• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA. berbagai aspek proyek serta unit usaha hasil proyek.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II STUDI PUSTAKA. berbagai aspek proyek serta unit usaha hasil proyek."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II STUDI PUSTAKA

II. 1. Analisis Kelayakan

Arti kelayakan pada suatu kegiatan dikaitkan dengan kemungkinan tingkat keberhasilan dari tujuan yang hendak diraih. Bila gagasan berupa investasi, maka kegiatan yang harus dilakukan mulai dari mengembangkan, menganalisis, dan menyaring prakarsa atau gagasan yang timbul sampai kepada penelusuran berbagai aspek proyek serta unit usaha hasil proyek.

Analisis kelayakan proyek merupakan suatu studi untuk melakukan penilaian terhadap proyek-proyek yang akan dikerjakan pada masa mendatang. Penilaian disini tidak lain adalah memberikan suatu rekomendasi apakah sebaiknya proyek yang bersangkutan layak dikerjakan bila ditinjau dari segala macam aspek yang berkaitan ataukah sebaiknya proyek tersebut ditunda terlebih dahulu. Mengingat kondisi di masa mendatang penuh dengan segala kemungkinan yang tidak pasti, maka analisis yang dilakukan tentunya meliputi berbagai macam aspek dan membutuhkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan suatu keputusan.

Menurut Syahyunan (2014), suatu studi kelayakan merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidaknya usaha tersebut dijalankan. Mempelajari secara mendalam sendiri memiliki arti yaitu meneliti secara sungguh-sungguh data dan informasi yang ada, kemudian diukur, dihitung dan dianalisis hasil penelitian tersebut dengan menggunakan

(2)

metode-metode tertentu. Penelitian yang dilakukan terhadap usaha yang akan dijalankan dengan ukuran tertentu, sehingga diperoleh harus maksimal dari penelitian tersebut.

Sedangkan kelayakan sendiri memiliki arti berupa penelitian yang dilakukan secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain kelayakan dapat diartikan bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan non-finansial sesuai dengan tujuan yang mereka inginkan. Layak disini diartikan juga akan memberikan keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankan, akan tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat secara luas.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat adalah dengan melakukan suatu investasi, seperti pembangunan proyek prasarana dan/atau sarana produksi. Sebagai bahan pengambilan keputusan tentang sehat atau tidaknya suatu investasi, dilakukan pengkajian kelayakan atas usulan tersebut sebelum membangun proyek secara fisik, yaitu dengan mempersiapkan suatu studi kelayakan yang menyoroti segala aspek yang memiliki relevansi kuat terhadap rencana yang bersangkutan.

Untuk menentukan layak atau tidaknya suatu usaha atau proyek dapat dilihat dari berbagai aspek. Setiap aspek untuk dapat diartikan layak harus memiliki suatu standar nilai tertentu. Namun keputusan penilaian tidak hanya dilakukan pada salah satu aspek saja. Penilaian untuk menentukan kelayakan harus didasarkan kepada seluruh aspek yang akan dinilai nantinya. Ukuran kelayakan masing-masing jenis proyek sangat berbeda, akan tetapi aspek-aspek

(3)

yang digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya adalah sama, sekalipun proyek atau kegiatannya berbeda.

Secara umum dalam melakukan analisis kelayakan, aspek-aspek yang dikaji antara lain meliputi sebagai berikut :

1. Aspek hukum;

2. Aspek sosial-ekonomi dan budaya; 3. Aspek pasar dan pemasaran; 4. Aspek teknis dan teknologi; 5. Aspek manajemen;

6. Aspek finansial.

II. 1. 1. Aspek hukum

Aspek hukum dalam hal ini memiliki peranan yang berkaitan erat dengan keberadaan secara legal dimana suatu proyek maupun kegiatan usaha akan dibangun yang meliputi ketentuan hukum yang berlaku termasuk diantaranya perijinan, badan hukum yang diusulkan, dan hal lain sebagainya.

II. 1. 2. Aspek sosial-ekonomi dan budaya

Aspek sosial ekonomi dan budaya memiliki cakupan umum berupa pengaruh proyek terhadap pendapatan nasional, penambahan dan pemerataan kesempatan kerja, dampak pergeseran hidup masyarakat setempat, dan hal lain sebagainya. Secara khusus Kadariah (2001) menjelaskan yang dimaksud dengan aspek ekonomi adalah apakah proyek itu akan memberi sumbangan atau mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi seluruhnya,

(4)

dan apakah peranannya cukup besar untuk membenarkan (to justify) penggunaan sumber-sumber yang langka. Karena mencakup kegiatan ekonomi secara keseluruhan, sehingga aspek ekonomi dan sosial sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan.

II. 1. 3. Aspek pasar dan pemasaran

Aspek pasar merupakan suatu inti dalam analisis kelayakan, hal tersebut didasarkan oleh fakta bahwa karena adanya permintaan pasar terhadap suatu produk merupakan dasar untuk menyediakan produk tersebut. Oleh karena itu, studi mengenai aspek pasar bertujuan untuk mengetahui besarnya permintaan terhadap produk yang akan disediakan dan menempatkan produk yang akan dipasarkan pada posisi yang menguntungkan sehingga rencana usaha bisa dijalankan. Sedangkan pemasaran juga memiliki peranan yang penting dalam suatu usaha, dimana dengan pemasaran yang baik maka kelangsungan hidup dan masa depan dari suatu proyek/usaha dapat berlanjut bahkan dapat mengalami perkembangan yang pesat untuk mencapai tujuan dari proyek/usaha tersebut yaitu memperoleh keuntungan. Pemasaran sendiri memiliki arti yaitu suatu proses terjadinya hubungan sosial dan manajemen dari individu atau kelompok yang saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan serta keinginan mereka melalui penciptaan, penawaran dalam bentuk komunikasi maupun iklan, dan pertukaran nilai produk dan jasa dengan pihak lain dengan harapan akan memberikan berbagai keuntungan bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam proses tersebut.

Aspek pasar dan pemasaran disini memiliki kaitan dengan adanya potensi pasar dari suatu produk yang akan dipasarkan, analisis kekuatan pesaing yang

(5)

mencakup program pemasaran yang dilakukan, estimasi penjualan yang masih memungkinkan dapat diperoleh (market share). Kajian terhadap aspek pasar ini sangat penting mengingat dana operasional yang dibutuhkan oleh proyek haruslah dapat tertutupi oleh keuntungan yang masih bisa diambil dari pasar sehingga operasional suatu proyek dapat terus berlangsung dalam batasan arus kas yang sehat.

II. 1. 4. Aspek teknis dan teknologi

Kehebatan dari suatu teknologi sudah dikenal sejak lama, jika teknologi mampu dipahami dengan baik maka akan sangat berguna dalam merencanakan strategi. Namun, pada kenyataannya faktor kunci ini sering diabaikan ataupun dilalaikan dalam suatu proses perencanaan. Untuk mampu mengatur teknologi itu sendiri dibutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang siklus suatu proyek dan sistem dari teknologi itu sendiri.

Aspek teknis dan teknologi memiliki kaitan berupa pemilihan lokasi yang tepat terhadap suatu proyek yang hendak dilaksanakan, pemilihan jenis-jenis mesin dan peralatan lain yang sesuai dengan kebutuhan proyek yang hendak dilaksanakan, termasuk juga didalam aspek ini adalah layout dan pemilihan jenis-jenis teknologi yang tepat untuk digunakan dalam pelaksanaan suatu proyek. Penting untuk diketahui bahwa pemilihan teknologi yang salah akan besar dampaknya terhadap suatu proyek, bahkan bisa mengakibatkan kegagalan dalam pelaksanaan proyek, oleh karenanya aspek ini haruslah diperhatikan dengan baik.

(6)

Aspek manajemen serta organisasi merupakan suatu aspek yang cukup penting untuk dilakukan analisis terhadapnya dalam suatu analisis kelayakan proyek, hal ini dikarenakan walaupun suatu proyek telah dinyatakan layak untuk dilaksanakan tanpa didukung oleh struktur manajemen dan organisasi yang baik, maka bukan tidak mungkin proyek tersebut akan mengalami suatu kegagalan.

Istilah manajemen selalu dikaitkan dengan organisasi, hal tersebut dikarenakan sebagian besar dari hidup manusia berada dalam organisasi, baik itu organisasi formal maupun informal, dan didalam organisasi tersebut terdiri dari banyak sumber daya yang perlu diatur penggunaanya untuk mencapai tujuannya oleh karena itu organisasi perlu dikelola secara tepat, sehingga dikenal dengan suatu istilah yaitu manajemen.

Aspek manajemen memiliki kaitan serta peranan dalam pembangunan suatu proyek berupa manajemen dalam segi operasionalnya agar suatu proses pembangunan proyek dapat terus berlangsung dalam koridor yang direncakan dan dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dibutuhkan suatu keahlian yang khusus untuk bisa melakukan suatu manajemen terhadap operasional dan pembangunan suatu proyek. Adapun empat fungsi manajemen secara garis besar yakni perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling).

Efektivitas dan efisiensi sering digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu manajemen dalam mencapai tujuannya. Dikatakan efektif apabila terpenuhi target yang ingin dicapai baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Sedangkan efisiensi berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan suatu proyek. Dikatakan efisien apabila dapat menggunakan input (tenaga kerja, modal,

(7)

waktu, dan sebagainya) dengan seminimal mungkin untuk menyelesaikan suatu proyek. Dalam mencapai efektivitas dan efisiensi tersebut dikemukakan ada 3 (tiga) keterampilan manajemen yang harus dikuasai, yaitu keterampilan teknis (technical skill), keterampilan manusiawi (human skill), serta keterampilan konseptual (conceptual skill).

II. 1. 6. Aspek finansial

Aspek finansial ini memiliki kaitan dengan darimana sumber dana yang akan diperoleh dan proyeksi pengembaliannya dengan tingkat biaya modal dari sumber dana yang bersangkutan. Penting untuk mengetahui seberapa layaknya suatu proyek yang ditinjau dari segi finansial dikarenakan suatu proyek dalam masa operasionalnya haruslah mampu mengembalikan seluruh biaya yang telah habis digunakan selama proses pembangunan proyek tersebut berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Lebih lanjut dikatakan kembali oleh Kadariah (2001) bahwa apa yang dimaksud dalam analisis aspek finansial adalah menyelidiki terutama perbandingan antara pengeluaran dan “revenue earnings” proyek; apakah proyek itu akan terjamin dananya yang diperlukan; apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut, dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri.

II. 2. Biaya (cost) proyek

Dalam suatu kegiatan usaha transportasi, sebuah proyek transportasi memiliki 2 (dua) komponen utama biaya berupa biaya investasi (pengadaan sarana dan prasarana) dan biaya operasi dan pemeliharaan. Pengadaan

(8)

masing-masing komponen biaya tersebut tentunya disesuaikan dengan skenario atau pentahapan pengembangan suatu proyek yang direncanakan.

II. 2. 1. Biaya investasi

Biaya investasi merupakan pengeluaran sejumlah besar dana yang dibutuhkan mulai dari pra studi sampai proyek selesai dibangun. Biaya investasi ini terdiri dari :

1. Biaya untuk kereta dan kontrol sistem; 2. Biaya pembangunan stasiun;

3. Biaya konstruksi (pondasi, jalur, dan balok); 4. Biaya fasilitas pemeliharaan (depo);

5. Biaya untuk pembangkit listrik; 6. Biaya pembangunan kantor operator; 7. Biaya desain dan administrasi.

II. 2. 2. Biaya operasi dan pemeliharaan

Biaya operasi dan pemeliharaan merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat proyek telah beroperasi. Biaya operasi terdiri dari :

1. Gaji staff dan personel, yang merupakan pengeluaran untuk membayarkan gaji para personel yang terlibat yaitu personel manajemen, personel pemeliharaan, dan personel operasional;

2. Servis; 3. Suku cadang;

(9)

5. Asuransi.

II. 2. 3. Perhitungan nilai biaya tahunan

Biaya tahunan merupakan biaya yang masih diperlukan sepanjang umur proyek. Biaya tahunan terdiri dari tiga yaitu :

1. Bunga

Faktor bunga ini menyebabkan terjadinya perubahan pada biaya investasi selama umur ekonomis proyek. Bunga ini merupakan komponen terbesar yang diperhitungkan terhadap biaya investasi.

2. Biaya operasi dan pemeliharaan

Biaya ini diperlukan agar dapat memenuhi umur ekonomis proyek sesuai dengan yang direncanakan pada perencanaan desain. Besarnya biaya operasi dan pemeliharaan ini dapat diperoleh berdasarkan persentase dari biaya investasi atau dihitung secara detail.

II. 3. Keuntungan (benefit) proyek

Dalam melakukan analisis kelayakan ekonomi maupun finansial terhadap suatu proyek transportasi dilakukan dengan membandingkan secara langsung biaya pembangunan (cost) dengan manfaat langsung proyek (benefit) yang dihasilkan dari penghematan biaya pengguna jalan (road user cost). Adapun komponen utama yang dimaksud dengan biaya pengguna jalan (road user cost) yaitu Biaya Operasional Kendaraan (BOK) (Vehicle Operating Cost), nilai waktu perjalanan (value of travel time saving), serta biaya kecelakaan (accident cost)..

(10)

Disamping dari benefit yang diperoleh melalui penghematan biaya pengguna jalan (road user cost) ini, keuntungan (benefit) dalam transportasi juga bisa diperoleh secara langsung yang dalam hal ini didapat melalui pengembalian dari pembelian tiket (farebox) yang dilakukan oleh pengguna moda transportasi tersebut nantinya. Adapun dalam melakukan analisis ekonomi maupun finansial terdapat aspek-aspek yang harus dimasukkan ke dalam perhitungan yaitu aspek keuntungan (benefit) dan juga aspek biaya (cost). Dengan mengambil contoh referensi dari laporan akhir Kozhikode Monorail Project, diketahui bahwa kedua aspek benefit maupun cost pada analisis ekonomi dan finansial adalah sebagai berikut :

 Aspek Finansial

Tabel 2. 1. Biaya dan keuntungan aspek finansial

BIAYA (COST) KEUNTUNGAN (BENEFIT)

Investment Cost Fare Box (Tiket) Penambahan Rolling Stock Property Development and

Advertisement O&M Cost (staff cost, energy cost,

Maintenance cost)

(sumber : Kozhikode Monorail Project Report, 2012)

 Aspek Ekonomi

Tabel 2. 2. Biaya dan keuntungan aspek ekonomi

BIAYA (COST) KEUNTUNGAN (BENEFIT)

Capital Cost (construction, stations and depot, track laying, signalling

and telecommunication, Rolling stock, etc)

Annual Time Cost Saved

Recurring Cost (energy cost, maintenance cost, operation cost)

Annual Fuel Cost Saved Annual VOC Saved

(11)

Emission Saving Cost Accident Cost Saved (sumber : Kozhikode Monorail Project Report, 2012)

IV. 4. Analisis kelayakan ekonomi dan finansial

Dalam UU No. 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian disebutkan bahwa salah satu jenis perkeretaapian di Indonesia adalah kereta api monorel, dimana penyelenggaraan prasarana perkeretaapian yang terdiri dari pembangunan, pengoperasian, perawatan, serta pengusahaan prasarana dilakukan oleh badan usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri ataupun dengan proses kerjasama.

Kemudian dalam Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 3 tahun 2012, tentang panduan umum pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur, dikatakan bahwa untuk bisa melakukan dan melaksanakan proyek kerjasama atas prakarsa badan usaha harus memenuhi persyaratan bahwa harus layak baik itu secara ekonomi maupun finansial.

Namun apabila proyek menunjukkan hasil analisis yang menyatakan layak secara ekonomi akan tetapi tidak layak secara finansial, maka dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor : 223/PMK.011/2012, tentang pemberian dukungan kelayakan atas sebagian biaya konstruksi pada proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dikatakan bahwa pemberian dukungan kelayakan atas sebagian biaya konstruksi

(12)

pada proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha salah satunya adalah bertujuan untuk meningkatkan kelayakan finansial proyek kerjasama sehingga menimbulkan minat dan partisipasi badan usaha pada proyek kerjasama dan akan diberikan kepada proyek kerjasama yang telah memenuhi kriteria kelayakan ekonomi namun belum memenuhi kelayakan dari segi finansial, serta proyek kerjasama dilaksanakan dengan prinsip pengguna membayar. Selanjutnya dikatakan bahwa dukungan kelayakan yang akan diberikan pada suatu proyek kerjasama jika proyek tersebut memiliki nilai investasi paling kurang senilai Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar Rupiah).

II. 4. 1. Analisis kelayakan ekonomi

Dari komponen manfaat dan komponen biaya selanjutnya dilakukan kegiatan analisis kelayakan dengan menggunakan metode yang telah ada. Sehingga kajian tingkat kelayakan ekonomi dari proyek pembangunan tersebut diharapkan cukup komprehensif yang ditunjukkan dengan karakteristik komponen-komponen manfaat maupun komponen-komponen biaya yang dicakup dalam kajian/analisis kelayakan ekonomi tersebut.

Analisis kelayakan ekonomi pada dasarnya merupakan bagian terhadap manfaat yang ditimbulkan dengan adanya penanganan/pembangunan suatu proyek terhadap aktivitas perekonomian wilayah yang terpengaruh. Dan dengan mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk terlaksananya pembangunan suatu proyek tersebut.

Kelayakan ekonomi didefenisikan sebagai kelayakan bagi semua pihak yang memanfaatkan, baik langsung maupun tidak langsung dari suatu

(13)

pembangunan atau pengembangan suatu sistem transportasi. Dalam kaitannya terhadap analisis ekonomi, manfaat (benefit) yang diperoleh semestinya lebih besar jika dibandingkan dengan biaya (cost) yang dikeluarkan. Oleh karena itu, perhitungan manfaat merupakan faktor vital dalam memutuskan apakah suatu rencana pembangunan atau pengembangan, dalam hal ini, monorel tersebut layak dilaksanakan atau tidak.

Untuk menilai manfaat dari proyek yang dibangun maka dilakukan analisis ekonomi dengan menggunakan parameter dari analisis ekonomi antara lain Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Economic Internal rate of Return (EIRR), serta Profitability Index (PI). Proyek dikatakan layak secara ekonomi jika NPV > 0, BCR > 1, PI > 1, serta nilai IRR harus lebih besar dari tingkat suku bunga yang digunakan saat ini. Apabila NPV < 0, BCR < 1, PI < 1 serta nilai IRR lebih rendah dari tingkat suku bunga yang digunakan saat ini maka dapat dikatakan bahwa proyek tersebut tidak layak. sehingga dapat dikatakan biaya pelaksanaan akan lebih menguntungkan bila diinvestasikan di tempat lain untuk kegiatan yang lain.

II. 4. 2. Analisis kelayakan finansial

Oleh Abubakar, Iskandar (1997) Menjelaskan mengenai finansial dari suatu proyek sistem transportasi transit massal, dimana olehnya dijabarkan bahwa biaya dari proyek ini terdiri atas Construction Cost (Biaya Pembangunan), Land and Replacement Cost (Biaya tanah dan Ganti Rugi), serta Biaya Operasi dan maintenance, sedangkan Pengembalian dari proyek ini diharapkan diperoleh dari Pendapatan langsung yang dalam hal ini berasal dari pendapatan farebox (tiket).

(14)

Pada analisis kelayakan finansial ini dikembangkan skenario pemeriksaan kelayakan sesuai dengan rencana pengembangan skenario yang telah ditentukan sebelumnya.

Sama seperti melakukan analisis pada aspek ekonomi, Untuk menilai manfaat dari proyek yang dibangun maka dilakukan analisis finansial dengan menggunakan parameter dari analisis finansial antara lain Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Profitability Index (PI), serta Financial Internal rate of Return (FIRR). Proyek dikatakan layak secara ekonomi jika NPV > 0, BCR > 1, PI > 1, serta nilai IRR harus lebih besar dari tingkat bunga yang digunakan saat ini. Apabila NPV < 0, BCR < 1, PI < 1, serta nilai IRR lebih rendah dari tingkat suku bunga yang digunakan saat ini maka dapat dikatakan bahwa proyek tersebut tidak layak. Maka dapat dikatakan biaya pelaksanaan akan lebih menguntungkan bila diinvestasikan di tempat lain untuk kegiatan yang lain. Keputusan untuk melakukan investasi yang menyangkut sejumlah besar dana dilakukan dengan harapan mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang seringkali berdampak besar terhadap kelangsungan hidup suatu proyek.

II. 5. Hubungan analisis kelayakan suatu proyek dengan investasi

Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat adalah dengan melakukan investasi, seperti pembangunan proyek prasarana atau sarana produksi. Investasi yang sehat harus ditopang oleh prinsip-prinsip ekonomi universal sehingga akan mendorong kegiatan di segala bidang, seperti tersedianya lapangan pekerjaan, menambah produk pasaran, menaikkan tingkat penghasilan dan lain sebagainya.

(15)

Investasi atau penanaman modal adalah menyangkut penggunaan sumber-sumber yang diharapkan akan memberikan imbalan (pengembalian) yang menguntungkan di masa yang akan datang. Investasi pada prinsipnya adalah penggunaan sumber keuangan atau usaha dalam waktu tertentu dari setiap orang yang mempunyai keinginan untuk memperoleh keuntungan darinya. Investasi sendiri menurut segi waktunya dibagi menjadi dua tipe yaitu investasi jangka panjang dan investasi jangka pendek.

Investasi jangka panjang adalah suatu investasi yang memiliki ukuran waktu lebih dari satu periode (satu tahun). Dengan demikian harapan (expected) keuntungan di masa mendatang akan lebih dari dari satu periode. Investasi jenis ini biasanya tidaklah mudah untuk diperjualbelikan dikarenakan investasi ini menyangkut kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.

Investasi jangka pendek merupakan suatu jenis investasi yang memiliki ukuran rentang waktu yang biasanya kurang dari satu periode (satu tahun). Investasi semacam ini biasanya hanya bersifat sementara dengan tujuan untuk mendayagunakan atau memanfaatkan dana yang sementara ada.

Salah satu konsep investasi adalah penganggaran modal, sebab penganggaran modal merupakan suatu konsep penggunaan dana di masa yang akan datang yang diharapkan akan memperoleh keuntungan. Keuntungan atas sebagian besar investasi akan meluas diatas periode waktu yang panjang sehingga menunjukkan perlunya penggunaan teknik-teknik penilaian investasi yang mengakui nilai waktu uang.

Konsep nilai waktu uang, berlaku semacam ketentuan bahwan akan lebih baik menerima uang tunai awal ketimbang menerima uang tunai kemudian. Hal

(16)

ini juga berlaku dalam investasi, dimana investasi yang menjanjikan keuntungan lebih awal akan lebih disukai daripada yang menjanjikan keuntungan kemudian. Dari alasan tersebut menunjukkan bahwa investasi banyak mengandung resiko dan ketidakpastian. Karakteristik investasi akan dapat memberikan petunjuk untuk menggolongkan investasi kedalam beberapa golongan antara lain :

1. Investasi yang tidak dapat diukur labanya; 2. Investasi yang tidak menghasilkan laba; 3. Investasi yang dapat diukur labanya.

Untuk jenis investasi yang ketiga tersebut yaitu investasi dengan laba yang dapat diukur, perlu dilakukan suatu analisis atau studi kelayakan dengan meninjau dari berbagai aspek seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ini tidak berarti bahwa jenis investasi yang lainnya tidak memerlukan adanya suatu analisis ataupun studi kelayakan. Studi kelayakan tetap diperlukan pada jenis investasi lain tersebut, namun memiliki intensitas dan penekanan untuk masing-masing aspek berbeda dengan investasi yang dapat diukur labanya. Perbedaan intensitas dan penekanan masing-masing juga terjadi pada investasi yang dapat diukur labanya, hal ini disebabkan perbedaan sifat/karakteristik dari masing-masing aspek dalam analisis kelayakan untuk masing-masing jenis investasi yang dapat diukur labanya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Semakin besar dana yang tertanam dalam suatu proyek investasi, semakin tidak pasti estimasi yang dibuat, dan semakin kompleks faktor-faktor yang mempengaruhinya maka semakin intens/mendalam suatu studi/penelitian yang harus dilakukan. Dengan demikian apapun bentuk investasi yang akan dilakukan, diperlukan suatu analisis atau studi kelayakan meskipun intensitasnya berbeda, hal ini mengingat masa mendatang yang mengandung

(17)

penuh dengan ketidakpastian. Sebagai bahan pengambilan keputusan tentang sehat atau tidaknya suatu investasi, dilakukan suatu pengkajian maupun analisis terhadap kelayakan atas suatu usulan proyek sebelum melakukan proses pembangunan secara fisik, yaitu dengan menyiapkan analisis/studi kelayakan yang memperhatikan segala aspek yang memiliki relevansi kuat terhadap suatu usulan rencana proyek yang bersangkutan.

Dalam analisis kelayakan proyek ada beberapa kriteria yang sering dipakai untuk menentukan diterima atau tidaknya sesuatu usulan proyek, atau untuk menentukan pilihan antara berbagai macam usulan proyek. Berikut ini adalah beberapa kriteria penerimaan investasi yang sering dipakai oleh para pemberi dana, antara lain (Kadariah, 2001) :

1. Payback Period

Payback Period (periode pengembalian) adalah suatu metode untuk mengetahui berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan dana yang diinvestasikan pada suatu proyek. Periode pengembalian biasanya dinyatakan dalam jangka waktu per tahun.

𝑃𝑎𝑦𝑏𝑎𝑐𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 = 𝑛 +𝑎 − 𝑏

𝑐 − 𝑏× 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 … … … (2.1) Dimana :

n = Tahun terakhir dimana arus kas masih belum bisa menutupi initital investment

a = Jumlah investasi awal (initial investment) b = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke-n

(18)

Kriteria pengambilan keputusan :

 Jika payback period suatu rencana investasi/proyek mempunyai waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan payback period yang ditetapkan oleh investor/perusahaan, maka rencana investasi/proyek tersebut dapat dijalankan.

 Jika payback period suatu rencana investasi/proyek mempunyai waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan payback period yang ditetapkan oleh investor/perusahaan, maka rencana investasi/proyek tersebut dapat dijalankan.

Keunggulan metode payback period ini adalah:

1. Sederhana dan memberikan pengertian yang mudah tentang waktu pengembalian modal

2. Bagi proyek yang memiliki resiko yang semakin lama semakin tinggi, maka dengan mengetahui kapan akan diperoleh pengembalian modal akan sangat membantu untuk memutuskan disetujui atau tidaknya suatu proyek 3. Investasi yang menghasilkan produk dengan model yang relatif cepat

berubah, perlu diketahui kapan periode pengembalian akan dicapai.

4. Cukup akurat untuk mengukur nilai investasi yang diperbandingkan untuk beberapa kasus dan bagi pembuat keputusan.

Kelemahan metode payback period ini adalah : 1. Tidak memperhatikan nilai waktu uang

(19)

2. Tidak memberikan gambaran bagaimana situasi arus kas setelah periode pengembalian selesai

3. Tidak dapat secara khusus menentukan maksimalisasi kekayaan perusahaan

2. Gross Benefit/Cost Ratio

Yang dimaksud dengan gross cost adalah biaya modal (capital cost) atau biaya investasi permulaan, dan biaya operasi dan pemeliharaan, sedangkan yang dihitung sebagai gross benefit adalah nilai total keuntungan yang diperoleh.

𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠𝐵

𝐶𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =

𝑃. 𝑉. 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡𝑠

𝑃. 𝑉. 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑐𝑜𝑠𝑡𝑠 … … … (2.2)

3. Net Benefit/Cost Ratio

Merupakan perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif (net costs).

𝑁𝑒𝑡𝐵

𝐶𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =

∑ 𝑃. 𝑉. 𝑛𝑒𝑡 𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡𝑠 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓

∑ 𝑃. 𝑉. 𝑛𝑒𝑡 𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡𝑠 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓… … … (2.3)

4. Profitability Ratio/Index

Terkadang orang ingin mengetahui besarnya net return bagi modal investasi yang ditanam dalam proyek. Nilai profitability ratio ini sendiri merupakan nilai yang membandingkan antara besarnya nilai net return dengan

(20)

nilai investasi. Profitability ratio ini disebut juga dengan benefit and cost ratio. Metode ini merupakan perbandingan antara total present value arus kas masuk (cash inflow) dengan investasi awal (initial investment). Metode ini memberikan hasil yang konsisten dengan metode Net Present Value (NPV).

𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑥

= 𝑃. 𝑉. 𝑑𝑎𝑟𝑖 (𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡 − 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂&𝑀)

𝑃. 𝑉. 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 … … … . (2.4)

Kriteria pengambilan keputusan :

 Jika PI ≥ 1, maka usulan investasi/proyek dapat diterima dan dilaksanakan;  Jika PI < 1, maka usulan investasi/proyek ditolak dan tidak dapat

dilaksanakan;

 Jika terdapat dua rencana investasi/proyek yang bersifat mutually exclusive, maka investasi/proyek yang memiliki PI yang terbesar yang dipilih, dengan asumsi PI kedua usulan investasi/proyek adalah ≥ 1.

Keunggulan metode profitability ratio ini adalah : 1. Memperhitungkan nilai waktu dari uang;

2. Memperhitungkan arus kas selama usia ekonomis investasi/proyek; 3. Memperhitungkan nilai sisa investasi/proyek.

(21)

 Metode ini harus didahului dengan aplikasi metode Net Present Value (NPV) sehingga pemakaiannya memerlukan perhitungan ganda.

5. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah suatu metode penilaian investasi dalam aset riil yang sangat populer dan yang paling direkomendasikan hingga saat ini. Kriteria metode Net Present Value (NPV) didasarkan atas konsep pendiskontoan seluruh arus kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung angka bersihnya, akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga pasar saat ini. Berarti dua hal yang harus diperhatikan yaitu faktor nilai waktu dari uang dan (selisih) besar arus kas masuk dan keluar, hal ini sangat membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. Net Present Value (NPV) atau nilai sekarang bersih dari suatu rencana investasi dapat diperoleh dengan cara mencari selisih antara total present value arus kas masuk (cash inflow) dengan investasi awal (initial investment). Metode ini dipandang sebagai pengukur profitabilitas suatu proyek yang terbaik karena metode ini memfokuskan pada kontribusi investasi kepada kemakmuran investor. Tujuan dari kebijaksanaan pembangunan adalah untuk mendapatkan hasil neto (net benefit) yang maksimal yang dapat dicapai dengan investasi modal atau pengorbanan sumber-sumber lain, dalam hal ini yang dipakai sebagai ukuran adalah the net present value dari proyek.

(22)

Kriteria pengambilan keputusan :

 Jika NPV > 0 (nol) atau positif (+), maka usulan investasi/proyek diterima dan dapat dilaksanakan;

 Jika NPV < 0 (nol) atau negatif (-), maka maka usulan investasi/proyek ditolak dan tidak dapat dilaksanakan;

 Jika terdapat dua rencana usulan investasi/proyek yang bersifat mutually exclusive, maka usulan investasi/proyek yang memiliki nilai NPV yang positif (+) yang terbesar yang dipilih dan dilaksanakan.

Keunggulan metode Net Present Value (NPV) ini adalah :

1. Memperhitungkan nilai waktu dari uang

2. Memperhitungkan arus kas selama usia ekonomis investasi 3. Memperhitungkan nilai sisa investasi.

Kelemahan metode Net Present Value (NPV) ini adalah :

1. Manajemen harus dapat menaksir tingkat biaya modal yang relevan selama usia ekonomis investasi;

2. Jika suatu rencana investasi memiliki nilai investasi awal (initial investment) yang berbeda, serta usia ekonomis yang juga berbeda, maka nilai Net Present Value (NPV) yang lebih besar belum menjamin sebagai suatu rencana investasi/proyek yang lebih baik;

(23)

3. Derajat kelayakan tidak hanya dipengaruhi oleh arus kas, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor usia ekonomis investasi/proyek.

6. Internal Rate of Return (IRR)

Merupakan suatu discount rate yang menyamakan present value arus kas masuk (cash inflow) dengan investasi awal (initial investment) sehingga dapat membuat besarnya NPV proyek sama dengan nol, atau yang dapat membuat B/C ratio = 1. Tingkat pengembalian atau Internal Rate of Return dari suatu investasi atau suatu penggunaan dana dapat didefenisikan sebagai tingkat suku bunga yang akan menyebabkan nilai ekivalen ongkos/biaya sama dengan nilai ekivalen penerimaan, atau dengan perkataan lain pada tingkat suku bunga berapa nilai ekivalen penerimaan sama dengan nilai ekivalen ongkos. Nilai IRR ini diperoleh dengan cara coba-coba, mula-mula memakai discount rate yang diperkirakan mendekati besarnya IRR. Apabila telah memberikan NPV yang positif, maka harus dicoba discount rate yang lebih tinggi, dan seterusnya sampai diperoleh NPV yang negatif. Kemudian lakukan interpolasi antara discount rate yang tertinggi (i’) yang masih memberi nilai NPV yang positif (NPV’), dan discount rate terendah (i”) yang memberi NPV negatif (NPV”).

𝐼𝑅𝑅 = 𝑖+ 𝑁𝑃𝑉

𝑁𝑃𝑉− 𝑁𝑃𝑉"(𝑖" − 𝑖′) … … … (2.6) Kriteria pengambilan keputusan :

 Jika nilai IRR lebih besar daripada tingkat suku bunga deposito maka investasi tersebut adalah menguntungkan, karena tingkat pengembalian investasi

(24)

tersebut lebih menarik dibandingkan dengan menyimpan uang (modal) di bank, sehingga proyek dapat diterima dan dilaksanakan.

 Jika nilai IRR lebih kecil daripada tingkat suku bunga deposito maka investasi tersebut adalah tidak menguntungkan, karena bila ditinjau dari tingkat pengembalian investasi maka menyimpan uang (modal) di bank lebih menarik dibandingkan dengan melakukan investasi pada proyek tersebut, sehingga proyek ditolak dan tidak dapat dilaksanakan.

Keunggulan metode Internal Rate of Return (IRR) ini adalah :

1. Tidak mengakibatkan aliran kas selama periode proyek; 2. Memperhitungkan nilai waktu daripada uang;

3. Mengutamakan aliran kas awal daripada aliran kas yang terjadi pada periode-periode akhir proyek.

Kelemahan metode Internal Rate of Return (IRR) ini adalah :

1. Memerlukan perhitungan COC (Cost Of Capital) sebagai batas minimal dari nilai yang mungkin dicapai;

2. Lebih sulit dalam melakukan perhitungan.

(25)

Dalam hal proyek-proyek infrastruktur yang memakan biaya sangat besar dan memiliki masa pengembalian yang sangat lama seperti umum terjadi pada proyek-proyek transportasi, biasanya dana yang diperoleh bisa berasal dari Organisasi Keuangan berupa pinjaman investasi. Adapun berikut ini organisasi yang memberi pinjaman investasi dana dalam rentang waktu yang cukup panjang yaitu :

1. International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang berdiri pada tahun 1944 dengan tujuan memberikan pinjaman dana investasi kepada negara-negara ekonomi menengah dengan bunga yang hampir sama dengan pasar.

2. International Development Association (IDA) yang berdiri pada tahun 1960 dengan tujuan memberikan pinjaman dana investasi kepada negara yang miskin dengan bunga dibawah pasar.

3. PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero), yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan pada tanggal 26 Februari 2009. Sesuai dengan PMK No. 100/PMK.010/2009, berdirinya PT. SMI adalah sebagai penunjang dalam sistem KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta), dalam hal penyedia dana investasi pada pembangunan infrastruktur nasional. KPS sendiri merupakan bentuk kontrak kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur atau layanan publik dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu proyek yang pernah didanai oleh PT. SMI ini adalah pembangunan KA bandara Soekarno-Hatta di Jakarta dengan nilai total proyek mencapai Rp. 20 Trilyun. Pada gambar berikut ini disajikan berbagai jenis kontrak KPS yang dikategorikan berdasarkan alokasi investasi.

(26)

Gambar 2.1. Berbagai jenis kontrak KPS berdasarkan investasi

Tabel 2. 3. Sumber pendanaan

No Sumber Pendanaan Payback Period

1. International Bank for Reconstruction and Development (IBRD)

hingga 15-20 tahun

2. International Development Association (IDA)

hingga 35-40 tahun

3. PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero)

hingga 20-30 tahun

II. 7. Sarana transportasi monorel

Monorel merupakan sebuah metro atau kendaraan lainnya dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan dengan sendirinya, pada monorel kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel pada monorel ini terbuat dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet sehingga tidak menimbulkan suara yang bising seperti halnya pada kereta konvensional. Monorel sendiri sampai saat ini telah dioperasikan di

(27)

Kereta monorel berjalan pada lintasan rel tunggal yang ditarik oleh dua roda vertikal yang berjalan pada dasar pinggiran lintasan, serta dipadu oleh dua roda lainnya yang dipasang horizontal dan berputar melawan sisi lintasan. Kereta monorel ini sepenuhnya bertenaga listrik yang membangkitkan gaya tolakan antara motor linier (kumparan) yang dipasang dibawah kereta dengan piringan reaksi yang diletakkan di balok lintasan kereta. Kecepatan dikendalikan oleh operator, yang mengatur jumlah listrik yang memutar motor. Dengan suspensi unik yang ditunjang dengan motor linier jenis khusus, dengan gerbong berbahan aluminium, dan mampu melaju dengan kecepatan tinggi.

II. 7. 1. Sejarah monorel

Monorel pertama dibuat di Rusia pada tahun 1820 oleh Ivan Elmanov. Upaya untuk menciptakan alternatif monorel untuk jalur kereta api konvensional telah dilakukan sejak awal abad ke-19. Sekitar 1879 sistem "rel tunggal" diusulkan secara independen oleh Haddon dan oleh Stringfellow, yang menggunakan sebuah rel terbalik. Sistem ini ditujukan untuk penggunaan militer, tetapi juga dapat diterapkan pada penggunaan sipil sebagai kereta api murah. Salah satu sistem monorail pertama direncanakan di Amerika Serikat berada di New York City pada awal 1930-an. Tapi monorail dimundurkan bukan untuk sistem kereta api tinggi.

Beberapa kalangan percaya bahwa pekerjaan awal Monorail dimulai pada tahun 1950 ketika General Motors sedang melakukan penelitian di rumah di jalan raya otomatis dan perusahaan lain yang mengembangkan ide-ide tentang sistem yang menggunakan kendaraan driverless di guideways terpisah. Pada akhir

(28)

1950-an, Transit Authority New York City bereksperimen dengan operasi otomatis untuk rapid transit dalam proyek yang disebut "Shuttle Automatic Motorman" (SAM). Sistem ini beroperasi selama sekitar dua tahun di awal 1960-an di Shuttle ke-42 antara Times Square dan Grand Central Terminal.

Pada tahun 1958, Alan Hewes of Cape May, New Jersey membentuk Universal Design Limited untuk mengembangkan monorel yang mengangkang balok. Sistemnya dipasang di sepuluh taman hiburan, Fairgrounds, dan kebun binatang sebelum diambil alih oleh Westinghouse Air Brake Company (WABCO). Pada akhir 1960-an, insinyur WABCO mengembangkan versi otomatis yang dipasang di bandara Houston pada tahun 1972.

Selama periode yang sama, Charles Paine membentuk America Crane Hoist Company dan salah satu tujuan dari perusahaan adalah untuk mengembangkan sistem monorel ditangguhkan untuk Los Angeles Fairgrounds pada tahun 1962 dan New York World Fair pada tahun 1964-1965. Dari pengalamannya datang sistem Jetrail Braniff Airlines. Dimana sistem otomatis monorel yang sepenuhnya ditangguhkan di Dallas Love Field yang menghubungkan tempat parkir yang jauh dengan bangunan terminal.

Sementara itu di seberang Atlantik, Habegger Limited, sebuah perusahaan keluarga kecil Swiss yang dimiliki secara independen mengembangkan "straddle beam monorail" untuk Pameran Nasional Swiss di Lausanne pada tahun 1964. Sejumlah aplikasi ini yang kemudian diikuti seluruh dunia dan sistem ini merupakan yang otomatis pertama untuk Expo'67 - eksposisi dunia di Montreal, Kanada. Desain terbukti tahan lama dan populer dan menjadi asal-usul monorel yang sekarang ditawarkan oleh beberapa perusahaan.

(29)

Upaya untuk merintis diprakarsai oleh perusahaan-perusahaan kewirausahaan kecil yang dimana semua dengan sistem kecepatan rendah dipasarkan terutama untuk aplikasi tujuan khusus di pameran, Fairgrounds, dan kebun binatang. Upaya awal untuk menggunakan sistem teknologi yang sederhana untuk aplikasi transit perkotaan yang sama sekali tidak berhasil. Cerita mungkin berakhir jika pemerintah federal AS tidak ikut terlibat. Pemerintah AS mulai mendukung monorel dengan menyediakan hibah untuk Westinghouse pada awal 1960-an untuk membantu dalam pembangunan fasilitas uji di South Park, dekat Pittsburgh, untuk sistem yang dikenal sebagai "Sky bus" atau "Transit Expressway". Sistem ini menampilkan kendaraan pertama otomatis dengan karet-lelah mampu beroperasi dengan headways 60 detik. Kendaraan ini memiliki kapasitas sekitar 100 penumpang dan kecepatan tertinggi 80 km / jam.

II. 7. 2. Jenis monorel

Secara keseluruhan monorel yang telah beroperasi di seluruh dunia, ada dua jenis monorel secara umum, yaitu :

1. Tipe straddle-beam, dimana pada tipe ini kereta berjalan diatas rel, dan 2. Tipe suspended dimana pada tipe ini kereta letaknya bergantung dan

(30)

Gambar 2. 2. Monorel tipe straddle-beam

Gambar 2. 3. Monorel tipe suspended

Jenis monorel yang akan dipakai dalam penelitian ini merupakan monorel tipe Straddle-beam produksi Bombardier, dimana kereta berjalan diatas rel. Berikut ini beberapa data mengenai monorel yang akan digunakan dalam penelitian ini :

(31)

Gambar 2.4. Spesifikasi dan ukuran monorel

 Type of vehicle : INNOVIA Monorail 300

 Maximum train consist : 2 to 8 car trains

 Vehicle guidance : Straddle-beam monorail

 Maximum design speed : 80 km/h

 Vehicle capacity : 502 passengers (4 car trains)

II. 7. 3. Kelebihan dan kelemahan monorel

Sebagai salah satu sarana angkutan massal, monorel dianggap cukup efektif dalam mengatasi permasalahan kemacetan oleh banyak kalangan, akan tetapi dibalik itu terdapat beberapa kelebihan serta kelemahan daripada monorel itu sendiri, seperti disebutkan di bawah ini :

Kelebihan monorel :

1. Membutuhkan ruang yang kecil baik itu ruang vertikal maupun horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta dan karena dibuat di atas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga.

2. Tidak menimbulkan kebisingan karena menggunakan rel yang terbuat dari beton dan roda monorel terbuat dari karet, serta tidak menimbulkan polusi udara seperti halnya sarana transportasi lain.

3. Bisa melakukan manuver seperti menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepat dibandingkan dengan kereta konvensional.

(32)

4. Tingkat keamanan yang lebih tinggi karena pada monorel, rel dijepit oleh roda kereta sehingga resiko terguling jauh lebih kecil, serta resiko untuk menabrak pun sangatlah minim.

5. Relatif tidak memerlukan pembebasan tanah dalam proses pembangunan monorel ini dikarenakan strukturnya yang melayang, serta memiliki kolom dan beam yang ramping).

6. Kapasitas angkut yang relatif besar, yakni bisa mencapai 30.000 orang penumpang per jam per arah.

7. Waktu tempuh dari monorel yang relatif singkat karena mampu melakukan manuver lebih cepat dan tidak mengalami hambatan selama berjalan.

Kelemahan monorel :

1. Dalam keadaan darurat, penumpang monorel tidak bisa langsung dievakuasi atau diselamatkan karena tidak ada jalan keluar kecuali pada stasiun/halte monorel yang terdekat.

2. Biaya untuk pembangunan monorel ini sangatlah besar sehingga apabila tidak dilakukan kajian secara tepat terlebih dahulu maka dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar.

II. 7. 4. Beberapa monorel yang direncanakan di Indonesia

Monorel merupakan salah satu sarana transportasi perkotaan yang sudah banyak digunakan di berbagai kota besar di sejumlah negara di dunia. Di

(33)

dibangun, berikut ini beberapa monorel yang sedang direncanakan di beberapa daerah lain di Indonesia :

1. Monorel Jakarta

Jakarta yang merupakan ibukota dari Indonesia dan juga kota terbesar di Indonesia telah melakukan perencanaan terhadap pembangunan proyek sarana transportasi monorel yang terdiri dari 2 jalur, dimana pada jalur 1 terdapat 15 stasiun dengan panjang jalur 14,7 km dan pada jalur 2 terdapat 12 stasiun dengan panjang jalur 10,3 km, sehingga total panjang lintasan adalah ± 25 km. Masa pengelolaan dari monorel ini sendiri adalah selama 40 tahun, dengan biaya total pembangunan yang direncanakan mencapai Rp. 12 trilyun. 2. Monorel Bandung

Bandung merupakan kota lainnya yang berada di Indonesia, dimana kota ini juga sedang melakukan perencanaan terhadap pembangunan proyek sarana transportasi monorel yang terdiri dari 2 koridor rencana. Koridor 1 memiliki 15 stasiun dengan panjang rute total adalah 10,147 km yang memakan biaya Rp. 2.279.255.000.000,- dan Koridor 2 yang memiliki 16 stasiun rencana dengan panjang total rute 20,046 km yang memakan biaya Rp. 3.912.590.000.000,-. Total biaya yang diperlukan untuk pembangunan monorel di Kota Bandung ini diperkirakan mencapai nilai USD 2,868,040,000.

3. Monorel Surabaya

Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia, dimana perencanaan pembangunan sarana transportasi juga sedang direncanakan di kota ini. Terdapat 2 koridor yang direncanakan dilalui oleh monorel di Kota

(34)

ini, yaitu Koridor Utara – Selatan serta Koridor Timur – Selatan. Biaya pembangunan monorel yang direncanakan di Kota ini mencapai nilai USD 990.000.000,-.

4. Monorel Sumatera Selatan

Dalam perencanaannya, terdapat 4 koridor operasional monorel yang direncanakan di Sumatera Selatan ini. Koridor 1 melintasi jalur Masjid Agung – Jakabaring - South Ring Road, koridor 2 melintasi jalur Prameswara – UNSRI Bukit – Kapten Rivai – Veteran – Perintis Kemerdekaan – RE Martadinata – Mayor Zen, koridor 3 melintasi jalur Demang Lebar Daun – Basuki Rahmat – R. Sukamto – Abdul Rozak – Patal Pusri, dan koridor 4 melintasi jalur Sultan Mahmud Badaruddin II Airport – Masjid Agung. Biaya total keseluruhan yang diperlukan untuk proses pembangunan monorel di Kota ini diperkirakan mencapai USD 550.000.000,-.

II. 8. Penelitian yang terkait

Berikut ini beberapa pencapaian dalam penelitian terdahulu yang telah dilakukan dan memiliki kesamaan aspek dengan penelitian ini, diantaranya adalah :

1. Park, Naesun, Ieda, Hitoshi and Yoon, Hyuk Ryul. 2003. The Feasibility Study On The New Transit System Implementation To The Congested Area

In Seoul. Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies.

Vol.5. 3169-3178.

Menjelaskan bahwa dalam menerapkan suatu sistem transit baru terlebih dahulu harus dilakukan suatu uji terhadap kelayakan sistem tersebut. Di dalam

(35)

penelitian ini dijelaskan dalam melakukan studi kelayakan suatu sistem transit, langkah yang harus diambil terlebih dahulu adalah menentukan sebuah rute yang memiliki perkiraan tingkat permintaan paling baik terhadap sistem tersebut. Kemudian selanjutnya melakukan suatu prediksi permintaan terhadap transportasi dan pembagian zona transportasi berdasarkan data OD yang telah ada. Selanjutnya dilakukan survey SP (Stated Preference) untuk dapat memperkirakan berbagai parameter pemilihan moda terhadap perilaku masing-masing individu. Kemudian dilakukan sistem penyeleksian terhadap pemilihan moda transit baru dengan memeriksa dari sudut pandang keberlanjutan ekonomi dan finansial. Untuk indeks analisis kelayakan digunakan Net Present Value (NPV), B/C ratio (Rasio Biaya/Keuntungan), dan tingkat pengembalian (IRR).

2. Baek, Joo Hyun, et al. 2007. The Economic Feasibility Study for Introduction of Urban Transit Maglev Train. Proceeding of the Eastern

Asia Society for Transportation Studies. Vol. 6.

Menjelaskan bahwa sebelum melakukan analisis kelayakan ekonomi, terlebih dahulu perlu dihitung Benefit-Cost Ratio. Rasio ini digunakan untuk mengukur faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif karena kadang-kadang manfaat dan biaya tidak dapat diukur secara eksklusif dalam hal finansial. Langkah kedua adalah melakukan perhitungan terhadap nilai dari Net Present Value (NPV), dimana ini merupakan suatu metode standar untuk penilaian finansial suatu proyek jangka panjang. Selanjutnya langkah ketiga adalah perlu dilakukan perhitungan terhadap nilai Internal Rate of Return (IRR). Internal

(36)

Rate of Retun (IRR) adalah suatu metode penganggaran modal yang biasa digunakan oleh suatu perusahaan untuk memutuskan apakah mereka harus membuat investasi jangka panjang terhadap suatu proyek. Sebuah proyek adalah proposisi investasi yang baik jika nilai IRR lebih besar dari tingkat pengembalian yang dapat diterima oleh investasi alternatif (investasi dalam proyek-proyek lain, membeli obligasi, atau menempatkan uang di rekening bank). Periode analisis biasanya 30 tahun di industri kereta api umum dan 20 tahun di angkutan kereta perkotaan maglev dalam kerangka teknologi baru. Dalam studi ini, kelayakan ekonomi konservatif dianalisis dalam waktu 10 tahun periode analisis.

3. Abubakar, Iskandar. 1997. Financing Jakarta’s Mass Transit System. Proceeding of the Eastern Asia Society for Transportation Studies. Vol. 1. 263-275.

Menjelaskan mengenai finansial dari suatu proyek sistem transit massal. Disini dijabarkan bahwa biaya dari proyek ini terdiri atas Construction Cost (Biaya Pembangunan), Land and Replacement Cost (Biaya tanah dan Ganti Rugi), serta Biaya Operasi dan maintenance, sedangkan Pengembalian dari proyek ini diharapkan diperoleh dari Pendapatan langsung yang dalam hal ini berasal dari pendapatan farebox (tiket), membiarkan konsesi dalam stasiun dan menyewa ruang iklan dalam stasiun, kemudian ada juga pengembalian yang diperoleh dari Pengembangan Properti yang dalam hal ini Pendapatan tidak langsung untuk MRT dapat diperoleh dari penjualan Hak Pengembangan Properti (PDR). Disini juga dijelaskan bahwa struktur kepemilikan dari proyek

(37)

ini menggunakan bentuk kemitraan pemerintah dan swasta, atau yang sering disebut PPP (Public Private Partnership) dikarenakan Konsep generik dari PPP memanfaatkan potensi kontribusi sektor swasta dapat membuat proyek melalui pengaksesan keterampilan sektor swasta dalam cara yang lebih efektif dibandingkan melalui pendekatan pekerjaan umum yang normal.

4. Parekh, Jwalant A., Raval, N. G. and Dodiya, Drupad. 2013. Overview Of Monorail Rapid Transit System. Journal Of Information, Knowledge And

Research In Computer Engineering. Vol. 02. Issue-02. ISSN 0975-6760. 285-291.

Disini dijelaskan sedikit gambaran beberapa jenis monorel yang telah dipakai di dunia. Chongqing Monorail merupakan Sistem monorel ALWEG jenis pertama China secara resmi dibuka pada tanggal 18 Juni 2005 di Chongqing, Cina. Monorel ini mampu membawa penumpang hingga 30.000 penumpang/jam pada jam-jam sibuk. Kemudian ada Kozhikode Monorail yang digunakan di Kota Kozhikode yang merupakan ibukota tradisional Utara Kerala dan kota yang paling penting dari wilayah Malabar. Yang paling canggih adalah Sistem Komunikasi Berbasis Pengendali Kereta (CBTC), umumnya sesuai dengan IEE 1474 dan ATS (Pengawasan Kereta Otomatis) telah diusulkan untuk Kozhikode Monorail Project. Tokyo Monorail, Monorel ini telah beroperasi tanpa cacat sejak tahun 1964 ketika dibuka dalam waktu untuk Olimpiade tahun itu. Monorel ini juga merupakan monorel dengan catatan jalur tersibuk di dunia. Ini merupakan contoh terbaik dari kemampuan beradaptasi monorel untuk Lingkungan Sekitarnya. Selanjutnya ada Mumbai

(38)

Monorail, monorel ini terdiri dari 4 rangkaian gerbong dengan kapasitas kereta maksimum 568, dan memiliki kecepatan desain 80 Km/jam. Monorail Mumbai ini memiliki jam operasional sekitar 500-2400 jam. Dalam jurnal ini juga dijelaskan karakteristik-karakteristik dari sistem monorel dimana dikatakan bahwa monorel paling cocok untuk jarak 6-50 Km. Monorel dapat berfungsi sebagai penghubung dari daerah sub perkotaan ke daerah CBD.

5. Lubis, Harun Al-Rasyid Sorah, et al. 2003. Future Feasibility Study Procedure for Indonesia Railway. Proceeding of the Eastern Asia Society for Transportation Studies. Vol. 4. 57-72.

Menjelaskan mengenai kerangka metodologi penilaian suatu kelayakan, dimana langkah-langkah dalam analisis kelayakan dimulai dari yang pertama sekali adalah penetapan Stakeholder yang terlibat dalam analisis kelayakan proyek ini, kemudian dilakukan penetapan pilihan alternatif yang tersedia dalam studi kelayakan ini, Dalam hal ini perlu dipastikan bahwa pilihan alternatif dapat dibandingkan satu sama lain untuk setiap aspek. Selanjutnya adalah penentuan kriteria yang harus mempertimbangkan pengaruh hasilnya, baik jangka panjang strategis dan atau pengaruh kecil dan sementara. Pada dasarnya, kriteria dapat berupa kuantitatif atau kualitatif. Kemudian dilakukan penilaian dampak/metode pengukuran, dimana dijelaskan disini bahwa untuk kriteria yang berhubungan dengan biaya, harga pasar langsung mungkin layak untuk digunakan, tetapi untuk kriteria yang tidak memiliki 'pasar' perlu ditemukan metode pengukuran, misalnya dengan menggunakan kuasi pasar dan lain sebagainya. Tahap berikutnya adalah penentuan Nilai Utilitas, dimana ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan, terkait dengan skala

(39)

pengukuran, normalisasi, arah penilaian dan metode pengukuran. Kemudian dilakukan penentuan Kriteria Pembobotan terhadap berbagai aspek yang dianalisis untuk setiap alternatif pilihan. Dalam hal ini, masing-masing aspek tersebut dibagi dalam kriteria lebih detail, seperti aspek ekonomi / finansial dibagi ke IRR dan biaya per penumpang-km, dan lain-lain. Kemudian tahapan terakhir dari analisis kelayakan adalah melakukan Uji Sensitivitas, misalnya dengan mengubah skenario (atau mengubah dampak atau manfaat nilai, dan lain-lain), setelah itu, hasil dari skenario tersebut kembali dibandingkan dengan hasil semula untuk mengevaluasi seberapa besar pengaruh perubahan mereka bisa diantisipasi.

6. Budhiarta R. M., I Nyoman, dkk. 2014. Analisis Kelayakan Finansial Pengoperasian Bus Trans Sarbagita Koridor VI. The 17th FSTPT International Symposium, Jember University. Vol. 2. No. 1. ISSN 2356-0509. 207-222.

Dijelaskan bahwa dalam penelitian ini kriteria investasi ditentukan berdasarkan nilai dari 3 kriteria yaitu NPV, BCR, dan IRR. Analisis finansial dilakukan untuk meninjau kelayakan proyek dari sisi penanam modal (investor) yaitu sejauh mana keuntungan yang diperoleh atas investasi yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa dalam memprediksi pendapatan juga perlu diketahui rata-rata pertumbuhan demand (permintaan). Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan menggunakan 3 kondisi yang dapat menguji pengaruh dari parameter yang akan merubah suatu

(40)

keputusan yaitu : kondisi dimana benefit turun 20 %, kondisi dimana cost naik 20 %, dan yang terakhir kondisi dimana cost naik 20 % dan benefit turun 20 %. 7. Raju, Sudhakar. 2008. Project NPV, Positive Externalities, Social Cost-Benefit Analysis-The Kansas City Light Rail Project. Journal Of Public

Transportation. Vol. 11. No. 4. 59-88.

Disini dijelaskan bahwa yang termasuk dalam analisis biaya-keuntungan sosial (Social Cost-Benefit Analysis) diuraikan menjadi beberapa aspek pembiayaan berikut, yaitu biaya eksternal penumpang suatu moda transportasi yang didalamnya terdiri atas aspek-aspek seperti Polusi udara, penggunaan bahan bakar dan polusi air, kebisingan, kemacetan, kecelakaan, biaya jasa jalan raya, biaya parkir, serta ketidakefisiensian biaya dan pajak pengguna jalan raya. Selanjutnya yang juga masih termasuk dalam aspek Social Cost-Benefit Analysis adalah dampak penggunaan lahan dari perjalanan, dimana kategori biaya ini terdiri dari aspek lingkungan, aspek estetika dan budaya, aspek biaya-biaya sosial, aspek biaya pelayanan publik (kota), dan aspek Transportasi (mengakibatkan pengurangan akses).

II. 9. Kajian hukum dan peraturan terkait

Dalam melakukan penelitian terhadap analisis kelayakan ekonomi dan finansial dalam perencanaan monorel di Kota medan, terdapat beberapa peraturan-peraturan yang bisa dijadikan acuan hukum terkait hal tersebut sebagaimana diketahui secara umum dalam penyelenggaraan proyek-proyek transportasi

(41)

dilakukan dengan konsep kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha lainnya, diantaranya yaitu :

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2007, tentang perkeretaapian.

Tertuang dalam pasal 4 Undang-undang tersebut bahwa salah satu jenis perkeretaapian di Indonesia adalah kereta api monorel, dimana pada pasal 23 tertulis bahwa penyelenggaraan prasarana perkeretaapian yang terdiri dari pembangunan, pengoperasian, perawatan, serta pengusahaan prasarana dilakukan oleh badan usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri ataupun dengan proses kerjasama. Akan tetapi dalam hal apabila tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan prasarana, Pemerintah ataupun pemerintah daerah dapat melaksanakannya.

Kemudian pada pasal 31 tertulis bahwa penyelenggaraan sarana perkeretaapian yang meliputi pengadaan, pengoperasian, perawatan, serta pengusahaan sarana dilakukan oleh badan usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri atapun dengan proses kerjasama. Akan tetapi dalam hal apabila tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan sarana, Pemerintah ataupun pemerintah daerah dapat melaksanakannya.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2009, tentang penyelenggaraan perkeretaapian.

Pada pasal 34 kembali dituliskan bahwa di Indonesia, monorel dikategorikan dalam salah satu jenis sarana angkutan kereta api. Menyambung dari UU No. 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian, pada pasal 175 Peraturan ini dituliskan bahwa penyelenggaraan prasarana

(42)

perkeretaapian dalam pelaksanaanya ditugaskan kepada badan usaha yang dibentuk untuk keperluan tersebut dimana dalam maksud dan tujuan badan usaha tersebut jelas tertulis bergerak dalam bidang prasarana perkeretaapian, serta penugasannya dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam hal tidak adanya badan usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian, maka pemerintah ataupun pemerintah daerah yang melaksanakannya.

Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian oleh pemerintah maupun pemerintah daerah dimaksudkan karena tidak ada Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian, dan penyelenggaraan prasarana perkeretaapian secara ekonomis bersifat tidak komersil (biaya operasional dan perawatan lebih besar dari pendapatan).

Pada pasal 176, tertulis bahwa dalam hal penyelenggaraan prasarana perkeretaapian secara ekonomi sudah bersifat komersial, pemerintah atau pemerintah daerah mengalihkan penyelenggaraan kepada Badan Usaha yang hanya meliputi pengalihan operasional, perawatan, dan pengusahaan prasarana perkeretaapian, sedangkan pengalihan bangunan prasarana hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 tahun 2012, tentang kewajiban pelayanan publik dan subsidi angkutan perintis bidang perkeretaapian, biaya penggunaan prasarana perkeretaapian milik negara, serta perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara.

(43)

Dalam rangka menyediakan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau, pemerintah menyelenggarakan subsidi angkutan yang dioperasikan dalam waktu tertentu, tetapi secara komersial belum menguntungkan. Kemudian dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana angkutan perkeretaapian, menteri setelah berkordinasi dengan menteri keuangan menetapkan tarif angkutan perkeretaapian, dimana selisih antara biaya operasi dengan pendapatan yang diperoleh penyelenggara sarana angkutan perkeretaapian berdasarkan tarif pemerintah tersebut, menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam bentuk subsidi angkutan.

4. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 3 tahun 2012, tentang panduan umum pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.

Pada bab VII pasal 22 ayat 2 tertulis bahwa untuk bisa melakukan dan melaksanakan proyek kerjasama atas prakarsa badan usaha harus memenuhi persyaratan bahwa tidak termasuk dalam rencana induk sektor yang bersangkutan, terintegrasi secara teknis dengan rencana induk sektor yang bersangkutan, harus layak baik itu secara ekonomi maupun finansial dan tidak memerlukan dukungan pemerintah yang berupa kontribusi fiskal dalam bentuk finansial.

5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor : 223/PMK.011/2012, tentang pemberian dukungan kelayakan atas

(44)

sebagian biaya konstruksi pada proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.

1. Pada Bab I pasal 2 ayat 2a dikatakan bahwa pemberian dukungan kelayakan atas sebagian biaya konstruksi pada proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha salah satunya adalah bertujuan untuk meningkatkan kelayakan finansial proyek kerjasama sehingga menimbulkan minat dan partisipasi badan usaha pada proyek kerjasama.

2. Pada Bab III bagian kedua, pasal 8 dikatakan bahwa pemberian dukungan kelayakan atas sebagian biaya konstruksi pada proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha diberikan kepada proyek kerjasama yang telah memenuhi kriteria kelayakan ekonomi namun belum memenuhi kelayakan dari segi finansial, dan proyek kerjasama dilaksanakan dengan prinsip pengguna membayar. Selanjutnya dikatakan bahwa dukungan kelayakan yang akan diberikan pada suatu proyek kerjasama jika proyek tersebut memiliki nilai investasi paling kurang senilai Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar Rupiah).

6. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 6 tahun 2012, tentang tata cara penyusunan daftar rencana proyek infrastruktur.

Pada pasal 10 peraturan tersebut disebutkan bahwa rencana proyek kerjasama yang diusulkan sebagai proyek kerjasama prospektif harus memenuhi kriteria layak secara ekonomi berdasarkan analisis biaya

(45)

manfaat sosial, dan layak secara teknis, hukum dan finansial berdasarkan hasil penyiapan proyek kerjasama yang telah dilakukan.

Gambar

Tabel 2. 1. Biaya dan keuntungan aspek finansial
Gambar 2.1. Berbagai jenis kontrak KPS berdasarkan investasi
Gambar 2. 2. Monorel tipe straddle-beam

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat kasih dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Tingkat Kebisingan dengan

Aku sih biasa aj ,lama klamaan km sangat dkat dgn ku ,entah berantem setiap haripun tercipta ...jujur dri situ aku menyadari aku nyaman dgnmu apalagi. stelah tmen2ku mendukungku

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan..

Tujuan penelitian untuk mengetahui dampak relokasi pasar tradisional Karangampel Indramayu baik pedagang maupun pembeli dan kepuasan dengan adanya relokasi pasar

Mengacu pada uraian yang telah dikemukakan, jelas bahwa dari ketiga faktor tersebut, terlihat bahwa kurang terlaksanaya pelaksanaan hak mengajukan Ranperda oleh

Tidak banyak dijumpai dalam industri pertahanan yang mengamankan proses produksi berantai dengan prinsip bergabungnya industri yang lebih hulu dalam integrasi

Even though stories about the connection between gamelan music and people’s behaviour are widespread in villages there is no definite answer as to how the performances affect