• Tidak ada hasil yang ditemukan

ankilostomiasis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ankilostomiasis"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia. Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini (Menkes, 2006).

Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminth yang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma sp). Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia (Onggowaluyo, 2001 cit Sumanto, 2010).

Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing Necator americanus, Ancylostoma duodenale, dan jarang disebabkan oleh Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma caninum, Ancylostoma malayanum. Penyakitnya disebut juga ankilostomiasis, nekatoriasis, unseriasis (Pohan, 2009).

Di dunia saat ini, lebih dari 2 milyar penduduk terinfeksi cacing. Prevalensi yang tinggi ditemukan terutama di negara-negara non industri (negara yang sedang berkembang).Merid mengatakan bahwa menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan 800 juta–1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700–900 juta terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris. Di Indonesia penyakit cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah malnutrisi. Prevalensi dan intensitas tertinggi didapatkan dikalangan anak usia sekolah dasar. Di Sumatera Utara yang

(2)

meliputi daerah tingkat dua Binjai, Tebing Tinggi, Simalungun, Pematang Siantar, Tanjung Balai, Sibolga dan Medan menurut hasil penelitian pada tahun 1995 menunjukkan tingkat prevalensi berkisar 57–90% (Ginting, 2003).

Infeksi cacing tambang juga berhubungan dengan kemiskinan. Menurut Peter Hotez (2008), semakin parah tingkat kemiskinan masyarakat akan semakin berpeluang untuk mengalami infeksi cacing tambang. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan dalam menjaga higiene perorangan dan sanitasi lingkungan tempat tinggal (Hotez, 2008 cit Sumanto, 2010).

B. Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada tenaga medis dan dokter mengenai penyakit ankilostomiasis sehingga dalam penegakan diagnosis bisa terdiagnosa secara cepat dan tepat serta mendapatkan penanganan yang lebih baik, efektif dan efisien dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

BAB II LAPORAN KASUS

(3)

IDENTITAS

Nama : Tn. E

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum menikah

Alamat : Kutu 2/8 Telukan, Grogol, Sukoharjo No RM : 190875

Masuk Rumah Sakit : 12 Mei 2012

Jam : 14:23 WIB

Tanggal pemeriksaan : 15 Mei 2012 ANAMNESA

Alloanamnesa  Tn. D (Petugas panti sosial) Keluhan Utama :

BAB Cair.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 12 Mei 2012 jam 14.23 WIB dengan keluhan BAB cair sejak 4 hari yang lalu. BAB lebih dari 10 kali sehari. Tidak disertai darah dan lendir. BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit serupa disangkal. Riwayat diabetes mellitus disangkal. Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat alergi obat/makanan disangkal Riwayat penyakit keluarga :

Sulit dievaluasi karena pasien tinggal di panti sosial. Riwayat Lingkungan Sosial :

(4)

- Pasien tinggal bersama teman-temannya di panti sosial. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis :

Keadaan umum cukup (lemas), kesadaran compos mentis.

Vital Sign : TD = 100/70 mmHg, Suhu = 36,5ºC, Nadi = 72x/menit, Respirasi = 20x/menit.

Mata : conjunctiva anemis tidak didapatkan, sklera tidak ikterik, reflek cahaya positif.

Leher : pembesaran kelenjar getah bening tidak didapatkan, peningkatan tekanan vena jugularis tidak ada.

Thorax : Inspeksi  dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

Palpasi  cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-) Perkusi  cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra, batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra pulmo : sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi  cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal, pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-) Abdomen : Inspeksi  sikatrik (-), dinding perut lebih tinggi dari dinding

dada

Auskultasi  peristaltik (+)

Palpasi  nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-), splenomegali (-) turgor elastisitas kulit normal Perkusi  timpani di keempat kuadran, nyeri ketok kostovertebral (-) Extremitas : tidak ditemukan oedema.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

(5)

WBC 8500/µL, RBC 3,43.106/ µL, Hemoglobin 10,1 g/dL, HCT 28,4 %, MCV 82,8 fL, MCH 29,4 Pg, MCHC 35,6 g/dL, PLT 255. 103/ µL. Creatinine 1,37 mg/dl. Glukosa Darah 141,90 mg/dl. SGOT 32,05 U/I. SGPT 28,12 U/I. Urea 78,21 mg/dl. Golongan darah: O. HbsAg(-).

Hasil pemeriksaan feses tanggal 14 Mei 2012: Ditemukan telur Anchylostoma duodenale. DIAGNOSIS

Ankilostomiasis. TERAPI

Infus RL 20 tpm

Inj. Cefazolin 1 gr/12 jam Inj. Ranitidin 1 Amp/12 jam Inj. Ondancentron K/P

Inj. Metronidazole 500 mg/12 jam Pamol K/P

Pirantel Pamoat 1x1 tab. FOLLOW-UP

Tanggal 13 Mei 2012

S: Pasien sulit diajak komunikasi. Diare(+) BAK(+) makan(+) minum(+) O: TD: 80/50 mm/Hg, N: 80x/menit, T: 360C

Kepala : CA , SI

-/-Thorax : Cor  Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo  SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral dingin(+) A : Gastroenteritis Akut Terapi:

(6)

Ranitidin 1 Amp/12 jam Cefazolin 1 Amp/12 jam Ondancentron 1 Amp/8 jam Pamol K/P

Diagit 3x1

Tanggal 14 Mei 2012

S: pasien sulit diajak komunikasi (ngelantur), diare berkurang, mencret sedikit, ada ampas. BAK(+) makan(+) minum(+)

O: TD: 80/50 mm/Hg, N: 100x/menit, T: 360C Kepala : CA , SI

-/-Thorax : Cor  Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo  SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-) A : Gastroenteritis Akut

Terapi:

RL guyur 1-2 flabot  40 tpm Ranitidin 1 Amp/12 jam Cefazolin 1 Amp/12 jam Ondancentron 1 Amp/8 jam Pamol K/P

Diagit 3x1

Evaluasi TD/ 6 jam Tanggal 15 Mei 2012:

S: Diare(+) sedikit, ampas(+), mual(-), muntah(-), pusing(-), sulit tidur(+). O: TD: 70/50 mm/Hg, N: 100x/menit, T: 360C

Kepala : CA , SI

-/-Thorax : Cor  Bj 1-2 reguler, bising (-)

(7)

Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-) Extremitas : Akral hangat. Oedema (-)

Pemeriksaan feses ditemukan telur cacing (Anchylostoma duodenale) A : Ankilostomiasis

Terapi:

RL guyur 1-2 flabot  40-50 tpm Ranitidin 1 Amp/12 jam

Cefazolin 1 Amp/12 jam Ondancentron 1 Amp/8 jam Metronidazole 500mg/12 jam Pamol K/P Diagit 3x1 Pirantel pamoat 1x1 Evaluasi TD/ 6 jam Tanggal 16 Mei 2012

S: Diare(+) sedikit, ampas(+), mual(-), muntah(-), pusing(-), makan(+), minum(+) O: TD: 80/40 mm/Hg, N: 80x/menit, T: 360C

Kepala : CA , SI

-/-Thorax : Cor  Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo  SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-) A : Ankilostomiasis

Terapi:

RL guyur 1-2 flabot  40-50 tpm Ranitidin 1 Amp/12 jam

Cefazolin 1 Amp/12 jam Ondancentron 1 Amp/8 jam Metronidazole 500mg/12 jam

(8)

Pamol K/P Diagit 3x1

Pirantel pamoat 1x1 Evaluasi TD/ 6 jam Tanggal 17 Mei 2012

S: Diare(+) sedikit, ampas(+), mual(-), muntah(-), pusing(-), makan(+), minum(+) O: TD: 100/55 mm/Hg, N: 88x/menit, T: 360C

Kepala : CA +/+, SI

-/-Thorax : Cor  Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo  SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-)

Hasil pemeriksaan lab. Tanggal 17 Mei 2012 jam 14:50: Hemoglobin 8,5 g/dl A : Ankilostomiasis dengan Anemia

Terapi:

Transfusi PRC 2 kolf.

RL guyur 1-2 flabot  40-50 tpm Ranitidin 1 Amp/12 jam

Cefazolin 1 Amp/12 jam Ondancentron 1 Amp/8 jam Metronidazole 500mg/12 jam Pamol K/P

Diagit 3x1

Pirantel pamoat 1x1 Tanggal 18 Mei 2012

S: Diare(-), kadang sesak nafas(+), mual(-), muntah(-), pusing(-), makan(+), minum(+)

O: TD: 90/60 mm/Hg, N: 80x/menit, T: 360C, Rr: 20x/menit Kepala : CA +/+, SI

(9)

Pulmo  SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-) A : Ankilostomiasis dengan anemia Terapi:

RL 30 tpm

Ranitidin 1 Amp/12 jam Ondancentron 1 Amp/8 jam Metronidazole 500mg/12 jam Pamol K/P

Pirantel pamoat 1x1 Tanggal 19 Mei 2012

S: Diare(-), mual(-), muntah(-), pusing(-), makan(+), minum(+) O: TD: 90/50 mm/Hg, N: 78x/menit, T: 36,70C, Rr: 20x/menit Kepala : CA +/+, SI

-/-Thorax : Cor  Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo  SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (+/+) A : Obs. Ankilostomiasis dengan anemia Terapi:

RL 30 tpm

Ranitidin 1 Amp/12 jam Ondancentron 1 Amp/8 jam Metronidazole 500mg/12 jam Pamol K/P

Pirantel pamoat 1x1 Tanggal 20 Mei 2012

(10)

O: TD: 120/70 mm/Hg, N: 87x/menit, T: 36,20C Kepala : CA +/+, SI

-/-Thorax : Cor  Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo  SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (+/+,+/+) A : Obs. Ankilostomiasis dengan anemia Terapi:

RL 30 tpm

Ranitidin 1 Amp/12 jam Ondancentron 1 Amp/8 jam Metronidazole 500mg/12 jam Pamol K/P

Pirantel pamoat 1x1 Tanggal 21 Mei 2012

S: BAB (+) Normal, mual(-), muntah(-), pusing(-), makan(+), minum(+) O: TD: 110/70 mm/Hg, N: 78x/menit, T: 36,90C

Kepala : CA +/+, SI

-/-Thorax : Cor  Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo  SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-) A : Obs. Ankilostomiasis Terapi: Diagit K/P Cefadroxil 2x500mg Omeprazole 1x1 BAB III TINJAUAN PUSTAKA

(11)

A. Ankilostomiasis 1. Definisi

Ankilostomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi cacing tambang yaitu Ancylostoma duodenale, ditandai dengan nyeri pencernaan, diare, dan anemia progresif. Disebut juga tunnel diseases, uncinariasis (Farlex, 2012).

2. Etiologi

Ancylostoma duodenale.

Gambar 1. Ancylostoma duodenale (KMLE, 2012) Daur hidup Ancylostoma duodenale:

Telur  larva rabditiform  larva filariform  menembus kulit  kapiler darah  jantung kanan  paru  bronkus  trakea  laring  usus halus (Margono, 2006).

3. Patofisiologi

Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar memalui tinja. Bila telur tersebut jatuh ke tembat yang hangat, lembab dan basah, maka telur akan berubah menjadi larva yang infektif. Dan jika larva tersebut kontak dengan kulit, bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun ke usus halus; di sini

(12)

larva berkembang menjadi cacing dewasa (Pohan, 2009). Infeksi terjadi jika larva filariform menembus kulit. Infeksi A.duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform (Margono, 2006).

4. Gejala Klinis

Stadium larva:

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut grown itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.

Stadium dewasa:

Gejala tergantung pada spesies, jumlah cacing, dan keadaan gizi penderita (Fe dan Protein). Tiap cacing A.duodenale menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,08-0,34 cc sehari. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun (Margono, 2006).

Rasa tidak enak pada perut, kembung, sering mengeluarkan gas (flatus), mencret-mencret merupakan gejala iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi lebih kurang dua minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke dalam kulit. Anemia akan terjadi 10-20 minggu setelah infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing dewasa untuk menimbulkan anemia tersebut tentunya tergantung pada keadaan gizi pasien (Pohan, 2009).

5. Diagnosis

Untuk kepentingan diagnosis infeksi cacing tambang dapat dilakukan secara klinis dan epidemiologis. Secara klinis dengan mengamati gejala klinis yang terjadi pada penderita sementara secara epidemiologis didasarkan atas berbagai catatan dan informasi terkait dengan kejadian infeksi pada area yang sama dengan tempat tinggal penderita periode sebelumnya. Pemeriksaan penunjang saat

(13)

awal infeksi (fase migrasi larva) mendapatkan: a) eosinofilia (1.000-4.000 sel/ml), b) feses normal, c) infiltrat patchy pada foto toraks dan d) peningkatan kadar IgE. Pemeriksaan feses basah dengan fiksasi formalin 10% dilakukan secara langsung dengan mikroskop cahaya. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan N. Americanus dan A. duodenale. Pemeriksaan yang dapat membedakan kedua spesies ini ialah dengan faecal smear pada filter paper strip Harada-Mori. Kadang-kadang perlu dibedakan secara mikroskopis antara infeksi larva rhabditiform (L2) cacing tambang dengan larva cacing strongyloides stercoralis (Montessor, 2004 cit Sumanto, 2010).

Diagnosis pasti penyakit ini adalah dengan ditemukannya telur cacing tambang di dalam tinja pasien. Selain tinja, larva juga bisa ditemukan dalam sputum. Kadang-kadang terdapat darah dalam tinja (Pohan, 2009). 6. Ankilostomiasis dan Anemia

Anemia adalah kelainan darah yang paling sering terjadi dimana kadar hemoglobin di dalam darah mengalami penurunan hingga di bawah kisaran nilai normal menurut usia dan jenis kelamin. Pada anemia, jumlah eritrosit (sel-sel darah merah) juga mengalami penurunan. Hemoglobin merupakan komponen sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Komponen penting dari hemoglobin adalah zat besi. Karena itu kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi mengakibatkan rendahnya kadar hemoglobin (MIMS, 2010).

Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan dirinya pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat

(14)

kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan termasuk diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian lagi dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna. Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus. Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N. americanus (Keshavarz, 2000).

Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing. terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka. orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia (Husaini, 1989 cit Rasmaliah, 2004).

7. Penatalaksanaan

Perawatan umum dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik; suplemen preparat besi diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama bila ditemukan bersama-sama dengan anemia (Pohan, 2009). Obat untuk infeksi cacing tambang adalah Pyrantel pamoate (Combantrin, Pyrantin), Mebendazole (Vermox, Vermona, Vircid), Albendazole (Menkes, 2006).

B. Anemia 1. Definisi 2. Etiologi

(15)

4. Klasifikasi 5. Patofisiologi 6. Penatalaksanaan C. Syok Hipovolemik BAB IV PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosa ankilostomiasis. Penegakan diagnosa ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut ini.

Dari hasil anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan keluhan BAB cair lebih dari 10 kali sehari, hari ini baru 1 kali, BAK normal, pusing (-).

Dari pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan beberapa tanda klinis, antara lain :

(16)

Hasil pemeriksaan tinja pada tanggal 17 Mei 2012 didapatkan telur cacing Anchylostoma duodenale.

Terapi yang diberikan pada pasien berupa: 1. Infus RL 40 tpm

Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan memudahkan dalan pemberian terapi obat-obat parenteral.

2. Transfusi PRC 3 kolf

Transfusi PRC diberikan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang menunjukkan gelaja anemia yang hanya memerlukan sel darah merah pembawa oksigen.

3. Cefazolin 1 gr/12 jam

Antibiotik golongan sefalosporin, untuk infeksi ringan bakteri kokus gram +.

4. Ranitidin 1 Amp/12 jam

Pada pasien ini diberikan obat golongan antihistamin, antagonis reseptor H2 sebab obat ini bekerja dengan cara memblok efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung sehingga dapat mengurangi keluhan perut dan mencegah stress ulcer pada pasien ini.

5. Ondancentron K/P

Antiemetik, untuk mencegah mual muntah. 6. Metronidazole 500 mg/12 jam

Antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid. Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat. Metronidazole efektif terhadap Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Gierdia lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik. 7. Pamol K/P

(17)

8. Pirantel Pamoat 1x1 tab.

Antelmintik. Indikasi untuk enterobiasis, askariasis, ankilostomiasis, trichostrongiliasis, nekatoriasis.

BAB V KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki usia 38 tahun dengan keluhan BAB cair lebih dari 10 kali sehari.

Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan keadaan cukup. Conjunctiva anemis didapatkan pada kedua mata.

Hasil pemeriksaan tinja tanggal 17 Mei 2012 didapatkan telur cacing Anchylostoma duodenale.

(18)

Terapi pada pasien ini hanya bersifat kausatif dengan menangani penyebab. Pada pasien ini telah dilakukan penanganan terapi kausatif yang maksimal, dan dalam evaluasinya pasien memberikan perkembangan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Farlex. 2012. Anchilostomiasis. The Free Dictionary.

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com (Diakses tanggal 26 Mei 2012)

Ginting, S.A., 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran: Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library.

(19)

Keshavarz, R. 2000. Hookworm Infections. www.eMedichine.com (Diakses tanggal 27 Mei 2012)

KMLE, 2012. Ancylostomiasis infection. http://www.kmle.co.kr (Diakses tanggal 26 Mei 2012)

Margono, S.S., 2012. Epidemiologi Soil Transmitted Helmints dalam Srisasi G., Herry D.I., Wita P editors Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gaya Baru MIMS, 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Singapore: UBM Medica Asia

Pte Ltd. Hal: A08

Menkes, 2006. Pedoman Pengendalian Cacingan. Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/2006.

Pohan, H.T., 2009. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah. Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 2940-2941

Rasmaliah, 2004. Anemia Kurang Besi Dalam Hubungannya Dengan Infeksi Cacing Pada Ibu Hamil. Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Sumatra Utara. USU Digital Library.

Sumanto, D., 2010. Faktor Resiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah. Tesis Program Studi Magister Epidemiologi Paska Sarjana Universitas Diponegoro: Semarang

Gambar

Gambar 1. Ancylostoma duodenale (KMLE, 2012) Daur hidup Ancylostoma duodenale:

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Tenaga Listrik, sebagai bidang yang berkembang dan banyak menerapkan metode komputasi, tentunya menjadi bidang yang cukup terbuka terhadap suatu metoda

Selain itu didapatkan nilai correlation coefficient (r) sebesar 0,829 yang menunjukan hubungan antara rutinitas pijat bayi dengan perkembangan bayi mempunyai

Peningkatan kepuasan kerja perawat pelaksana yang mendapat pengarahan dari kepala ruang dan ketua tim yang dilatih fungsi pengarahan lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan

Dipetik April 16, 2017, dari Foreign Policy News:..

Salah satunya dengan pengembangan SDM yaitu pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) pada tahun 2015, yang menjadi pengelola pariwisata Mantar dan tetap diawasi

Sehingga selama kerja praktek di perusahaan tersebut mahasiswa dapat memperoleh berbagai macam pengetahuan baru dari proses produksi yang dimulai dari tahap

Aplikasi web yang bekerja dengan Ajax, bekerja secara asynchronously yang berarti mengirim dan menerima data dari user ke server tanpa perlu

Jawaban : Menurut saya adalah teori kedua yaitu, teori Waisya. Teori ini terkait dengan pendapat N.J. Krom yang mengatakan bahwa kelompok yang berperan dalam