• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Intellectual Property of Rights atau Hak Kekayaan Intelektual (HaKI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Intellectual Property of Rights atau Hak Kekayaan Intelektual (HaKI)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Intellectual Property of Rights atau Hak Kekayaan Intelektual (HaKI)

merupakan hasil proses kemampuan berpikir manusia yang dijelmakan ke dalam suatu bentuk ciptaan atau penemuan. Ciptaan atau penemuan tersebut merupakan milik yang di atasnya melekat suatu hak yang bersumber dari akal (intelek). Hak tersebut digunakan/dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kesejahtraan/kebahagiaan hidup. Makin maju dan tinggi kemampuan berpikir seseorang atau suatu bangsa, makin maju dan tinggi pula ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai. Akibatnya, makin produktif pula seseorang atau suatu bangsa menghasilkan ciptaan dan penemuan baru.

Kemampuan berpikir yang semakin meningkat dan berkembang berindikator kepada meningkatnya jumlah ciptaan atau penemuan yang dihasilkan. Tingginya jumlah ciptaan atau yang telah dikuasai dapat juga mencerminkan pembangunan ekonomi suatu bangsa. Pembangunan ekonomi suatu bangsa salah satunya sangat ditentukan dengan kemampuan suatu bangsa untuk menguasai teknologi.1

1

Teknologi adalah cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia. (lihat pasal 1 UU R.I. No 18/2002 tentang Sistem Nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi), lihat Dewi Astutty Mochtar, Perjanjian Lisensi Alih Teknologi dan Pengembangan Teknologi Indonesia, Penerbit P.T. Alumni, Bandung, 2001, hal. 10-11

Melalui teknologi, suatu bangsa akan mengalami proses pertumbuhan yang amat cepat. Oleh karena itu, keberadaan teknologi

(2)

sebagai penunjang dalam pembangunan ekonomi menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi.

Dalam realitanya penguasaan teknologi sendiri masih menyimpan sejumlah kesenjangan, dimana kalau dicermati di dunia ini ada beberapa negara yang telah menguasai bahkan mampu mengembangkan teknologi pada tingkat yang paling canggih. Namun ada juga negara-negara di dunia ini yang tingkat kemampuan penguasaan teknologi tidak sehebat negara-negara lain.

Tingginya kesenjangan pertumbuhan/perkembangan teknologi antar suatu negara membuat perlindungan hukum terhadap penemuan (invensi) di bidang teknologi menjadi terasa sangat penting, terutama karena suatu invensi teknologi yang merupakan hasil daya cipta dan karya manusia telah terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia karena adanya manfaat ekonomi yang terdapat di dalamya. Teknologi telah banyak menyumbang dan berdampak positip bagi kesejahtraan manusia. Invensi di bidang teknologi muncul dan berkembang melalui suatu upaya serius melibatkan faktor tenaga, waktu dan dana yang cukup besar.

Dengan makin majunya teknologi, pengembangan teknologi tidak saja memajukan perekonomian suatu negara, tetapi juga juga semakin memajukan teknologi itu sendiri di segala bidang. Teknologi dalam kehidupan manusia berperan sangat penting, termasuk di dalamnya sumbangan teknologi pada kesejahteraan manusia, sehingga teknologi ditempatkan sebagai aset yang sangat berharga. Aset ini terasa sangat berharga karena proses penemuan dan

(3)

pengembangannya yang tidak sederhana sehingga suatu hasil karya pemikiran kreatif dan inovatif sangat perlu dihargai.

Bentuk penghargaan yang diberikan kepada pemilik teknologi adalah pemilik teknologi dapat menikmati hak khusus (hak eksklusif) untuk membuat, menggunakan dan menjual produknya, dan terhadap hasil temuannya diberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap teknologi itu sendiri merupakan suatu pengakuan hukum dan penghormatan yang banyak kepada mereka yang telah bekerja keras memanfaatkan secara maksimum segenap kemampuan akal budinya, sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat dan bernilai ekonomis.

Dalam era Globalisasi, persaingan global akan sangat berat untuk dihadapai. Selain itu, dengan berkembangnya pasaran dunia dan timbulnya persaingan internasional, timbul pula dorongan kebutuhan untuk menggunakan teknologi yang paling menguntungkan. Teknologi sebagai ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam industri hadir dalam kehidupan manusia sebagai ilmu penemuan. Teknologi adalah karya intelektualitas manusia sebagai hasil rasa, karsa, dan cipta manusia. Dalam kegiatan penelitian memerlukan tenaga, waktu, dan dana yang hasilnya memiliki nilai dan manfaat ekonomi, sehingga perlu diberi perlindungan hukum sebagai imbalan kepada teknologi baru yang dikategorikan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud.

Perlindungan dan penegakan hukum terhadap HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) juga ditujukan untuk memacu penemuan baru di bidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta penyebaran teknologi dengan memperhatikan

(4)

kepentingan produsen dan konsumen, pengguna/pengetahuan teknologi secara seimbang, yang bertujuan untuk menunjang kesejahteraan sosial ekonomi, serta untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Walaupun pada kenyataannya kekayaan intelektual sering dipandang sebagai hambatan yang mahal (terkadang justru menjadi dasar pelanggaran) dalam pengalihan teknologi barat yang dibutuhkan negara berkembang untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahtraan sosialnya karena banyak negara berkembang yang mencemaskan bila mereka menerapkan hukum HaKI secara ketat, mereka malah harus membayar royalti dan biaya lisensi yang semakin tinggi untuk mendapatkan teknologi dan barang-barang kegunaan pokok lainnya, sehingga akan menimbulkan inflasi dan devisa negara yang keluar semakin tinggi. Akan tetapi dalam pelaksanaan pembangunan nasional (negara kita Indonesia), khusus di bidang ekonomi diberlakukan upaya-upaya, antara lain: terus meningkatkan, memperluas, menetapkan, dan mengamankan pangsa pasar bagi segala bentuk produk baik barang maupun jasa, termasuk aspek investasi dan hak kekayaan intelektual yang berkaitan dengan perdagangan serta meningkatkan kemampuan serta daya saing internasional.2

Upaya dan dorongan yang diberlakukan oleh negara mengakibatkan banyaknya penemuan teknologi. Teknologi hasil penemuan pemikiran seseorang pada hakekatnya haruslah didaftarkan, agar temuan tersebut diberikan perlindungan hukum. Pendaftaran HaKI baik dari segi prosedural maupun pelaksanaannya haruslah benar-benar terkoordinasi, tidak menyimpang dari fungsi/tugasnya, karena yang lebih penting dari itu ialah tuntutan hati nurani dan

(5)

kepuasan untuk menimbulkan kebutuhan dalam melindungi dan mempertahankan HaKI tersebut.

Dalam pendaftaran HaKI ada yang harus dibedakan antara kata permohonan dan pendaftaran. Kalau tentang Merek haknya diberikan oleh negara, begitu juga dengan Paten. Oleh karena itu, orang harus mengajukan permohonan dalam pendaftaran Merek maupun Paten. Kalau dahulu di dalam Undang-undang HaKI permohonan atau pendaftaran HaKI dikatakan permintaan, kalau sekarang dikatakan permohonan dan orangnya disebut pemohon. Walaupun ada sebagian orang mengatakan bahwa ini benar atau tidak tetapi hal itu tergantung kesepakatan seseorang untuk menggunakan kata tersebut.

Banyaknya permasalahan yang muncul dalam masalah HaKI, membuat perlindungan HaKI tidak lagi menjadi urusan satu negara saja, tetapi sudah menjadi urusan masyarakat internasional. Terlebih setelah ditandatanganinya

Agreement Establisihing the World Trade Organization (WTo). Untuk

mewujudkan perlindungan HaKI yang efisien, efektif dan menguntungkan semua anggota WTo, diperlukan adanya kerjasama antara anggota WTo baik yang bersifat regional maupun internasional. Sebagai contoh, di negara-negara ASEAN telah dibentuk suatu forum yang membahas masalah perlindungan HaKI. Demikian juga dengan kawasan Asia Pasifik yang sudah membentuk forum yang terdiri dari para ahli di bidang HaKI untuk meningkatkan perlindungan HaKI agar sesuai dengan standard perlindungan yang ditetapkan Agreement on Trade

(6)

Sebagai salah satu negara yang memiliki komitmen yang sangat kuat terhadap perlindungan HaKI, Indonesia juga sudah lama terlibat secara aktif dalam kerangka kerja baik yang bersifat regional maupun yang bersifat internasional. Meskipun keikutsertaan tersebut tidak secara otomatis menghapus faktor-faktor penghalang di dalam penegakan HaKI di Indonesia, setidaknya Indonesia telah menunjukkan kepada dunia internasional, bahwa HaKI telah menjadi prioritas utama di dalam pembangunan saat ini.

Atas dasar itu, maka perlu diadakan suatu perlindungan hukum kepada pemegang hak paten. Untuk mengetahui dan membahas secara jelas mengenai tindak pidana pelanggaran hak paten ini, maka penulis akan membahasnya dalam penulisan skripsi yang berjudul “ Tinjauan Yuridis Atas Tindak Pidana Paten Menurut Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka adapun permasalahan yang diajukan adalah:

1. Bagaimana tinjauan umum tentang paten berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten?

2. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran tindak pidana paten?

(7)

C. Tujuan dan Manfaat penulisan

Tujuan Penulisan

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah diajukan maka tujuan penulisan ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi pada hak paten, sehingga dapat dihukum

2. Mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap hak paten yang telah dimiliki oleh seseorang

3. Memenuhi sebagai syarat-syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, juga sebagai bentuk perhatian penulis dalam hal-hal yang terjadi di lapangan hukum pidana khususnya tindak pidana pelanggaran paten.

Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penulisan skripsi ini adalah, untuk melengkapi bahan-bahan yang akan diberikan dalam mata kuliah hukum, terutama hukum di bidang Paten, dan juga diharapkan akan bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang merasa tertarik dalam masalah yang ditulis dalam skripsi ini.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat khususnya memberikan informasi ilmiah mengenai masalah tindak pidana pelanggaran hak paten.

(8)

b. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi penegak hukum dalam menangani masalah tindak pidana pelanggaran hak paten.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi berjudul: “TINJAUAN YURIDIS ATAS TINDAK PIDANA PATEN MENURUT UNDANG-UNDANG NO.14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN” adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri, yang mana sumber penulis peroleh dari berbagai literatur yang ada tercantum dalam Daftar Pustaka skripsi ini dan sepanjang pengetahuan penulis berdasarkan data kepustakaan Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa skripsi dengan judul tersebut belum pernah ada yang menulisnya sebelumnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Segala macam invensi dapat dipatenkan, dengan syarat invensi tersebut berguna dan memang belum ada dalam lapangan teknologi yang bersangkutan, senyawa kimia, mesin, proses pembuatan, bahkan jenis mahkluk yang baru sekalipun dapat dipatenkan.

(9)

Hak yang diperoleh melalui paten adalah hak khusus untuk menggunakan invensi yang telah dilindungi paten serta melarang pihak lain melaksanakan invensi tersebut tanpa persetujuan dari pemegang paten. Oleh karena itu, pemegang paten harus mengawasi haknya agar tidak dilanggar oleh pihak lain.

Sebelum memutuskan untuk mengajukan permohonan paten, inventor harus mempertimbangkan terlebih dahulu keuntungan dan kerugian dari perlindungan paten tersebut.

Untuk memperoleh paten, inventor harus mengungkapkan seluruh rahasia invensinya termasuk contoh bagaimana sebaiknya menjalankan invensi tersebut yang tertuang dalam spesifikasi paten yang diajukan. Jika inventor tidak berniat untuk mengungkapkan rahasia invensinya, inventor seharusnya tidak mempatenkan invensinya. Sebagai alternative, inventor dapat mencari bentuk perlindungan lain, misalnya dengan rahasia dagang.

Ada beberapa hal kata yang sering dipergunakan dalam Undang-Undang No.14 Tahun 2001 yaitu:

Invensi : ide inventor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

Inventor : seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama menjalankan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.

(10)

Permohonan : permohonan Paten yang diajukan kepada Direktotat Jenderal

Tanggal penerimaan : tanggal penerimaan permohonan yang telah memenuhi persyaratan adminnistratif

Hak Prioritas : hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convection for the protection of Industrial

Property atau Agreement Establishing the World trade Organization untuk

memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convection tersebut.

Lisensi : izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.

Hari : hari kerja.

1.1 Syarat-Syarat Paten

Dalam Pasal 2 Undang-Undang No 14 Tahun 2001 disebutkan, paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri. Menurut Pasal 3 Undang-Undang No.14 Tahun 2001, suatu invensi dianggap baru jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya, yaitu:

Suatu invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan, invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya

(11)

Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah teknologi tang telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut sebelum tanggal penerimaan atau tanggal prioritas.

Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaiman dimaksud pada ayat (1) mencakup dokumen permohonan yang diajukan di Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal penerimaan yang pemeriksaan substantifnya sedang dilakukan, tetapi tanggal penerimaan tersebut lebih awal daripada Tanggal Penerimaan atau Tanggal prioritas Permohonan. Untuk menentukan apakah sebuah invensi bersifat baru, harus diadakan pemeriksaan terhadap data terdahulu untuk mencari dokumen pembanding terbit sebelum tanggal penerimaan permohonan paten. Apabila invensi yang dimintakan paten tidak terdapat dalam dokumen pembanding, invensi itu diangap baru.

Menurut Pasal 4 Undang-Undang No.14 Tahun 2001, suatu invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaan, invensi tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional di Indonesia atau luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau dalam suatu pameran nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi. Invensi tersebut juga invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaan, invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh Inventornya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan. Invensi juga tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu 12 ( dua belas ) bulan sebelum tanggal penerimaan, ternyata ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi tersebut.

Penilaian ada tidaknya langkah inventif merupakan hal yang sangat sulit untuk dilaksanakan dalam praktik sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3

(12)

Undang-Undang No.14 Tahun 2001, suatu invensi mengandung langkah inventif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.

1.2 Pemakai Terdahulu

Pasal 11 Undang-Undang Paten Indonesia menyebutkan bahwa yang dianggap sebagai inventor adalah orang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagai inventor dalam permohonan. Pasal 13 menetapkan bahwa barang siapa telah menjalankan sebuah invensi pada saat invensi serupa dimintakan paten oleh pihak lain, orang tersebut tetap dapat menjalankan invensi sekalipun terhadap invensi yang sama tersebut kemudian diberi paten. Pasal 15 (1) menetapkan bahwa pihak yang melaksanakan suatu invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat mengajuan permohonan ke kantor HaKI untuk diakui sebagai “pemakai terdahulu” sehingga dapat tetap menjalankan invensinya tanpa melanggar invensi yang telah diberikan.

1.3 Subjek Paten

Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 Undang-Undang Paten Indonesia mengatur tentang subjek yang berhak memperoleh Paten, yaitu:

a. Inventor itu sendiri

b. Orang-orang yang diberikan hak lebih lanjut oleh inventor

Pada umumnya, permohonan paten diajukan oleh perusahaan-perusahaan yang telah memperoleh hak tersebut dengan jalan membeli dari inventor atau pihak lain, atau inventornya bekerja untuk perusahaan tersebut dan kegiatan

(13)

invensi dijalankan oleh pekerja di perusahaan tersebut. Jika invensi merupakan hasil kegiatan inventor dalam pekerjaannya sehari-hari, perusahaan sebagai majikan memiliki hak atas invensi tersebut. Namun, jika invensi dihasilkan di luar pekerjaannya berarti invensi tersebut menjadi milik pegawai, itupun bergantung kepada ada atau tidaknya perjanjian lain yang mengikat.

1.4 Jangka Waktu Perlindungan

Paten biasa berlaku selama dua puluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan paten. Jangka waktu tersebut sesuai dengan tuntutan perjanjian TRIPs.

Selain paten biasa, di Indonesia dikenal pula jenis paten lain yang disebut Paten Sederhana. Jangka waktu perlindungan Paten sederhana adalah sepuluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan.

Untuk menjamin kelangsungan Paten itu dari tahun ke tahun, pemegang Paten harus membayar biaya. Pasal 115 menetapkan bahwa Paten dinyatakan batal demi hukum jika kewajiban membayar biaya tahunan tidak dipenuhi selama tiga tahun berturut-berturut.

1.5 Bentuk-Bentuk Perlindungan Paten

Pasal 16, 17, dan 19 menyebutkan:

Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya: dalam hal paten- produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewa. Dan menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten; dalam hal Paten-Proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud.

(14)

Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1), pemegang Paten wajib membuat produk atau menggunakan proses yang diberi Paten di Indonesia. Dalam hal suatu produk diimpor ke Indonesia dan proses untuk membuat produk yang bersangkutan telah dilindungi Paten yang berdasarkan Undang-Undang ini, Pemegang Paten-Proses yang bersangkutan berhak atas dasar ketentuan dalam Pasal 16 ayat (2) melakukan upaya hukum terhadap produk yang diimpor apabila produk tersebut telah dibuat di Indonesia dengan menggunakan proses yang dilindungi Paten.

Berdasarkan ketentuan yang yang terdapat dalam Pasal 19 beserta dengan Pasal 16 dan Pasal 17 dapat diartikan bahwa pemegang paten memiliki hak untuk melarang orang lain tanpa persetujuannya mengimpor produk yang dipatenkan dengan syarat produk tersebut telah dibuat di Indonesia dengan menggunakan proses yang dilindungi Paten.

2. Pengertian Tindak Pidana Paten

Istilah “tindak” pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar fait”. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda dengan demikian juga WvS Hindia-Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar fait itu. Karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat. Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah:

a. Tindak Pidana, dapat dikatakan beberapa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita. Dalam hampir seluruh peraturan perundang-undangan menggunakan istilah tindak pidana. Misalnya

(15)

b. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya Mr.Tresna dalam bukunya “Asas-Asas Huku m Pidana”.

c. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin “Delictum” yang digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan

strafbaar feit.

d. Perbuatan pidana, digunakan oleh Moeljatno misalnya dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana”. Secara literlijk kata “straaf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah perbuatan. Dalam kaitannya dengan istilah strafbaar feit secara utuh, ternyata straf diterjemahkan juga dengan kata hukum, padahal sudah lazim hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht, seolah-olah arti straf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya. Untuk kata “baar” ada dua istilah yang digunakannya yakni boleh dan dapat secara literlijk bisa kita terima. Sedangkan untuk kata “feit” digunakan empat istilah, yakni: tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.3

Jenis-Jenis Tindak Pidana

Tindak pidana dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:

a. Kejahatan dan Pelanggaran

Apakah dasar pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran? Mengenai hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan MvT, bahwa pembagian itu didasarkan pada alasan, bahwa pada kenyataanya banyak dalam masyarakat terdapat

3

Adami Chazami, Pelajaran hukum Pidana I, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 67-69

(16)

perbuatan yang pada dasarnya memang sudah tercela dan pantas untuk dipidana, bahkan sebelum dinyatakan demikian oleh undang-undang, dan juga ada perbuatan yang baru bersifat melawan hukum dan dipidana setelah undang-undang menyatakan demikian.

Kejahatan adalah memperkosa suatu kepentingan hukum (krenkings

delicten) seperti pembunuhan, pencurian dan sebagainya atau juga membahayakan

suatu kepentingan hukum dalam pengertian yang konkret, seperti Pasal 489 KUHP tentang kenakalan terhadap orang atau barang, Pasal 497 KUHP tentang membahayakan kepentingan umum akan bahaya kebakaran.

Sedangkan pelanggaran adalah hanya membahayakan kepentingan hukum dalam arti abstrak seperti penghasutan dan sumpah palsu. Namum kadang-kadang dapat dikatakan bahwa sumpah palsu itu merupakan suatu kejahatan.

Kejahatan dan pelanggaran itu dapat dibedakan karena sifat dan hakikatnya berbeda, akan tetapi ada pula pembedaan kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas ukuran pelanggaran itu dipandang dari sudut kriminologi tidak begitu berat dibanding dengan kejahatan. Perbedaan yang demikian itu disebut perbedaan secara kuantitatif dan kualitatif. Perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran dalam KUHP ada kecenderungan untuk mengikuti pandangan kuantitatif, sekalipun ada penyimpangan dalam beberapa hal kejahatan dan pelanggaran mempunyai derajat yang sama. Beberapa ketentuan KUHP yang mengandung ukuran secara kuantitatif adalah : dalam hal percobaan, yang dapat dipidana hanyalah terhadap percobaaan melakukan kejahatan saja, dan bukan pada tindakan percobaan pelanggarannya. Contoh lain, misalnya mengenai

(17)

pembantuan, yang dapat dipidana adalah pembantuan dalam hal kejahatan, dan tidak dalam hal pelanggaran.

Dasar pembedaan lainnya dari kejahatan terhadap pelanggaran yang dikemukakan adalah pada berat atau ringannya pidana yang diancamkan. Seyogianya untuk kejahatan diancamkan pidana yang berat seperti pidana mati atau penjara atau tutupan. Ternyata pendapat ini memenuhi kesulitan karena pidana kurungan dan denda diancamkan, baik pada kejahatan dan juga pelanggaran. Dari sudut pemidanaan, pembagian kejahatan sebagai delik hukum atau pelanggaran sebagai delik undang-undang, tidak banyak faedahnya sebagai pedoman. Demikian juga dari sudut berat ringannya ancaman pidana terhadapnya, sangat sulit untuk dipedomani. Dalam penerapan hukum positif tiada yang merupakan suatu kesulitan, karena penempatan kejahatan dalam buku II dan pelanggaran dalam buku III sudah cukup sebagai pedoman, untuk menentukan apakah suatu tindakan merupakan kejahatan atau pelanggaran.4

b. Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materil

Tindak pidana formil yaitu tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memberikan arti bahawa inti laranagan yang dirumuskan itu adalah melakukan sutu perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memperhatikan dan tidak memerlukan timbulnya suatu akaibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata perbutannya. Sebaliknya pada tindak pidana materil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat

4

S.R.Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indinesia dan Penerapannya, Penerbit Alumni, Jakarta,1996, hal. 227.

(18)

yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. Misalnya pada pembunuhan Pasal 338 KUHP inti larangan adalah pada menimbulkan akibat kematian, bukan pada wujud menikam atau menembak atau membacok. Untuk selesainya tindak pidana tergantung pada timbulnya akibat dan bukan pada selesainya wujud perbuatan.5

c. Tindak Pidana Sengaja dan tindak Pidana Kelalaian

Untuk menyatakan adanya unsur kesengajaan, terdapat sejumlah delik yang tidak secara tegas menggunakan salah satu istilah tersebut, namun harus ditafsirkan sebagai tindakan yang dilakukan dengan sengaja.

Tindak pidana culpa adalah tindak pidana yang unsur-unsur kesalahan adalah berupa kelalaian, karena kurang hati-hati dan tidak karena kesengajaan.6

d. Tindak Pidana Aktif (Delik Komisionis) dan Tindak Pidana Pasif

(Delik Omisionis)

Delik komisionis adalah delik yang dilakukan terhadap larangan yang

diadakan oleh undang-undang, misalnya dalam pencurian Pasal 362 KUHP, dan penggelapan Pasal 372 KUHP.7

Delik ommisionis dapat dibagai atas delik omisionis tulen, yaitu yang

mengabaikan sutu keharusan yang dilakukan oleh undang-undang pidana diperintahkan, sedangkan khusus mengabaikan keharusan itu diancamkan dengan pidana. Misalnya Pasal 164, 165, 224, 531 KUHP, dan delik ommisionis yang

5

Adami Chazawi, Op. Cit., hal.122

6

Ibid, hal.125

(19)

tidak tulen, yaitu yang terjadi apabila akibat dari perbuatan yang bersangkutan yang tidak dikehendaki oleh suatu undang-undang pidana, disebabkan oleh sutu pengabaian perbuatan.

e. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus

Tindak pidana umum adalah tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum materil (Buku II dan Buku III KUHP), sedangkan tindak pidana khusus semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya tindak pidana korupsi.

f. Tindak Pidana Seketika dan Tindak Pidana Berlangsung Terus

Tindak pidana terjadi seketika ataupun delik yang berjalan selesai adalah suatu delik yang terdiri atas satu atau beberapa perbuatan tertentu yang menimbulkan suatu akibat tertentu yang selesai dalam waktu singkat. Sedangkan delik yang berlaku secara terus yaitu delik yang terdiri dari satu atau beberapa perbuatan yang meneruskan suatu keadaan yang oleh undang-undang dilarang.

g. Tindak Pidana Communia dan Tindak Pidana Propria

Delik propria adalah sutu delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai kedudukan tertentu, missalny ibu (Pasal 341,342 KUHP). Sedangkan lawannya adalah delik communia ataupum delik biasa yaitu delik yang dapat dilakukan oleh sembarangan orang, atau dapat dilakukan oleh semua orang.

(20)

Delik aduan adalah delik yang hanya boleh dituntut, jika ada pengaduan dari orang yang menderita delik itu. Sedangkan delik biasa adalah delik yang karena jabatan oleh pemerintah harus dituntut (tanpa pengaduan), misalnya pembunuhan.

i. Delik Berkualifikasi dan Delik Sederhana.

Delik berkualifikasi adalah suatu delik yang berbentuk istimewa, sedangkan delik sederhana yaitu suatu delik yang berbentuk biasa, misalnya pencurian biasa Pasal 362 KUHP.

j. Tindak Pidana Berdasarkan Kepentingan Hukum Yang Dilindungi

Tindak pidana berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka dapat disebutkan misalnya dalam Buku II KUHP. Untuk melindungi kepentingan hukum terhadap keamanan negara.

k. Tindak Pidana Tunggal dan Tindak Pidana Sederhana

Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga untuk dipandang selesainya tindak pidana dan dapat dipidananya pelaku, cukup dilakukan satu kali perbuatan saja. Bagian terbesar tindak pidana dalam KUHP berupa tindak pidana tunggal. Sedangkan tindak pidana berangkai adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga untuk dipandang sebagai selesai dan dapat dipidananya pembuat, disyaratkan dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya Pasal 481 ayat (1) KUHP, dimana perbuatan membeli, menukar, menerima gadai yang diperoleh dari kejahatan tersebut dilakukan secara kebiasaan. Kebiasaan disini disyaratkan telah dilakukan berulang, setidaknya dua kali perbuatan.

(21)

Tindak pidana Paten merupakan suatu tindak pidana pelanggaran yang baru bisa diproses dalam pengadilan apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa haknya dilanggar. Dalam Pasal 133 Undang-Undang No.14 Tahun 2001 tentang paten dinyatakan, bahwa tindak pidana dalam paten merupakan delik aduan. Delik aduan merupakan suatu delik yang hanya boleh dituntut, jika ada pengaduan dari pihak yang menderita delik tersebut.

Beberapa perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana pelanggaran paten adalah: 1. Membuat; 2. Menggunakan; 3. Menjual; 4. Mengimpor; 5. Menyewakan; 6. Menyerahkan;atau

7. Menyediakan untuk dijual;atau 8. Disewakan;atau

9. Diserahkan

Paten produk atau paten proses tanpa izin dari pemegang paten, dapat dituntut ke Pengadilan oleh pemegang paten tersebut.

Dalam hal terbukti adanya pelanggaran paten, maka hakim yang memeriksa pelanggaran tersebut dapat memerintahkan agar barang-barang hasil pelanggaran paten disita oleh negara dengan tujuan agar dimusnahkan.

(22)

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penulisan deskriptif sebagai salah satu bentuk penelitian hukum Normatif, adapun bentuk penelitian hukum Normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data sekunder yang berkaitan dengan tindak pidana paten.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Kepustakaan (Library

Reseach) yaitu dengan kegiatan mengumpulkan data-data sekunder. Data-data

sekunder yang dimaksud adalah:

a. Bahan hukum primer

Yaitu semua ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengikat dan ditetapkann oleh pihak-pihak yang berwenang. Dapat berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya. Dalam skripsi ini terutama Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten.

b. Bahan hukum sekunder

Yaitu semua bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, seperti seminar hukum, buku-buku, majalah, karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan tindak pidana paten.

(23)

Yaitu semua bahan hukum yang memberikan informasi dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder. Seperti: kamus, ensiklopedia, bibliography, dan lain-lain.

3. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam Penelitian adalah metode analistis normatif kualitatif. Dengan demikian akan merupakan analisis data tanpa menggunakan rumus dan matematis, akan tetapi pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis guna memberikan gambaran yang jelas.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab akan diuraikan mengenai pokok-pokok pentingnya saja. Adapun uraian bab-bab tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang dari penulisan skripsi ini disertai alasan pemilihan judul skripsi, pokok permasalahan yang disampaiakan yang berkaitan dengan perlindungan hak paten, metode penelitian yaitu metode yang digunakan penulis dalam menyusun penulisan ini, tujuan penulisan yang membahas mengenai tujuan yang hendak dicapai dalam melakukan penulisan tersebut. Juga dibahas mengenai tinjauan pustaka yang menguraikan mengenai pokok-pokok yang digunakan penulis sebagai acuan dalam penyusunan penulisan ini. Dan terakhir dibahas mengenai sistematika pembahasan diamana sistematika pembahasan ini terbagi dalam lima bab secara terperinci sehingga dengan mudah dapat dipahami.

(24)

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PATEN MENURUT UNDANG-UNDANG NO.14 TAHUN 2001

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai penjelasan umum tentang paten secara global serta peraturan perundang-undangannya.

BAB III : TINDAK PIDANA PATEN MENURUT UNDANG-UNDANG NO.14 TAHUN 2001

Dalam bab ini penulis menganalisis mengenai bentuk pelanggaran paten,

serta unsur-unsur yang terdapat dalam pelanggaran paten tersebut.

BAB IV : PERLINDUNGAN TERHADAP HAK PATEN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan terhadap hak paten tersebut dan apa saja bentuk invensi yang diberikan perlindungan

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dari penulisan tentang pembahasan penulisan skripsi, juga memberikan saran yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya beberapa indikator komunikasi positif ini tentunya akan dapat memberikan rasa aman pada diri anak yang mana rasa aman ini merupakan kebutuhan dasar

Tingkat pengetahuan wanita premenopause di Dukuh Ngablak Kelurahan Tanjung Kecamatan Klego Kota Boyolali tentang menopause pada tingkat baik sebanyak 8 responden (26,7%),

 Constraint Name kutusuna CATI yazılır,  Constraint Axis kısmından Z Axis seçilir,  İki kez OK tuşuna basılır. 80) Display menüsündeki Show Undeformed Shape

Selain kerangka konsep di atas, berikut terdapat tabel data untuk memudahkan peneliti dalam melakukan runtutan penelitian yaitu berupa data yang akan diteliti dan diulas lebih

1. Menuliskan ciri-ciri binatang yang sering dilihat. Mendeskripsikan binatang yang sering dlihat dengan bahasa yang mudah dipahami orang lain. Menjelaskan

Karangan ini diarahkan untuk mengungkapkan hal-hal yang telah mendasari predikat yang dipautkan pada penduduk ini dari dua sisi itu agar dapat dipahami mengapa predikat ini

penelitian ini masalah yang akan dicari solusinya adalah masih banyaknya guru yang kurang disiplin dalam kehadiran pagi tepat waktu di sekolah. 2) Merumusan tujuan penyelesaian