• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institusi-November 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institusi-November 2008"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME VI NOVEMBER 2008

(2)

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situs-situs suratkabar, majalah, serta situs-situs berita lainnya.

Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.

(3)

D a ft a r I si

Dewan Adat Papua: UU Pornografi Hancurkan Pluralisme --- 1

Dialektika RUU Pornografi dan Penyelesaiannya --- 3

Meutia Hatta: UU Pornografi Tak Diskriminatif --- 5

Pasangan Fauzi-Mahyeldi Menangkan Pilkada Padang --- 6

Selesai, Penghitungan Suara Pilkada Taput --- 7

Pilgub Jatim Berpotensi Konflik --- 8

Pilkada Perkuat Konsolidasi Demokrasi --- 10

PPP Serukan Waspadai Kecurangan Pilkada Jatim --- 11

Pelaksanaan Pilkada Perlu Dievaluasi --- 12

Pengentasan Kemiskinan Prioritas Utama --- 13

Ambil BLT Disarankan Tak Serentak --- 14

Tahapan Pemilu dalam Kondisi Bahaya --- 16

Uji Materi Berpeluang Disetujui --- 18

DPD Berharap UU Susduk Disahkan --- 20

Penyelenggaraan Pemilu, Kode Etik Mengecewakan --- 21

Pemilu 2009 Penghitungan Cepat Tetap Diperlukan --- 22

Pilkada Malut, MK Beri Waktu 14 Hari --- 23

Warga Sulut Turun ke Jalan Tolak UU Pornografi --- 24

UU Pornografi PDS: Bumerang bagi Pemerintah --- 26

RUU Pengadilan Tipikor Ditelantarkan --- 27

Berstatistik dalam Demokrasi --- 29

Hasil Pilgub Jatim Tak Bertentangan Dengan "Quick Count" --- 31

Pilkada Malut, MK Beri Waktu 14 Hari --- 32

UU Pornografi, MK Dorong Uji Materi --- 33

UU Pornografi, Moralitas Pribadi, dan Demokrasi --- 34

Pilkada Jatim, Kaji Diminta Perbaiki Permohonan --- 37

Sengketa Pilkada Jatim Diputuskan Awal Desember --- 39

RUU Perlindungan PRT Perlu Segera Disahkan --- 40

Pemilih Mengambang Berpotensi Golput --- 41

Sengketa Pilkada Jatim, 21 Saksi Tak Buat Gentar Tim Karsa --- 42

MK Jamin Tidak Ada Lobi Dalam Kasus Pilkada --- 44

(4)

Menhan: Sengketa Pilkada Dinamika Demokrasi --- 46

Otsus Papua Belum Sempurna --- 47

MK Tolak Empat Keberatan Hasil Pilkada --- 48

Penggantian Antarwaktu DPR Tidak Diskriminatif --- 49

Golput Pemilu 2009 Diperkirakan Capai 40 Persen --- 50

Pilkada Jatim, Rekaman Dugaan Kecurangan Diragukan --- 51

Permohonan Sengketa Pilkada Tiga Kabupaten Ditolak --- 52

Menunggu Janji Kampanye di TengahTarikan Politik --- 53

Perpu JPSK Perlu Segera Disahkan Jadi UU --- 54

Pilkada Jatim, KPU Tunggu Putusan MK --- 55

RUU KUHAP Harus Segera Disahkan --- 56

Tata Tertib MPR Tak Akan Dikaitkan Lembaga Lainnya --- 57

KPU Daerah Khawatirkan Anggaran TPS --- 58

Pendekatan Kultural Lebih Cocok bagi Papua --- 59

Syarat Hambat Demokrasi --- 60

UU Harus Mencerminkan Nilai Pancasila --- 61

Berharap pada Suara Golput yang Tidak Jelas --- 62

KPU Kuat Bisa Hindari Intervensi --- 64

(5)

Berkhas 1 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Sabtu, 01 November 2008

D e w a n Ad a t Pa p u a : UU Por n og r a fi H a n cu r k a n

Plu r a lism e

[JAYAPURA] Ketua Pemerintahan Dewan Adat Papua (DAP), Fadhal Alhamid, menegaskan, DAP menolak kehadiran Undang-Undang (UU) Pornografi. UU ini dianggap menghancurkan pluralisme dan mencoba menyeragamkan Indonesia dalam satu kultur atau nilai.

"Masyarakat Papua cinta damai, pluralisme, dan keberagaman. UU itu tak pantas ada di Papua. Kita mengecam adanya UU itu, dan dengan tegas menolak. Kita harus satu jalan untuk mewujudkan penolakan secara tegas dengan melakukan uji materi ke MA," ujar Fadhal, kepada SP, di Jayapura, Sabtu (1/11) pagi.

Ketua DPR Papua, Jhon Ibo, menegaskan, Indonesia adalah negara yang pluralis, baik dalam agama maupun suku bangsa. "Sebagian masyarakat Papua masih telanjang. Kehidupan mereka jangan kita tekan dengan undang-undang yang macam-macam," kata Jhon Ibo.

"Orang banyak mengatakan tanpa Papua, Indonesia belum sempurna. Tapi, kini kebutuhan Indonesia justru mengorbankan Papua. Pemerintah harus serius memperhatikan masalah ini, " ucapnya.

Sementara itu, DPRD Sulawesi Utara (Sulut) menyatakan, kecewa dengan sikap DPR yang tidak negarawan dan memaksakan persetujuan RUU Pornografi menjadi undang-undang. Karena itu, DPRD Sulut mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi yang diajukan berbagai elemen bangsa.

"Kami mengecam disetujuinya RUU itu dan akan melakukan aksi unjuk rasa ke DPR. Kami akan mengajak semua provinsi yang menolak undang-undang itu, seperti Papua dan Bali, ke Jakarta," tutur Ketua DPRD Sulut, Syarial Damapolii, kepada SP, di Manado, Jumat (31/10).

Anggota Fraksi Golkar DPRD Sulut itu mengatakan, desakan agar membatalkan, UU Pornografi tersebut, karena UU ini tidak menghargai keberagaman dan juga budaya Nusantara. "Kami akan mengumpulkan, ratusan ormas dan LSM dari berbagai daerah untuk menggelar aksi penolakan ke Jakarta," katanya.

Penolakan serupa juga disampaikan Gubernur Sulut, Sinyo Sarundajang. Menurut Gubernur Sulut, daerahnya menolak UU Pornografi ini, karena tidak menghargai budaya lokal. Tokoh perempuan dari Minahasa, Angelica Tengker, menambahkan, UU Pornografi ini tidak menghargai budaya lokal. UU Ini justru akan mematikan.

Dari Bandung dilaporkan, Koordinator Komunitas Jaringan Mitra Perempuan Kota Bandung yang juga dosen hukum Universitas Katolik Parahyangan, Niken Savitri, menyatakan, pengesahan UU Pornografi oleh DPR harus diikuti oleh keterbukaan dan pelaksanaan konsep sensitif gender dari penegak hukum, serta masyarakat pada umumnya.

"Kita ada Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, tapi tidak berjalan efektif karena penegak hukumnya tidak mengerti masalah gender," katanya.

Kurang Kerjaan

(6)

Suara Pembaruan Sabtu, 01 November 2008

Ketua Forum Masyarakat Sipil Sumatera Utara, Veryanto Sitohang, juga menilai, penerapan undang-undang ini justru dikhawatirkan mengancam keberagaman dan saling menghormati yang sudah terpelihara ratusan tahun.

(7)

Berkhas 3 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Sabtu, 01 November 2008

D ia le k t ik a RUU Por n og r a fi d a n Pe n y e le sa ia n n y a

Oleh Filio Wiguna

Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai banyak budaya, agama, dan adat-istiadat. Oleh karena itu, tidak dapat dipandang melalui satu kacamata saja dalam menentukan berbagai kebijakan.

Keanekaragaman sudah sewajibnya kita pandang sebagai kekayaan budaya Indonesia, yang merupakan satu wadah yang menampung budaya-budaya lain. Dengan hadirnya "jawara jejadian", yaitu RUU Pornografi, masyarakat pada umumnya terjebak dalam kerangka berpikir kontroversi semata terhadap RUU Pornografi.

Perlu ditekankan bahwa RUU Pornografi bukanlah solusi dari maraknya tindakan asusila, karena dalam pengertian "porno" yang dicantumkan sudah multitafsir. Di sisi lain terkandung standar moral yang dipaksakan bagi semua orang, di mana standar moral tersebut banyak bertentangan dengan berbagai budaya dan memicu semakin banyaknya tindak kriminal yang mengatasnamakan "sang penjaga" RUU tersebut.

Sebagai contoh, pemakaian busana yang dikatakan dapat memancing berahi kaum pria, dikatakan porno; goyangan pinggul yang "menggoda" pria, dikatakan porno. Problemnya adalah porno budayanya (sang pemakai baju) atau porno pola pikirnya (sang pria).

Manusia secara tidak langsung disamakan dengan binatang, yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsu. Kaum pria seolah-olah digambarkan sebagai pria yang langsung ejakulasi begitu melihat belahan dada wanita ataupun paha wanita (edan bener). Sebegitu hinakah makhluk yang mempunyai akal budi ini? Permasalahannya bukan pada yang dibilang porno, tetapi memang dasarnya saja mesum, di mana pikiran mesum dan porno menjadi kepenuhan dalam pikiran itu sendiri.

Ketidakmampuan dalam memanage diri, dilemparkan pada semua orang yang dinilai dapat membangkitkan berahi sebagian orang. Lalu bagaimana dengan wanita yang merasa berahi ketika melihat tubuh pria yang "ideal" menurutnya? Jika kita berkiblat pada konsep keadilan, seharusnya para pria juga diobjekkan, tidak hanya wanita.

Sudah seharusnya, seluruh elemen masyarakat di Indonesia ini khususnya dalam memandang pornografi umumnya, tidak hanya menekankan pada manajemen kalbu, melainkan lebih menekankan pada manajemen syahwat.

(8)

Suara Pembaruan Sabtu, 01 November 2008

Alasan Melindungi Wanita

Mengacu pada problem RUU Pornografi, sang pendukung biasanya mengaitkan permasalahan RUU ini sebagai perlindungan atas kaum wanita. Mereka berpatokan pada salah satu ideologi yang mengatakan bahwa pemakaian "busana yang tertutup" dimaksudkan agar wanita tidak diganggu. Sepintas terlihat tujuan RUU ini sangatlah baik, namun ada keabsurdan yang fatal dalam konsep ini. Pertama, jika dikatakan "supaya wanita tidak diganggu", seharusnya yang dilihat atau ditindak adalah si pengganggu, bukan wanitanya. Hal ini sama seperti kasus seorang siswa SD yang sedang dalam perjalanan pulang dari sekolahnya, membawa tas sekolah yang bagus.

Kemudian, datanglah sang pencopet mengambil paksa tas sekolah siswa tersebut.

Jika kita melihat dari sudut pandang RUU Pornografi, maka hal seperti ini dapat dikatakan perumpamaan yang tepat. Dan jawaban dari RUU Pornografi atas perumpamaan tersebut seharusnya adalah yang salah adalah siswa SD.

Kedua, permasalahan mengenai "agar wanita tidak diganggu", berarti yang bermasalah adalah pria dengan libidonya, dan yang harus bertanggung jawab adalah wanita.

Belajar dari Kristus, hendaknya tidak melempar tanggung jawab kita sendiri kepada orang lain. Kristus mengatakan bahwa, "Setiap orang yang memandang perempuan serta "menginginkannya", sudah berzinah dengan dia dalam hatinya.

Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, daripada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka (Mat 5:28-29)."

Dengan demikian, saya menekankan bahwa RUU Pornografi memuat kekerasan struktural dan sangat berbahaya. RUU Pornografi memicu perpecahan, bahkan memicu "gerakan merdeka" dari daerah-daerah di luar Jakarta.

Perdebatan mengenai RUU tersebut, haruslah didasari dengan tujuan pencerahan atas orang-orang yang hanyut dalam ideologi sempit. Yang terutama adalah menekankan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa (berbeda tetapi satu, mengabdi tanpa mendua), dengan satu asas, yaitu gotong royong.

(9)

Berkhas 5 Volume VI November 2008 Jurnal Nasional Minggu, 02 November 2008

Nasional | Denpasar | Minggu, 02 Nov 2008 19:04:59 WIB

M e u t ia H a t t a : UU Por n og r a fi Ta k D isk r im in a t if

MENTERI Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono menegaskan UU Pornografi merupakan upaya pemerintah melindungi warga negara dari perilaku buruk, sehingga tidak akan ada tindakan diskriminatif terhadap agama dan budaya tertentu.

"Tujuan Undang-Undang Pornografi adalah untuk menjamin perempuan dan anak-anak dari dampak perilaku yang tidak kita inginkan terjadi. Fokus UU ini sangat mulia," kata Meutia usai membuka Konferensi Kartini Asia Network ke-2 di Sanur Bali, Minggu (2/11).

Ia mengatakan, dalam UU tersebut tidak ada unsur diskriminasi dan ancaman terhadap budaya dan agama tertentu. Justru Undang-Undang itu akan menjamin budaya serta kebhinekaan di Indonesia

"Undang-Undang yang telah disahkan DPR pada 30 Oktober itu nantinya akan menjadi jaminan hukum. Saya minta warga jangan apriori dulu dengan UU tersebut, cermati dan baca baik-baik," katanya.

Di Bali, beberapa waktu lalu terjadi berbagai aksi unjuk rasa untuk menentang RUU yang akhirnya disetujui DPR untuk menjadi UU Pornografi.

Cermati

Terkait adanya kelompok yang menolak UU itu, khususnya dari gerakan perempuan, Meutia Hatta berharap agar mereka kembali mempelajari dan mencermati setiap pasal dalam undang-undang tersebut.

"Kalau sudah dicermati secara seksama definisi pornografi kan telah berubah dari rancangan yang diajukan sebelumnya. Yang dulu itu rancangan UU anti pornografi, dan substansi terkait kebebasan dan agama tertentu sudah tidak ada," ucapnya.

Dia mengatakan, untuk pemberlakuan UU tersebut nantinya akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP) yang tetap mengacu atau tidak bertentangan terhadap UU tersebut.

Meutia mempersilahkan kelompok yang tidak sepakat dengan UU pornografi ituk mengajukan uji materi atau "judicial review" ke MK. Namun demikian, dia mengingatkan, undang-undang ini justru merupakan upaya pemerintah yang harus didukung.

(10)

Jurnal Nasional Minggu, 02 November 2008

Nusantara | Padang | Minggu, 02 Nov 2008 15:28:34 WIB

Pa sa n g a n Fa u z i- M a h y e ld i M e n a n g k a n Pilk a d a

Pa d a n g

PASANGAN calon walikota dan wakil walikota Fauzi Bahar-Mahyeldi Ansyarullah memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Padang 2008-2013, setelah KPU menyelenggarkan pleno rekapitulasi penghitungan suara, di Kantor Radio Republik Indonesia (RRI) Padang, Sumbar, Minggu (2/11).

Ketua KPU Padang, Endang Mulyani, usai acara rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan calon terpilih itu, mengatakan, perolehan suara pasangan Fauzi-Mahyeldi tercatat 156.339 suara atau 51,53 persen dari 303.381 total suara sah.

Selanjutnya disusul pasangan Yusman Kasim-Yul Akhyari Sastra memperoleh 66.825 suara atau 22,03 persen. Pasangan Jasrial-Muchlis Sani memperolehan 46.777 suara atau 15,42 persen.

Pasangan Ibrahim-Murlis Muhammad memperoleh 17.032 suara atau 5,61 persen dan pasangan Mudrika-Dahnil Aswad memperoleh 16.408 suara atau 5,41 persen.

"Suara yang tidak sah berdasarkan catatan KPU sebanyak 6.105 suara dari jumlah daftar pemilih terdaftar tercatat 541.473 orang," katanya.

Jumlah suara tersebut berasal dari 11 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), 104 PPS dan 1.491 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Endang menjelaskan, jumlah pemilih terdaftar yang menggunakan hak pilih berdasarkan DPT untuk TPS dalam wilayah KPU Padang, tercatat laki-laki 137.159 orang dan perempuan 170.062 orang.

Sedangkan jumlah pemilih terdaftar yang tidak menggunakan hak pilihnya berdasarkan DPT adalah laki-laki 126.336 orang dan perempuan 105.651 orang.

Sementara itu, jumlah pemilih dari TPS lain di wilayah KPU Kota Padang, laki-laki sebanyak 1.221 orang dan perempuan 1.044 orang.

Endang menambahkan, jumlah surat suara yang rusak atau keliru dicoblos dari seluruh TPS sebanyak 697 lembar dan surat suara tidak terpakai tercatat 243.506 lembar.

(11)

Berkhas 7 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Senin, 03 November 2008

Se le sa i, Pe n g h it u n g a n Su a r a Pilk a d a Ta p u t

[MEDAN] Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara (Sumut) telah menyelesaikan proses penghitungan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Taput, Minggu (2/11). Namun, KPU setempat baru akan mengumumkan hasil penghitungan suara pemilih ke publik tiga hari mendatang.

Sekretaris Daerah Taput Sanggam Hutagalung mengakui, KPU setempat seusai penghitungan suara Minggu (2/10) sore, yang dihadiri Panitia Pengawas Pemilih (Panwaslih), para saksi pasangan calon, telah sepakat untuk mengumumkan pemenang pilkada kepada publik tiga hari mendatang.

"Hasil penghitungan suara itu juga diberikan kepada pasangan calon masing-masing. Namun, saya sendiri tidak tahu apa hasilnya," ujarnya.

Sanggam menjelaskan, selama tiga hari tersebut sekaligus masa sanggah guna mengakomodasi aspirasi pasangan calon peserta Pilkada Taput yang merasa keberatan atas hasil perhitungan surat suara. Jika tidak ada sanggahan, mengacu pada hasil penghitungan tersebut, KPU setempat mengacu hasil penghitungan tersebut baru akan segera menetapkan pasangan calon pemenang Pilkada Taput.

"Jika ada keberatan, diberikan kesempatan melakukan sanggahan dan upaya hukum sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku," ujarnya.

Sekadar diketahui, Pilkada Taput diikuti enam pasangan, yakni pasangan Torang Lumbantobing -Bangkit Silaban, Samsul Sianturi - Frans Sihombing, Sanggam Hutapea - Londut Silitonga, Roy Sinaga - Djunjung Hutauruk, Wastin Siregar - Swaloon Silitonga, dan Edward Sihombing - Alpa Simanjuntak. Namun, empat pasang calon di antaranya, menolak pelaksanaan pilkada dan akan menggugat KPU setempat karena pelaksanaan pilkada dinilai banyak kecurangan.

(12)

Suara Pembaruan Rabu, 05 November 2008

Pilg u b Ja t im Be r p ot e n si Kon flik

ANTARA/Saiful Bahri

Petugas tempat pemungutan suara (TPS) menunjukkan surat suara disaksikan dua orang saksi dari masing-masing pasangan calon gubernur saat penghitungan surat suara pada pemilihan gubernur Jawa Timur putaran kedua di TPS 02, Kelurahan Bugih, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Selasa (4/11).

[SURABAYA] Hasil quick count (penghitungan cepat) lembaga survei yang memenangkan Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (Kaji) 50,44 persen atas Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) yang meraih 49,56 persen dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim) putaran dua, Selasa (4/11), berpotensi menimbulkan konflik.

Kerawanan paling tinggi ada di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), karena di sana berpotensi terjadi penggelembungan suara untuk memenangkan pasangan tertentu. Bisa terjadi, pasangan Kaji angkanya jauh lebih tinggi dibanding hasil penghitungan cepat, atau sebaliknya Karsa yang kalah tipis hasil quick count, bisa merebut posisi teratas dan memenangi Pilgub Jatim putaran dua.

Hal tersebut dikemukakan Kordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Jeirry Sumampow, seusai menyaksikan hasil penghitungan cepat Lembaga Survei Indonesia (LSI), di Surabaya, Selasa (5/11) sore.

Hasil penghitungan cepat lembaga ini menempatkan pasangan Kaji memperoleh 50,44 persen dan pasangan Karsa 49,56 persen. Hasil quick count Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Kaji mendapat 50,76 persen dan Karsa 49,24 persen.

Sementara itu, hasil Lembaga Survei Nasional dan Pusat Kebijakan dan Pembangunan Strategis masing-masing 50,71 persen dan 50,83 persen untuk Kaji dan 49,29 persen serta 49,17 persen untuk Karsa. Sedangkan, penghitungan cepat Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Karsa unggul tipis 50,60 persen dan Kaji 49,40 persen.

Pasangan Kaji yang diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan 12 partai politik (parpol) nonparlemen serta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berhasil lolos ke putaran II setelah pada pilgub putaran I berhasil meraup suara 4.223.089 (24,82 persen), sedangkan pasangan Karsa yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat (PD) didukung Partai Keadilan Sejahtera mendapat 4.498.332 (26,44 persen).

Bisa Berubah

Hasil penghitungan cepat masih bisa berubah, karena tingkat kesalahan satu sampai dua persen. Sedangkan, hasil quick count yang dilakukan lembaga-lembaga survei perbedaaannya tipis, tidak sampai satu persen.

Menurut Jerry, karena di PPK berpotensi menimbulkan kerawanan, di antaranya berupa penggelembungan suara, diharapkan para saksi tiap-tiap tim pemenangan Kaji dan Karsa, melakukan pengawasan ketat di PPK.

Dalam penghitungan cepat tersebut, suara golongan putih (golput) dinilai masih tinggi mencapai 47 persen dari total pemilih 29,2 juta suara lebih. Pada putaran pertama lalu, jumlah golput 39 persen.

(13)

Berkhas 9 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Rabu, 05 November 2008

Sementara itu, Khofifah dan Soekarwo, sama-sama mengatakan menunggu hasil penghitungan manual yang dilakukan berjenjang mulai PPK, Komisi Pemilihan Umum (KPU) 38 kabupaten/ kota, dan hasil penghitungan resmi KPU Jatim.

Anggota KPU Jatim, Arif Budiman mengatakan, KPU Jatim, tidak terpengaruh dengan hasil penghitungan cepat menggunakan metode ilmiah. Hasil sah berdasarkan penghitungan manual yang dilakukan berjenjang dari tingkat kecamatan, KPU kabupaten/kota sampai KPU Provinsi Jatim.

Mulai Rabu (5/11), penghitungan secara manual dilakukan di tingkat PPK. Setelah tuntas diteruskan ke KPU kabupaten/kota. KPU Jatim menargetkan rekapitulasi suara diumumkan resmi sebelum 12 November mendatang.

Kedua tim sukses sama-sama mengklaim pasangannya menjadi pemenangnya. Ketua Tim Pemenangan DPW PKS Jatim, Yusuf Rohana mengatakan, timnya melakukan penghitungan cepat, hasilnya Karsa memperoleh 53 persen, sedangkan Kaji 47 persen.

(14)

Jurnal Nasional Kamis, 06 November 2008

Politik - Hukum - Keamanan Jakarta | Kamis, 06 Nov 2008

Pilk a d a Pe r k u a t Kon solid a si D e m ok r a si

by : Friederich Batari

Dosen Ilmu Politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi mengatakan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkada) merupakan sejarah baru pada dimensi politik lokal di Indonesia. Pilkada telah memantapkan konsolidasi demokrasi, meskipun baru pada level prosedural.

"Pilkada harus ditempatkan sebagai jalan pembuka memperkuat konsolidasi demokrasi," ungkap Airlangga, salah satu pembicara diskusi bertajuk Pilkada Langsung dan Kerentanan Lokal di gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (5/11) kemarin.

Pemerintahan lokal merupakan perpanjangan dari pemerintahan di tingkat pusat. Oleh karena itu, pemerintahan daerah yang terbentuk dari hasil Pilkada diharapkan akan semakin mendekatkan kekuasaan kepada warga negara.

Pilkada juga bisa sebgai jalan pembuka berlangsungnya proses partisipasi politik dari warga negara untuk ikut mengelola urusan-urusan publik. Pilkada sebagai pintu masuk penataan sistem politik dan konsolidasi demokrasi.

Baik dan buruknya pemerintahan menjadi hasil dari tindakan yang dilakukan oleh rakyat sendiri melalui kebebasan dengan jaminan tanpa adanya intervensi dari luar untuk memilih pemimpin dalam skala terendah. Dengan Pilkada, masyarakat bisa berperan aktif melakukan kontrol dan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara yang lebih luas.

Ia juga mengemukakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung berlangsung sejak tanggal 1 Juni 2005 di Kutai Kartanegara. Setelah lima tahun lebih penyelenggaraan Pilkada hingga Juli 2008, telah 398 kali Pilkada dilangsungkan dengan segala dinamika yang menyertainya.

Keberhasilan konsolidasi demokrasi ditandai dengan keberhasilan pemilihan umum nasional dan terutama dalam pemilihan kepala daerah. Pertama, keberhasilan menyelenggarakan pemilihan umum secara regular (tiap lima tahun) dengan bebas, fair dan damai.

Kedua, baik dalam tataran perilaku, kebiasaan dan tindakan sebagian elit-elit politik, organisasi dan masyarakat sipil meyakini demokrasi sebagai "the only game in town".

(15)

Berkhas 11 Volume VI November 2008 Jurnal Nasional Kamis, 06 November 2008

Politik - Hukum - Keamanan Menuju PEMILU 2009 | Jakarta | Kamis, 06 Nov 2008

PPP Se r u k a n W a sp a d a i Ke cu r a n g a n Pilk a d a Ja t im

by : Rhama Deny

PARTAI Persatuan Pembangunan (PPP) menyerukan partai dan massa pendukung pasangan calon Gubernur Jawa Timur Khofifah-Mudjiono (Kaji) agar mengamankan kemenangan dari kemungkinan adanya kecurangan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

''PPP meminta kepada jajaran partai, partai pendukung, maupun masyarakat untuk mewaspadai kemungkinan penggelembungan suara. Kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan data di TPS-TPS,'' kata Ketua Umum DPP PPP, Suryadharma Ali, Rabu (5/11). Mereka diminta merapatkan barisan mengantisipasi kemungkinan kecurangan.

Kemenangan yang tipis, menurut Suryadharma, juga rawan terhadap kemungkinan konflik. Surya meminta semua pihak waspada agar tidak memicu ketidakpuasan masing-masing pihak. ''Seluruh pendukung Kaji agar menjaga sportivitas, menjaga ketenangan masyarakat. Jangan terpicu hal-hal yang mendorong konflik,'' ungkapnya.

Dia mengatakan akan terus memantau jaringan PPP di Jawa Timur. Selain itu, juga disiapkan tim hukum untuk mengantisipasi persoalan hukum yang mungkin akan muncul.

(16)

Kompas Kamis, 06 November 2008

kepala daerah

Pe la k sa n a a n Pilk a d a Pe r lu D ie v a lu a si

Kamis, 6 November 2008 | 00:24 WIB

Jakarta, Kompas - Pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau pilkada untuk pertama kalinya di semua kabupaten/kota dan provinsi akan selesai pada tahun 2010. Selanjutnya, pelaksanaan pilkada perlu dievaluasi sehingga tujuan pilkada untuk menyejahterakan masyarakat daerah, pengembangan demokrasi lokal, dan peningkatan partisipasi politik masyarakat dapat lebih dirasakan.

Hal itu diungkapkan dosen ilmu politik Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi, dalam diskusi ”Pengkajian Pengawasan Pilkada” di Jakarta hari Rabu (5/11).

Pengalaman sejumlah pemilihan kepala daerah menunjukkan pilkada justru menyebabkan konflik berkepanjangan, hancurnya modal sosial berupa rasa saling percaya antarmasyarakat, maupun perpecahan di kelompok masyarakat sipil.

Menurut Airlangga, berbagai pelanggaran pilkada secara kasatmata terlihat jelas, tetapi tak ada sanksi apa pun bagi mereka yang melanggar aturan. Aturan pilkada yang ada justru sering kali dimanipulasi pihak-pihak tertentu demi kepentingan kelompoknya sendiri. Kondisi itu diperparah dengan belum netralnya birokrat.

Dari sisi ekonomi, kata Airlangga, pilkada menyedot anggaran publik cukup besar. Akibatnya, banyak pos anggaran untuk kesejahteraan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD yang dikurangi demi menopang biaya pilkada.

Sementara itu, peneliti senior Centre for Electoral Reform, Refly Harun, mengatakan, pemerintah dan DPR cenderung membuat sistem pilkada yang seragam di seluruh Indonesia. Sistem pilkada ini justru mengabaikan keunikan yang dimiliki setiap daerah. Padahal, keunikan daerah itu justru ingin dikembangkan pada era otonomi daerah.

Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, mengatakan, pelaksanaan pilkada merupakan loncatan dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Setelah dikungkung dalam masa otoritarian selama hampir empat dekade, tiba-tiba partisipasi masyarakat dalam politik mengalami lonjakan drastis.

(17)

Berkhas 13 Volume VI November 2008

Kompas Kamis, 06 November 2008

Nusantara Kilas | Biak | Kamis, 06 Nov 2008

Pe n g e n t a sa n Ke m isk in a n Pr ior it a s Ut a m a

KEMISKINAN di pedesaan merupakan masalah pokok nasional dan daerah yang penanggulangannya tidak dapat ditunda sehingga menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan kesejahteraan. Hal itu ditekankan oleh Penjabat Bupati Biak, Frans R Kristantus, ketika memberikan apresiasi dalam kegiatan Pelatihan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan di daerah itu, Rabu (5/11).

Menurutnya Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan merupakan bentuk fasilitas bantuan modal usaha untuk mengembangkan kegiatan agribisnis di pedesaan yang disalurkan langsung kepada petani melalui wadah Gabungan Kelompok Tani yang merupakan kelembagaan tani di pedesaan.

Ia juga berharap kepada ketua dan pengurus Gapoktan penerima program PUAP tahun 2008 di daerah itu untuk mampu mengelola dan memanfaatkan dana tersebut dengan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas usaha tani dan agribisnisnya.

"Mengingat selama ini usaha yang dikelola masyarakat belum berjalan baik, sehingga dengan adanya pelatihan ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas usaha tani dan agribisnis di daerah kita ini, jangan kalah dengan di Jawa sana," kata Frans.

(18)

Kompas Jumat, 07 November 2008

Am b il BLT D isa r a n k a n Ta k Se r e n t a k

Jumat, 7 November 2008 | 01:48 WIB

Palembang, Kompas - PT Pos Indonesia Kantor Besar Kota Palembang akan menyalurkan bantuan langsung tunai atau BLT Verifikasi mulai Senin (10/11). Mengingat pembayaran BLT ini berlaku sampai akhir Desember 2008, segenap penerima bantuan diimbau untuk tidak berbondong-bondong, berdesakan, dan berebut dalam mengambil BLT tersebut.

Imbauan ini disampaikan oleh Kepala Kantor Pos Besar Kota Palembang Gustap Marpaung dan Humas Kantor Pos Besar Wahyu Suardhana, Kamis (6/11) di Palembang.

Gustap mengatakan, imbauan itu perlu dikemukakan dengan melihat pengalaman pencairan yang lalu, yakni sebagian besar warga penerima BLT masih saja berbondong-bondong, berdesakan, bahkan berebut saat mengambilnya di kantor pos.

Hal itu, lanjut dia, selain merugikan para penerima bantuan sendiri karena mereka harus lelah antre sambil berdiri selama berjam-jam, juga merepotkan petugas pos karena harus bekerja ekstra.

”Jadi, sekali lagi warga diminta untuk tidak datang berbondong-bondong karena batas waktu pencairan masih lama sampai akhir Desember 2008,” kata Gustap.

Empat wilayah

Pada 10 November 2008, kantor pos akan mencairkan dana BLT kepada 8.571 rumah tangga sasaran (RTS) di empat kabupaten/kota, yakni Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin, dan Kota Palembang. Di Kota Palembang, penerima bantuan ini mencapai 3.635 RTS.

Setiap RTS akan menerima Rp 700.000 dengan asumsi pembayaran selama tujuh bulan. Untuk itu, PT Pos Indonesia sudah menyiapkan dana sebesar Rp 5,999 miliar.

”Kartu BLT-nya akan segera diserahkan kepada penerima melalui lurah dan camat. BLT Verikasi ini terbit karena faktor kepindahan, meninggal, atau tidak berhak,” katanya.

Berdasarkan data PT Pos Indonesia, jumlah penerima BLT Verifikasi ini meliputi 3.635 RTS di Kota Palembang, 3.075 RTS untuk Kabupaten Ogan Ilir, 288 RTS untuk Kabupaten Ogan Komering Ilir, 732 RTS di Kabupaten Banyuasin, dan 841 RTS di Kabupaten Musi Banyuasin.

Waspada calo

Selain itu, Gustap juga mengingatkan para penerima BLT Verifikasi agar waspada terhadap calo. Dalam pembayaran BLT beberapa waktu lalu, pihak kantor pos juga sempat menangkap beberapa orang calo.

”Calo ini sangat meresahkan. Salah satu alasan mengapa warga tetap berbondong-bondong ya karena pengaruh calo ini. Para calo selalu bilang bahwa BLT akan hangus jika tidak diambil sehari. Padahal kan tidak,” katanya.

(19)

Berkhas 15 Volume VI November 2008

Kompas Jumat, 07 November 2008

Sedangkan di luar Kota Palembang, PT Pos Indonesia menyiapkan lebih dari 20 kantor pos cabang di empat kabupaten (OKI,OI, Muba, dan Banyuasin) sebagai tempat pembayaran.

(20)

Suara Pembaruan Sabtu, 08 November 2008

Ta h a p a n Pe m ilu d a la m Kon d isi Ba h a y a

[JAKARTA] Tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 memasuki fase bahaya. Kondisi ini disebabkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak siap menyelenggarakan pemilu, jadwal tahapan yang disusun banyak yang molor, dan tidak berkualitas. Ditambah lagi, perjalanan komisioner ke luar negeri yang menunjukkan mereka tidak memiliki kepekaan.

Sedianya, awal Desember nanti, KPU akan dipanggil oleh DPR untuk mengetahui sejauh mana perkembangan tahapan pelaksanaan pemilu dan evaluasi kinerja mereka. Hal itu terungkap dalam diskusi tentang persiapan pemilu di Jakarta, Jumat (7/11), dengan pembicara Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu (Cetro) Hadar N Gumay, mantan anggota KPU, Mulyana W Kusumah, anggota Komisi II DPR, Agus Purnomo dan anggota KPU Syamsulbahri.

Menurut Hadar, masalah yang kerap terjadi adalah pelanggaran terhadap jadwal yang disusun KPU, koordinasi kurang di antara para anggota, prioritas kerja tidak jelas, dan tidak ada transparansi dalam penyusunan peraturan yang dibuat KPU. Komisioner juga dinilai lamban dalam menyusun peraturan yang disiapkan.

Berdasarkan situs KPU, peraturan yang dipublikasikan KPU memang baru 25 peraturan, meski menurut Ketua KPU, Abdul Hafiz, dari 48 peraturan yang direncanakan hanya tinggal tiga peraturan yang belum diselesaikan. "Tahapan Pemilu sedang dalam bahaya. Penyelenggara pemilu sangat tidak sensitif terhadap keadaan ini. Peraturan yang seharusnya sudah diselesaikan, belum selesai," kata Hadar.

Menurutnya, perjalanan ke luar negeri, terutama ke Amerika Serikat untuk memantau pelaksanaan Pemilu AS, dinilai menunjukkan komisioner KPU tidak peka. Seperti diketahui, tiga komisioner KPU berangkat ke AS selama delapan hari untuk melihat pelaksanaan Pemilu AS, yakni Abdul Aziz, Andi Nurpati, dan Sri Nuryanti. Mereka berangkat atas undangan KPU AS. "Perjalanan delapan hari itu adalah waktu yang sangat panjang. Padahal, tidak ada relevansi pemilu AS dengan pemilu di Indonesia," ujarnya.

Ia pun merekomendasikan agar Komisi II DPR dan Presiden memanggil anggota KPU untuk mengingatkan mereka agar bekerja lebih keras dan fokus dalam mempersiapkan pelaksanaan Pemilu 2009.

KPU juga diminta untuk memperbaiki kinerja dengan cara mengurangi kegiatan yang tidak terkait langsung dengan penyelenggaran Pemilu 2009. Pemerintah dan DPR harus mendesak KPU agar lebih membuka diri terhadap aspirasi masyarakat.

Partisipasi

Mulyana mengingatkan KPU bahwa berdasarkan pengalaman pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada), partisipasi pemilih sangat rendah. Potensi rendahnya partisipasi pemilih pada Pemilu 2009, katanya, patut diwaspadai KPU dan itu sudah terlihat dari minimnya tanggapan masyarakat atas daftar calon sementara, daftar calon tetap, dan saat pengumuman daftar pemilih sementara.

(21)

Berkhas 17 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Sabtu, 08 November 2008

(22)

Suara Pembaruan Sabtu, 08 November 2008

UU Pilp r e s

Uj i M a t e r i Be r p e lu a n g D ise t u j u i

SP/Charles Ulag

Ketua Pansus RUU Pilpres DPR, Ferry Mursyidan Baldan (kiri), bersama Direktur Eksekutif CIDES, Syahganda Nainggolan (tengah), dan Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putrasiddin tampil sebagai pembicara dalam diskusi "Calon Presiden Terhadang UU Pilpres, Judicial Review Untuk Demokrasi" di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Jumat (7/11).

[JAKARTA] Peluang menang bagi para pemohon uji materi Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai cukup besar. Sebab, beberapa pasal yang ada dalam UU yang baru disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Pandangan itu disampaikan pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonusa Esa Unggul, Irman Putra Sidin dalam diskusi bertajuk "Calon Presiden Terhadang UU Pemilihan Presiden, judicial review (uji materi) untuk Demokrasi" di Jakarta, Jumat (7/11).

"Pasal yang membatasi syarat pengajuan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sebesar 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara pemilu legislatif, sangat bertentangan dengan UUD 1945. Jadi, kalau pasal itu diuji materi, sangat mungkin diterima MK," katanya.

Dikatakan, konstitusi Indonesia tidak membatasi parpol atau gabungan parpol dalam mengajukan capres dan cawapres. Pasal 6A Ayat 2, UUD 1945 menyebutkan presiden dan wapres diajukan parpol atau gabungan parpol peserta pemilu, tanpa memberi batasan angka atau persentase.

"UU Pilpres yang memberi batasan angka bagi pengajuan capres dan cawapres, jelas membatasi setiap warga negara untuk maju dalam pencalonan. Ini sangat mereduksi konstitusi," ujarnya.

MK, lanjut Irman, dalam putusannya, pernah memenangkan kasus yang mirip dengan kasus UU Pilpres ini, yakni menyangkut Pasal 50 UU MK yang membatasi kewenangan lembaga itu. UU itu menyebutkan, MK tidak diberi hak menguji UU yang diundangkan setelah perubahan pertama UUD 1945. MK kemudian menguji materi pasal tersebut.

Setelah dicermati, UUD 1945 ternyata sama sekali tidak mengatur soal pembatasan itu. "Akhirnya, MK dalam keputusannya menolak Pasal 50 UU MK, karena dinilai mereduksi konstitusi," ujarnya.

Keinginan Parpol

Irman melihat UU Pilpres dibuat lebih untuk mengakomodasikan keinginan parpol besar, seperti Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Namun, dua parpol itu nilai terlalu percaya diri dengan syarat yang amat ketat tersebut.

"Kelihatannya, sangat sulit ada partai yang bisa meraih kemenangan di atas 20 persen kursi atau 25 persen suara pada Pemilu Legislatif 2009. Artinya, kalau parpol besar tidak bisa penuhi syarat itu pada pemilu legislatif, mereka pun akhirnya bisa ikut-ikutan ribut dan mendukung uji materi," katanya.

(23)

Berkhas 19 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Sabtu, 08 November 2008

Menurutnya, perdebatan tentang penetapan syarat pengajuan capres dan cawapres dalam pembahasan UU Pilpres terfokus pada tiga hal, yaitu apakah pilpres akan dilaksanakan dua putaran, mengajukan calon sebanyak-banyaknya, atau mendorong koalisi.

Perdebatan itu akhirnya banyak mengerucut pada pandangan bahwa dalam pilpres tidak mungkin ada partai yang memajukan calon sendiri. Parpol harus berkoalisi untuk meraih kemenangan.

(24)

Kompas Senin, 10 November 2008

POLITIK

D PD Be r h a r a p UU Su sd u k D isa h k a n

Senin, 10 November 2008 | 03:00 WIB

BANDUNG, KOMPAS - Penguatan peran Dewan Perwakilan Daerah diharapkan dapat tercapai dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Menurut Wakil Ketua DPD Irman Gusman, Sabtu (8/11) di Bandung, Jawa Barat, seusai rapat kerja Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan media massa, dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Susduk yang sedang digodok DPR, ada sejumlah usulan yang memungkinkan penguatan peran DPD. ”Antara lain, keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU menjadi UU,” katanya.

Menurut catatan sekretariat DPD, lanjut Irman, sampai dengan Juli 2008 DPD telah menghasilkan 154 keputusan yang terdiri dari 10 usulan RUU, 38 hasil pengawasan, dan 23 pertimbangan yang terkait APBN.

Irman berpendapat, penguatan peran DPD harus segera direalisasikan mengingat Indonesia telah memasuki era otonomi daerah. ”DPD sebagai perwakilan teritorial di era otonomi seharusnya berkedudukan sejajar dan berbagi peran secara efektif dengan DPR, yang merupakan perwakilan konstituen,” katanya.

Dalam kaitan itu, anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, Ida Fauziah, mengatakan, DPR pada dasarnya tidak ingin terlalu kuat dan dominan ketimbang DPD. Karena itu, dia sangat mendukung adanya cetak biru mengenai susunan dan pembagian peran parlemen yang lebih jelas.

(25)

Berkhas 21 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Senin, 10 November 2008

Pe n y e le n g g a r a a n Pe m ilu , Kod e Et ik M e n g e ce w a k a n

[JAKARTA] Kode etik Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang dikeluarkan bersama oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dinilai mengecewakan. Kode etik tersebut memang memuat pasal-pasal sanksi, tetapi tidak bisa ditegakkan karena tidak memiliki efek jera.

Pandangan itu disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Jeirry Sumampow, kepada SP di Jakarta, Senin (10/11). Menurutnya, dalam pemberian sanksi yang diatur di dalam kode etik itu dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan, sementara kriteria pembentukannya tidak diatur dengan terperinci di dalam kode etik tersebut.

"Dewan Kehormatan bekerja berdasarkan aturan. Kriteria pembentukannya yang tidak ada. Bagaimana mereka bekerja, kalau dasarnya tidak dibuat oleh KPU," kata Jeirry. Pasal 21 Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu itu disebutkan penegakkan kode etik sebagaimana dimaksud dalam peraturan itu dilakukan oleh Dewan Kehormatan KPU, Dewan Kehormatan KPU Provinsi dan Dewan Kehormatan Bawaslu.

Dewan kehormatan itu bertujuan memeriksa pengaduan dan atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU provinsi, dibentuk Dewan Kehormatan KPU yang bersifat ad hoc.

Namun, menurut Jeirry, dalam pasal-pasal yang dituangkan pada kode etik tersebut sulit diterapkan KPU. Misalnya, Pasal 14 huruf (b) disebutkan membuka akses publik mengenai informasi dan data yang berkaitan dengan keputusan yang diambil sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(26)

Suara Pembaruan Selasa, 11 November 2008

Pe m ilu 2 0 0 9 Pe n g h it u n g a n Ce p a t Te t a p D ip e r lu k a n

[JAKARTA] Penghitungan cepat dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 sangat diperlukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi terkini terkait pemenang pemilu, baik legislatif maupun presiden. Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta tidak membatasi lembaga survei atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat.

Apalagi, menurut peraturan perundang-undangan memang penghitungan cepat itu diperbolehkan, meski ada koridor yang harus diikuti. Di samping itu, penghitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut dapat menjadi penyeimbang, sehingga KPU tidak bermain dengan data dan angka-angka.

Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional, Umar S Bakry kepada SP di Jakarta, Kamis (13/11). Pasal 245 ayat (1) UU 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD disebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi pemilu, pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dan penghitungan cepat hasil Pemilu, wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU.

Sementara itu, pada Ayat (3) disebutkan bahwa pengumuman hasil penghitungan cepat hanya boleh dilakukan paling cepat pada hari berikutnya dari hari/tanggal pemungutan suara. Menurut Umar, sepanjang ketentuan yang dikeluarkan oleh KPU tidak membatasi kebebasan berekspresi, dan penghitungan cepat tidak masalah.

"Penghitungan cepat itu untuk menjawab rasa haus masyarakat untuk mengetahui hasil penghitungan suara. Kalau mau menunggu KPU, bisa dua hingga tiga minggu ke depan baru diketahui hasilnya. Kalau penghitungan cepat dapat diketahui dalam waktu beberapa jam," katanya.

Kredibilitas

Untuk negara demokrasi, seperti Indonesia, seleksi alam yang bekerja untuk menguji kredibilitas lembaga survei harus dibiarkan dalam melakukan penghitungan cepat maupun survei. "Proses kebebasan memperoleh informasi itu harus dihormati oleh KPU," ujarnya.

Ia juga menilai KPU tidak bisa menjadikan kasus Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur untuk mengatur penghitungan cepat.

Anggota KPU Sri Nuryanti mengatakan, untuk mengantisipasi munculnya polemik atas proses penghitungan cepat pada Pemilu 2009, KPU mengupayakan ada aturan bagi proses hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga survei atau lembaga lain. Menurut KPU, penghitungan yang sah adalah yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. "Nanti kita lihat format yang paling dipercaya, yang bisa ditetapkan," kata Sri.

Menurutnya, seluruh pihak sebaiknya mematuhi aturan di dalam UU Pemilu Legislatif dalam proses penghitungan cepat. Menurut Sri, KPU juga akan mengupayakan agar perhitungan KPU dilakukan secepat mungkin.

(27)

Berkhas 23 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Selasa, 11 November 2008

Detail News | Back

Pilk a d a M a lu t , M K Be r i W a k t u 1 4 H a r i

[JAKARTA] Mahkamah Konstitusi (MK) memberi waktu 14 hari kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku Utara untuk menyempurnakan isi gugatan dalam sidang perkara sengketa kewenangan lembaga negara.

Jika sudah disempurnakan, MK akan menggelar sidang panel terkait permohonan yang diajukan Ketua KPU Malut, Aziz Khairie itu.

"Pada intinya, hakim sudah memberi mandat dan gugatan sudah dianggap baik. Biasanya, kalau sudah sidang panel, berarti sudah ok," ujar Kuasa Hukum KPU Malut, Bambang Widjojanto saat ditemui SP di Jakarta, Kamis (13/11).

Dalam sidang itu, KPU Malut menggugat Presiden Republik Indonesia dalam hal pengangkatan pasangan Thaib Armaiyn dan Abdul Gani Kasuba, Gubernur dan Wakil Gubernur Malut terpilih, yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 85/P Tahun 2008.

Pasalnya, kata Bambang, berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 03P/KPUD/2008 tertanggal 22 Januari 2008, KPU Malut telah menghitung ulang total suara pemilih pada 20 Februari 2008. Hasil penghitungan ulang itu memenangkan pasangan Abdul Gafur dan Abdul Rahim Fabanyo.

Keppres justru menggunakan hasil penghitungan pada 11 Februari 2008, yang keabsahannya saat itu dihentikan sementara oleh KPU di Jakarta.

"Kami menilai, Presiden telah mengurangi kemandirian kami dalam menyelenggarakan pemilu sesuai dengan Pasal 22E Ayat 5 dan 6 Undang-Undang Dasar 1945. Tindakan ini tidak bisa dilakukan terus-menerus, karena jika demikian, artinya kuat sekali intervensi kekuasaan dan menabrak konstitusi," katanya.

(28)

Suara Pembaruan Selasa, 11 November 2008

W a r g a Su lu t Tu r u n k e Ja la n Tola k UU Por n og r a fi

[MANADO] Ribuan warga Sulawesi Utara, yang tergabung dalam Koalisi Menolak Undang-Undang (UU) Pornografi, Senin (10/11), melakukan unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) di Manado. Aksi yang diwarnai pembakaran naskah UU Pornografi itu tersebut dilakukan sebagai tanda penolakan pemberlakuannya di Sulut. Para pengunjuk rasa mendesak agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut tidak memberlakukan UU dan melakukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Masyarakat Sulut menilai pemberlakuan UU tersebut, akan mengekang hak asasi dan kebebasan masyarakat, karena setiap budaya di Indonesia memiliki karakter dan ciri berbeda. "Tidak akan pernah UU Pornografi diberlakukan di Sulut, kami menolak keras pemberlakuan UU itu," kata, Ariane Nangoy, salah seorang pemimpin unjuk rasa seperti dikutip Antara.

Ansor

Senada dengan itu, Ketua Gerakan Pemuda Ansor Sulut, Benny Rhamdani mengatakan, niat pemerintah dan DPR memberlakukan UU Pornografi, bisa mengancam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Aksi unjuk rasa yang dijaga ketat kepolisian itu menghadirkan atraksi budaya daerah, yakni tarian cakalele, atraksi barongsai, tarian dari komunitas artis daerah, dan puisi yang dibacakan beberapa tokoh budayawan.

Hadir pula dalam unjuk rasa itu, ratusan mahasiswa Papua yang sedang melakukan studi di Manado, Aliansi Masyarakat Adat Minahasa, dan sejumlah pegawai negeri sipil (PNS). Menanggapi hal itu, Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulut, Robby Mamuaja, yang menerima para pengunjukrasa itu, menilai aksi tersebut masih proporsional dan tertib, tidak ada aksi anarkis dan sebagainya.

Kendaraan Politik

Aksi penolakan terhadap UU yang proses pengesahannya sangat kontroversial tersebut juga disampaikan berbagai kalangan, yakni dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Infid (International NGO Forum on Indonesian Development) dan Setara Institute untuk Demokrasi dan Perdamaian. Komnas Perempuan berpendapat, pengesahan UU Pornografi menunjukkan banyaknya wakil rakyat di legislatif dan eksekutif terjebak dalam politisasi moralitas dan agama.

Agama dan moralitas, sekadar dijadikan kendaraan politik oleh para politisi untuk mencapai kepentingan perebutan kekuasaan. Cara berpolitik semacam ini justru melecehkan dan mengancam perempuan dan kelompok minoritas serta menggerogoti prinsip kebinekaan bangsa Indonesia.

(29)

Berkhas 25 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Selasa, 11 November 2008

Sementara Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, mengatakan, tindakan partai politik besar seperti Golkar dan Demokrat yang mengaku diri nasionalis, mengira akan mendapat dukungan politik setelah mengesahkan UU Pornografi adalah salah besar.

(30)

Suara Pembaruan Rabu, 12 November 2008

UU Por n og r a fi PD S: Bu m e r a n g b a g i Pe m e r in t a h

[JAKARTA] Disahkannya Rancangan Undang (RUU) Pornografi menjadi Undang-Undang (UU) pada Kamis (30/10), akan menjadi bumerang bagi pemerintah, karena regulasi tersebut menimbulkan banyak persoalan kebangsaan yang harus diselesaikan.

UU Pornografi tersebut akan membuat citra buruk pada Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terutama di mata para aktivis perempuan, budayawan, dan seniman. Bahkan, daerah-daerah yang menolak UU tersebut dengan alasan mengancam kebinekaan dan keutuhan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sebab itu, Presiden Yu- dhoyono akan berpikir serius untuk mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) terkait UU tersebut, mengingat penolakan banyak daerah. ''Jika Presiden memaksa menandatangani UU tersebut, itu artinya Presiden Yudhoyono menciptakan banyak musuh,'' kata Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Ruyandi Hutasoit kepada SP di Jakarta, Rabu (12/11).

Ruyandi yang didampingi Wakil Ketua Umum PDS, Denny Tewu mengingatkan Presiden Yudhoyono agar cerdas menyikapi persoalan UU Pornografi. ''Pemilu sudah di depan mata. Bukan tidak mungkin akan muncul kampanye antipemerintah terkait pengesahan UU Pornografi. Belum lagi ancaman pembangkangan sipil dari Papua,'' katanya.

Tak Mengganggu

Sebaliknya, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta di tempat terpisah di Jakarta, Selasa (11/11) menegaskan, UU Pornografi tidak mengganggu integrasi bangsa, tetapi untuk melindungi bangsa dari hal-hal buruk pornografi. Menurut Meutia, dia sudah membaca sanggahan draf RUU Pornografi, namun sanggahan itu untuk naskah UU yang lama.

Asisten Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Sofinas Z Asaari menambahkan, pemerintah mempersilakan pihak-pihak yang hendak mengajukan uji materi atas UU Pornografi. "Mau judicial review, silakan. Apakah melanggar hak asasi manusia ataupun UUD 1945," ujar Sofinas.

Ditanya soal UU Pornografi mengancam banyak orang masuk penjara, terutama yang berkaitan dengan seni, adat istiadat dan budaya yang bisa masuk penjara, terutama orang Papua, Sofinas memaparkan, pada UU Pornografi, pasal yang mengatur pengecualian seni, adat istiadat, dan budaya dimasukkan dalam ketentuan umum pasal 3. Karena, pada naskah sebelumnya, pasal pengecualian itu menimbulkan banyak tafsir.

(31)

Berkhas 27 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Kamis, 13 November 2008

RUU Pe n g a d ila n Tip ik or D it e la n t a r k a n

Pe m b e r a n t a sa n Kor u p si Bu k a n Ag e n d a Ut a m a D PR

[JAKARTA] Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diduga ingin menghalangi upaya percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Tindakan itu dilakukan karena takut kalau Pengadilan Tipikor terbentuk, kasus-kasus korupsi yang diduga banyak melibatkan anggota DPR semakin terbongkar.

DPR juga dipandang cenderung banyak menelantarkan pembahasan RUU yang terkait dengan upaya-upaya penegakan hukum lain, seperti RUU Komisi Yudisial (KY) dan RUU Komisi Konstitusi.

Hal itu terungkap dalam dialog kenegaraan bertajuk "Quo Vadis Pengadilan Tipikor" di Jakarta, Rabu (12/11). Dialog menghadirkan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal DKI Jakarta, Marwan Batubara, anggota DPR Agus Purnomo, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi, Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mocthar, dan pakar hukum tata negara Universitas Andalas Padang, Saldi Isra.

Marwan Batubara mengungkapkan ada oknum anggota tertentu di DPR yang sengaja ingin memperlambat pembahasan RUU Pengadilan Tipikor. "Saya tak usah menyebutkan namanya. Yang pasti, ada oknum anggota DPR ingin menghalangi pembahasan RUU Pengadilan Tipikor," katanya.

Akibat tindakan itu, RUU yang sangat penting itu belum juga dibahas sampai sekarang, padahal sudah lama dibentuk panitia khusus (pansus). "Korupsi adalah tindak kejahatan luar biasa. Kami di DPD mendesak DPR untuk mempercepat pembahasan RUU itu," katanya.

Agus Purnomo tak membantah lambannya upaya pembahasan RUU tersebut di DPR. Ia juga mengakui Pansus RUU Pengadilan Tipikor sudah terbentuk, dengan komposisi pimpinan pansus dari Fraksi Partai Golkar (FPG), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), dan Fraksi Partai Demokrat (FPD). "Tapi, kami dari Fraksi Partai keadilan Sejahtera (FPKS) akan berupaya menggenjot pembahasan RUU ini dan DPR harus bisa menuntaskan sebelum batas waktu yang ditentukan MA," katanya.

Batas Waktu

Zainal dan Saldi mendesak DPR mempercepat pembahasan RUU Pengadilan Tipikor mengingat batas waktu pembentukan lembaga tersebut adalah 19 Desember 2009, sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA). Jika sampai batas waktu itu Pengadilan Tipikor tak terbentuk, penanganan kasus-kasus korupsi kembali dilakukan di peradilan negeri yang sarat permainan dan kolusi selama ini.

Jika ini terjadi, upaya pemberantasan korupsi di DPR terancam gagal. "Pemberantasan korupsi memang tak menjadi agenda utama di DPR saat ini. Hal ini karena memang DPR justru menjadi episentrum korupsi di negeri yang kaya korupsi ini," ujar Zainal.

(32)

Suara Pembaruan Kamis, 13 November 2008

Sementara itu, Saldi meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar menyuarakan pentingnya percepatan pembahasan RUU tersebut guna mendukung upaya pemberantasan korupsi yang sangat gencar dilakukan pada masa pemerintahannya.

(33)

Berkhas 29 Volume VI November 2008

Kompas Jumat, 14 November 2008

Be r st a t ist ik d a la m D e m ok r a si

Jumat, 14 November 2008 | 15:01 WIB

Oleh: M Sonhaji

Tidak dimungkiri salah satu pertimbangan bagi seseorang untuk menentukan pilihannya dalam pilkada adalah dengan melihat hasil analisis jajak pendapat (polling) dari berbagai lembaga survei independen.

Puncaknya, penghitungan cepat (quick count), yang disiarkan langsung beberapa TV swasta hasil kerja sama dengan suatu lembaga survei, telah menjadi opini baru bagi masyarakat untuk dijadikan bahan acuan menduga siapa yang memenangi pilkada.

Meskipun demikian, menyikapi hasil hitungan cepat itu selayaknya harus secara bijak, mengingat hasil hitungan tersebut adalah kesimpulan sementara yang diperoleh dari hasil survei dengan sampel terbatas. Putusan final dari Komisi Pemilihan Umum. Memahami statistik

Dalam statistik, untuk mengetahui karakteristik suatu objek dilakukan dengan dua cara, yaitu sensus dengan mendata keseluruhan objek dan survei dengan mengambil sejumlah sampel untuk menyimpulkan agregat karakteristik objek tersebut. Jika dilakukan dengan sensus, secara statistik hasilnya tidak mempunyai kesalahan sampling (sampling error). Sedangkan jika dilakukan dengan survei dipastikan ada sampling error (kesalahan yang diakibatkan karena pengambilan sampel).

Kelemahan metode sensus adalah waktu, biaya, dan tenaga yang diperlukan cukup besar. Oleh karena itu, biasanya pengambilan kesimpulan dari suatu obyek dilakukan secara survei dengan sudah mempertimbangkan error yang terjadi mendekati nol sehingga kecil kemungkinan meleset. Untuk memperkecil error itu, bisa dilakukan dengan mengambil jumlah sampel yang cukup dan sebaran yang merata dengan menggunakan metode sampling yang sesuai.

Bagaimanapun canggihnya suatu model, tetap saja mengandung sampling error. Ini yang menjadi fokus sebenarnya letak pendewasaan statistik itu. Ketika hasil penghitungan cepat Pilkada Jawa Timur diumumkan oleh lembaga survei swasta, diketahui pasangan Khofifah Indar Parawansa- Mudjiono (Kaji) unggul tipis dibanding pasangan Soekarwo-Saifulullah Yusuf (Karsa) (Kompas, 5/11/08).

Lembaga-lembaga survei tersebut telah mengambil sikap yang benar, yaitu dengan tidak serta-merta menyimpulkan bahwa pasangan Kaji memenangi pilkada karena selisih suara di bawah 2 persen. Benar pula meminta masyarakat untuk menanti hasil resmi dari KPU Jawa Timur.

Artinya, hasil penghitungan cepat itu bisa jadi berbeda dengan hasil penghitungan akhir KPU, mengingat tipisnya jumlah perolehan suara dan jumlah sampel yang dipakai terbatas 380-400 TPS.

(34)

Kompas Jumat, 14 November 2008

Istilah "statistik itu bisa salah tapi tidak boleh bohong" perlu juga dimengerti oleh masyarakat umum. Artinya, hasil dari penghitungan statistik itu bisa salah karena kesalahan itu timbul dari perbedaan metode, waktu, dan jumlah sampel. Namun, statistik itu tidak boleh dibuat secara akal-akalan untuk tujuan tertentu.

Akibat perbedaan metode itu, jumlah penduduk hasil penghitungan sensus penduduk oleh BPS berbeda dengan hasil register dinas catatan sipil. Demikian pula, karena perbedaan metodologi penghitungan, jumlah penganggur hasil publikasi BPS berbeda dengan hasil hitungan ILO (Organisasi Buruh Internasional).

Secanggih apa pun suatu metode survei dan forcasting (peramalan) dalam statistik, pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Pada Pilpres AS 4 November 2008, yang berbarengan dengan Pilkada Jawa Timur, banyak orang yang sudah memperkirakan Barack Obama akan menang dari hasil jajak pendapat.

Namun, tidak ada yang paling akurat memprediksi kemenangan Obama selain Alan Abramowitz, pakar politik dari Emory University, Atlanta, Georgia, AS. Abramowitz meramal perolehan suara dengan metode regresi yang menyimbulkan bahwa jajak pendapat tidak banyak berpengaruh dan Obama pasti menang (Kompas, 6/11).

Meskipun demikian, masih terdapat kelemahan dari modeling itu, karena hasil yang diperoleh hanya berselisih tipis, sedangkan kenyataannya Obama menang telak. Artinya statistik itu bisa salah, tetapi metode peramalan dalam perhitungan statistiknya tersebut bisa dipertanggungjawabkan.

Dilihat dari segi fungsinya, statistik itu diperlukan sebagai indikator penting untuk menganalisa pengembangan suatu kegiatan/fenomena dan sebagai referensi alat ukur pembangunan sosial dan ekonomi. Dengan melihat indikator itu, pengguna data bisa memanfaatkannya untuk perencanaan dan evaluasi suatu perkembangan kegiatan.

Lebih luas lagi, hanya dengan statistiklah pembangunan di suatu wilayah dapat dikembangkan dan terarah. Untuk memanfaatkan statistik, hanya orang yang sudah dewasa pemikirannya dalam berstatistik saja yang mampu memanfaatkan statistik secara benar. Dengan demikian, diperoleh informasi bagaimana mengembangkan produktivitas kegiatannya dan memperoleh jawaban penyebab apa dan mengapa di balik angka-angka yang disajikan.

(35)

Berkhas 31 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Jumat, 14 November 2008

H a sil Pilg u b Ja t im Ta k Be r t e n t a n g a n D e n g a n " Qu ick

Cou n t "

[JAKARTA] Tidak benar sinyalemen berbagai pihak yang menyatakan bahwa hasil Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim) yang dimenangi Sukarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) berbeda atau bertentangan dengan hasil penghitungan cepat (quick count) beberapa lembaga survei independen.

"Jika hasil quick count dibaca secara benar ketika dirilis di hari pilgub, akan didapatkan, tak ada satu pun yang mengklaim kemenangan salah satu calon. Itu terjadi karena selisih teramat tipis. Semua quick count menyatakan, margin of error-nya sekitar plus minus 1 persen - 2 persen," kata Denny JA, Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI), di Jakarta, Kamis (13/11).

LSI, tambahnya, misalnya merilis hasil quick count untuk Karsa 49,24 persen, untuk Khofifah Indar Parawansa - Mudjiono (Kaji) 50,76 persen. Dengan margin of error plus minus 1 persen, persentase untuk Karsa, variasinya antara 50,24 persen (49,24 persen + 1 persen) sampai 48,24 persen (49,24 persen - 1 persen). Hasil Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim untuk Karsa adalah 50,2 persen, masih berada dalam batas toleransi kesalahan itu.

Hal yang sama terjadi untuk pasangan Kaji. Dengan margin of error plus minus 1 persen, persentase untuk Kaji, variasinya antara 49,76 persen (50,76 persen - 1 persen) sampai 51,76 persen (50,76 persen + 1 persen). Hasil KPU setempat untuk Kaji, adalah 49,8 persen, masih berada dalam toleransi kesalahan itu.

Bisa saja muncul aneka spekulasi di balik kemenangan Karsa, seperti penggelembungan suara. Namun, Denny mengatakan, itu sudah berada di luar domainnya. "Yang jelas, secara ilmiah bisa diklaim bahwa kemenangan Karsa menurut hasil KPU tidak bertentangan dengan hasil quick count LSI," katanya.

Sementara itu, Khofifah optimistis akan menang dalam gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK), dengan mengirim bukti kecurangan dalam Pilgub Jatim di berbagai daerah.

"Gugatan ke MK ditangani tim advokasi. Saya berharap ada keadilan dan kejujuran, sehingga bisa menang," kata Khofifah, seusai silaturahmi dan istifhoyah dengan Muslimat Nahdlatul Ulama di Gresik, Jatim, Kamis (13/11).

Gugatan dilakukan karena cagub ini menemukan berbagai kecurangan dalam penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di sejumlah daerah, terutama Madura.

Ketua Tim Advokasi Kaji, M Ma'ruf mengatakan, berkas bukti pelanggaran yang terjadi di 500 PPK di 19 kabupaten/kota, Jumat (14/11) ini dikirim ke MK. Bukti otentik pelanggaran tersebut menjadi fakta hukum. Ini merupakan gugatan pemilihan kepala darah (pilkada) yang ditangani MK, jadi diharapkan berjalan secara fair.

Tim Pemenangan Karsa, Achmad Ruba'ie mengatakan, gugatan Kaji ke MK, sah-sah saja, tetapi Pilgub Jatim sebenarnya sudah selesai, setelah KPU Jatim melakukan rekapitulasi suara 38 kabupaten/kota dan pemenangnya adalah Karsa.

(36)

Suara Pembaruan Jumat, 14 November 2008

Pilk a d a M a lu t , M K Be r i W a k t u 1 4 H a r i

[JAKARTA] Mahkamah Konstitusi (MK) memberi waktu 14 hari kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku Utara untuk menyempurnakan isi gugatan dalam sidang perkara sengketa kewenangan lembaga negara.

Jika sudah disempurnakan, MK akan menggelar sidang panel terkait permohonan yang diajukan Ketua KPU Malut, Aziz Khairie itu.

"Pada intinya, hakim sudah memberi mandat dan gugatan sudah dianggap baik. Biasanya, kalau sudah sidang panel, berarti sudah ok," ujar Kuasa Hukum KPU Malut, Bambang Widjojanto saat ditemui SP di Jakarta, Kamis (13/11).

Dalam sidang itu, KPU Malut menggugat Presiden Republik Indonesia dalam hal pengangkatan pasangan Thaib Armaiyn dan Abdul Gani Kasuba, Gubernur dan Wakil Gubernur Malut terpilih, yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 85/P Tahun 2008.

Pasalnya, kata Bambang, berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 03P/KPUD/2008 tertanggal 22 Januari 2008, KPU Malut telah menghitung ulang total suara pemilih pada 20 Februari 2008. Hasil penghitungan ulang itu memenangkan pasangan Abdul Gafur dan Abdul Rahim Fabanyo.

Keppres justru menggunakan hasil penghitungan pada 11 Februari 2008, yang keabsahannya saat itu dihentikan sementara oleh KPU di Jakarta.

"Kami menilai, Presiden telah mengurangi kemandirian kami dalam menyelenggarakan pemilu sesuai dengan Pasal 22E Ayat 5 dan 6 Undang-Undang Dasar 1945. Tindakan ini tidak bisa dilakukan terus-menerus, karena jika demikian, artinya kuat sekali intervensi kekuasaan dan menabrak konstitusi," katanya.

(37)

Berkhas 33 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Sabtu, 15 November 2008

UU Por n og r a fi, M K D or on g Uj i M a t e r i

[DENPASAR] Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Dr Moh Mahfud MD, SH menyambut positif keinginan masyarakat Bali untuk melakukan uji materi (judicial review) Undang-Undang (UU) Pornografi. Dia berpendapat, UU adalah keputusan politik yang secara hukum bisa saja dianulir, jika tidak memenuhi rasa keadilan hukum.

"UU Pornografi sangat mungkin untuk diuji publik. MK bersifat menunggu jika uji materi atas UU itu diajukan masyarakat Bali," tegasnya saat bertatap muka dengan tokoh masyarakat Bali di Wiswa Sabha Kantor Gubernur Bali, Jumat (14/11).

Mahfud bahkan mempersilakan masyarakat Bali membuat kajian secara cermat, termasuk melakukan konsultasi dengan ahli hukum untuk merumuskan draf uji materi. Jawaban ini dilontarkan Mahfud setelah Gubernur Bali Mangku Pastika secara meyakinkan mengaku masyarakat Bali dalam waktu dekat akan mengajukan uji materi atas UU Pornografi tersebut.

Langkah ini sebagai penjabaran aspirasi komponen masyarakat Bali sejak RUU digodok hingga disahkan menjadi UU Pornografi. Pernyataan serupa diajukan perwakilan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Bali, Ida Bagus Darendra.

Wacik Dikritik

KPI menilai UU Pornografi mencederai kebinekaan dan berpotensi mengekang daya kreasi. Berdasarkan asumsi-asumsi itu termasuk gelombang protes dari komponen masyarakat Bali, pihaknya mempertanyakan sikap MK jika masyarakat Bali mengajukan uji materi terhadap UU Pornografi.

(38)

Suara Pembaruan Senin, 17 November 2008

UU Por n og r a fi, M or a lit a s Pr ib a d i, d a n D e m ok r a si

Oleh Otto Gusti Nd Madung

Menjungkirbalikan nilai-nilai! Adagium Friedrich Nietzsche ini mungkin merupakan ungkapan paling tepat untuk melukiskan Undang- Undang Pornografi/Pornoaksi. Undang-undang ini berambisi mengatur kesempurnaan moralitas manusia, yang sesungguhnya mustahil diurus negara, kecuali dalam rezim totaliter.

Ernst Wolfgang Böckenförde, mantan Presidan Mahkamah Konstitusi Jerman, merumuskan secara tepat esensi sekaligus paradoks yang harus dihadapi negara demokratis modern: "Negara liberal-sekuler mendasarkan diri pada prinsip-prinsip yang tak dapat dijaminnya sendiri."

Paradoksi ini, demikian Böckenförde, harus diterima setiap negara sekuler yang mau meng-hargai dan menyelamatkan kebebasan individu. Sebuah negara demokratis modern hanya mungkin eksis secara legitimasi jika ia mampu menjamin dan melindungi kebebasan setiap warganya. Di satu sisi, kebebasan individu merupakan tujuan dan dasar keberadaan sebuah negara. Akan tetapi, di sisi lain inti dari kebebasan tersebut, yakni suara hati tidak pernah boleh dan tidak dapat diatur menurut norma-norma hukum positif. Sebab ketika negara lewat hukum positif masuk ke dalam ranah privat kebebasan suara hati, ia sesungguhnya telah menjadi totaliter.

Paradoksi yang dikemukakan Böckenförde di atas merupakan jalan yang telah dan tetap dilewati pemikiran dan praktik politik Eropa modern. Jalan ini telah mengantar mereka keluar dari konflik berdarah dan perang antara agama dan kelompok etnis yang, melanda Eropa pada abad ke-17. Hingga kini konsep negara liberal-sekuler tetap mampu menjaga perdamaian umum.

Kebebasan manusia terungkap lewat keputusan otonom dan atas pertimbangan suara hati yang tidak pernah boleh serta tidak dapat diintervensi oleh instansi luar. Kebebasan hanya dapat meregulasi dirinya dari dalam, dari substansi moral setiap individu dan homogenitas sebuah masyarakat. Bahaya totalitarisme mulai mengintip ketika negara, misalnya, lewat hukum positif mau mengatur suara hati dan virtus (keutamaan pribadi) warganya. Di sini, negara berambisi mengatur segala-galanya, termasuk cara berpikir dan moralitas warganya yang seharusnya mustahil dapat dilaksanakannya.

Ambisi negara tersebut menciptakan konflik dan membahayakan perdamaian umum, sebab ia menyangkal adanya pluralitas budaya, agama, tingkah laku, dan kebebasan berpikir dalam sebuah negara modern.

Diskriminatif

(39)

Berkhas 35 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Senin, 17 November 2008

Separatisme sesungguhnya sudah berada di ambang pintu, sebab ia hanya mengadopsi ajaran dari agama tertentu dan harus ditaati oleh penganut agama atau kelompok budaya lain. Kelompok minoritas akan terus protes karena merasa ditindas dan budayanya tidak dihargai serta didominasi budaya mainstream. Undang-Undang Pornografi tidak hanya menciptakan separatisme dan membahayakan kesatuan bangsa, tapi akan merongrong dan merusak substansi demokrasi itu sendiri, yakni kebebasan individu dan otonomi yang sudah lama kita perjuangkan. Penolakan terhadap UU ini tidak lagi hanya terbatas pada kaum minoritas yang haknya dilecehkan, tapi menjangkau seluruh warga negara Indonesia yang punya komitmen dan mau memperjuangkan keberlangsungan proses demokratisasi.

Undang-Undang Pornografi/Pornoaksi merupakan ungkapan totalitarisme negara dan musuh demokrasi. Maka harus ditolak! Di sini negara menjadi totaliter dengan mengintervensi ke dalam domain privat masalah moralitas pribadi warga negara. Negara demokratis modern, yang menghargai paham hak-hak asasi manusia tidak boleh mengintervensi kehidupan moral warganya sejauh pelanggaran atasnya tidak merugikan kesejahteraan umum. Negara tidak boleh membuat larangan semata-mata atas dasar pertimbangan mau menyempurnakan kerohanian pribadi seseorang. Persolan moralitas hanya menjadi masalah negara jika berhubungan dengan bonum commune atau kesejahteraan umum (Franz Magnis Suseno, 1999).

Sejarah pemikiran politik Eropa mengajarkan kita, apa yang terjadi ketika negara di abad pertengahan ingin mewujudkan tujuan ganda sekaligus, yakni menciptakan perdamaian (pax) dan keutamaan pribadi (virtus). Negara abad pertengahan tidak hanya punya wewenang membuat hukum, tapi juga mendidik dan mewajibkan warganya menjadi saleh dan bermoral. Dengan taat terhadap hukum bukan cuma perdamaian umum dapat dicapai, tapi orang-orang juga dibantu untuk menjadi saleh dan baik secara moral.

Negara dengan monopoli atas kebenaran menjadi totaliter, otoriter, dan intoleran. Konsep negara liberal sekuler ingin keluar dari persoalan ini dengan meninggalkan monopoli atas kebenaran dan membatasi diri pada tugas menjaga perdamaian umum (pax) dan menjamin keadilan lewat hukum positif.

Dengan cara ini, negara menyelamatkan dan menjaga kebebasan dan otonomi individu serta menjamin pluralitas budaya dan agama. Pertanyaan tentang tujuan hidup manusia, pilihan nilai dan makna menjadi wacana khusus di bawah payung kebebasan beragama dan berpendapat.

Kemunduran

UU Pornografi/Pornoaksi adalah sebuah kemunduran historis dan menampilkan kerancuan cara berpikir. Ia ingin mengawinkan kembali tugas negara, yakni menjamin perdamaian serta kesejahteraan umum dan menjaga kesalehan serta moralitas pribadi warga, seperti pernah dipraktikkan di Eropa pada abad pertengahan. Hal ini tak mungkin dapat diwujudkan dalam sebuah negara modern, karena mengandaikan homogenitas budaya dan tatanan sosial yang monolitis. Sementara itu Indonesia ditandai dengan pluralitas budaya, suku, dan agama.

(40)

Suara Pembaruan Senin, 17 November 2008

Undang-Undang Pornografi hanya bisa mencapai tujuannya jika ia mampu mengontrol pikiran, menegasi kebebasan dan membangun sebuah negara panoptikum yang dapat mengontrol semuanya. Totalitas teknologi kekuasaan dan mekanisme kontrol ini hanya mungkin dalam sebuah negara totaliter. Maka, UU Pronografi/Pornoaksi harus kita tolak atas nama demokrasi dan martabat pribadi manusia yang otonom!

(41)

Berkhas 37 Volume VI November 2008 Suara Pembaruan Selasa, 18 November 2008

Pilk a d a Ja t im , Ka j i D im in t a Pe r b a ik i Pe r m oh on a n

[JAKARTA] Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemohon, tim Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (Kaji) memperbaiki isi permohonan, jika ingin membuktikan ada penyimpangan dalam proses rekapitulasi penghitungan suara pemilihan kepala daerah (pilkada) Jawa Timur (Jatim).

Demikian dikatakan Ketua Majelis Hakim MK Maruarar Siahaan kepada pemohon, yang diwakili kuasa hukumnya, Moh Ma'ruf dalam sidang di Gedung MK dengan agenda pemeriksaan perkara, Senin (17/11).

"Dalam penghitungan, sebaiknya ada persandingan data hasil yang dihitung pemohon dengan KPU Jatim. Itu sebaiknya diperbaiki. Angka yang Anda sebutkan juga harus signifikan, jika ada penyimpangan untuk dibuktikan sebagai alat bukti," katanya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim selaku termohon, diminta menyiapkan bukti terkait hasil rekapitulasi penghitungan suara tersebut, agar ada hasil yang fair, tidak ada cacat, dan cela, katanya.

Dalam sidang, kuasa hukum pemohon Moh Ma'ruf meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan pemohon. Mereka meminta pembatalan hasil penghitungan suara yang ditetapkan termohon No 30 Tahun 2008 tanggal 11 November 2008 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilkada Jatim putaran II.

Pasangan Kaji sebagai pasangan calon terpilih dengan 7.595.199 suara dan Soekarwo-Syaifullah Yusuf (Karsa) dengan 7.573.680 suara. Mereka pun menjabarkan adanya kesalahan penghitungan secara sistematis dengan ditemukannya enam tempat pemungutan suara (TPS) di Sumenep. Selain itu, ditemukan salinan berita acara rekapitulasi penghitungan suara yang salah salinan modelnya.

Disiapkan Bukti

Terkait harus diperbaikinya isi permohonan, Ma'ruf mengungkapkan, akan segera memperbaikinya. Malahan 80 persen bukti sudah dipersiapkan guna mencari kebenaran final. Dia juga berharap proses ini berjalan baik dan publik bisa memantaunya.

Tim kuasa hukum pemohon juga meminta dihadirkannya saksi dalam bentuk teleconference. Mereka juga meminta adanya putusan sela agar majelis hakim turun ke Pamengkasan melihat pelanggaran di sana.

Kuasa Hukum KPU Jatim Fahmi Bachmid membantah adanya pelanggaran rekapitulasi penghitungan suara. Semua bukti dan data di TPS ditandatangani dan tidak ada catatan masalah.

Sebagai bukti, tambahnya, di 38 kabupaten tidak ada catatan keberatan, enam kabupaten yang tidak dihadiri saksi pun tidak ada catatan keberatan itu. Sidang akan dilanjutkan Rabu (19/11) dengan agenda mendengar jawaban dan pengajuan bukti termohon (KPU Jatim) dan pihak terkait tim Karsa.

Referensi

Dokumen terkait

Waktu reaksi yang baik pada saat keluar dari start blok memegang peranan penting karena dalam perlombaan atletik khususnya pada nomor sprint, reaksi dari block start

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Jenis-jenis tanaman berkhasiat obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Tinading ditemukan sebanyak

Pada aspek pelaksanaan kegiatannya, mencakup: proses koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan pengelolaan work shop; pelaksanaan kegiatan work shop dalam

Skripsi dengan judul Analisis Pengelolaan Laboratorium dan Sistem Evaluasi Kegiatan Praktikum Fisika dalam Proses Pembelajaran (Studi Kasus pada SMP Pondok Modern

Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Motaha tahun 2012 yang dilakukan terhadap 74 responden menunjukkan bahwa 37 responden kelompok kasus yang memiliki pengetahuan

Poliklinik THT dengan keluhan suara serak dan makin lama makin hilang.keluhan dengan keluhan suara serak dan makin lama makin hilang.keluhan sudah dirasakan sejak 4

7,8 Hasil positif didapatkan dari 45 sediaan (100%) dengan pewarnaan CSB, baik yang dibaca oleh peneliti maupun analis medis.Hal itumenunjukkan bahwa pada

Selanjutnya Sumarmo (2016:11) melaporkan berbagai keuntungan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik, yaiut: Melalui penyajian masalah