• Tidak ada hasil yang ditemukan

LATE ONSET EPILEPSY. Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LATE ONSET EPILEPSY. Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LATE ONSET EPILEPSY Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran

Bagian Bedah

Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN

Onset epilepsi yang tersering memang pada dekade pertama kehidupan, dekade selanjutnya akan semakin berkurang, namun epilepsi dengan onset bangkitan pada usia dewasa bukan merupakan phenomena yang jarang. Paling tidak sekitar 20-25% pasen epilepsi mempunyai bangkitan pertama pada usia setelah 25 tahun. Hal ini yang disebut late onset epilepsy. Sekitar 700 kasus baru late onset epilepsy ditemukan setiap tahunnya dari 1 juta penduduk (juul-Jansen and Folgang, 1982), sedangkan menurut Jimenes dan kawan-kawan (1990) yang meneliti kasus late onset epilepsy didaearah pedesaan pada 135.000 penduduk ternyata didapatkan 70-77 kasus per 1000.000 penduduk.

II. ETIOLOGI

Penyebab bangkitanberulang yang dimuali pada usia 35-60 tahun dipikirkan kemungkinan penyebab seperti trauma, neoplasma, penyakit vaskuler, withdrawal alkohol atau obat sedatif-hipnotif lainnya. Sedangkan pada usia lebih dari 6o tahun dipikirkan penyakit vaskuler, tumor penyakit degeneratif, trauma, oleh karena itu late onset epilepsy memerlukan perhatian khusus serta dievaluasi dan dicari penyebabnya.

Menurut Shapiro dan kawan-kawan (1990) penyebab late onset epilepsi sebagian besar masih belum diketahui. Pendapat ini juga didukung oleh penelitian Jimenez dan kawan-kawan (1990), dimana penyebab epilepsi 53% tidak diketahui, 20% penyakit serebrovaskuler, 10% peminum alkohol kronis, 6,3% tumor dan 2,5% post trauma kapitis. Apabila terjadi setelah usia 60 tahun penyebab terserung adalah penyakit serebrovaskuler.

Menurut Dam (1985), penyebab late onset epilepsy 38%, tak diketahui, 16% tumor, 14% Infark serebri, 23% peminum alkohol kronis, 4% trauma kepala, 4,5% karena penyebab lain (skuele ensefalitis, abses otak, pecahnya aneurysma, leukoencephalopathy, angioma vena serebral).

Tumor Otak

Tumor otak sebagai kemungkinan penyebab late onset epilepsy telah menarik perhatian semenjak jasper dan Penfield (1954) meneliti penyebab epilepsi pada orang dewasa muda dan usia pertengahan, dan penyebab tersering adalah tumor otak. Insiden tumor otak sebagai penyebab late onset epilepsy bervariasi, tergantung dari kriteria seleksi dan metode penelitian.

(2)

Sebelum era computerized tomography (CT) scan, tumor otak didiagnose sekitar 1-40% dari pasen late onset epilepsy (marlis, 1974). Setelah era CT Scan, prosentase pasen tumor otak bervariasi sekitar 3-16% (Gastaut 1977). Walaupun CT scan memperbaiki dalam mendiagnose tumor otak, namun kadang juga memberikan gambaran yang salah. Wendt (1982) melaporkan beberapa kasus late onset epilepsy yang disebabkan tumor otak yang tidak terdiagnosa sampai beberapa tahun setelah onset epilepsi dan setelah beebrapa kali dilakukan CT scan. Penemuan ini sesuai dengan yang diteliti oleh Young 1982.

Insiden tumor otak meningkat secara bertahap pada kasus bengkitan fokal, dimana sekitar 30-40% memberikan gejala bangkitan fokal. Sebagian besar tumor otak yang menyebabkan bangkitan terletak pada kortesk serebri, dan biasanya pada tumor jinak yaitu meningioma glioma jinak, sedangkan glioma ganas lebih jarang menyebabkan bangkitan. Insiden timbulnya bangkitan pada meningioma 67%, astrocytoma 70%, malignan glioma 37%.

Tumor otak 40% umumnya memberikan gejala bangkitan. Jarak antara timbulnya bangkitan dengan gejala yang lain akibat tumor otak bervariasi, ada yang segera diikuti oleh gejala neurologi fokal terutama yang disebabkan oleh malignan glioma, namun ada juga yang sampai 20 tahun setelah timbul gejala bangkitan baru timbul gejala lain.

Kenapa beberapa pasen tumor otak bisa timbul bangkitan sedang beberapa pasen lain tidak masih belum diketahui dengan jelas, karena setelah tumornya diangkat sering bangkitan tidak berhenti. Hal ini dianggap bahwa kerusakan korteks serebri sebagai sumber bangkitan tetapi penyebab karena lesi struktural, fungsional atau biokimia masih belum diketahui.

Penyakit serebrovaskuler

Kelainan vaskuler diperkirakan sekitar 10-120% sebagai penyebab late onset epilepsy. Epilepsi yang terjadi pada usia lebih dari 50 tahun sekitar 50% atau lebih penyebabnya karena vaskuler. Diperkirakan 25 % karena Infark di kortikal. 50% pasen timbul bangkitan pada minggu pertama setelah stroke, danmakin awal timbul bangkitan biasanya remisi spontan daripada yang timbul akhir. Bangkitan terbanyak berupa bangkitan parsial sederhana.

Penelitian Shapiro (1990), pada 50 pasen late onset epilepsy yang berusia 50 tahun keatas, yang tidak diketahui sebabnya, ternyata mereka mempunyai faktor resiko vaskuler lebih tinggi dibanding normal kotrol. Faktor resiko tersebut adalah hipertensi, ischemic hard disease, diabetes mellitus dan merokok. Sehingga dianggap bahwa pada pasen penelitian ini telah terjadi stroke lakuner sebagai penyebab epilepsi.

Vaskuler malformation dan anurysma dapat menimbulkan bangkitan kronik akibat bocornya darah kesekitar di korteks atau karena adanya efek iritasi dari masa tersebut. Vaskular malformation, 25-40% gejala pertamanya berupa kejang. Pada sebagian besar pasen mulai timbul gejala bangkitan fokal atau umum pada usia remaja atau dewasa muda. Gejala bangkitan fokal mungkin tidak diketahui bila segera diikuti bangkitan umum. Vaskuler malformation sering terletak di lobus parietal atau occipital, maka gejala bangkitan fokal berbentuk sensorik atau visual. Bila seorang usia muda mendapat serangan ilusi atau halusinasi visual secara episodik maka kemungkinan AVM sebaiknya dipikirkan. Anuerysma kadang menimbulkan kejang, mungkin disebabkan penekanan pada jaringan korteks. Aneurysma yang terleatk pada percabangan pertama dan kedua arteri serebri media yang berjalan didalam fissura sylvii memberikan gejala kardinal berupa hemiplegi, dyspasia, gangguan lapang pandang, dan bangkitan fokal.

(3)

Trauma Kapitis

Untuk mempelajari hubungan trauma kapitis dengan epilepsi banyak peneliti memakai data dari perang sipil di Korea atau di Vietnam, juga pada berdasarkan data kedua perang dunia. Anneger dan kawan-kawan (1980), melakukan penelitian pada 2747 pasen trauma kapitis di klinik Mayo Minnesota. Traum akapitis diklassifikasikan sebagai berikut:

1. Berat

Kontusio serebri, hematom intrakranial atau intra serebral atau hilangnya kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam

2. Moderat

Fraktur tulang kepala, atau 30 menit sampai 24 jam hilangnya kesadaran atau amnesia

3. Ringan

Hilang kesadaran atau amnesia sejenak.

Bangkitan yang terjadi pada minggu pertama (early seizures) dari semua klassifikasi tersebut 2,1%, untuk trauma kapitis yang berat early seizures terjadi pada 10,3% pada pasen dewasa. Bangkitan yang terjadi lewat minggu pertama (late seizures) pada trauma kapitis berat, bangkitan yang terjadi pada satu tahun kemudian 7,1% , 5 tahun kemudian 1,6%, untuk trauma kapitis moderat 0,7% dan 1,6%, dan untuk trauma kapitis ringan 0,1% dan 0,6%. Insiden bangkitan setelah trauma kapitis ringan tak signikan lebih besar dibanding populasi umum. Pada early seizure kemungkinan menjadi late onset epilepsy 4 kali lebih banyak daripada yang tanpa early seizure, terutama pada trauma kapitis berat dan moderat. Penelitian pada tentara korban perang di Korea sebanyak 109 kasus menunjukkan postconcussion traumatik epilepsi terjadi pada tahun pertama sekitar 50-60%, pada dua tahun setelah trauma kapitis berkembang menjadi 85%.

Infeksi Abses Otak

Epilepsi sering sebagai komplikasi dari abses otak supratentorial. Pada penelitian oleh Legg dan kawan-kawan(1973), 72% dari 70 pasen dengan abses supratentorial timbul bangkitan pada 1 bulan kemudian hingga 15 tahun, namun tersering setelah 1 tahun pengobatan. Bentuk epilepsi 50% grandmal.

Cysticerocosis

Cysticerocosis adalah terinfeksi bentuk larva atau stadium intermidiete dari Taenia sollium. Cysticerocosis bisa menyebabkan epilepsi dan kelainan neurologis yang lain. Biasanya penyakit ini menimbulkan lesi kasifikasi yn multipel di otot paha, betis, bahu dan serebrum. Manifestasi Cerebral berhubungan dengan bentuk kista dan selanjutnya mengalami klassifikasi dari larva didalam parenkim serebral, ruang subarakhnoid dan ventrikel. Gejala neurologis tersering adalah timbulnya bangkitan, walaupun kadang tanpa gejala dan kista ditemukan saat pemeriksaan radiologi.

Meningitis dan ensefalitis dapat menimbulkan epilepsi akut, setelah terapi yang efektif, perubahan struktur dapat menimbulkan lesi epileptogenik yang kronik. Sekarang Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan penyebab neurologis yang penting, disfungsi dari serebral akibat infeksi oportunistik berhubungan dengan lympohomas susunan saraf pusat dan

(4)

ensefalpati yang disebabkan langsung oleh virus human immuno difisiensi (HIV) dimana hal bisa menimbulkan bangkitan epilepsi, dilaporkan 14% bangkitan terjadi pada pasen AIDS dewasa dengan lympomas susunan saraf pusat.

Alkohol

Dalam hal ini adalah peminum alkohol kronik tidak termasuk bangkitan akibat withdrawal. Pada alkohol kronis bisa menimbulkan serebral atropi, diagnose serebral atropi biasanya berdasarkan pemeriksaan radiologis. Pada alkoholik muda, dengan atau tanpa gejala penyakit serebral, memprlihatkan penyakit serbral, memperlihatkan pelebaran ventrikel dan sulkus, terutama di lobus frontal, hal ini juga ditemukan alkoholik kronis pada pemeriksaan dengan CT scan

Hubungan secara klinis dengan kelainan radiologis tersebut memang belum jelas. Pada beberapa pasen serebral atropi dianggap sebagai komplikasi penggunaan alkohol, sebagai contoh ¼ pasen yang di otopsi dengan Wernicke-Korsakoff syndrome memperlihatkan pelebaran ventrikel laterale dan ventrikel tiga serta atropi lobus frontalis. Pada pasen alkoholik dengan riwayat sering timbul bangkitan dan tidak ditemukan penyebab lain, juga didapatkan pelebaran ventrikel. Dam (1985), meneliti pasen late onset epilepsy yang alkoholik, 74% didapatkan serbral atropi.

Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif kadang-kadang bangkitan epilepsi. 2% pasen dengan multi sklerosis didapatkan bangkitan. Pasen dengan demensia presenilis atau senilis tyope Alzheimer mempunyai kemungkinan terjadinya epilepsi 10 kali lipat.

Penyebab tak diketahui (unknown couse)

Disini baik secara anamnesa maupun periksaan klinis serta CT scan tak ditemukan sebagai penyebab dari late onset epilepsy. Menurut penelitian Dam (1985), maupun menurut Saphiro penyebab late onset epilepsy sebagian besar tidak diketahui, namun untuk kelompok usia diatas 50 tahun adanya faktor resiko vaskuler perlu dicari

III. BENTUK BANGKITAN

Pada late onset epilepsy, bangkitan parsial merupakan bentuk bangkitan terbanyak, menurut Dam (1985) sekitar 58%. Bangkitan parsial sederhana berhubungan secara signifikan pada tumor otak (59%) dan penyebab serebrovaskuler (61%). Bangkitan parsial komplek berhubungan dengan late onset epilepsy yang tidak diketahui sebabnya (36%) dan alkohol 24%.

Sedangkan menurut Grazia dan kawan-kawan (1991), yang meneliti pasen late onset epilepsy setelah usia lebih 65 tahun, dimana penyebab terbanyak adalah penyakit serebrovaskuler (41,3%) dan bangkitan umum tonik klonik merupakan bentuk bangkitan terbanyak yaitu 44,1%. Shapiro (1990), yang meneliti 50 pasen late onset epilepsy yang berusia 50 tahun lebih dengan tak diketahui sebabnya mendapatkan data 72 % mempunyai bangkitan umum tonik-klonik, dan 5% parsial motorik sederhana, 10% bangkitan parsial dengan umum sekunder, 10% parsial kompleks 2% bangkitan aphasia. Jimenez dan kawan-kawan (1990), yang meneliti pasen late onset epilepsy mendapatkan 42,5% bangkitan umum tonik klonik, 57,5% merupakan bangkitan parsial.

(5)

IV. PENATALAKSANAAN

Apabila kita menentukan seseorang adalah pasen epilepsi maka langkah selanjutnya adalah mencari penyebab dari epilepsi tersebut. Hal ini diawali dengan anamnesa yang cermat serta pemeriksaan klinis yang teliti. Banyak penyebab epilepsi dapat ditemukan hanya anamnesa dan pemeriksaan klinis saja.

Anamnesa

Selain untuk mendapatkan gambaran bentuk bangkitan juga untuk mencari penyebab epilepsi, misalnya adanya riwayat penggunaan alkohol atau merokok, adanya riwayat cedera kepala dan sejauh mana berat cedera kepala tersebut, adanya perubahan tingkah laku atau tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial, juga adanya keluhan difisit neurologis yang makin progresif. Riwayat stroke sebelumnya atau adanya faktor resiko vaskuler misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, riwayat infeksi sebelumnya yaitu adanya demam disertai atau tanpa penurunan kesadaran.

Pemeriksaan

Misalnya didapatkannya tanda-tanda kelainan otak fokal yaitu adanya gangguan atau parese saraf otak, parese anggota gerak, gangguan fungsi luhur atau tanda peningkatan tekanan intrakranial. Terutama penting untuk memeriksa diskus optikus serta lapang pandang,misalnya lesi lobus temporalis akan menimbulkan gejala upper quadranopnia.

Selain kelainan neurologis kita juga mencari kelainan dibagian interne misalnya apakah pasen hipertensi atau ada kelainan jantung, paru yang mungkin sebagai faktor resiko terjadinya kelainan otak.

Laboratorium

Laboratorium penting dilakukan untuk pasen yang berusia 50 tahun keatas, terutama kita mencari adanya faktor resiko kelainan vaskuler misalnya diabetes mellitus, cholesterol dan lain-lain.

Foto Kepala

Walaupun rutin foto kepala biasanya normal, namun dapat membantu untuk mencari penyebab dari epilepsi. Misalnya adanya tanda-tanda peningkatan tinggi intrakranial, klassifikasi intrakranial pada tmor atau lesi yang lain.

EEG

Dalam hal ini EEG akan membantu adanya defek fokal atau difuse, juga untuk memerisa daerah otak tertentu yang secara klinik tak menunjukkan kelainan, misalnya lobus frontal. Pada penelitian Dam (1985), EEG memberikan gambaran aktifitas paroxsymal pada 30%, tidak berhubungan dengan tipe atau penyebab epilepsi. Gelombang lambat (aktifitas delta atau theta) pada EEG lebih sering ditemukan (80%). Pada 50% aktifitas delta juga terlihat. Aktifitas fokal gelombang delta secra signifikan tinggi pada pasen tumor otak. Aktifitas fokal gelombang theta secara signifikan tinggi pada pasen dengan serebrovaskuler sebagai penyebab late onset epilepsy. Jika penyebabnya tak diketahui aktifitas fokal EEG secara signifikan rendah. Pada penelitian Jimenez dan kawan-kawan, 53% pasen late onset epilepsy menunjukkan gambaran EEG yang normal.

(6)

CT scan

CT scan sangat berguna untuk menentukan kelainan struktur intrakranial misalnya tumor, atropi, dilatasi ventrikel, infark atau pendarahan. Gastaut (1976) telah mengumpulkan hasil CT scan pada 1702 pasen epilepsi pada semua umur, dari 7 kelompok riset, didapatkan adanya kelainan sekitar 46% diantara kelainan tersebut 56% atropi serebri. Tumor ditemukan sekitar 8%-11% tapi jumlah ini akan meningkat menjadi 16% untukpasen yang berusia lebih dari 20 tahun dan hanya 22% dari pasen tersebut yang didapatkan bangkitan parsial. Ramirez-Lassepas dan kawan-kawan (1984), menemukan gambaran CT scan yang abnormal 37% pada 148 dewasa dalam 30 hari dari bangkitan pertamanya. Mereka menemukan adanya gambaran lesi struktural 15% pada pasen yang pada pemeriksaan neurologisnya normal dan 22% pada pasen dengan kelainan EEG difuse, jadi dalam hal ini CT scan tidak dibatasi pada pasen yang didalam pemeriksaan didapatkan kelainan neurologis atau yang dalam pemeriksaan EEG didapatkan kelainan.

Young dan kawan-kawan (1992) menemukan gambaran CT scan yang abnormal pada 24% dari 22 pasen dewasa yang baru diagnose epilepsi. Mereka merekomendasikan bahwa pemeriksaan CT scan sebaiknya untuk pasendgn bangkitan fokal, dengan tanda fokal atau kelainan EEG fokal.

Pada kenyataannya hanya ditemukan kelainan CT scan 6% pada pasen yang tidak didapatkan gambaran kelainan fokal. Pada pasen yang tidak respon dengan terapi yang optimum baik dengan 1 atau 2 macam obat menambah kemungkinan adanya suatu lesi diotak. Menurut penelitian Dam (1985), pada 221 pasen late onset epilepsy, gambaran CT scan yang terbanyak adalah atropi serebral. Atropi kortikal ditemukan pada 74% pasen late onset epilepsy yang disebabkan alkohol dan 58% yang tidak diketahui sebabnya.

Data dibawah ini merupakan hubungan late onset epilepsy dengan gambaran patologi pada CT scan dari penelitian Dam (1985).

Jumlah Gejala fokal unilateral

Etiologi Pasen Fokal Atropi difuse Normal Unknown Alkohol Tumor Serebrovaskuler Miscellaneus Trauma kapitis 84 51 36 31 10 9 5 11 36 22 4 3 46 38 0 7 5 3 33 2 0 2 1 3

Pada penelitian Jimenez dan kawan-kawan (1990), dari 80 pasen late onset epilepsy 50% memberikan gambaran CT scan yang normal, lesi vaskuler 20% atropi serebri 12,5% tumor 6,3%, neurocistiocercosis 6,3%, kalsifikasi tak spesifik 3,8%, poroensefali 2,5%, hidrosefalus 1,3%.

Pemeriksaan penunjang yang lain misalnya angiografi diperlukan bila dugaan penyebab late onset epilepsy adalah suatu AVM atau aneurysma

(7)

V. TERAPI Preventif

Faktor yang dapat menimbulkan late onset epilepsy dicegah, misalnya minum alkohol, merokok, bila mempunyai faktor resiko penyakit serebrovaskuler harus mendapat terapi yang teratur, bila menderita suatu infeksi yang bisa sebagai fokus infeksi dari abses otak misalnya infeksi telinga tengah, ganggren gigi harus mendapat terapi yang adekuat. Sedapat mungkin dicegah kemungkinan cedera kepala.

Simtomatik

Berdasarkan bentuk bangkitan yang sering ada pada late onset epilepsy yaitu, bangkitan parsial sederhana, bangkitan parsial komplek, bangkitan umum tonik klonik, maka obat yang efektif adalah:

o Phenitoin o Carbamazepin o Phenobarbital o Primidon

Terapi kausal melihat

Meliha beberapa penyebab dari late onset epilepsy misalnya tumor, abses, mungkin perlu tindakan bedah, walaupun tidak semua tindaklan bedah bisa dilakukan, andaikan bisa dilakukan tindakan pembedahan ternyata tidak selalu diikuti dengan hilangnya bangkitan.

Terapi kausal tidak selalu bisa dilakukan misalnya kalau penyakit yang mendasarinya sendiri sudah tidak ada hanya tinggal sekuele sehingga satu-satunya cara hanya terapi simptomatik.

VI. KESIMPULAN

Penyebab late onset epilepsy sebagian besar memang tidak diketahui, namun bila mendapatkan pasen yang timbul bangkitan pada usia dewasa dalam tatalaksana tetap harus dicari kemungkinan penyebab organik. Bentuk bangkitan late onset epilepsy yang tersering adalah bangkitan parsial.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Adam RD. Principles of neurology 4th ed. New York: McGraw Hill, 1989:247-270 Dam AM et al. Late onset epilepsy : etiologies, type of Seizure and value of

clinical investigation, EEG and Computerized tomography scan; Epilepsia 1985 (26):227-231

Engel J. Seizures and epilepsy. FA Davis, 1989:113-130

Gracia M et al. etiology of epileptic crises in the geriatric patient. Results of a

restrospective study. Arc Neurobiol 1990(54):135-139

Gumnit RJ. The epilepsy handbook: the practical management of seizures.

Raven Press 1989: 1-13

Jimenez JFL et al. Etiology of late onset epilepsy. A prospective study in an

area of rural health care. Med Clin 1990 (94): 521-524

Laidlaw J et al. A textbook of epilepsy 3th ed. Churchill Livingstone,1988:

144-178

Shapiro et al. Seizures of unknown origin after the of 50: vascular risk factors.

Acta Neurol Scand 1990 (82): 78-80

Toole JF. Cerebrovascular disorders 3th ed. Raven Press 1984: 361-382 Weber M. Epilepsy in elderly patient, Revprat 1990 (40): 302-306

Referensi

Dokumen terkait

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang membentuk darah !arah merupakan bagian penting dari sistem transport !arah merupakan jaringan yang

Seorang perempuan berusia 35 tahun berobat ke Puskesmas dcngan keluhan gatal pada kedua telapak tangannya sejak dia mencuci dengan sabun Rinso 1 minggu yang lalu.Pada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: adanya perbedaan volume bioetanol yang dihasilkan menggunakan volume enzim alfa- amilase yang berbeda, adanya

Sebagai contoh proses pada tahapan pengembangan produk membutuhkan informasi yang dihasilkan oleh tahapan sebelumnya yaitu penelitian pasar, proses perencanaan proses

Ordo dengan jumlah genus paling sedikit adalah ordo Homoptera, Hemiptera, dan Diptera yaitu masing- masing satu genus, karena aktivitas hidup dari ordo tersebut tidak selalu berada

Saat diaplikasikan dalam pembuatan vulkanisat selang karet, faktis coklat dari minyak jarak pagar menunjukkan kinerja yang tidak mem- pengaruhi

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disusun permasalahan bagaimana pengaruh gaya ortodonsi terhadap ekspresi TNF-α di sel osteoblas tulang alveolar pada model

Namun demikian, penyakit abiotik dapat mempengaruhi seluruh fase pertumbuhan tanaman hutan, mulai dari semai, pertumbuhan vegetatif, perkembangan sampaidengan komoditi yang