b L L P Mp rh       −       − = 2 2 ton-m (2.18)

Momen lentur maksimum akan terjadi pada penampang yang berjarak dari bagian tengah bentangan girder pelat tersebut, sehingga :

      −             − −       − = 4 2 4 2 2 2 b L b L b L L P Mmaksp rh       −     + − − = 4 2 4 2 4 2 2 2 2 L b L b L b L P Mmaksp rh       −     − = 4 2 4 2 2 L b L b L P Mmaksp rh         + − − = 16 8 8 4 2 L2 bL bL b2 L P Mmaksp rh         + − − = 16 8 8 4 2 L2 bL bL b2 L P Mmaksp rh         + − = 16 4 4 2 L2 bL b2 L P Mmaksp rh         + − = 4 4 2 2 b2 bL L L P Mmaksp rh 2 2 2      − = L b L P Mmaks rh p ton-m (2.19)

• Tegangan Satuan akibat Momen lentur

Akibat beban utama :

[ ]

σ

µ

ψ

σ

= + < x maks p maks q W M M (2.20) dimana :

ψ : koefisien dinamik untuk gaya akibat beban diam (ϕ = 1 untuk tipe crane digerakkan mesin jenis ringan)

(14)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 16 crane digerakkan mesin jenis ringan)

Akibat beban tambahan :

ijin girder add p q W M M M σ µ ψ σ = + + ≤ (2.21) dimana :

Madd : momen lentur akibat beban tambahan 7 maks q maks p add M M M = +

(2.22)

• Deformasi Defleksi Cross Travel Girder

Defleksi girder yang berlebihan akan menyebabkan seluruh struktur bergetar dan berpengaruh besar terhadap operasi crane. Untuk menjaga defleksi dalam batas yang aman, girder harus cukup tinggi dan memiliki momen inersia yang memadai. Defleksi yang terdapat pada girder dibedakan atas 2 macam, yaitu :

a. Defleksi akibat beban konstan

Defleksi akibat beban konstan diasumsikan akibat bobot girder itu sendiri, maka girder akan mengalami defleksi sebesar :

384 5 . ' 1 L EI G x = δ (2.23) dimana :

Ix : momen inersia bidang arah sumbu x

E : modulus elastisitas G1 : bobot girder

L : bentangan girder b. Defleksi akibat beban gerak

Defleksi akibat beban gerak diasumsikan akibat pembebanan hoist troli yaitu :

(

)

[

2

(

)

2

]

48 " L b L L b EI P x rh − + + = δ (2.24) dimana :

b : jarak antar roda hoist troli arah memanjang girder Prh : beban pada roda hoist troli

Dari dua persamaan diatas maka dapat ditentukan defleksi yang terjadi pada girder yaitu :

"

'

δ

δ

δ

=

+

(2.25) dimana : δ = defleksi total

Untuk pengecekan keamanan defleksi total girder harus lebih kecil dari 750

L

(15)

Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS 17 2.7.1 Perhitungan struktur end carriage

Untuk perhitungan end carriage sama halnya dengan perhitungan girder, namun yang berbeda hanyalah pembebanan yang terjadi yaitu hanya pembebanan konstan.

2.8.1 Perhitungan daya motor

Dalam menentukan daya motor pada perancangan overhead crane tipe monorail ini terbagi atas 2 macam perhitungan yaitu :

• Penentuan daya motor pada mekanisme pengangkat (hoist)

Daya motor yang diperlukan : η . 75 .v Q N = (hp) (2.26)

• Penentuan daya motor pada trolli Daya motor yang diperlukan : D k d w= µ +2 η . 75 .v W N = (hp) (2.27)

• Penentuan daya motor end carriage

Daya motor yang dibutuhkan D k d w= µ +2 η . 75 .v W N = (hp) (2.28)       + + = d k R G Q W 2 0 1 µ

(

Q G

)

w W2 =β + 0 2 1 W W W = +

(

)

      +             +       + = D k d G L a L G Q W 2 2 1 1 0 1 µ

(

Q G

)

w W2 =β + 0 2 1 W W W = +

Gambar

Gambar 2.1 Bagian - bagian utama overhead crane  Keterangan :
Tabel 2.1 Tabel pemilihan tipe overhead crane, Ref : Crane Selection Chart-MHE Demag
Tabel berikut menunjukkan nilai  dD min
Tabel 2.5 Roda puli untuk tali kawat baja (mm), Ref :  N. Rudenko  Diameter  tali  a  b  c  e  h  l  t  r1  r2  r3  r4  4.8  22  15  5  0.5  12.5  8  4.0  2.5  2.0  8  6  6.2  22  15  5  0.5  12.5  8  4.0  2.5  2.0  8  6  8.7  28  6  6  1.0  15.0  8  5.0
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser pelekatan resin komposit packable dengan intermediate layer resin komposit flowable menggunakan

Analisa Erosi dan Sedimentasi Analisis erosi dan sedimentasi untuk perencanaan sebuah embung adalah untuk mengetahui besarnya degradasi tanah lereng akibat air hujan

Untuk perhitungan kapasitas ultimit dari tiang dengan kondisi kepala tiang terjepit, Gambar 2.28a dapat digunakan untuk tanah non-kohesif, sedangkan untuk tanah kohesif dapat

Menurt Solomon dan Rothblum (Rachmahana, 2001, h.135) individu yang kurang asertif tidak mau mencari bantuan ( seeking for help) kepada orang lain untuk membantu

Pelaksanaan pekerjaan pengendalian gulma secara khemis tidak berbeda dengan dasar teori yang ada akan tetapi hanya saja pemakaian herbisida kontak atau sistemik pada pengendalian

Interaksi siswa dengan bahan ajar interaktif berbasis komputer pokok bahasan lingkaran di Sekolah Menengah Pertama meliputi penggunaan bahan ajar oleh siswa

Hasil rekapitulasi di tingkat PPK Kecamatan Samarinda yang ditolak oleh para saksi dari partai-partai politik termasuk PDK, tidak pernah diperbaiki dan hal ini telah

Jika %Volume naik, otomatis massa solute akan naik yang menyebabkan konsentrasi semakin besar, sehingga massa yang terkandung dalam larutan juga semakin banyak