MAKALAH KONSELING GIZI
“ Counseling For Behavioral Modification “
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konseling Gizi
Dosen Pengampu : Galeh Septiar Pontang, S.Gz., M.Gizi
Disusun Oleh :
Anita Septiani
(060112a004)
Irmafani Nafisah
Nurul Ashari
PROGRAM STUDI GIZI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konseling berkembang pertama kali di Amerika yang dipelopori oleh Jesse B. Davis tahun 1898 yang bekerja sebagai konselor sekolah di Detroit (Surya,1988:39). Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan konseling, salah satunya adalah perkembangan yang terjadi pada kajian psikologis, Surya (1988:42) mengungkapkan bahwa kekuatan-kekuatan tertentu dalam lapangan psikologis telah mempengaruhi perkembangan konseling baik dalam konsep maupun teknik. Aliran-aliran yang muncul dalam lapangan psikologi memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan konseling, diantara aliran-aliran psikologi yang cukup memberikan pengaruh terhadap perkembangan konseling adalah sebagai berikut ; aliran strukturalisme (Wundt), Fungsionalisme (James), dan Behaviorisme (Watson).
Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya (Yusuf&Juntika,2005:9).
Konselor behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian utama dari para konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan konseling. Manusia menurut pandangan ini bukan hasil dari dorongan tidak sadar seperti yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.
Jadi pada dasarnya tugas konselor terhadap klien dalam teori behavioral ini adalah mengaplikasikan prinsip dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif. Yaitu menyediakan sarana untuk mencapai sasaran klien, dengan membebaskan seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mencapai sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum. (Corey, 1995). Dengan demikian jelas bahwa konseling behavioral menuntut adanya keterampilan dan kepekaan dalam tingkat
tinggi untuk menjalin hubungan kerja dengan klien. Konseling behavioral cenderung bersifat aktif untuk mengarahkan serta berfungsi sebagai konsultan yang menyelesaikan masalah. Oleh karena mereka menggunakan model berusaha keras dalam mendorong perubahan perilaku dalam lingkungan alami klien, maka hal penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah bahwa mereka secara pribadi bisa bersikap menunjang.
Berdasarkan penjelasan di atas tentang konseling behavior yang membantu klien dalam melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, teknik – teknik dalam konseling behavior, yang harus dilakukan konselor dalam membantu klien untuk melakukan perubahan kea rah yang lebih baik, maka kami tertarik untuk membuat makalah dengan judul “ Counseling For Behavioral Modification “.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konseling dalam perubahan perilaku
2. Untuk mengetahui ciri-ciri konseling dalam perubahan perilaku 3. Untuk mengetahui tujuan konseling dalam perubahan perilaku
4. Untuk mengetahui teknik yang digunakan saat konseling dalam perubahan perilaku 5. Untuk mengetahui metode yang digunakan saat konseling dalam perubahan perilaku 6. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan konseling dalam perubahan perilaku 7. Untuk mengetahui tahapan proses perubahan perilaku
C. Manfaat
Untuk mengetahui konseling dalam perubahan perilaku
BAB II PEMBAHASAN
Konseling dalam perubahan perilaku merupakan istilah yang mencakup berbagai kegiatan yang spesifik yang menggunakan beberapa teknik yang fokus pada permasalahan yang dihadapi. Pendekatan ini sering disebut sebagai terapi behavior dan modifikasi perilaku. Dalam pendekatan ini telah memberikan penerapan yang sistematis tentang prinsip-prinsip
belajar dan pengubahan tingkah laku ke arah dan cara-cara yang lebih adaptif. Berlandaskan teori belajar, modifikasi tingkah laku dan terapi tingkah laku atau terapi behavioral adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan tingkah laku. Terapi behavioral menurut Corey (2005: 196) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c. Perumusan prosedur treatment yang spesifik dan sesuai dengan masalah d. Penaksiran obyektif atas hasil-hasil terapi
Tujuan umum dari konseling dalam perubahan perilaku yaitu :
1. Mengubah perilaku yang tidak selaras dengan masyarakat dan kebutuhan pribadi 2. Membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih efisien
3. Mencegah timbulnya masalah di waktu yang akan datang 4. Memecahkan masalah yang dihadapi klien
5. Mengadakan perubahan perilaku di masa yang akan datang
Teknik-teknik yang biasa digunakan dalam konseling behavior (Komalasari, 2011: 161), diantaranya:
1) Penguatan Positif (Positive Reinforcement) 2) Kartu Berharga (Token Economy)
3) Pembentukan (Shaping)
4) Pembuatan Kontrak (Contingency Contracting) 5) Penokohan (Modeling) 6) Penghapusan (Extinction) 7) Pembanjiran (Flooding) 8) Penjenuhan (Satiation) 9) Hukuman (Punishment) 10) Time-out 11)Assertive training
Merupakan teknik konseling behavioral yang dengan cepat mencapai pada popularitas yang dapat diterapkan dalam situasi interpersonal, individu masih belum bisa melakukan perubahan.
Assertive training merupakan teknik untuk membantu klien dalam hal – hal berikut: a. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung
b. Menunjukan kesopanan yang berlebihan dan mendorong orang lain untuk mendahuluinya
c. Memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak” d. Mengalami kesulitan dalam mersepon yang positif
Dalam teknik ini konselor berusaha memberikan keberanian kepada klien dalam mengatasi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik ini yaitu dengan role playing ( bermain peran ).
12) Aversion therapy
Teknik ini bertujuan menghukum perilaku negative dan memperkuat perilaku positif. 13) Home work
Yaitu latihan di rumah bagi klien yang kurang mampu dalam menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu.
14) Desentisiasi system ( systematic desensitization )
Pada umumnya, penggunaan desensitisasi sistematis dibenarkan jika klien mempunyai kemampuan menangani kegiatan, tetapi justru menghindari situasi karena klien merasa cemas. Desensitisasi merupakan pendekatan yang dilakukan konselor untuk mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu, rileks dan membayangkan sesuatu agar klien dapat mengurangi ketakutan atau ketegangan dalam suasana tertentu. Semua perilaku merupakan ekspresi dari kecemasan. Teknik ini mengajarkan klien untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami klien. Prosedur dalam pelaksanaan teknik ini yaitu :
a. Analisis perilaku yang menimbulkan kecemasan b. Menyusun tingkatan yang menyebabkan kecemasan c. Memberi latihan relaksasi otot
d. Klien diminta membayangkan situasi yang mentenangkan
e. Klien membayangkan situasi yang mencemaskan, jika klien tanpa cemas atau gelisah maka situasi tersebut dapat diatasi klien
f. Bila pada suatu situasi klien merasa cemas dan gugup maka konselor menyuruh klien untuk membayangkan situasi yang menyenangkan
g. Menyusun jenjang kecemasan bersama klien dan konselor menulis diatas kertas Mengenai metode konseling behavioral, Kumboltz mengkategorikan menjadi beberapa pendekatan yaitu pendekatam : (1) Operant Learning, (2) Cognitive Learning, dan (3) Emotional learning.
a. Metode Operant Learning
Dari pendekatan operant learning yang paling penting adalah penguatan (reinforcement) yang dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki. Konselor diharapkan dapat memanfaatkan situasi diluar klien untuk memperkuat perilaku klien yang dikehendaki, sehingga dapat menentukan saat yang tepat untuk memberikan penguatan pada klien. Dalam menerapkan penguatan ini ada empat hal yang harus diperhatikan yaitu: (1) penguatan yang di terapkan hendaknya memiliki cukup kemungkinan untuk mendorong klien
(3) konselor harus mengetahui kapan dan bagaimana memberikan penguatan
(4) konselor harus dapat merancang perilaku yang memerlukan penguatan. (Surya, 1988)
b. Metode Cognitif Learning
Merupakan metode pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dengan klien, dan bermain peranan. Metode ini lebih menekankan pada aspek perubahan kognitif klien dalam upaya membantu klien dalam memecahkan masalahnya. Tujuan utama dalam metode kognitif adalah : (1) membangkitkan pikiran – pikiran pasien, dialog internal atau bicara diri (self talk), dan interpretasi terhadap kehadian-kejadian yang dialami
(2) konselor bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah interpretasi – interpretasi yang telah diambil
(3) menyusun dengan eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi didalam proses perlakuan konseling.
c. Emotional Learning
emotional learning diterapkan pada individu yang mengalami kecemasan. pelaksanaannya dilakukan dalam situasi rileks dengan menghadirkan rangsangan yang menimbulkan kecemasan bersama suatu rangsangan yang menyenangkan.
Menurut Surya (2003: 29) konseling behavior memiliki kelemahan, yaitu :
(1) Konseling behavioral bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulatif, dan mengabaikan hubungan antar pribadi.
(2) Konseling behavioral lebih terkonsentrasi kepada teknik.
(3) Meskipun konselor behavioral sering menyatakan persetujuan kepada tujuan konseli, akan tetapi pemilihan tujuan lebih sering ditentukan oleh konselor.
(4) Perubahan konseli hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku lain.
Sedangkan kelebihan konseling behavior antara lain:
(1) Telah mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan kepada proses konseling.
(2) Mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur (3) Memberikan ilustrasi bagaimana mengatasi keterbatasan lingkungan.
(4) Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan kepada perilaku yang terjadi di masa lalu.
Tahapan Perubahan Perilaku “Model Transteoretikal”
(Simon-Morton, Greene & Gottlieb, 1995)Terdapat 6 tahapan perubahan :
1. Prekontemplasi
Pada tahap ini klien belum menyadari adanya permasalahan ataupun kebutuhan untuk melakukan perubahan. Oleh karena itu memerlukan informasi dan umpan balik untuk menimbulkan kesadaran akan adanya masalah dan kemungkinan untuk berubah. Nasehat mengenai sesuatu hal/informasi tidak akan berhasil bila dilakukan pada tahap ini.
2. Kontemplasi
Sudah timbul kesadaran akan adanya masalah. Namun masih dalam tahap keraguraguan.
Menimbang-nimbang antara alasan untuk berubah ataupun tidak. Konselor mendiskusikan keuntungan dan kerugian apabila menerapkan informasi yang diberikan.
3. Preparasi
Klien sudah memutuskan dan ingin berubh segera tapi tidak hari ini dan mulai melakukan sedikit perubahan.
4. Aksi (Tindakan)
Klien mulai melakukan perubahan. Komitmen tinggi diperlukan dalam tahap ini. 5. Maintenance
Klien membuat perubahan ini menjadi perilaku yang otomatis dan mencegah untuk kembalinya ke perilaku lama.
6. Terminasi
Merupakan puncak perubahan, dank lien tidak tergoda untuk kembali ke perilaku semula.
BAB III PENUTUP A. Simpulan