11
Kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank setelah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito adalah menyalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran dana ini dikenal dengan istilah alokasi dana. Pengalokasian dana di bank syari’ah diwujudkan dengan pemberian pembiayaaan.
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 21 Tahun 2008, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syari’ah/ unit usaha syari’ah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/pihak yang diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan ujroh, tampa imbalan, atau bagi hasil.1
Bentuk pembiayaan di bank syari’ah :
a. Transaksi dalam bentuk bagi hasil mudharabah dan musyarakah. b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam
bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik.
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan ishtisna.
1. Jenis Pembiayaan
Pembiayaan dilihat dari tujuan penggunaan : a. Pembiayaan Investasi
Diberikan oleh bank syari’ah untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi, pembiayaan ini umumnya diberikan dalam nominal besar, serta jangka panjang dan jangka menengah.2
b. Pembiayaan modal kerja
Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi baik secara kuantitatif (jumlah hasil produksi) maupun secara kualitatif (peningkatan kualitas dan mutu hasil produksi), untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility place dari suatu barang.3
c. Pembiayaan konsumsi
Diberikan kepada nasabah untuk membeli barang-barang untuk keperluan pribadi dan tidak untuk keperluan usaha.4
2. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
Pemberian fasilitas pembiayaan mempunyai tujuan yang tidak bisa dilepaskan dari misi bank tersebut. Adapun tujuan pemberian pembiayaan secara umum adalah sebagai berikut :5
2Ibid.,h.114
3 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema
Insani,2001) h. 160
1. Mencari keuntungan
Keuntungan merupakan hasil dari penyaluran pembiayaan kepada nasabah. Dimana hasil tersebut biasa berupa bagi hasil yang diterima oleh bank atas pembiayaan yang telah diberikannya kepada nasabah.
2. Membantu usaha nasabah
Tujuan penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh bank adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik berupa dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana pinjaman dari bank tersebut pihak debitur (nasabah) dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.
3. Membantu pemerintah
Bagi pemerintah semakin banyak jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik. Hal ini mengingat bahwa semakin banyak pembiayaan berarti adanya peningkatan pembangunan diberbagai sektor. Keuntungan lain dari penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh bank kepada nasabah terhadap pemerintah adalah :
a. Penerimaan pajak yang diperoleh dari keuntungan nasabah dan bank.
b. Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk pembiayaan pembangunan usaha baru atau peluasan usaha akan membutuhkan
5 Veithzal Rivai, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Raja Grafindo Persada,
tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menganggur.
c. Meningkatkan jumlah barang dan jasa.
d. Menghemat devisa Negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor dari negara lain sekarang sudah dapat diproduksi di negeri sendiri.
e. Meningkatkan devisa Negara, apabila pemberian pembiayaan dibiayai untuk produk yang diekspor ke luar negeri.
Disamping tujuan di atas, pemberian pembiayaan memiliki fungsi sebagai berikut :6
1. Untuk meningkatkan daya guna uang
Dengan adanya pembiayaan dapat meningkatkan daya guna uang, dimana adanya pembiayaan uang bisa menghasilkan barang atau jasa.
2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh pembiyaan maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya..
3. Untuk meningkatkan daya guna barang
Pembiayaan yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh nasabah untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna.
4. Meningkatkan peredaran barang
Pembiayaan dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari suatu wilayah ke wilayah lain, sehingga jumlah barang yang beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau pembiayaan dapat pula meningkatan jumlah barang yang beredar. 5. Sebagai alat stabilitas ekonomi
Pembiayaan yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Hal ini dapat membantu stabilitas ekonomi.
6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha
Bagi nasabah penerima pembiyaan, hal ini tentu akan dapat meningkatkan kegairahan dalam berusaha. Apalagi bagi nasabah yang benar-benar kekurangan modal.
7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
Semakin banyak pembiayaan yang disalurkan akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Misalkan jika sebuah pembiayaan diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran. Disamping itu, bagi masyarakat disekitar pabrik juga
akan dapat meningkatkan pendapatannya dengan membuka warung atau menyewakan rumah kontrakan atau jasa lainnya.
3. Analisis Pemberian Pembiayaan
Dalam pemberian pembiayaan diperlukan analisis terhadap terjadinya suatu resiko gagal bayar. Bank harus berhati-hati (prudent) dalam memberikan pembiayaan kepada calon nasabah. Penilaian yang dilakukan oleh bank menggunakan analisis 5C diantaranya :
a. Character (sifat-sifat si calon nasabah)
Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak orang yang diberikan pembiayaan benar-benar dapat dipercaya, hal ini dapat diketahui dengan cara menanyakan dalam lingkungan pergaulannya. Misalnya, apakah dia senang judi ?
b. Capital (modal dasar si calon nasabah)
Apakah calon nasabah mempunyai modal awal yang cukup untuk memulai suatu usaha ?
c. Capacity (kemampuan si calon nasabah)
Dalam hal ini perlu dianalisis kemampuan calon nasabah untuk melunasi hutangnya.
d. Collateral (jaminan yang disediakan calon nasabah)
Merupakan jaminan yang diberikan oleh nasabah untuk memberikan keyakinan kepada bank.
Hal ini sangat penting dianalisis, apakah kondisi perkonomian yang dibiayai sedang menguat atau melemah dari pasar.7
B. Pengertian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro iB
Kredit usaha rakyat (KUR) mikro iB adalah kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan investasi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada usaha mikro kecil dan menengah untuk membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan atau kredit dari bank kepada individu untuk memenuhi kegiatan usaha.8
Kredit usaha rakyat (KUR) mikro iB merupakan KUR pola syari’ah dengan plafond maksimal Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) dengan margin pembiayaan 9% p.a (pertahunnya) sesuai dengan prinsip syari’ah.
Kredit usaha rakyat (KUR) mikro diperuntukan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menegah. Sektor usaha yang dibiayai yaitu sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, perdagangan, konstruksi dan jasa-jasa.9
Sumber dana penyaluran KUR adalah 100% (seratus persen) bersumber dari dana bank pelaksana dijamin secara otomatis (automatic cover) oleh perusahaan penjamin dengan nilai penjaminan sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari plafond KUR mikro iB.
Usaha mikro menurut kementrian Koperasi dan UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum. Dengan hasil penjualan (omset) tahunan paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta
7 Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia ( Yogyakarta : Andi Offset, 2005), h.123 8www.brisyariah.co.iddi akses tanggal 06 Juni 2017
rupiah). Atau memiliki kekayaan paling banyak Rp 50.000.000.- (lima puluh juta rupiah) tidak temasuk tanah dan bangunan tempat usaha.10
Defenisi usaha mikro menurut Bank Indonesia adalah kredit yang besarnya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
Defenisi usaha mikro menurut undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM adalah usaha produktif milik orang perorangan dan, atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.11
Usaha mikro kecil menengah mempunyai suatu potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang sangat besar, pertumbuhan UMKM dapat dimasukan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan.12
Pada tanggal 10 Juni 2008, DPR mengesahkan UU tentang usaha mikro,kecil,dan menengah (UMKM). Selanjutnya Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, mengundangkannya pada 4 Juli 2008 menjadi UU No 28 tentang UMKM. Pengundangan UU No 20 Tahun 2008 menjadi peluang bagi perbankan syari’ah untuk terlibat secara maksimal dalam pemberdayaan UMKM.13
UU No 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa tujuan pemberdayaan UMKM adalah :
10
Bendi Linggau dan Hamidah, Bisnis Kredit Mikro,(Jakarta : Papas Sinar Sinanti, 2010),cet ke-1, h.17
11Ibid.
12 Tulus Tambunan, UMKM di Indonesia,( Bogor : Ghalia Indonesia,2009) h.2
a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang.
b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
Meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan (pasal 5 UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM).14
C. Akad yang Terkait Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro iB
Akad yang terkait pembiayaan KUR mikro iB adalah jual beli (Murabahah). Murabahah adalah istilah dalam fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan harga perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan.15
Murabahah didefenisikan oleh para fuqaha sebagai penjualan barang seharga biaya/harga pokok (cost) barang tersebut ditambah dengan mark-up atau margin keuntungan yang disepakati, dalam beberapa kitab fikih
murabahah merupakan salah satu bentuk dari jual beli yang bersifat amanah.16
Dengan demikian yang dimaksud pembiayaan murabahah adalah akad perjanjian penyediaan barang berdasarkan jual-beli, dimana bank membiayai atau membelikan kebutuhan barang atau investasi nasabah dan menjual lagi kepada nasabah ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pembayaran
14 UU No 20 Tahun 2008 Tentang UMKM
15 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008) h. 81 16 Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta : UII Press, 2005), h. 13
nasabah dilakukan secara mencicil/angsur dalam jangka waktu yang ditentukan.17
1. Landasan Hukum Pembiayaan Murabahah a. Pengaturan dalam Hukum Positif
1) Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan ;
2) PBI No. 9/9/PBI/2007 dan PBI No 10/16/PBI/2008 tentang pelaksanaan prinsip syari’ah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syari’ah ;
3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang produk bank syari’ah dan unit usaha syari’ah ;
4) Ketentuan pembiayaan murabahah dalam praktik perbankan syari’ah di Indonesia dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.04/DSNMUI/IV/2000 tentang murabahah :
5) Pasal 19 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah yang mengatur mengenai kegiatan usaha bank umum syari’ah yang salah satunya adalah pembiayaan murabahah.
b. Landasan Syari’ah
1. Al-Qur’an
Landasan hukum pembiayaan murabahah terdapat dalam Q.S Al-Baqarah:275 ;
17 Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah,,
اَب ِّرلا َم َّرَح َو َعْيَبْلا ُ َّاللَّ َّلَحَأ َو
“sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”Dan juga terdapat dalam Q.S An-nisa ayat 29 yang berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesama kamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu; dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya allah
adalah maha penyayang kepadamu.18
Dari ayat di atas dijelaskan bahwa Allah melarang memakan harta dengan cara yang tidak diridhoi Nya, kecuali dengan transaksi yang berdasarkan suka sama suka di antara kedua belah pihak. 2. Hadist
،تضراقملاو ،لجا ىلا عيبلا :ةاكرلبلا نهيف ثلاث :لاق صلى الله عليه وسلم يبنلا نبيعبس نع
عيبلللا تيبللا ريعشلاب ربلا طحلاو
“Dari Su’aib, Rasulullah SAW bersabda: tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradah (nama lain dari mudarabah ) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tidak untuk dijual”. (HR. Ibnu Majjah)”
18 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannnya, ( Semarang : Toha Putra.
c. Rukun dan Syarat Pembiayaan Murabahah
Rukun murabahah merupakan urutan yang diantara salah satunya tidak boleh ditinggalkan. Jika salah satunya tidak ada maka jual beli (murabahah) tersebut tidak sah sedangkan syarat merupakan hal yang mengiringi sahnya pelaksanaan jual beli (murabahah).
1. Rukun Murabahah
a. Adanya penjual (Bai’). b. Adanya pembeli (Musytari’).
c. Adanya barang yang diperjual belikan.
d. Harga terhadap barang yang akan diperjual belikan.
e. Adanya kesepakatan diantara penjual dan pembeli (ijab dan qabul).
2. Syarat Murabahah
a. Penjual memberitahu berapa modal kepada nasabah.
b. Kontrak pertama harus sah harus sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c. Kontrak harus bebas dari riba.
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang yang sudah diperjual belikan.
3. Skema Pembiayaan Murabahah
Keterangan :
1. Negosiasi jual beli barang antara nasabah dengan bank.
2. Bank dan nasabah menandatangani akad, dengan menentukan : a. Jumlah keuntungan bank diketahui nasabah .
b. Barang yang akan di beli harus jelas dan benar. c. Sistem pembayaran harus jelas.
3. Bank membeli barang pesanan nasabah kepada supplier atau menunjuk nasabahnya sebagai agen pembelian barang tersebut atas nama baru, kemudian bank membayar harga barang yang dipandang sah jika dilengkapi dengan kwitansi atau dokumen sejenisnya.
4. Bank menjual barang ke nasabahnya dengan harga pembelian di tambah margin.
5. Nasabah menerima barang sesuai dengan harga pesanannya beserta dokumen pembelian barang.
1. Negosiasi & Persyaratan
2. Akad Jual Beli
6. Bayar kewajiban
Bank Nasabah
Supplier / Penjual
3. Beli Barang 4. Kirim
5.Terima Barang dan Dokumen
6. Nasabah membayar kewajibannya yaitu sebesar harga jual bank dengan cara angsuran selama jangka waktu yang disepakati.
D. Fatwa DSN Tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro iB
Fungsi utama fatwa Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syari’ah agar sesuai dengan syari’ah Islam. Fatwa DSN yang terkait dengan pembiayaan kredit usaha rakyat (KUR) adalah, fatwa No : 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah
Menimbang, Mengingat, Memperhatikan, Memutuskan, Menetapkan: Fatwa tentangMurabahah :
Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang
telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungan. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, memjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah
1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karna secara hukum perjanjian tersebut mengikat ; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut,ia
tinggal membayar sisa harga :
b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut : dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam murabahah
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Keempat : Utang dalam Murabahah
1. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang terebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban menyelesaikan utangnya kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum berakhir, ia tidak wajib melunasi segera angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian diperhitungkan.
Kelima : Penundaan pembayaran dalam murabahah
4. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.
5. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam : Bangkrut dalam Murabahah
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.