• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KINERJA BANGUNAN DENGAN KETIDAKBERATURAN SUDUT DALAM YANG DIRENCANAKAN SECARA DIRECT DISPLACEMENT BASED DESIGN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KINERJA BANGUNAN DENGAN KETIDAKBERATURAN SUDUT DALAM YANG DIRENCANAKAN SECARA DIRECT DISPLACEMENT BASED DESIGN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

EVALUASI KINERJA BANGUNAN

DENGAN KETIDAKBERATURAN SUDUT DALAM YANG DIRENCANAKAN

SECARA

DIRECT DISPLACEMENT BASED DESIGN

Michael1, Andy2,Ima Muljati3 dan Benjamin Lumantarna4

ABSTRAK : Sesuai dengan SNI 1726-2012, Force Based Design merupakan metode yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan. Namun, seiring berkembangnya waktu, metode yang disebut

Direct Displacement-Based Design (DDBD) menjadi opsi bagi perencana untuk mendesain struktur bangunan. Sesuai Performance Based Design, perencanaan harus dilakukan dalam Level 1-No Damage, Level 2-Repairable Damage, dan Level 3-No Collapse. Bangunan apartment 6 lantai dengan ketidakberaturan sudut dalam, dimana portal arah-x dan arah-y tidak seragam,dari struktur beton bertulang dengan bentang seragam diambil sebagai studi kasus. Struktur direncanakan sebagai sistem rangka pemikul momen pada daerah beresiko gempa rendah dan tinggi di Indonesia. Bangunan direncanakan dengan metode FBD maupun DDBD. Dalam metode DDBD, desain Level-3 digunakan untuk daerah beresiko gempa rendah dan Level-2 untuk daerah beresiko gempa tinggi sesuai DDBD Model Code

(Sullivan et al., 2012). Untuk metode DDBD, penelitian dilakukan dalam 2 kondisi, yaitu distribusi base shear secara merata untuk tiap portal (DDBD 1), dan perhitungan base shear untuk masing-masing portal sesuai dengan proporsional massa (DDBD 2). Dari kedua metode yang dilakukan, ternyata metode DDBD 1 merupakan pilihan terbaik. Hasil desain tersebut diuji kinerjanya menggunakan analisis dinamis riwayat waktu nonlinier. Untuk parameter driftt, semua bangunan menunjukkan kinerja yang memuaskan kecuali bangunan DDBD 2. Namun jika dilihat berdasarkan damage index, hanya metode DDBD 1 yang memenuhi semua persyaratan. Dalam parameter mekanisme keruntuhan, kondisi beam side sway mechanism dan strong column weak beam sudah terpenuhi.

KATA KUNCI : force based design, direct displacement-based design, performance based design,

sistem rangka pemikul momen, analisis dinamis riwayat waktu nonlinier.

1. PENDAHULUAN

Banyak penelitian yang mendukung bahwa penggunaan metode Direct Displacement Based Design dalam perencanaan sebuah struktur bangunan menghasilkan kinerja bangunan yang baik. Beberapa penelitian yang dilakukan meliputi perencanaan pada struktur bangunan reguler (Muljati et al., 2013), perencanaan pada struktur bangunan yang dilatasi akibat ketidakberaturan vertikal (Juandinata, R. dan Pranata, Y., 2014) dan ketidakberaturan horizontal (Hendratha, A. dan Adi, T., 2014). Namun, penelitian terhadap bangunan dengan ketidakberaturan sudut dalam atau horizontal yang dilakukan sebelumnya hanya menggunakan model bangunan berskala kecil, padahal desain bangunan dengan ketidakberaturan sudut dalam seringkali digunakan untuk proyek berskala besar. Oleh karena itu, penelitian ini akan menguji

1 Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, m21413102@john.petra.ac.id.

2Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, m21413139@john.petrra.ac.id. 3Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, imuljati@peter.petra.ac.id

(2)

2 bangunan dengan ketidakberaturan sudut dalam dengan ukuran yang lebih besar. Distribusi gaya geser per portal dilakukan secara merata seperti pada Gambar 1(a) (Hendratha, A. dan Adi, T., 2014) dan diberi kode DDBD 1. Namun, karena bangunan memiliki ukuran portal yang berbeda jauh maka dilakukan juga penelitian kondisi dua dengan distribusi gaya geser yang berbeda untuk setiap portal sebagai alternatif. Pada bangunan tersebut, distribusi gaya geser akan dilakukan sesuai proporsional massa (xj.Vx) seperti

pada Gambar 1(b) dan diberi kode DDBD 2.Melalui penelitian ini, peneliti berharap dapat mengetahui apakah benar distribusi gaya geser tiap portal sesuai proporsional massa dapat diterapkan pada bangunan dengan ketidakberaturan sudut dalam yang didesain secara FBD (respon spectrum) maupun DDBD. Denah struktur dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) Merata (b) Proporsional Massa

Gambar 1. Distribusi Base Shear

Gambar 2. Denah Struktur Bangunan

2. LANDASAN TEORI

Langkah 1 : Menentukan target design displacement (Persamaan 1) dan drift struktur MDOF di dasar bangunan yang sesuai dengan kriteria kinerja struktur (strain atau drift limits) sehingga didapatkan

(3)

3 Gambar 3. Permodelan SDOF dari Bangunan Bertingkat

Target design displacement setiap lantai didapatkan dari Persamaan 1 berdasarkan shape vector yang terdapat pada Persamaan 2, pada skala dari critical storey displacement ∆c (pada lantai 1) dan mode shape

pada critical storey level δc (pada lantai 1 bangunan) :

∆i= δi(∆δc c) (1) Untuk n ≤ 4 :δi = HHi n ; untuk n ≥ 4 : δi = 4 3.( Hi Hn).( 1-Hi 4Hn) (2)

Dimana n adalah jumlah lantai bangunan, Hi adalah elevasi lantai ke-i, dan Hn tinggi total bangunan. Equivalent design displacement didapatkan dari :

d = ∑ (ni=1 mii2)/∑ (ni=1 mii) (3)

Dimana mi massa pada lantai ke-i.

Massa struktur pengganti me dan tinggi efektif He dihitung dengan :

me = (∑ (i=1n mii)⁄∆d) (4)

He = (∑ (ni=1 mi∆iHi)⁄∑ (ni=1 mi∆i)) (5) Langkah 2 : Mengontrol target design displacement Δi setiap lantai terhadap higher mode effect. Kontrol

yang dilakukan adalah memodifikasi nilai target design displacement Δi dengan nilai amplifikasi 𝜔𝜃 dimana memiliki ketentuan seperti pada Persamaan 7.

∆i,ω= ωθ x ∆i (6)

ωθ=1.15 - 0.0034 Hn≤ 1.0 (7)

dimana Hn adalah total tinggi bangunan dalam satuan meter.

Langkah 3 : Memperkirakan level equivalent viscous damping ξeq, dimana displacement ductility μ dari

struktur harus diketahui terlebih dahulu sesuai Persamaan 8. μ= ∆d

y (8)

Yield displacement ∆y didapatkan dari :

y= (2M1y1+M2y2)He⁄(2M1+M2) (9)

Өy= 0.5εyLB

HB (10)

dimana Ө𝑦 adalah rotasi dari balok, εy adalah strain dari tulangan baja, Lb dan Hb adalah panjang dan

tinggi balok.

Equivalent viscous damping ξeq didapatkan dari :

ξeq =0.05+0.565 (μ-1

μπ) (11)

Langkah 4 : Menentukan periode efektif Te dari struktur SDOF pada saat respons peak displacement

dengan memakai design displacement pada langkah 1 dan respons spectrum design displacement sesuai dengan level damping pada langkah 3, ξeq.

(4)

4 Berdasarkan design displacement spectrum maka Te didapatkan dari :

Rξ= (0.02+ ξ0.07 ) 0.5

(12)

Te= ∆d

∆ξ Td (13)

dimana Td adalah corner period, ∆𝜉displacement demand untuk level dari equivalent viscous damping ξeq.

Langkah 5 : Menghitung kekakuan efektif Ke dari struktur SDOF dan design base shear Vbase.

Kekakuan efektif Ke didapatkan dari :

Ke= 4π2 me

Te2 (14)

Design base shear Vbase didapatkan dari :

Vbase= Ked (15)

Langkah 6 : Membagi design base shear secara vertikal dan horizontal ke elemen-elemen penahan beban lateral untuk lantai selain top roof dengan cara :

Fi=0.9 x Vbase(mi∆i⁄∑ (ni=1 mi∆i)) (16)

Sedangkan untuk lantai top roof didapatkan dengan cara sebagai berikut :

Fi=0.1 x Vbase+ 0.9 x Vbase(mii⁄∑ (ni=1 mii)) (17) Langkah 7 : Mengontrol struktur terhadap P-Δ effect melalui stability index θΔ. Kontrol yang dilakukan

berdampak kepada design base shear Vbase yang diterima oleh bangunan. Stability index θΔ didapatkan

melalui : ӨΔ=PM∆d

d (18)

Jika stability index θΔ yang didapatkan bernilai ≤ 0.1, maka nilai design base shear Vbase. Jika stability index θΔ yang didapatkan bernilai >1, maka nilai design base shear Vbase dihitung ulang melalui

Persamaan 19.

Vbase= Ke∆d+C x P∆Hd (19)

dimana C bernilai 0.5 untuk struktur beton, P adalah gaya berat bangunan, Md adalah total Over Turning Moments yang diterima struktur, dan H adalah tinggi total struktur.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan metode Force Based Design (FBD) dan Direct Displacement Based Design (DDBD). Setelah mempelajari kedua metode, perhitungan dengan metode FBD analisis Respon Spektrum dilakukan. Penelitian dilanjutkan dengan perhitungan dimensi balok dan kolom berdasarkan rumus empiris yang ada untuk metode DDBD 1 dan DDBD 2. Dalam metode DDBD 1, massa yang digunakan adalah massa keseluruhan dari struktur. Untuk metode DDBD 2, massa yang digunakan hanyalah massa 1 portal yang ditambahkan dengan massa

tributary area. Penentuan level desain yang digunakan adalah level-3 untuk kota Surabaya, dan level-2 untuk kota Jayapura. Langkah selanjutnya yaitu penentuan target perpindahan pada tiap tingkat(∆i) yang

dilanjutkan dengan perhitungan Equivalent Design Displacement Single Degree of Freedom(∆d). Kemudia

massa ekuivalen, tinggi efektif, desain daktilitas perpindahan, dan equivalentviscous dampingdapat dicari untuk menghitung periode efektif dan kekakuan efektif struktur.Dengan data yang sudah lengkap, maka gaya geser dasar bangunan dapat dicari.Selanjutnya dilakukan perhitungan distribusi beban gempa pada setiap tingkat dan perhitungan capacity design struktur bangunan.

Setelah proses perencanaan selesai, setiap struktur bangunan akan dievaluasi dengan program ETABS 15.2.2.Prosesini diawali dengan pemodelan hubungan momen-kurvatur menggunakan program CUMBIA (Montejo, 2007). Data yang didapat dari program CUMBIA kemudian dimasukkan sebagai data dalam

(5)

5 0 1 2 3 4 5 6 0.00% 2.00% 4.00% Ti ngkat Drift Ratio (%)

Drift Ratio Surabaya Gempa 100 Tahun

FBD arah X DDBD 1 arah X DDBD 2 arah X Batas FBD arah Y DDBD 1 arah Y DDBD 2 arah Y 0 1 2 3 4 5 6 0.00% 2.00% 4.00% Ti ngkat Drift Ratio (%)

Drift Ratio Surabaya Gempa 500 Tahun

FBD arah X DDBD 1 arah X DDBD 2 arah X Batas FBD arah Y DDBD 1 arah Y DDBD 2 arah Y

dengan level gempa 100, 500, dan 2500 tahun untuk mengetahui kinerja struktur, baik dalam gempa arah-x maupun arah-y.Parameter-parameter yang akan dilihat sebagai penentu kinerja struktur yaitu drift ratio,

damage index, dan failure mechanism.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat ditentukan metode mana yang menghasilkan kinerja struktur yang memenuhi persyaratan yang ditentukan.

4. HASIL DAN ANALISIS

Hasil dan analisis membahas output/hasil dynamic nonlinear time history analysis dari ETABS 2015 versi 15.2.2 yang meliputi drift ratio, damage index, danfailure mechanism. Untuk parameter damage index

akan menggunakanperformance matrix bangunan berdasarkan A Model Code for Displacement-Based Seismic Design of Structures DBD12 (Sullivan et al., 2012).

4.1. Drift Ratio

Pada Gambar 4.hingga Gambar 9. dapat dilihat perbandingan drift ratio dengan drift limit yang diijinkan menurut AModel Code for Displacement-Based Seismic Design of Structures DBD12(Sullivan et al., 2012).

Gambar 4.Story Drift Surabaya (100 tahun) Gambar 5.Story Drift Surabaya (500 tahun)

Gambar 6.Story Drift Surabaya (2500tahun) Gambar 7.Story Drift Jayapura (100 tahun)

0 1 2 3 4 5 6 0.00% 2.00% 4.00% Ti ngkat Drift Ratio (%)

Drift Ratio Surabaya Gempa 2500 Tahun

FBD arah X DDBD 1 arah X DDBD 2 arah X Batas FBD arah Y DDBD 1 arah Y DDBD 2 arah Y 0 1 2 3 4 5 6 0.00% 2.00% 4.00% Ti ngkat Drift Ratio (%)

Drift Ratio Jayapura Gempa 100 Tahun

FBD arah X DDBD 1 arah X DDBD 2 arah X Batas FBD arah Y DDBD 1 arah Y DDBD 2 arah Y

(6)

6 Gambar 8.Story Drift Jayapura (500 tahun) Gambar 9.Story Drift Jayapura (2500 tahun) Berdasarkan drift ratio, dapat dilihat bahwa metode DDBD 1 memiliki kinerja bangunan yang paling baik dibandingkan metode lain, baik di kota Surabaya maupun Jayapura.

4.2. Damage Index

Nilai damage index juga dapat digunakan sebagai parameter evaluasi kinerja bangunan. Parameter

damage index ini mengacu pada persyaratan FEMA 356 yang terdiri dari kondisi first yield, immediate occupancy, life safety, dan collapse prevention. Namun, penelitian ini menggunakan persyaratan damage index yang digunakan mengacu kepada Model Code DDBD (Sullivan et al., 2012), dimana di dalamnya terdapat 4 kondisi, yakni first yield (FY), no damage (ND), repairable damage (RD), dan no collapse

(NC). Kondisi no damage (ND) yang terjadi setehal first yield (FY) menyatakan bangunan dapat beroperasi secara total setelah terkena gempa tanpa harus diperbaiki. Bila dilihat pada Gambar 10. persyaratan DDBD berbeda dengan FEMA 356, dan kriteria yang digunakan DDBD sangat ketat bila dibandingkan dengan FEMA 356. Hasil damage index balok dan kolom selengkapnya dapat dilihat pada.

Gambar 10. Perbandingan Persyaratan FEMA 356 dan DDBD

Hasil analisis menunjukan bahwa untuk kota Surabaya yang mewakili wilayah gempa kecil, hanya bangunan DDBD 1 yang memenuhi kriteria. Bangunan yang didesain dengan metode DDBD 1 merupakan desain yang memiliki kinerja yang sesuai kriteria pada setiap level gempa arah-x maupun arah-y.

Untuk kota Jayapura yang mewakili wilayah gempa besar bangunan metode DDBD 1 tidak mengalami sendi plastis pada balok maupun kolom sehingga dikategorikan sebagai first yield saja. Untuk bangunan

0 1 2 3 4 5 6 0.00% 2.00% 4.00% Ti ngkat Drift Ratio (%)

Drift Ratio Jayapura Gempa 500 Tahun

FBD arah X DDBD 1 arah X DDBD 2 arah X Batas FBD arah Y DDBD 1 arah Y DDBD 2 arah Y 0 1 2 3 4 5 6 0.00% 2.00% 4.00% Ti ngkat Drift Ratio (%)

Drift Ratio Jayapura Gempa 2500 Tahun

FBD arah X DDBD 1 arah X DDBD 2 arah X Batas FBD arah Y DDBD 1 arah Y DDBD 2 arah Y

(7)

7 dengan metode FBD dan DDBD 2, kondisi kolom melewati batasan sendi plastis sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk gempa 100 tahun dan gempa 500 tahun.

4.3. Failure Mechanism

Berdasarkan hasil yang didapat, bisa dilihat banyak kolom yang berada dalam kondisi no collapse. Namun, sendi plastis yang terjadi masih dalam batas kapasitas plastis (B), dimana batasan plastis ini masih mendekati batas elastis sehingga boleh dikatakan bahwa kolom masih dalam batas aman. Pengecekan gaya dalam kolom juga dilakukan untuk mengetahui apakah kolom mengalami tekan atau tarik. Hasil pengecekan pada time step terakhir menunjukkan bahwa kolom masih mengalami tekan, sehingga semua bangunan di kota Surabaya dan Jayapura masih aman.

Bangunan pada wilayah gempa Surabaya dan Jayapura sudah memenuhi konsep desain strong colum weak beam. Balok mengalami leleh terlebih dahulu dibandingkan kolom. Jika dilihat, hanya kolom yang berada di lantai dasar yang dalam kondisi no collapse. Berdasarkan hasil-hasil tersebut kondisi beam side sway mechanism sudah tercapai. Hal ini berlaku untuk pembebanan gempa arah-x maupun arah-y.

4.4. Rasio Distribusi Base Shear Tiap Portal Bangunan DDBD2

Rasio distribusi base shear tiap portal hasil analisis non-linear riwayat waktu bangunan DDBD2 dibandingkan dengan base shear rencana tiap portal bangunan DDBD2 terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rasio Distribusi Base Shear Tiap Portal Bangunan Arah-X Kota Jayapura Gempa 100 th Portal X Base Shear

Gempa arah x positif Gempa arah x negatif Rencana

1 8.03% 8.09% 6.97% 2 9.27% 9.52% 10.31% 3 9.20% 9.55% 10.31% 4 20.95% 21.23% 20.73% 5 32.08% 30.55% 30.89% 6 20.47% 21.07% 20.79% Total 100.00% 100.00% 100.00%

Dari Tabel 1.Terlihat bahwa rasio distribusi base shear tiap portal arah x dari hasil analisis hampir serupa dengan rasio distribusi base shear rencana tiap portal. Hal ini juga terjadi bangunan-bangunan lain di kota Surabaya dan Jayapura baik dai portal x maupun portal y dengan selisih rentang 1%-5%. Namun akibat analisa secara tiga dimensi, bangunan menalami puntir sehingga ketika dikenakan gempa arah x, terjadi

base shear arah y yang mengakibatkan penambahan momen pada arah y. 5. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa distribusi base shear bangunan dengan ketidakberaturan sudut dalam secara proporsional massa sesual dengan base shear yang terjadi, namun menghasilkan kinerja bangunan yang kurang baik. Perencanaan dengan metode DDBD 1 menghasilkan struktur dengan kinerja terbaik,baik untuk wilayah dengan risiko gempa rendah (kota Surabaya) maupun wilayah dengan risiko gempa tinggi (kota Jayapura), dibandingkan dengan metode FBD dan DDBD2.

(8)

8 6. DAFTAR REFERENSI

Hendratha, A. dan Adi, T. (2014). Pengaruh Dilatasi pada Bangunan dengan Ketidakberaturan Sudut Dalam yang Didesain Secara Direct Displacement Based. (Tugas Akhir No. 1101 1951/SIP/2014). Program Studi Teknik Sipil. Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Juandinata, R. dan Pranata, Y. (2014). Pengaruh Dilatasi pada Bangunan dengan Ketidakberaturan Geometri Vertikal yang Didesain Secara Direct Displacement Based. (Tugas Akhir No. 1101 1952/SIP/2014). Program Studi Teknik Sipil. Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Montejo, L.A. (2007). CUMBIA. Department of Civil, Construction, and Environmental Engineering, North Carolina State University, North Carolina.

Muljati et.al. (2013). Evaluasi Metode FBD dan DDBD pada SRPM di Wilayah 2 dan 6 Peta Gempa Indonesia. (TugasAkhir No. 1101 1875/SIP/2012).Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Sullivan, T.J., Priestley, M.J.N dan Calvi, G.M., (2012). A Model Code for Displacement-Based Seismic Design of Structure. IUSS Press.

Gambar

Gambar 1. Distribusi Base Shear
Gambar 4.Story Drift Surabaya (100 tahun)  Gambar 5.Story Drift Surabaya (500 tahun)
Gambar 10. Perbandingan Persyaratan FEMA 356 dan DDBD
Tabel 1. Rasio Distribusi Base Shear Tiap Portal Bangunan Arah-X Kota Jayapura Gempa 100 th

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Yang membuat gejala kebahasaan ini langka, dan semakin membuat keingintahuan penulis lebih besar bahwa kata-kata konvensi Arab yang digunakan sebagai bahasa komunikasi antara

Verba adalah salah satu dari kelas kata yang berfungsi untuk menyatakan kegiatan, atau keadaan sesuatu yang dapat mengalami perubahan bentuk ( katsuyou ), dapat berdiri

Menurut (新日本語の中級: 2004) arti dari koto ni suru dan koto ni naru adalah kedua- duanya memiliki arti yang sama yaitu “memutuskan untuk../diputuskan

Penggunaan kultur in vitro untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder terutama senyawa obat dianggap lebih menguntungkan dibandingkan produksi senyawa utuh, dikarenakan dalam

Faktor musiman liburan sekolah, bulan puasa dan hari raya yang jatuh di Triwulan 3 telah mendorong tingkat optimisme konsumen masyarakat Jawa Timur di Triwulan 3 –

Penentuan zonasi secara vertikal ini berdasarkan pada metode standar inkubasi secara in situ (Gocke dan Lenz 2004) yang ditentukan berdasarkan hasil pengukuran persentase