• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman mereka (Joy dan Sherry, 2003). Schmitt (1999) mengemukakan bahwa saat ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pengalaman mereka (Joy dan Sherry, 2003). Schmitt (1999) mengemukakan bahwa saat ini"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Pengalaman merek merupakan isu penting yang cukup fenomenal di kalangan akademisi, dimana pasar saat ini telah mengalami perubahan yang substansial dimulai dari menjual dan mempromosikan produk maupun jasa sampai menarik konsumen melalui pengalaman mereka (Joy dan Sherry, 2003). Schmitt (1999) mengemukakan bahwa saat ini adalah zaman pemasaran pengalaman (experiential marketing), dimana konsumen tidak hanya sekedar mencari produk secara fungsional saja, namun juga mencari perusahaan dan merek-merek tertentu untuk dijadikan bagian dari hidup, berhubungan dengan hidup mereka, memahami mereka, sesuai dengan kebutuhan mereka dan membuat hidup mereka lebih terpenuhi. Oleh karena itu, pemasar selalu menginginkan terjadinya pembelian berkelanjutan terhadap produk dan layanan yang ditawarkan pada konsumen, sebagai konsekuensinya pemasar harus mampu memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen, dengan kata lain pemasar harus memahami perilaku konsumen (Dharmmesta,1998). Meskipun antara pengalaman merek dan loyalitas diyakini memiliki hubungan yang kuat namun isu budaya juga mempengaruhi perilaku konsumen (Yu dan Ting, 2009), namun bagaimana pola hubungan tersebut masih menjadi pertanyaan besar bagi para peneliti. Menurut Hofstede (2001, hlm. 22) bahwa dimensi budaya banyak menjelaskan perbedaan pada konsumsi dan perilaku konsumen. Hal ini didukung juga dengan penelitian menurut Lowe (2008, hlm.81), dimensi ini sebagian besar juga menjelaskan perbedaan lintas budaya dalam perilaku masyarakat di seluruh dunia.

(2)

Beberapa kajian empiris telah dilakukan dalam domain pengalaman merek dan lintas budaya di beberapa negara, akan tetapi karena studi pengalaman merek lintas budaya pada konsep ini menimbulkan banyak celah penelitian yang harus diisi oleh para akademisi. Penelitian ini diharapkan bisa menambah kekayaan literatur dalam pengalaman merek pada studi lintas budaya Indonesia dan Australia, dimana peneliti ingin menjelaskan hubungan pengalaman merek dari sudut pandang teori pembelajaran kognitif sosial. Sebagai latar belakang penelitian, bab ini akan menguraikan fenomena–fenomena pengalaman merek dan sekaligus memuat rumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang

Banyak perusahaan di seluruh dunia dengan mereknya masing-masing saling bersaing untuk menarik perhatian pelanggan, sehingga menciptakan pengalaman dengan merek yang membangkitkan sensasi, perasaan, kognisi, dan respon perilaku pun menjadi hal penting (Brakus et al., 2009). Para pemasar memberikan stimulus–stimulus pemasaran melalui pengalaman yang unik dan berkesan (Zarantonello dan Schmitt, 2010).

Penelitian mengenai struktur dimensi dari pengalaman merek telah dilakukan oleh Brakus et al. (2009) yang menyatakan bahwa pengalaman merek terdiri dari dimensi sensorik, afektif, perilaku dan intelektual. Berdasarkan studi literatur, pengalaman merek mempunyai pengaruh pada kepercayaan merek (Sahin et al., 2011), nilai pengalaman pelanggan (Keng et al., 2013), kepribadian merek, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan (Brakus et al., 2009; Sahin et al., 2011). Kepercayaan merek itu penting dalam

(3)

Konsumen mengembangkan kepercayaan merek berdasarkan keyakinan positif mengenai harapan mereka terhadap perilaku organisasi dan kinerja produk (Ashley dan Leonard, 2009). Reimann et al. (2010) menyatakan bahwa ketika konsumen mulai merasa konten kebutuhan dasar mereka terpenuhi, kepuasan ini menciptakan perlunya memahami sepenuhnya apa yang mempengaruhi konsumen pada seluruh proses pembelian konsumen.

Pengalaman merek mempunyai variasi dalam intensitas dan kekuatannya, konsumen dapat menghadapi pengalaman merek yang positif ataupun negatif. Pengalaman merek juga dapat berumur pendek atau bertahan lama (Brakus et al., 2009). Pengalaman merek yang bertahan lama yaitu yang melekat pada ingatan konsumen dan dapat mempengaruhi loyalitas dan kepuasan konsumen (Oliver, 1997).

Salah satu elemen kunci kesuksesan strategi pemasaran adalah pembangunan produk dan stimuli promosi yang akan membangun persepsi konsumen mengenai kebutuhannya. Dua hal yang paling penting dalam stimuli yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah pemasaran dan lingkungan (Schifman dan Joseph, 2015, hlm. 344).

Budaya suatu negara telah lama diidentifikasi sebagai karakteristik lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen, dan banyak aspek budaya mempengaruhi kebutuhan konsumen yang berbeda (Schiffman dan Joseph, hlm. 297). Isu budaya menjadi isu penting dalam penelitian ini sebab simbol sangat erat hubungannya dengan verifikasi, dan verifikasi sangat erat kaitannya dengan kelompok referensi, sedangkan kelompok referensi merupakan bagian dari suatu budaya, dan konsumen sebagai individu yang sekaligus bagian dari suatu kelompok menggunakan merek yang bermakna simbolis untuk mempresentasikan dan mengkomunikasikan konsep dan identitas diri mereka (Hofstede, 2001, hlm. 11).

(4)

Kekuatan budaya dalam suatu masyarakat secara langsung maupun tidak langsung memberikan pesan maupun pengalaman kepada konsumen untuk menentukan pilihan produk atau jasa yang mereka inginkan (Chen et al., 2013). Oleh karena itu, untuk mengetahui apa yang konsumen inginkan dan konsumen pilih, yang pertama harus dilakukan pemasar yaitu memahami budaya mereka (Gillespie et al., 2008). Budaya merupakan jumlah total dari keyakinan dan nilai-nilai yang berfungsi untuk mengarahkan perilaku konsumen di negara tertentu (Lowe dan David, 1998).

Hofstede (2010, hlm. 434) menjelaskan pada sistem nilai lintas budaya mengidentifikasi enam aspek budaya yang dapat berhubungan dengan kebutuhan konsumen dan power distance, individualism, masculinity, uncertainty avoidance, dan long term orientation seperti pada Tabel 1.1 sebagai berikut.

Tabel 1.1

Perbandingan Skor Negara dengan Model Hofstede

Indonesia Australia

Power Distance 78 36

Individualism 14 90

Masculinity 61 46

Uncertainty avoidance 58 41

Long term orientation 21 62

Sumber: www.geert-hofstede.com, 2016

Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa power distance di Indonesia lebih tinggi dibandingkan di Australia yaitu 78 dan 36. Untuk individualism di Indonesia memiliki skor 14 sementara untuk Australia sendiri skor yang lebih tinggi yaitu 90. Adapun masculinity untuk Indonesia dengan skor lebih tinggi dibandingkan Australia yaitu 61 dan 46. Untuk skor uncertainty avoidance di Indonesia lebih tinggi dibanding Australia yaitu 58 dan 41.

(5)

Untuk dimensi terakhir model Hofstede yaitu Indonesia memiliki adanya perbedaan yang signifikan antara Indonesia dan Australia yaitu 21 dan 62.

Saat ini pasar sudah mengalami perubahan yang signifikan, yang semula hanya menjual dan mempromosikan produk dan jasa, berubah menjadi menjual dan memikat pengalaman konsumen (Brakus et al., 2009; Krishna et al., 2010; Lindstrom, 2005). Dari beberapa tahun terakhir ini mulai menjadi subjek yang menarik bagi akademisi, dimana banyak produk dan jasa akan memperoleh keunggulan pemasaran yang mengutamakan pengalaman konsumen beserta perilakunya (Hulten, 2011). Persaingan pasar yang semakin ketat menuntut para akademisi untuk memperhatikan berbagai aspek utama dalam strategi pemasaran yang bertujuan untuk memenangkan persaingan (Brakus et al., 2009).

Holbrook (2000) menyatakan bahwa konsumen membuat pilihan berdasarkan faktor pengalaman yang ditawarkan produk, pengalaman merek menciptakan dan mengembangkan kepercayaan dalam hubungan antara merek dan konsumen. Sebuah kepercayaan pada merek merujuk pada harapan bahwa konsumen akan memperoleh penilaian positif ialah unsur penting dalam keberhasilan suatu hubungan (Flavian et al., 2005). Suatu merek dapat menimbulkan kepercayaan apabila merek tersebut dapat menjamin konsistensi nilai tambah yang dimilikinya yaitu integritas, kejujuran dan ketulusannya kepada konsumen melalui pengalaman yang berkesan dan berkelanjutan (Sahin et al., 2011). Pengalaman konsumen terhadap merek yang tahan lama akan melekat pada mindset konsumen dan dapat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas konsumen (Oliver, 1997). Salah satu aspek penting tersebut adalah menciptakan loyalitas pelanggan karena adanya loyalitas dapat membantu perusahaan untuk mencapai keuntungan. Oleh

(6)

karena itu, agar dapat menentukan strateginya, pemasar sangat perlu untuk mengidentifikasi loyalitas merek untuk dapat meraih, memperluas dan mempertahankan pasar (Dharmmesta, 1999).

Dalam persaingan yang sangat ketat pada industri restoran cepat saji menyebabkan beberapa perusahaan menggunakan strategi yang berorientasi pada merek. Salah satunya adalah pengalaman merek dimana pengalaman yang dirasakan konsumen akan sebuah merek membawa konsumen bertahan pada lingkaran yang kuat dalam mengkonsumsi produk disebabkan pengalaman yang dirasakan (Brakus et al., 2009) .

Selama lima tahun terakhir, industri makanan cepat saji yang berbasis global telah berhasil tumbuh dengan sangat signifikan. IBIS World memperkirakan bahwa industri makanaan cepat saji saat ini hingga 2020 akan terus melonjak maju. Industri pangan saat ini yang meningkat dengan pesat ditandai dengan menjamurnya berbagai restoran siap saji di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia dan Australia (Sumber : http://www.euromonitor.com/fast-food-in-indonesia/report, tentang pertumbuhan makanan cepat saji di Indonesia http://www.euromonitor.com/fast-food-in-australia/report, tentang pertumbuhan makanan cepat saji di Australia. Diunduh pada tanggal 26 Februari 2016).

Makanan cepat saji global menguntungkan karena ekonomi global membaik dan konsumen terus menghabiskan kemewahan kecil, seperti makan di luar (sumber:http://www.researchandmarkets.com/reports/2229101/fast_food_in_indonesia#pos , diunduh pada tanggal 26 Februari 2016).

(7)

Meningkatnya ekspansi internasional dari industri makanan cepat saji yang berbasis global akan terus menjadi pendorong utama dalam pertumbuhan industri sebagai negara berkembang semakin menuntut lebih banyak pilihan makanan cepat saji diantaranya McDonalds, Pizza Hut dan KFC yang menjadi objek penelitian ini (sumber:http://www.researchandmarkets.com/reports/2229101/fast_food_in_indonesia# pos, diunduh pada tanggal 26 Februari 2016). Hal ini juga didukung dengan penjelasan oleh Sahin et al. (2011) adanya pengaruh pengalaman merek, kepuasan dan kepercayaan merek pada loyalitas dalam konteks merek global. Hal ini selaras dengan kasus yang lain seperti Starbucks, Hersey’s, Rolls Royce, Apple, Singapore Airlines dan Kellogs (Cleff et al., 2014; Hulten, 2011; Lindstrom, 2005).

Untuk memahami celah-celah yang belum terisi pada domain pengalaman merek, penulis merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Brakus et al. (2009) yang menjelaskan pada poin-poin manakah penelitian pengalaman merek yang sudah terselesaikan dan pada poin manakah yang belum selesai dan mempunyai kebutuhan yang luar biasa untuk diteliti. Diantara celah-celah yang membutuhkan penelitian lebih lanjut adalah pada poin hubungan kepercayaan merek terhadap kepuasan dan untuk melihat apakah ada perbedaan pengalaman merek pada studi lintas budaya Indonesia dan Australia dan informasi pengalaman merek mempengaruhi loyalitas konsumen pada studi lintas budaya di Indonesia dan Australia.

Berdasarkan penelusuran penulis terhadap penelitian-penelitian sebelumnya, masih sedikit sekali penelitian yang menguji pengalaman merek, kepuasan, kepercayaan merek dan loyalitas pada studi lintas budaya khususnya dengan metode survei. Penulis bermaksud

(8)

untuk meneliti pengalaman merek studi lintas budaya menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei, untuk menguji dan menggeneralisasi pengaruh pengalaman merek pada kepuasan (Yi, 2015; Lee dan Joeong, 2014; Walter et al., 2013; Sahin et al., 2011; Reiman et al., 2010), pengalaman merek dan loyalitas konsumen (Cheng, 2014; Nysveen et al., 2013; Yao et al., 2013; Kantzsperger dan Werner 2010; Brakus et al., 2009), pengalaman merek dan kepercayaan merek (Keng et al., 2011), kepercayaan merek dan kepuasan (Zhou et al., 2012), kepuasan dan loyalitas (Iglesias et al., 2011; Verhoef et al., 2009), kepercayaan merek dan loyalitas (Chuan et al., 2015; Nysveen et al., 2013; Sahin et al., 2011; Holbrook, 2001).

Dalam domain pengalaman merek, belum ada penelitian yang menguji pengalaman merek, kepuasan, kepercayaan merek pada loyalitas pada studi lintas budaya Indonesia dan Australia, berdasarkan literatur sebelumnya pengalaman merek hanya dilakukan pada satu negara saja tanpa membandingkan persamaan dan perbedaan lintas budaya, hal ini masih menjadi saran untuk penelitian di masa depan (Cleff et al., 2014; Chinomona et al., 2013; Nysveen et al., 2012; Sahin et al., 2011; Iglesias et al., 2010)

Penelitian ini menguji hubungan pemasaran pengalaman merek pada loyalitas dilihat dari sudut pandang behavioral learning theories dan cognitive learning theory, yang mengungkapkan bahwa perilaku dapat terbentuk secara aktif maupun pasif. Secara aktif, perilaku terbentuk berdasarkan pengondisian atas stimuli. Sedangkan secara pasif, perilaku terbentuk melalui suatu proses pengamatan atau imitasi perilaku orang lain (Solomon, 2013, hlm. 86).

(9)

melalui stimuli panca indra, akan membentuk emosi, kognisi, dan pengalaman konsumen secara menyeluruh terhadap merek (Brakus et al., 2009). Sebagai hasil dari evaluasi pelanggan secara menyeluruh atas merek, pengalaman seseorang terhadap suatu merek dapat memprediksi tindakan spesifik dan reaksi psikologis pelanggan saat berinteraksi dengan merek. Saat pelanggan merasa senang dengan hubungan yang terbangun selama berinteraksi dengan merek, maka pelanggan memiliki kecenderungan untuk memberikan kepercayaan dan apresiasi terhadap merek, mengulang pengalaman yang sama, dan tidak ingin berpindah meskipun terdapat alternatif merek lainnya, sehingga komitmen dan kesetiaan pelanggan terhadap merek terbentuk (Brakus et al., 2009).

Penelitian tentang pengalaman merek juga disampaikan oleh studi Iglesias et al. (2011) menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei dengan menggunakan tekhnik purposive sampling yang dilakukan di Barcelona, dengan tujuan untuk melihat pengaruh pengalaman merek, komitmen afektif pada loyalitas pada produk mobil, laptop dan sepatu olahraga. Penelitian ini juga didukung dalam studi Walter et al. (2013) menggunakan survei dengan menggunakan teknik pengumpulan data convenience sampling dan self selection yang dipilih melalui kontak personal peneliti yang meliputi responden di Canada dan di Jerman. Walter et al. (2013) juga menguji hubungan empat dimensi Brakus et al. (2009) pengalaman merek, kepuasan dan loyalitas pada merek BMW.

Sedangkan penelitian Chuan et al. (2015) menggunakan survei untuk menguji pengaruh pengalaman merek, kepercayaan merek terhadap loyalitas konsumen pada produk merek SME di sektor industri makanan. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman merek merupakan faktor penting untuk mempertahankan konsumen pada sektor industri makanan.

(10)

Hal ini diperkuat oleh studi dari Kantsperger dan Werner (2010) bahwa kepercayaan merek pada loyalitas konsumen pada industri makanan memiliki reliabilitas lebih tinggi dibandingkan melalui iklan.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari model penelitian Sahin et al. (2011) mengenai efek pengalaman merek pada loyalitas melalui kepuasan dan kepercayaan merek pada industri automobile dan Nysveen et al. (2013) mengenai stimulus dimensi pengalaman merek yang peneliti fokuskan pada service brand. Serta bagaimana hubungan budaya dan perilaku konsumen satu sama lain, dimana kekuatan budaya yang terdapat dalam suatu masyarakat secara langsung dan tidak langsung memberikan pesan maupun pengalaman kepada konsumen untuk menentukan pilihan produk dan layanan yang mereka inginkan (Chen et al., 2013). Oleh karena itu, untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen maka pahami dulu bagaimana budaya mereka (Gillespie et al., 2007). Dengan menggunakan studi lintas budaya maka ada perbedaan budaya perilaku konsumen dan bagaimana konsumen merespon stimuli pemasaran (Lowe dan David, 1998).

Untuk memperkuat argumentasi dari penelitian hubungan kausalitas antara pengalaman merek, kepuasan, kepercayaan merek pada loyalitas studi lintas budaya, peneliti merujuk pada domain lintas budaya dimana menurut studi lintas budaya ini budaya suatu negara dengan negara lainnya mempengaruhi perbedaan pengalaman merek merek dari masing-masing negara yang berbeda (Cleff et al., 2014). Studi lintas budaya ini menunjukkan bahwa bagaimana sikap konsumen merespon stimuli pemasaran yang diberikan pasar (Lowe dan David, 1998).

(11)

Hofstede (2016) menyatakan bahwa ada enam aspek yang dapat berhubungan dengan kebutuhan konsumen yaitu power distance, individualism, masculinity, uncertainty avoidance, dan long term orientation (Sumber: https://www.geert-hofstede.com/national-culture.html, diunduh pada tanggal 26 Februari 2016). Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini dapat memperluas pengetahuan mengenai pengaruh pengalaman merek, kepuasan, kepercayaan merek terhadap loyalitas konsumen pada makanan cepat saji (Mcdonalds, Pizza Hut, KFC) studi lintas budaya Indonesia dan Australia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dijelaskan di depan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Secara Empiris

a) Pada variabel pengalaman merek terdapat inkonsistensi pada variabel kepercayaan merek. Penelitian yang dilakukan oleh Giantari et al. (2012) mengatakan bahwa pengalaman merek berpengaruh negatif pada varibael kepercayaan merek. Sedangkan Sahin et al. (2011) menjelaskan bahwa pengalaman merek berpengaruh positif terhadap kepercayaan merek.

b) Adanya inkonsistensi antara variabel kepuasan terhadap kepercayaan merek dan variabel kepercayaan merek terhadap kepuasan. Penelitian (Kantsperger dan Kunz, 2010; Nam et al., 2011) menjelaskan bahwa kepuasan berpengaruh positif pada kepercayaan merek. Sedangkan menurut Zhou et al. (2012) bahwa kepercayaan merek mempengaruhi kepuasan konsumen, dimana sulit untuk konsumen merasa puas sebelum konsumen percaya terhadap merek tersebut. Hal ini membuktikan bahwa bahwa kepercayaan merek merupakan faktor untuk menentukan loyalitas konsumen,

(12)

jika konsumen percaya terhadap merek, maka konsumen akan puas (Chaudhuri dan Moris , 2001).

2. Secara Metodologis

a) Pada penelitian Brakus et al. (2009) dinyatakan bahwa pengalaman merek merupakan hasil stimulus yang simultan di masa lalu, oleh karena itu konsumen ingin mengulangi pengalaman positif tersebut. Suatu merek dapat menimbulkan kepercayaan apabila merek tersebut dapat menjamin konsistensi nilai tambah yang dimilikinya (Brakus et al., 2009). Namun Chaudhuri dan Hollbrook (2001) menambahkan variabel kepercayaan merek pada loyalitas merek. Karena kepercayaan membangun hubungan antara merek dengan konsumen (Morgan dan Hunt, 1994). Oleh karena itu, peneliti menambahkan variabel kepercayaan merek pada penelitian ini.

b) Berdasarkan penelusuran peneliti terhadap penelitian–penelitian sebelumnya masih sedikit sekali penelitian yang menguji pengalaman merek pada produk global secara simultan (Chuan et al., 2015; Chinomona et al., 2013; Sahin et al., 2012; Han dan Li, 2012). Peneliti bermaksud untuk meneliti pengalaman merek pada studi lintas budaya pada makanan cepat saji (Mcdonalds, Pizza Hut, KFC) dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei, dengan tujuan untuk membandingkan hubungan pengalaman merek, kepuasan, kepercayaan merek pada loyalitas (Hulten, 2011).

(13)

referensi, sedangkan kelompok referensi merupakan bagian dari suatu budaya, dan konsumen sebagai individu yang sekaligus bagian dari suatu kelompok menggunakan merek yang berrmakna simbolis untuk mempresentasikan konsep dan identitas diri mereka. Isu perbedaan budaya akan mempengaruhi pengalaman merek seseorang (Cleff et al., 2014). Oleh karena itu, peneliti melihat masih ada celah penelitian untuk meneliti pengaruh pengalaman merek dengan membandingkan dua negara dengan budaya yang berbeda.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka pertanyaan penelitiannya adalah

1. Apakah pengalaman merek berpengaruh positif pada kepuasan konsumen pada makanan cepat saji studi lintas budaya Indonesia dan Australia?

2. Apakah pengalaman merek berpengaruh positif pada loyalitas konsumen pada makanan cepat saji studi lintas budaya Indonesia dan Australia?

3. Apakah pengalaman merek berpengaruh positif pada kepercayaan merek pada makanan cepat saji studi lintas budaya Indonesia dan Australia ?

4. Apakah kepercayaan merek berpengaruh positif pada kepuasan konsumen pada makanan cepat saji studi lintas budaya Indonesia dan Australia?

5. Apakah kepuasan pelanggan berpengaruh pada loyalitas konsumen pada makanan cepat saji studi lintas budaya Indonesia dan Australia?

(14)

6. Apakah kepercayaan merek berpengaruh positif pada loyalitas merek pada makanan cepat saji studi lintas budaya Indonesia dan Australia?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pengalaman merek, kepuasan, kepercayaan merek pada loyalitas produk makanan cepat saji.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Akademisi, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dan metode penelitian, serta dapat dijadikan sebagai sumber rujukan bagi penelitian lebih lanjut, khususnya berkaitan dengan masalah pengalaman merek, kepuasan pelanggan, kepercayaan merek dan loyalitas konsumen pada makanan cepat saji

2. Praktisi, diharapkan hasil dari penelitian ini bisa dijadikan dasar acuan bagi para manajer sebagai pertimbangan untuk fokus pada pengalaman merek dalam mempengaruhi kepuasan, kepercayaan merek dan loyalitas merek. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam merumuskan strategi pemasaran.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Tabel 2 berikut, dapat dilihat bagaimana pola kebijakan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Petemakan dalam upaya memenuhi PKD 2010 dengan berupaya menyusun target

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sihombing (2005) di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal pada anak batita menunjukkan hasil yang sangat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: (1) besarnya kontribusi etos kerja terhadap kinerja guru, (2) besarnya kontribusi motivasi berprestasi

Perilaku merokok adalah perilaku yang telah umum di jumpai.Perilaku merokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur yang berbeda, hai ini

dikarenakan kondisi pada Basement dan Ground dikondisikan pada suhu dan kelembaban udara yang sama, sehingga tidak terjadi perpindahan panas. Tetapi pada lantai

The purposes of this research are to investigate: 1) the entrepreneurial preparedness among the students of Barabai Vocational High School, and 2) the effect of

architecture used application security 94 audit logging 95 authentication 94 authorization 94 data masking 94 encryption 94 event Monitoring 95 File System Security

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kausalitas antara Kota Bengkulu dengan Rejang Lebong terjadi dalam dua arah, tetapi pengaruh harga Kota Bengkulu