BAB I PENDAHULUAN
Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi yang berlangsung dari sesi pertama dan sesi kedua pada : Sesi 1 Hari, tanggal : Rabu, 12 September 2012 Pukul : 08.0010.00 WIB Ketua : Anita Damar Riyanti Sekretaris : Anisa Saraswati Sesi 2 Hari, tanggal : Kamis, 13 September 2012 Pukul : 10.0012.00 WIB Ketua : Anastasi Putri Sekreraris : Aninda Rebecca. Pembahasan makalah dengan kasus berjudul “Seorang wanita dengan apatis mendadak” ini didiskusikan oleh anggota kelompok 4 yang berjumlah 10 orang. dengan Tutor yaitu Dr. Hanslavina. Pada akhir diskusi, telah dibuat kesimpulan akhir serta pengelolaan yang tepat yang akan dilakukan pada pasien tersebut.
BAB II LAPORAN KASUS Bu Ana, 68 tahun dibawa keluarganya karena seoerti orang kebingungan apatis dan tidak mau bicara sejak 5 hari terkahir. Pada pemeriksaan fisik tampak Bu Ana agak gemuk, apatis, dan tidak menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Gerakan agak lambat dan seolah mengantuk. Suhu : 37,6 C ; TD : 160/80 mmHg ; TB : 155 cm ; BB : 67 kg Kelenjar getah bening : leher tidak teraba. Kelenjar tiroid tidak membesar Paru : sonor, ronki /, wheezing / Jantung : aritmia absolut dengan takikardia. Murmur () Abdomen : perut agak membuncit; defense muskular () ; nyeri tekan () ; shifting dulness () ; hepar dan lien tidak teraba ; bising usus normal : nyeri tekan suprapubik (+) ; nyeri ketuk sudut kosto –vertebra / Ekstremitas atas : tremor / Ektremitas bawah : edema pretibia (+) Pada pemeriksaan lab Bu Ana didapatkan : Gula darah sewaktu : 180 mg/dl HB : 11, 9 g/dl Leukosit : 11.000/mm3 Trombosit : 180.000/mm3 SGOT : 102 m/L SGPT : 142 m/L Kolesterol total : 279 mg/dl LDL kolesterol : 170 mg/dl HDL kolesterol : 35 mg/dl Trigliserida : 201 mg/dl Albumin : 3,4 mg/dl Ureum : 49 mgg/dl
Kreatinin : 1,02 mg/dl Asam urat : 7,2 HbA1C : 6,5 % Na : 139 meq/L K : 2,92 meq/L T4 : 20 (N : 512 mg/dl ) TSH : 0,3 (N : 0,75,3 mg/dl ) Leukosit urin : 1012/LBP Eritrosit urin : 23/LBP EKG : gelombang p tidak tampak, gelombang T datar/kecil, gelombang U pada smua lead, frekuensi 120x/menit, ST elevasi/depresi tidak ada. CXR : CTR 56% ; infiltrat/ edeme paru / pneumothorak () Bu Ana / keluarganya saat ini menolak untuk dirawat di rumah sakit atau di rujuk ke dokter spesialis.
BAB III PEMBAHASAN
A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan keluhan utama, anamnesis dan pemeriksaan fisik, masalah masalah yang terdapat pada pasien antara lain apatis, obesitas, subfebris, isolated systolic hypertension, aritmia absolute dan takikardi, perut membuncit, nyeri tekan suprapubik, edema pretibial.
Apatis
Apatis. Hal ini dijadikan masalah berdasakan keluhan utama dan pada observasi ditemukan adanya seseorang dikatakan memiliki kesadaran (consciousness) bila terdapat arousal dan kewaspadaan terhadap lingkungan. Tingkat kesadaran ditentukan oleh intraksi antara formatio retikularis dan kortex serebri. Formatio retikularis bertanggung jawab atas arousal, melalui reticular activating system (RAS), dan korteks serebri bertanggung jawab terhadap kewaspadaan terhadap lingkungan yang dapat dinilai melalui respon terhadap rangsangan.1 Bila fungsi serebral hilang, RAS dan batang otak akan mengambil alih sehingga akan timbul suatu kkeadaan yang disebut vegetative state, dimana pasien terjaga namun tidak mempunyai kewaspadaan sehingga tidak bereaksi terhadap stimulus baik verbal maupun nyeri. Oleh karena itu, gangguangangguan yang terjadi pada korteks serebri dan/atau formatio retikulari dapat mengakibbatkan terjadinya penuruna kesadaran. Adapun penyebab dari penurunan kesadaran amatlah banyak, dan dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat terjadinya, maupun kondisi patologis yang terjadi.2 Adapun kondisi patologis yang dapat terjadi adalah infeksi, kelainan vaskular, neoplastic, traumatic, congenital, degenarative, polygenic dan juga metabolik (seperti keadaan hipoxia, gangguan elektrolit, hipoglikemia, uremic encephalopati, hipersmolar akibat diabteik ketoasidosis ataupun nonketotik hiperglikemi, obatobatan juga toxin).
Obesitas
Kegemukan didefinisikan sebagai kandungan lemak berlebih di simpanan adiposa . Batas kegemukan umumnya adalah 20% melebihi standar normal . Kegemukan dapat terjadi jika selama periode tertentu kalori makanan yang masuk melebihi
kilokalori yang digunakan untuk menunjang tubuh , dan kelebihan tersebut disimpan dalam bentuk trigliserida di jaringan lemak . Penyebab kegemukan banyak dan masih belum jelas . Sebagian faktor yang mungkin berperan adalah : - Gangguan emosi dengan makan berlebihan - Gangguan endokrin seperti hipotiroidisme - Kurang berolahraga - Gangguan pusat pengatur rasa kenyang di hipotalamus
Untuk mengetahui seseorang mengalami kegemukan atau tidak bisa dihitung melalui BMI ( Body Mass Index ) dengan rumus BB/TB2 , lalu sesuaikan hasil ke dalam klasifikasi menurut WHO . - Grade 1 overweight ( overweight ) BMI 25 – 29,9 kg/m2 - Grade 2 overweight ( obesity ) BMI 30 – 39,9 kg/m2 - Grade 3 overweight ( severe obesity ) BMI ≥ 40 kg/m2 Pada pasien didapatkan BMI 28 kg/m2 yang termasuk kedalam kategori obesitas . Obesitas merupakan faktor resiko untuk terjadinya berbagai macam penyakit seperti diabetes mellitus tipe 2 , gagal jantung , stroke , ganguan paruparu , gangguan pada tulang dan sendi , kanker . Subfebris
Subfebris. Hal ini dijadikan masalah karena berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan suhu pasien 37, 6oC (suhu normal: 36,5 – 37,2oC). Peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh pasien ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah satu yang paling sering adalah adanya reaksi inflamasi dalam tubuh pasien. Reaksi inflamasi yang terjadi menyebabkan keluarnya endogen pirogen, suatu faktor inflamasi (Il1,PG E2, asam arachidonat) yang merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh sehingga terjadi demam.3 Reaksi inflamasi ini dapat timbul akibat infeksi bakteri atau viirus atau juga dapat terjadi akibat kerusakan jaringan oleh proses autoimmune. Hal lain yang meningkatkan sushu tubuh adalah adanya peningkatan metabolisme basal. ISH
Isolated systolic hypertension. Hal ini berdasarkan pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 160/80 mmHg. Tekanan sistool meningkat dapat disebabkan karena penurunan compliance pembuluh darah (terjadi pada ateriosklerosis) atau peningkatan cardiac output (aorta regurgitasi, tyrotoxicosis, demam).4 Curah jantung itu sendiri dipengaruhi oleh stroke volume dan frekuensi jantung, sehingga
peningkatan curah jantung di sini dapat diakibatkan karena adanya peningkatan stroke volume, frekuensi ataupun keduanya. Aritmia absolut dan takikardi Aritmia absolut dan takikardi. Hal ini ditemukan dari pemeriksaan fisik. Adapun standar definisi dari takikardi adalah irama yang menghasilkan ventricular rate > 100 kali per menit. Peningkatan denyut jatung disini jelas merupakan andil dari peran saraf simpatis yang memiliki inotropik (+), kromotropik (+) dan dromotropik (+).5 Adanya peningkatan denyut jantung akan meningkatkan cardiac output sehingga akan meningkatkan tekanan darah. Adapun aritmia disini ialah irama yang tidak beraturan karena adanya abnormalitas dalam pembentukan impuls dan/ abnormalitas dalam perjalanan impuls.6 Mengingat bahwa umur pasien di sini merupakan faktor resiko yang tinggi, salah satunya terhadap CVD maka harus diwaspadai terjadinya fibrilasi. Oleh karena itu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui apa yang terjadi pada jantung melalui EKG.
Perut Membuncit
Perut membuncit. Dasar masalah ini didapatkan dari observasi. Perut yang membuncit ini dapat terjadi karena adanya penimbunan lemak ataupun acites. Apabila perut yang membuncit ini dikarenakan adanya penimbunan lemak, maka hal ini meningkatkan faktor resiko terjadinya dislipidemia, hal ini dikarenakan pemecahan jaringan lemak viseral akan langsung dibawa ke hepar.1 Berbeda dengan lemak subkutan , yang apabila mengalami pemecahan maka akan dibawa melalui sirkulasi sistemik terlebih dulu dan menghindari adanya efek langsung pada metabolisme di hati. Dan bila perut membucit ini disebabkan oleh karena penumpukan cairan maka perlu dipikirkan adanya penurunan tekanan osmotik vaskular (hipoalbuminemia). Nyeri tekan suprapubik Nyeri tekan suprapubik. Dasar masalah ini didapatkan dari pemeriksaan fisik. Nyeri terjadi akibat rangsangan reseptor nyeri yang kemudian melalui serat Adelta maupun serat C, dan akhirnya mengahantarkan impuls ke otak. Adapun nociceptor ini dapat terangsang oleh adanya perubahan mekanis, kimia dan polimodal.7 Reaksi inflamasi yang terjadi, karena menghasilkan berbagai mediator proinflamasi juga merangsang nociceptor ini.7 Di regio suprapubik terdapat berbagai organ, salah satu
yang tersering terkena infeksi adalah vesika urinaria. Faktor usia meningkatkan resiko terjadinya sistitis. Kemungkinan lain penyebab nyeri ini, seperti polikistik ovarii syndrome juga perlu dipikirkan.
Edema Pretibial
Edema adalah pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium.8 Penyebab edema dikelompokkan sebagai berikut :
1. Berkurangnya konsentrasi protein plasma8
Edema dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi plasma melalui beberapa cara berbeda :
a. Pengeluaran berlebihan protein plasma melalui urin, akibat penyakit ginjal b. Penurunan sintesis protein plasma, akibat penyakit hati (hati membentuk hampir semua protein plasma) c. Konsumsi makanan yang kurang mengandung protein d. Pengeluaran protein plasma akibat luka bakar yang luas 2. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler8
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler memungkinakan lebih banyak protein plasma yang keluar dari plasma ke dalam cairan interstisium sekitar, sebagai contoh, melalui pelebaran pori kapiler yang dipicu oleh histamin sewaktu cedera jaringan atau reaksi alergik. Penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang terjadi menurunkan tekanan masuk efektif, sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang terjadi akibat peningkatan protein di cairan interstisium meningkatkan gaya keluar efektif. Ketidakseimbangan ini ikut berperan menyebabkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera (misalnya lepuh) dan reaksi alergik (misalnya biduran).8
3. Meningkatnya tekanan vena
Ketika darah terbendung di vena, menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler karena kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena, sehingga terjadi edema. Contohnya pada gagal jantung kongestif, dimana jantung gagal melakukan tugasnya untuk memompa darah sehingga darah akan terbendung.8 Pada kasus ini, terjadi edema pretibial juga mungkin dapat disebabkan oleh jantung kanan gagal untuk memompa darah ke paruparu, sehingga terjadi bendungan.
Sumbatan pada pembuluh limfe dapat menyebabkan edema karena kelebihan cairan filtrasi tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui pembuluh limfe. Penyumbatan pembuluh limfe yang luas terjadi pada filariasis, yaitu suatu penyakit parasit yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama ditemukan di daerah pantai tropis. Pada penyakit ini, cacing filaria yang halus mirip benang menginfeksi pembuluh limfe dan menyumbat drainase limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami edema berat. Penyakit ini sering dinamai elefantiasis karena kaki yang membengkak tampat seperti kaki gajah.8 5. Edema akibat penggunaan obatobatan Beberapa obat yang dapat menyebabkan terjadinya edema antara lain obat obatan dari golongan OAINS, antihipertensi (Ca channel blocker, dll), hormon steroid, siklosporin, growth hormone, dan imunoterapi.9
Apapun kausa edemanya, konsekuensi penting adalah berkurangnya pertukaran bahan antara darah dan sel. Cairan yang berlebihan menumpuk, jarak antara darah dan sel yang harus dilalui oleh nutrien, O2, dan zat sisa bertambah. Karena itu, selsel di dalam jaringan edematosa mungkin mengalami kekurangan pasokan.8 Secara umum terdapat dua jenis edema, antara lain pitting edema dan non pitting edema. Pitting edema adalah apabila setelah dilakukan penekanan pada daerah yang mengalami edema akan terbentuk indentasi pada kulit. Sebaliknya pada non pitting edema, tidak terbentuk indentasi pada kulit yang mengalami penekanan.9 B. Anamnesis Tambahan
Untuk menyingkirkan berbagai hipotesis, maka diperlukan beberapa anamnesis tambahan berupa :
Riwayat penyakit sekarang
Pekerjaan dari pasien ?
Apakah terjadi penurunan berat badan pada pasien ?
Berapa banyak intensitas penurunan berat badan yang terjadi ?
Apakah pasien pernah mengalami trauma sebelumnya ?
Apakah pasien pernah memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus atau hipertensi sebelumnya ?
Riwayat pengobatan
Apakah pasien sudah atau pernah mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya ?
C. Pemeriksaan Fisik STATUS GENERALIS Keadaan Umum: Status gizi: Ibu Ana tampak agak gemuk yang menunjukkan tandatanda berat badan yang berlebih. Tingkat kesadaran: apatis, tidak menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, geraknya agak lambat dan seolah mengantuk. Keadaan apatis ini menandakan mulainya penurunan kesadaran dan menurunnya respon terhadap rangsangan, hal ini berkaitan dengan kelainan pada otaknya.
Tanda Vital: Suhu: 37.6oC.
Suhu tubuh Ibu Ana masuk ke dalam kategori subfebris (37oC – 38oC) menunjukkan kemungkinan adanya reaksi inflamasi dalam tubuh pasien.
Tekanan darah: 160/80 mmHg.
Tekanan sistol meningkat dapat disebabkan karena penurunan compliance pembuluh darah (terjadi pada ateriosklerosis) atau peningkatan cardiac output (pada aorta regurgitasi, tyrotoxicosis, demam). BB: 67 kg, TB: 155 cm. Dari perhitungan BMI, didapatkan hasil 28 kg/m2 yang menunjukkan bahwa pasien ini menderita obesitas (berdasarkan BMI pada orang Asia). STATUS LOKALIS Tidak ditemukannya pembesaran KGB leher menunjukan kemungkinan tidak ada infeksi pada pasien ini. Kelenjar tiroid tidak membesar Interpretasi : kemungkinan tidak ada kelainan pada kelenjar tiroidnya. Namun, masih ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan kelenjar tiroid tapi tidak
menunjukkan pembesaran, seperti kelainan pada hipotalamus atau hipofisis anteriornya dan tumor pada kelenjar tiroid, yang mengakibatkan peningkatan T3 dan T4, tapi tidak teerjadi peningkatan dari TSH.
Paru: sonor, ronki /, wheezing /
Jantung: aritmia absolute dengan takikardia yang menunjukkan peran saraf simpatis yang memiliki inotropik (+), kromotropik (+) dan dromotropik (+). Adapun aritmia disini ialah irama yang tidak beraturan karena adanya abnormalitas dalam pembentukan impuls dan atau abnormalitas dalam perjalanan impuls.
Abdomen: perut agak membuncit yang mungkin disebabkan oleh berat badan Ibu Ana yang berlebihan. Defense muscular (). Menunjukkan Ibu Ana tidak menderita tetanus ataupun peritonitis. Nyeri tekan (). Tidak adanya peradangan pada peritoneum ataupun peradangan intraabdominal. Shifting dullness (). Tidak terjadi ascites pada Ibu Ana. Hepar dan lien tidak teraba menunjukkan tidak adanya pembesaran pada kedua organ tersebut. Bising usus normal menunjukkan tidak ada peningkatan dari gerakan peristaltik usus. Nyeri tekan suprapubik (+) menunjukkan kemungkinan terjadinya infeksi pada vesika urinaria. Faktor usia meningkatkan resiko terjadinya sistitis. Nyeri ketuk sudut kostovertebra / Ekskremitas atas: tremor / Ekskremitas bawah: edema pretibia (+) menunjukkan kemungkinan terjadinya kelainan ginjal yang dapat menyebabkan peningkatan albumin yang diekskresikan, sehingga cairan terakumulasi di interstisial.
D. Pemeriksaan penunjang
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan Darah
Hasil Nilai Normal(1) Interpretasi Hipotesis
GDS 180 mg/dL < 200 mg/dL Normal Normal
Hemoglobin 11,9 mg/dL 12,0–15,8 mg/dL Normal Normal
Trombosit 180x103/mm3 165–415x103/mm3 Normal Normal
Leukosit 11000/m3 5000–10000/mm3 Leukositosis Peradangan
SGOT 102 µ/L 12–38 µ/L Gangguan fungsi
hati Fatty Liver SGPT 142 µ/L 7–41 µ/L Kolesterol total 279 mg/dL < 200 mg/dL = 7,9 (normal : < 5) = 4,8 (normal: < 3) Dislipidemia LDL 170 mg/dL < 100 mg/dL HDL 35 mg/dL High: ≥ 60 mg/dL Low: ≤ 40 mg/dL Trigliserida 201 mg/dL 30–200 mg/dL
Albumin 3,4 mg/dL 4,0–5,0 mg/dL Hipoalbuminemia Gangguan fungsi hati atau ginjal Ureum 49 mg/dL 10–50 mg/dL(2) Azotemia Kidney Injury Kreatinin 1,02 mg/dL 0,5–0,9 mg/dL Asam urat 7,2 mg/dL 2,5–5,6 mg/dL HbA1C 6,5% 4,0–5,6% Normal : 4,0–5,6% PreDM : 5,7–6,4% DM : ≥6,5% Resiko DM
Natrium 135 meq/L 136–146 meq/L Normal Normal
Kalium 2,92 meq/L 3,5–5,0 meq/L Hipokalemia Gangguan fungsi
ginjal T4 20 mg/dL 5,4–11,7 µg/dL Hipertiroidisme primer Grave’s disease Karsinoma tiroid TSH 0,3 µIU/mL 0,34–4,25 µIU/mL Pemeriksaan Urine
Hasil Nilai Normal(1) Interpretasi Hipotesis
Leukosit 10–12/LPB 0–2/LPB
Tidak normal Kidney InjuryCystitis
Eritrosit 2–3/LPB 0–2/LPB PEMERIKSAAN EKG Gelombang P tidak tampak Pada keadaan normal, gelombang P menggambarkan depolarisasi atrium. Pada hasil pemeriksaan EKG pasien ini, tidak ditemukan gelombang P, artinya ada gangguan pada proses depolarisasi. Gelombang P yang tidak tampak sebagai akibat dari pembentukan impuls pada nodus AV yang begitu cepat sehingga impuls belum selesai menyebar ke seluruh atrium namun, sudah tercetus impuls berikutnya. Dengan tidak adanya gelombang P menunjukkan bahwa aritmia yang terjadi disini adalah aritmia suprventrikular. Dan dengan melihat frekuensi yang ‘masih; 120 kali per menit belum dapat dikatakan terjadi flutter atrium (frekuensi 250350 kali per menit). Namun aritmia ini perlu diwaspadai dapat berjalan ke arah yang lebih parah menjadi flutter atrial, atau bahkan fibrilasi atrium. Gelombang T datar / kecil Pada keadaan normal, gelombang T menggambarkan repolarisasi ventrikel. Pada hasil pemeriksaan EKG pasien ini, ditemukan gelombang T yang datar/kecil, artinya terdapat gangguan pada proses repolarisasi ventrikel. Gelombang U di semua lead
Gelombang U pada semua lead. Normalnya gelombang U kecil, defleksi, dan mengikuti gelombang T dan biasanya memilki polaritas yang sama dengan
gelombang T. Peningkatan pada gelombang U pada umumnya sebagai akibat dari keadaan hipokalemia.10 Frekuensi 120x/menit Dari hasil EKG dapat diketahui frekuensi jantung pasien adalah 120x/menit, termasuk takikardi, dimana frekuensi normalnya adalah 60–100x/menit. Hal ini terjadi karena pada hipertiroid, yaitu suatu keadaan dimana kadar hormon tiroid dalam darah yang tinggi menyebabkan sistem saraf simpatis merangsang jantung terutama di bagian ventrikel untuk berkontraksi lebih kuat, sehingga terjadi takikardi. Tidak ditemukan ST elevasi / depresi ST elevasi/depresi menunjukan pasien tidak ada tandatanda infark miokard atau yang mengarah kesana dan pasien juga diketahui tidak ada riwayat infark miokard karena ditambah tidak ditemukan gelombang Q pada pasien ini FOTO TORAKS CTR 56% Dari pengukuran cardiothoracic ratio didapatkan hasil yaitu 56%, sedangkan nilai CTR normal adalah ≤ 50%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini terdapat kardiomegali, yaitu keadaan dimana ukuran jantung lebih besar daripada normal. Infiltrat/edema/pneumotoraks () Tidak didapatkan tandatanda adanya infiltrat/edema/pneumotoraks pada foto toraks pasien, maka dapat disimpulkan tidak terdapat kelainan pada paruparu pasien.
F. Diagnosis definitif
Diagnosis penyakit Grave dapat ditentukan pada pasien yang secara klinis dan laboratoris didapatkan thyrotoxicosis primer yang dibuktikan dengan adanya peningkatan kadar T4 dan penurunan kadar TSH; disertai dengan penyerta dari penyakit grave, yaitu diffuse strauma, TPO atibodies positif, ophtalmopathy, dan dermopathy.1 Pada pasien terjadi thyrotoxicosis primer, yang gejalanya tealh ditemukan secara klinis dan dibuktikan secara labolatoris. Namun pada pasien ini, tidak ditemukan penyerta dari penyakit Grave. 11
Diagnosis adanya UTI juga dapat dibuktikan dengan ditemukannya nyeri pada suprapubik dan secara laboratoris ditemukan leukosit serta eritrosit pada urin
Dan berdasarkan Cockroft-Gault, didapatkan bahwa GFR pada pasien 55,833 mL/menit, yang mana normalnya ≥120 mL/menit. Penurunan GFR ini mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal. Namun hal ini perlu dipastikan lebih lanjut, seperti volume uri yang diproduksi, hasil pemeriksaan penunjang untuk ginjal.
Maka diagnosis pada pasien ini adalah thyrotoxicosis dan UTI disertai penurunan fungsi ginjal.
G. Patogenesis penyakit
Pasien ini mengalami 3 masalah yang saling berkesinambungan yaitu; a). lifestyle yang buruk dengan dasar hasil inspeksi tubuh pasien yang gemuk dan hasil BMI yang menunjukkan 28 kg/m2, b). hipertiroidisme serta c). Urinary Tract Infection.
Pasien yang didiagnosis menderita Hipertiroidisme primer dapat dibuktikan melalui hasil pemeriksaan laboratorium dimana didapatkan jumlah T4 yang menurun dan TSH yang justru menurun. Hal ini diduga sebagai akibat dari kelainan primer yang terjadi pada kelenjar tiroid sebagai tempat sintesis hormon tiroksin sehingga T4 dalam jumlah yang besar tersebut menimbulkan efek feedback negative kepada hipofisis anterior, akibatnya jumlah TSH mengalami penurunan. Pada pasien usia lanjut seperti Bu Ana, hipertiroidisme yang dialami biasanya disebut sebagai Apathetic Hyperthyroidism dengan gejala yang bertolak belakang dengan hipertiroidisme yang umum terjadi. Itulah sebabnya pasien tampak apatis.
Keadaan meningkatnya hormon tiroksin yang memiliki efek simpatomimetik tersebut menjelaskan gejala gangguan kardiovaskuler yang dialami pasien. Hormon tiroksin dapat meningkatkan ketanggapan sel terhadap katekolamin (Epinefrin, Norepinefrin) sehingga melalui efek simpatis tersebut didapatkan peningkatan denyut
jantung serta kekuatan kontraksi jantung yang akan menimbulkan kelainan pada irama jantung (aritmia) dan meningkatnya frekuensi denyut jantung (takikardia). Aritmia yang terjadi ialah aritmia jenis Supraventrikular dimana kontraksi yang terusmenerus menyebabkan impuls yang harusnya berjalan melalui nodus SAAVserabut purkinje menjadi tidak teratur. Melalui gambaran hasil EKG didapatkan gelombang P yang tidak tampak sebagai akibat dari pembentukan impuls pada nodus AV yang begitu cepat sehingga impuls belum selesai menyebar ke seluruh atrium namun, sudah tercetus impuls berikutnya. Namun melalui hasil EKG belum dapat dipastikan jenis aritmia supraventrikular yang dialami pasien. Peningkatan kontraksi jantung yang terus menerus juga mengakibatkan keadaan isolated sistolic hypertension dimana terdapat peningkatan sistol, akibat dari peningkatan curah jantung. Apabila terus berlangsung maka tidaklah heran didapatkan kardiomegali atau pembesaran jantung pada pasien.
Selain itu, hormon tiroksin diperkirakan dapat meningkatkan jumlah reseptor β adrenergik di jantung maka peningkatan hormon tiroksin dapat dengan mudah menimbulkan efek pada sistem kardiovaskuler.
Hormon tiroksin juga memiliki pengaruh terhadap lipolisis dalam jaringan adiposa. Hormon ini mempengaruhi enzim adenilat siklase yang membuat AMP siklik. AMP siklik kemudian mempengaruhi protein kinase untuk mengaktifkan hormon sensitive lipase yang berperan dalam memecah simpanan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Peningkatan asam lemak bebas tersebut masuk dalam kategori dislipidemi. Hal ini yang mungkin menyebabkan peningkatan SGOT/SGPT sebagai akibat dari timbulnya gangguan fungsi hati pada pasien.
Berikutnya, hormon tiroksin ternyata dapat meningkatkan sintesis glukosaminoglikans sehingga menyebabkan penumpukan asam hialuronat yang menarik air masuk melalui membran sel. Hal ini berujung pada proses balloning/oedem intrasel. Keadaan ini disebut juga sebagai myxedema yang terjadi pada regio pretibial seperti yang dialami pasien. Masalah lainnya, ialah pasien yang mengeluh nyeri pada regio suprapubik yang diduga akibat dari Urinary Tract Infection. Diperkirakan lokasi infeksi terjadi pada organ vesika urinaria berdasarkan tingginya angka insidensi infeksi traktus urinarius pada organ tersebut. Hal ini didukung dengan meningkatnya kadar ureum, kreatinin, serta asam urat dalam darah. Metabolitmetabolit tersebut harusnya dieksresi melalui ginjal namun akibat dari kemungkinan terjadinya ascending infection yang terjadi
sehingga infeksi mengenai organ ginjal mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi ginjal. Gangguan keseimbangan elektrolit berupa hipokalemia berkaitan dengan adanya gangguan fungsi ginjal yang dialami pasien. Kemungkinan terjadinya urinary tract infection juga didukung dengan peningkatan jumlah leukosit.
H. Tatalaksana Non medika mentosa
Edukasi dengan menyarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. ANA (Anti Nuclear Antinody) > atas dasar dugaan terjadinya Grave's disease pada pasien
2. Ca marker (Iodium radioaktif) > atas dasar dugaan terjadinya keganasan pada hipothalamus, hipofisis anterior, ataupun kelenjar tiroid pada pasien 3. USG > untuk mencari adanya kelainan pada hati dan ginjal, serta traktus urinarius pasien 4. HbsAg > atas dasar dugaan terjadinya hepatitis pada pasien Medika mentosa 1. Infeksi Saluran Kemih
TrimetoprimSulfametoksazol : baik untuk orang dengan gangguan fungsi ginjal/hati 2. Obat anti tiroid Propiltiourasil (PTU) : metabolisme pada gangguan fungsi hati atau fungsi ginjal normal Obat antitiroid berkhasiat menurunkan kadar hormone tiroid melalui berbagai mekanisme : 1. Mekanisme intratiroid , dengan menghambat proses oksidasi dan organifikasi yodium , menghambat proses coupling yodotirosin , dan mengubah struktur biosintesis tiroglobulin . 2. Mekanisme ekstratiroid , dengan menghambat perubahan T4 menjadi T3 di perifer .
3. Bekerja pada proses dasar terjadinya penyakit graves melalui sifat imunosupresannya baik dalam proses intratiroidal maupun ekstratiroidal .
Obat antitiroid merupakan tonggak utama pengelolaan penyakit graves . Obat antitiroid yang terbanyak digunakan adalah kelompok Tionamid yaitu PTU dan Imidazol (metimazol , tiamazol , karbimazol) .
1. Dosis awal PTU berkisar 300600mg/hari , dengan dosis maksimal 1200 2000mg/hari .
2. Dosis awal untuk metimazol dan tiamazol adalah 2030mg/hari .
3. Penyekat adrenergic beta diberikan pada awal terapi , sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 612minggu pemberian antitiroid . Propanolon 40200mg dalam 4 dosis .
Pada awal pengobatan , pasien dikontrol setelah 612minggu pemberian antitiroid. Setelah eutiroid pemantauan setiap 36 bulan , setelah tercapai eutiroid , obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 1224 bulan . Kemudian dihentikan dan dievaluasi apakah sudah terjadi remisi .Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan , p;asien masih dalam keadaan eutiroid walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau relaps .12
I. Komplikasi Hipertiroidisme
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi,selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis.Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,agitasi, tremor, hipertermia (sampai 1060F), dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan kematian. Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves,infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.Hipertiroid yang terjadi pada anakanak juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
Infeksi Saluran Kemiah Atas
Komplikasi yang sering terjadi pada infeksi saluran kemih yaitu batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisistem, dan gangguan fungsi ginjal.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka panjang adalah terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik. Komplikasi lainnya : Dengan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan dyslipidemia maka pasien ini bisa terkena komplikasi Penyakit Jantung Koroner. Kerusakan organ (seperti ginjal, otak, hati dan usus) Stroke Serangan iskemik sesaat (transient ischemic attack, TIA) J. Prognosis Ad Vitam : Dubia ad Malam Ad Fungsionam : Dubia ad Malam Ad Sanationam : Dubia ad Malam
BAB IV KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan didapatkan hal-hal berupa apatis, obesitas, subfebris, isolated systolic hypertension, aritmia absolute dan takikardi, perut membuncit, nyeri tekan suprapubik, edema pretibial, dimana gejalagejala tersebut terdapat pada Tirotoksikosis primer. Selain itu nyer suprapubik mengarah kepada terdapatnya infeksi pada pasien ini. Pada ... ? Selain itu tindakan pengelolaan berupa non medika mentosa maupun medika mentosa perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya komplikasi.
BAB V PENUTUP
Demikian makalah ini dibuat mengenai materi yang berjudul “Seorang wanita dengan apatis mendadak. Makalah ini masih memiliki kekurangan dikarenakan terbatasnya pengetahuan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini.
Kami mengucapkan terimakasih kepada tutor yang telah mengarahkan jalannya diskusi sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
BAB VI DAFTAR PUSTAKA 1. Ropper AH. Coma. Longo, Fauci, Kasper, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. USA: McGrawHill Companies; 2012; p. 14934 2. Boss BJ. Concepts of Neurologic Dysfunction. Huether SE, McCance KL, editors. Understanding Pathophysiology. 3rd ed. Philadelaphia, PA: Mosby; 2008; p. 731.
3. Sherwood L. Keseimbangan Energi dan Pengaturan Suhu dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001; p. 6034.
4. Kotchen TA. Hypertensive Vascular Disease. Longo, Fauci, Kasper, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. USA: McGrawHill Companies; 2012; p. 37475.
5. Sherwood L. Fisiologi Jantung dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001; p. 26576.
6. Marchlinski F.The TAchyarrhythmias. Longo, Fauci, Kasper, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. USA: McGrawHill Companies; 2012; p. 187882.
7. Sherwood L. Keseimbangan Energi dan Pengaturan Suhu dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001; p. 6034.
8. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;
2011. p.396-8.
9. Braunwald E, Loscalzo J. Edema. In: In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL,
Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, Editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p.290-4.
10. Goldberger AL.Electrocardiography. Longo, Fauci, Kasper, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. USA: McGrawHill Companies; 2012; p. 18314.
11.Jameson JL, Weetman AP. Disorder of the Thyroid Gland. Longo, Fauci,
Kasper, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2012; p. 2922-6.
12. Ismail D , Alwi I , Rahman M , Subekti I , Chen K , Manan C et all . In : Rani A , Soegondo S , Nasir A , Wijaya I , Nafrialdi , Mansjoer A ,Editors . Panduan Pelayanan Medik . Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia ; 2008 . p . 16 .