• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH KH. MASJKUR DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA (1938-1945 M).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SEJARAH KH. MASJKUR DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA (1938-1945 M)."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH KH. MASJKUR DALAM PERJUANGAN

KEMERDEKAAN INDONESIA (1938-1945 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

Kurnia Sukma

NIM: A82212144

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul tentang “Sejarah KH. Masjkur dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (1938-1945 M)”. Adapun permasalahan yang dibahas pada penelitian ini, meliputi; (1) Siapa KH. Masjkur?, (2) Bagaimana kiprah KH. Masjkur dalam organisasi Nadhatul Ulama?, (3) Bagaimana peran KH. Masjkur dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia?.

Untuk menjawab permasalah tersebut, penulis menggunakan metode sejarah dengan tahapan heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan historis. Selain itu penulis juga menggunakan teori peran dan teori kepemimpinan kharismatik Max Weber.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

TRANSLITERASI... v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI...xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Kegunaan Penelitian... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritis... 6

F. Penelitian Terdahulu ... 7

G. Metode Penelitian... 8

(8)

BAB II: BIOGRAFI KH. MASJKUR

A. Riwayat Hidup KH. Masjkur ... 13

B. Karir KH. Masjkur ... 19

BAB III: KIPRAH KH. MASJKUR DALAM ORGANISASI NADHATUL ULAMA A. Perkembangan Nadhatul Ulama Sampai Jepang Datang ... 38

B. Peran Masjkur Dalam Organisasi Nadhatul Ulama ... 42

C. Peran Organisasi Nadhatul Ulama Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia ... 48

BAB IV: PERAN KH. MASJKUR DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA A. Perjuangan KH. Masjkur dalam Keprajuritan Indonesia ... 51

1. Syuu Sangi-kai (DPRD zaman Jepang) ... 51

2. PETA... 55

3. Hizbullah dan Sabilillah ... 56

B. Perjuangan KH. Masjkur dalam BPUPKI dan PPKI ... 58

C. Peran KH. Masjkur dalam Piagam Jakarta di Konstituante ... 69

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan... 72

B. Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penjajahan, bagaimanapun bentuk dan dimanapun tempatnya selalu saja membawa penderitaan, baik lahir terutama batin. Dalam perspektif ajaran agama Islam, penjajahan atau yang disebut dengan kolonialisme (dalam segala bentuknya) termasuk perkara munkar (keji/kejahatan) sebagai kebalikan dari ma’ruf(kebijakan/ perdamaian). Dimana setiap umat Islam (pria dan wanita) secara individual maupun kolektif berkewajiban melengkapinya.

Karena termasuk perkara munkar yang harus dilenyapkan sejak semula, sikap orang Islam maupun umat Islam dimanapun dan dalam zaman kapanpun melandasi mereka sikap mereka melawan penjajah berdasar ajaran Rasulullah SAW.

Di Indonesia, penjajahan dimata umat Islam adalah orang-orang kafir yang anti Islam dan itu pula sebabnya dimanapun tempatnya disitu umat Islam berada dan terjajah selalu saja muncul reaksi perlawanan.1

Kondisi umat Islam yang tidak sama dalam setiap periode perjuangan yang ada membuat sikap perlawanan yang di munculkan juga bervariasi dan beraneka ragam. Adakalanya melalui pemberontakan dalam perjuangan kemerdekaan melalui pergerakan politik, melalui jalur dakwah maupun perang kebudayaan dan melalui

(10)

2

perjuangan di bawah tanah. Dalam kondisi yang paling burukpun, sikap perlawanan terhadap penjajahan dilakukan secara perorangan, bahkan kelihatan seolah-olah diam seribu bahasa. Namun, dalam hati bergejolak sikap perlawanan yang membara.

Apapun keragaman tersebut, pada dasarnya tetaplah tidak menyimpang dari dasar ajaran agama Islam itu sendiri tentang kewajiban dalam mengantisipasi setiap bentuk kemungkaran yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam.

Tiga setengah abad (bahkan jika dihitung sejak zaman Portugis, penjajahan di Indonesia justru berlangsung selama 433 tahun, yakni sejak 1511-1945). Belum lagi Agresi Militer Belanda II yang berakhir pada tahun 1949, begitulah sejarah mencatat masa-masa dimana kehidupan masyarakat bangsa Indonesia banyak diwarnai dengan pergerakan-pergerakan dan perjuangan di dalam rangka melepaskan diri dari belenggu penjajahan.

Melihat sejarah Indonesia baik berupa perjuangan dan kemerdekaannya, fakta sejarah dalam bentuk apapun menyebutkan bahwa betapa keberadaan serta peranan dan sumbangsih umat Islam yang dimotori oleh para ulama adalah sangat besar. Bahkan menurut penuturan para pelaku-pelaku sejarah (para ulama dan pembantu-pembantunya yang sudah wafat maupun yang masih hidup) adalah diramalkan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak akan pernah tercapai, bila mengingat keadaan rakyat dimasa itu yang serba kekurangan, akibat kekejaman penjajah.

(11)

3

ulama pendahulu dengan disertai sugesti pensakralkan peperangan melawan penjajah.2Maka kemerdekaan itu tidak luput dari hasil perjuangan para ulama.

Karenanya tidak heran jika dikemudian hari para ahli sejarah Indonesia menilai ketidaksempurnaan pemaparan sejarah nasional Indonesia tanpa disertai keberadaan dan perkembangan peranan umat Islam di dalamnya. Sebagai salah satu contoh yang dikemukakan oleh HM. Yunan Nasution dalam makalahnya pada seminar tahun 1984 di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta bahwa: “… Apabila

ditelusuri peranan ulama dalam kancah perjuangan kemerdekaan Indonesia, dapatlah disimpulkan bahwa pada umumnya para ulama mendorong, menggerakkan dan menjiwai perjuangan tersebut sejak zaman atau periode meretas, merintis hingga sampai dengan tercetusnya kemerdekaan Indonesia menjadi satu kenyataan”.3

Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa, umat Islam di bawah komando para ulama telah memberikan warna yang sangat terang dalam kanvas sejarah perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia, utamanya dalam perlawanan menentang penjajahan Belanda, merebut dan mempertahankan kemerdekaan pada masa revolusi fisik saat seluruh bangsa mempertaruhkan hidup dan mati untuk tetap tegaknya kemerdekaan Indonesia. Begitu mendalamnya torehan sejarah yang dipahat umat Islam sepanjang masa imperialisme di bumi nusantara ini, sehingga kemanapun kita mencoba melacak jejak-jejak perjuangan dimasa penjajahan maka senantiasa akan menemukan pijaran-pijaran api semangat Islam dimana-mana.

(12)

4

Sebagai kilas balik sejarah, uraian tersebut diatas menjelaskan bahwa keunggulan persenjataan bangsa-bangsa penjajah selama dua ratus tiga puluh lima tahun ternyata tidak mampu secara politik menguasai bumi nusantara apalagi mengendalikannya. Dari sini sebabnya Islam dan umat Islam menjadi penghalang bagi setiap laju imperialisme di Indonesia.

Bebicara tentang perjuangan umat Islam, penulis ingin sekali mengangkat sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sehingga penulis memasukkan tokoh yang mengalami sendiri proses dimana memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari awal sampai akhir. Disini penulis mengangkat judul Sejarah KH. Masjkur dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (1938-1945 M), karena penulis sangat tertarik dengan pengabdian KH. Masjkur yang merupakan tokoh nasional dan mempunyai peran kesejarahan sangat besar baik saat perjuangan fisik melawan Belanda maupun perjuangan pergerakan nasional di era revolusi.

B. Rumusan Masalah

Dari deskripsi latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan permasalahan yang akan menjadi pokok pembahasan pada penelitian ini. Adapun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Siapa KH. Masjkur?

2. Bagaimana kiprah KH. Masjkur dalam organisasi Nadhatul Ulama?

(13)

5

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui biografi KH. Masjkur.

2. Mengetahui kiprah KH. Masjkur dalam organisasi Nadhatul Ulama.

3. Mengetahui peran KH. Masjkur dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. D. Kegunaan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini memiliki arti penting bagi penulis untuk mengintegrasikan keseluruhan mata kuliah Sejarah dan Kebudayaan Islam secara ilmiah. Selain itu, penelitian ini juga mempunyai kegunaan lain yang penjelasannya sebagai berikut:

1. Secara akademik

Sebagai upaya menambah dan memperluas wawasan serta pengetahuan tentang sejarah Indonesia. Di samping itu, KH. Masjkur adalah tokoh yang sangat penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

2. Secara praktis

(14)

6

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini yaitu pendekatan yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang terjadi di masa lampau melalui pendekatan historis. Pendekatan ini diharapkan bisa mengungkapkan latar belakang sejarah awal perjuangan sampai peranan yang dilakukan oleh KH. Masjkur.

Selain itu penulis juga menggunakan teori peran dan teori kepemimpinan. Menurut Soerjono Soekanto, peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.4 Peranan juga merupakan bagian dari tugas utama yang harus dilakukan dan terdapat sesuatu yang diharapkan orang lain melalui proses sosial, yaitu hubungan timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama.5

Penulis juga menggunakan teori kepemimpinan kharismatik, jenis kepemimpinan ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli sosiologi Jerman yakni Max Weber. Kepemimpinan kharismatik didefinisikan oleh Weber berdasarkan persembahan pemimpin terhadap para pengikut dengan kesucian, kepahlawanan, karakter khusus seorang individu dan juga pola normatif atau keteraturan yang telah disampaikan. Pemimpin kharismatik muncul pada waktu krisis atau keadaan yang sukar, termasuk jika ada masalah-masalah ekonomi, agama, ras, politik dan sosial.6

4

Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 243.

5Soekanto,Sosiologi: Ruang Lingkup dan Aplikasinya, 100.

6Anthony Giddens,Kapitalisme dan Sosial Modern: Suatu Analisis Karya Tulis Marx Durkheim dan

(15)

7

Teori ini bisa dipakai untuk menganalisis beberapa jenis pemimpin, termasuk pemimpin agama, spiritual dan politik. Dalam rangka untuk mengungkapkan pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial agar menghasilkan penjelasan kausal mengenai pelaksanaan dan akibat- akibatnya. Ia juga mengatakan bahwa:“ciri yang mencolok dari hubungan sosial adalah kenyataan bahwa hubungan-hubungan tersebut bermakna bagi mereka yang mengambil bagian didalamnya.7

Yang dikenal dengan teori tindakan”.Selanjutnya dia juga mengatakan bahwa: “ciri

penting kependekatan (Kiai) adalah spesialis sekelompok orang tertentu dalam menjalankan kegiatan penyembahan yang bersifat terus-menerus, yang senantiasa terkait dengan norma-norma, tempat-tempat dan saat-saat tertentu pula”.8

Dari uraian tersebut penulis gunakan untuk mengetahui bagaimana KH. Masjkur menjalankan fungsinya sebagai seorang Kiai, pejuang, tokoh politik, panutan dan sebagai seorang pemimpin. Menurut Weber ada tiga kepemimpinan yang dimiliki oleh para pemimpin agama.

F. Penelitian Terdahulu

Untuk menunjang hasil penelitian, penulis melakukan penelusuran terkait tulisan-tulisan yang mengenai judul diatas. Setahu penulis, hanya ada beberapa tulisan ilmiah yang membahas tentang judul tersebut. Tulisan pertama adalah Skripsi karya Muhammad Ali Dimyati yang berjudul“KH. Masjkur Dalam Laskar Sabilillah

7

Tom Campbell,Tujuh Teori Sosial Sketsa, Penilaian dan Perbandingan, terj. F. Budi Hardiman (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 199.

8Betty R. Scraft,Kajian Sosiologi Agama, terj. Machun Husein (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995),

(16)

8

(1945-1949)” di UIN Sunan Ampel Surabaya. Seperti yang ditunjukkan judulnya, tulisan ini membahas tentang peranan K.H. Masjkur dengan fokus pembahasan dalam Laskar Sabilillah.

Karya selanjutnya yang membahas tentang judul tersebut adalah “Peranan KH. Masjkur Dalam Mengembangkan Pendidikan Islam di Malang”. Skripsi ini membahas tentang peran KH. Masjkur dalam memberikan suatu dorongan terhadap pemuda-pemudi muslimin dalam dunia pendidikan di kota Malang.

Penulis juga menemukan buku yang membahas tentang judul tersebut yakni buku yang berjudul “Menteri-Menteri Agama RI Biografi Sosial-Politik”, buku ini berisi tentang profil KH. Masjkur dan mantan menteri-menteri agama dulu dan juga perjalanannya didunia perpolitikan.

Berbeda dengan penelitian-penilitian diatas, pada kali ini penulis ingin membahas tentang peran KH. Masjkur dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan fokus pembahasan pada peran KH. Masjkur dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan juga kiprah KH. Masjkur dalam organisasi Nadhatul Ulama tahun 1938-1945.

G. Metode Penelitian

(17)

9

1. Heuristik

Heuristik adalah suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah. Sejarah tanpa sumber maka tidak bisa bicara. Maka sumber dalam penelitian sejarah merupakan hal yang paling utama yang akan menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami oleh orang lain.9

Dalam tahap ini peneliti berusaha mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dengan melalui studi kepustakaan, yaitu bertujuanmengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam material yang terdapat di perpustakaan.10

Sumber primer penulisan ini berasal dari buku arsip milik Negara yaitu

“Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945. Dibuku tersebut dijelaskan peran KH. Masjkur dalam anggota BPUPKI.

Sumber sekunder diperoleh melalui riset kepustakaan meliputi buku-buku karangan ilmiah yang ditulis oleh para ahli yang relevan dengan masalah yang diteliti. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa melalui penelusuran kepustakaan, dapat dipelajari bagaimana mengungkapkan buah pikiran secara sistematis dan kritis. Di samping itu data juga diperoleh dari internet yang terkait

(18)

10

dengan permasalahan-permasalahan yang dikaji. Sumber sekunder digunakan untuk membantu dalam melengkapi data yang tidak diperoleh dari sumber primer. 2. Kritik Sumber

Kritik sumber adalah satu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel atau tidak, dan apakah sumber tersebut autentik apa tidak. Pada proses ini dalam metode sejarah biasa disebut dengan istilah kritik intern dan kritik ekstern.

a. Kritik intern adalah suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup kredibel atau tidak. Di dalam buku yang berjudul KH. Masjkur, sebuah biografi karya Soebagijo I.N. yang bisa dikatakan sumber kredibel atau dapat dipercaya. Karena buku tersebut dibuat saat KH. Masjkur masih hidup. Dengan kata lain saat buku itu dibuat KH. Masjkur sendiri dapat mengoreksi kebenarannya.

b. Kritik ekstern adalah kegiatan sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapatkan autentik atau tidak. Dengan kata lain peneliti wajib meneliti sumber secara seksama agar bisa dipercaya kebenarannya.

3. Interpretasi

(19)

11

Dalam fase ini, peneliti akan menginterpretasikan atau menafsirkan fenomena yang sudah diteliti tentang sejarah KH. Masjkur dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan beberapa sumber yang sudah terkumpul dan memberikan perbandingan atas sumber yang sudah ada.

4. Historiografi

Historiografi adalah menyusun atau merekonstruksi fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis. Dalam bahasa lain, pada tahap ini penulis melakukan pemaparan hasil penelitian secara sistematis data sejarah menjadi kisah.11

H. Sistematika Bahasan

Agar dalam penyusunan skripsi ini dapat terarah dan sesuai dengan apa yang direncanakan atau diharapkan oleh peneliti untuk mengungkapkan alur bahasan sehingga dapat diketahui logika penyusunan dan koherensi antara satu bagian (bab dan sub-bab) dengan bagian (bab dan sub-bab) yang lain maka disusunlah sistematika pembahasan sebagai berikut.

Bab I antara lain: Pendahuluan, Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Kegunaan penelitian, Pendekatan dan kerangka teoritis, Penelitian terdahulu, Metode penelitian dan Sistematika bahasan.

(20)

12

Bab II tentang biografi KH. Masjkur yang berisi tentang informasi pribadi, pendidikan, karir dalam politik dan pemerintahannya.

Bab III tentang kiprah KH. Masjkur dalam organisasi Nadhatul Ulama yang dimulai dari awal bergabung dengan organisasi Nadhatul Ulama sampai ditunjuk menjadi ketua umum PBNU.

Bab IV tentang peran KH. Masjkur dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dimulai dari ditunjuk sebagai anggota PETA, BPUPKI, pengurus hizbullah sampai sejarah beliau dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

(21)

BAB II

BIOGRAFI KH. MASJKUR

A. Riwayat Hidup KH. Masjkur

KH. Masjkur lahir di Singosari, Malang, tahun 1900 M/ 1315 H.1 Ia

dilahirkan dari pasangan Maksum dengan Maemunah. Maksum adalah seorang

perantau yang berasal dari sebuah dusun di kaki gunung Muria, Kudus, Jawa

Tengah. Ia datang ke Singosari memenuhi perintah ibunya untuk mencari ayahnya

yang pergi meninggalkan kampung halaman.2 Maksum sebagai anak laki-laki

yang melajang masa remaja tidak hendak membantah perintah sang ibu. Baginya,

apa yang diperintahkan ibundanya, merupakan suatu keharusan yang tak dapat

dan tak perlu dibantah lagi.3

Pada masa itu, orang masih belum banyak yang berani ke luar kampung

halaman, berdagang seorang diri, mengembara di kota orang. Namun ayah

Maksum dan teman-temanya meninggalkan desa karena ikut dalam gerakan

perlawanan terhadap Belanda.

Kemudian, di Singosari, Maksum tinggal di pesantren yang dipimpin kiai

Rohim. Dan menjadi santri di pesantren tersebut. Dalam waktu yang singkat,

Maksum sudah menunjukkan bahwa dia adalah seorang santri yang rajin, yang

cerdas dan juga tekun serta suka menolong sesama rekannya. Karena itu tidak

Soebagijo I.N,K.H. Masjkur(Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982), 3.

Azyumardi Azra (ed),Menteri-Menteri Agama RI Biografi Sosial-Politik(Jakarta: PPIM, 1998), 56.

3

(22)

✂ ✄

anehlah bahwa Maksum menjadi kesayangan kiai Rohim, sampai akhirnya dia

diambil menantu oleh sang kiai, dikawinkan dengan anak perempuannya,

Maemunah.

Pasangan Maksum dengan Maemunah inilah yang kemudian melahirkan

Masjkur bersaudara. Mereka itu ialah: Masjkur (tertua), Toyib, Hafsah, Barmawi,

Toha dan Hassan. Dalam perkembangannya, keenam bersaudara itu berhasil

menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan Madinah.4

Sepulang haji, Masjkur memulai proses pendidikannya di dunia pesantren.

Ia belajar pada tidak kurang dari tujuh pesantren terkemuka di berbagai daerah

dengan konsentrasi keilmuan yang berbeda-beda.masjkur kecil diantarkan

ayahnya ke pesantren Bungkuk Singosari, di bawah pimpinan kiai Thohir. Selesai

belajar di pesantren Bungkuk, Masjkur pindah ke pesantren Sono, yang terletak di

Bundaran Sidoarjo, untuk belajar ilmu sharaf dan nahwu. Empat tahun kemudian

pindah ke pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, untuk belajar ilmu fikih.

Selanjutnya, Masjkur pindah ke pesantren Tebuireng Jombang untuk belajar ilmu

tafsir dan hadits pada kiai Hasyim Asy’ari selama dua tahun. Setelah menamatkan

pelajaran di Tebuireng, Masjkur berangkat ke pesantren Bangkalan Madura untuk

belajar qiraat al-Qur’an pada kiai Khalil selama satu tahun. Dan kemudian pindah

ke pesantren Jamasaren di Solo.5

Selama itu pula, Masjkur mendapat pengalaman bahwa kehidupan di

pesantren pada waktu dulu diatur sedemikian rupa oleh kiai masing-masing,

sehingga para santri itu selalu saling tolong-menolong baik dalam hal rohani

Mastuki H.S. at el. Intelektualisme Pesantren(Jakarta: Diva Pustaka,2003), 95.

5

(23)

✆ ✝

maupun jasmani, lahir dan batin. Ada lagi suatu hal yang berhasil diamati

Masjkur. Yakni bahwa para ulama pada masa dahulu sangat kuatnya semangat

non-koperator terhadap musuh (Belanda), maka para santrinya tidak dibenarkan

untuk meniru tingkah laku dan tabiat orang asing itu. Karenanya, menggunakan

bahasa Belanda pun dilarang keras dan berpakaian sebagai orang Eropa sama

sekali tidak dibenarkan.

Sedangkan pesantren yang memiliki makna tersendiri bagi Masjkur adalah

pesantren Jamsaren, karena waktu itu sudah mulai menginjak masa dewasa. Di

sini pula dia mulai berkenalan dengan teman-temannya yang dikemudian hari

menjadi ulama terkenal dan pemimpin masyarakat di daerah masing-masing,

seperti kiai Musta’in (Tuban), kiai Arwan (Kudus), kiai Abdurrahim (adik kiai

Abdul Wahab Hasbullah, Jombang).6

Selain itu, di pesantren Jamsaren ini perkembangan berfikir Masjkur

mengalami kemajuan pesat. Dia mulai menyadari bahwa umat Islam kalah maju

dengan golongan lain, karena tidak dapat mengikuti zaman. Banyak di antara

sesama rekannya santri yang hanya pandai menulis dan membaca huruf arab,

tetapi tidak mampu membaca huruf latin. Padahal, ketika itu huruf latin sudah

banyak di pelajari orang. Di sekolah-sekolah para murid sudah di beri pelajaran

huruf latin, di samping huruf jawa. Buku-buku ilmu pengetahuan, yang berisi

dongeng dan cerita banyak di tulis dalam huruf latin. Tetapi, semua itu bagi

6

(24)

✞6

mereka yang paham akan huruf latin pasti buku yang ia miliki hanya tertutup saja

dan tidak ada artinya sama sekali.7

Karena itu tergeraklah hati Masjkur dan beberapa orang temannya santri di

Jamsaren untuk belajar membaca dan menulis huruf latin. Dia mendengar kabar

bahwa di kota ada seorang janda tua, berkebangsaan Indo-Belanda, mau dan

bersedia mengajar mereka yang ingin membaca dan menulis latin. Begitulah

Masjkur dan beberapa orang temannya mulai belajar dengan beberapa temannya

tadi sampai akhirnya dia cukup mahir menulis dan membaca huruf latin.

Setelah dia menyelesaikan pelajaran di Jamsaren, Masjkur melanjutkan

belajar di pesantren Kresek, Penyosokan Cibatu Jawa Barat, setahun lamanya.8

Selama itu pula dia berhasil menjalin tali persahabatan dengan beberapa ulama

terkemuka di sana seorang diantaranya ialah Jalil al-Muqadasih yang kemudian

pindah ke Makkah, mendirikan madrasah di sana dan bermukim di Makkah

sampai akhir hayatnya. Masjkur berkelana dan menjelajah tanah Priangan,

berpindah-pindah dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain,

membandingkan keadaan pondok yang satu dengan pondok yang lain dan setelah

dia merasa puas serta cukup mengadakan penelitian, dia pun lalu pulang kembali

ke Singosari, Malang, dengan membawa cita-cita serta gagasan yang mantap dan

matang.

Setibanya kembali di kampung halaman, dia berniat hendak mengamalkan

segala apa yang telah dipelajarinya dengan bertekad membangun pondok

7

Azra,Menteri-Menteri Agama RI, 57.

8

(25)

✟ ✠

pesantren. Di sana dia hendak memberi pelajaran kepada anak-anak di sekitarnya

terutama mengenai ajaran-ajaran agama.

Pada tahun1923 di Singosari dia mulai membuka pondok madrasah yang

di beri nama Misbachul Wathon. Yang berarti pelita tanah air. Madarasah itu

mula-mula masih sederhana saja, baru menerima beberapa murid laki-laki karena

pada waktu itu memang belum lazim anak perempuan belajar mengaji di sekolah

bersama dengan anak laki-laki.9

Dengan tekun serta telatennya madrasah yang didirikan itu dibinanya,

meskipun dia tahu dengan pasti halangan dan rintangan pasti datang terutama dari

pihak penguasa, yaitu asisten wedana atau camat setempat.

Hampir setiap hari Masjkur mendapat gangguan dan sering kali dipanggil

untuk datang ke kantor kecamatan untuk ditanya pelajaran apa saja yang diberikan

kepada murid-muridnya. Peristiwa tersebut menarik perhatian masyarakat

setempat. Dan rakyat yang sebagian besar terdiri dari orang awam terpengaruh

pula oleh keadaan yang demikian. Pada umumnya mereka takut mengirim

anak-anaknya ke madrasah yang dipimpin oleh Masjkur.

Masjkur menyadari bahwa tiap usaha dan perjuangan selalu harus

menghadapi tantangan. Dengan segala ketabahan dia berusaha agar madrasah

yang dipimpinnya tetap bisa bertahan dan berdiri meskipun jumlah muridnya

tidak begitu banyak. 10Akhirnya kiai Masjkur meminta bantuan kepada kiai

Wahab Hasbulloh. Dan Wahab Hasbulloh menganjurkan kepadanya, agar

madrasahnya yang di Singosari diubah namanya dari Misbachul Wathon menjadi

9

Ibid., 16.

10

(26)

✡8

madrasah Nadhatul Wathon (yang artinya kebangunan tanah air), sekaligus

menjadi cabangNadhatul Wathondari Surabaya.11

Cara pengajian, cara pengajaran agama, cara penyampaian ajaran agama

disesuaikan dengan kehendak zaman, dengan cara yang sudah lazim dilakukan

madrasah Nadhatul Wathon Surabaya. Sekembalinya di Singosari dia pun

menyatakan niatnya kepada para muridnya dan sejak saat itulah madrasah

Misbachul Wathonberganti nama menjadi madrasahNadhatul Wathon.

Kiai Wahab Hasbullah kemudian datang ke Singosari dan membawa

Masjkur ke kantor kewedanan, sambil memberitahukan bahwaMisbachul Wathon

sejak itu merupakan cabang dari Nadhatul Wathon di Malang. Sejak saat itu

pihak alat pemerintah Belanda tidak lagi mengungkit-ungkit serta memanggil

Masjkur agar datang ke kantornya. Dia kini dibenarkan bebas merdekan memberi

pelajaran kepada muridnya, tidak mendapat gangguan atau rintangan.

Masjkur mengucap syukur dan perkembangan madrasah yang

dipimpinnya mengalami kemajuan yang cukup. Masyarakat disekitar setelah tidak

lagi melihat adanya adanya panggilan-panggilan oleh kantor kewedanan dan

mulailah mereka berani mengirimkan anak-anaknya untuk bersekolah di madrasah

itu.12Masjkur begitu penasaran dan menyelidiki penyebab dia tidak dipanggil lagi

oleh pihak Belanda. Dan ternyata anggota pengurus Nadhatul Wathon Mas

Sugeng adalah seorang sekretaris Pengadilan Tinggi Pemerintah Hindia Belanda.

Pada usia 27 tahun Masjkur menikah dengan cucu kiai Tohir di Bungkuk

tempat pertama kali dia menjadi santri. Tetapi, waktu itu Haji Maksum meninggal

11

Ibid., 19.

12

(27)

☛9

dunia dan dengan sendirinya beban orang tua dilimpahkan kepada bahu Masjkur

sebagai anak pertama. Dialah yang di tugaskan membesarkan, mengasuh dan

mengawinkan adik-adiknya.13

Sejak kecil Masjkur sudah dididik untuk hidup sederhana dan dia

menyaksikan sendiri bagaimana kedua orang tuanya hidup tirakat sepanjang

ajaran Jawa dan agama Islam. Segala hasil kerja orang tuanya di pergunakan

untuk kepentingan anak-anak agar mereka itu nanti dapat maju dalam kehidupan.

Ajaran kedua orang tuanya itu diterapkan kepada adik-adiknya dan mereka di ajari

hidup serba hemat, apa adanya, rajin dan tetap beribadah kepada tuhan.

Setelah 16 tahun hidup bersama dengan cucu kiai Thahir (istrinya).

Masjkur ditinggal meninggal dunia tanpa diberi keturunan oleh istrinya. Pada

tahun 1939, atas saran dari kiai Khalil dari Genteng, Masjkur menikahi adik

almarhumah istrinya yang bernama Fatimah. Setahun kemudian, pada 1940

pasangan itu dikaruniai seorang putra yang diberi nama Syaiful Islam.14

B. Karir KH. Masjkur

Ketika masih di Singosari, Masjkur sudah aktif di Nadhatul Ulama sebagai

ketua Cabang Malang, yang kala itu merupakan cabang ke 6. 15Awal mula

perkenalan Masjkur dengan Nadhatul Ulama terjadi ketika ia meminta nasehat

kiai Wahab Hasbullah tentang adanya gangguan-gangguan dari pemerintah

setempat terhadap pesantren yang dipimpinnya. Kiai Wahab menganjurkan agar

Masjkur mengubah nama pesantrennya menjadi pesantren Nadhatul Wathon yang

13

Azra,Menteri-Menteri Agama RI, 58.

14

Mastuki,Intelektualisme Pesantren, 96.

☞✌

(28)

✍ ✎

merupakan cabang dariNadhatul WathonSurabaya. Sejak saat itu Masjkur sering

datang ke Surabaya untuk mengadakan pertemuan dengan kelompok Taswirul

Afkar yang membahas masalah agama, dakwah dan sosial.

Masjkur merasa memperoleh pengalaman baru dengan pertemuan tersebut.

Ia berkenalan langsung dengan para pemimpin Taswirul Afkar, seperti kiai Mas

Alwi, kiai Mas Mansur dan kiai Ridwan. Kelompok inilah yang kemudian

memprakarsai keikutsertaan beberapa ulama “tradisional” dalam kongres Islam

sedunia di Hijaz dan membidani lahirnya Nadhatul Ulama. Karena Masjkur sering

terlibat dalam kelompok tersebut,dia pun ditunjuk menjadi ketua Nadhatul Ulama

cabang Malang. Aktivitas Masjkur di Nadhatul Ulama semakin hari semakin

meningkat. Pada 1938 Masjkur diangkat sebagai salah seorang Pengurus Besar

Nadhatul Ulama yang bermarkas di Surabaya. Sejak itu, Masjkur hampir 12 tahun

sering pulang pergi dari Malang ke Surabaya.16

Pada masa pendudukan Jepang, Masjkur terlibat dalam laskar hizbullah. Ia

mengikuti latihan kemiliteran yang diadakan di Cisarua Bogor pada akhir Februari

1945. Selain itu Masjkur juga ikut latihan khusus bagi ulama yang diadakan

Jepang pada Juli 1945. Masjkur saat itu menjadi utusan dari keresidenan Malang

bersama dengan Haji Nuryasin dan H.M. Kholil. Selepas latihan, Masjkur

diangkat menjadi anggota Syu Sangi-kai (semacam DPRD).17

Menjelang kemerdekaan, Masjkur diangkat menjadi anggota Badan

Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Bersama-sama Kahar Muzzakkir, Agus Salim dan Wahid Hasyim, ketika membahas

16

Soebagijo,KH. Masjkur, 18.

17

(29)

✏ ✑

rancangan Undang-Undang Dasar, Masjkur termasuk anggota sidang yang

mengusulkan agar Islam menjadi dasar negara yang akan dibangun.

Saat pihak Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia. Segera setelah itu,

barisan tentara suka rela lainnya dibentuk, kali ini hanya merekrut kalangan

muslim saja, dan barisan ini diberi nama dengan hizbulloh (tentara Allah).

Kelompok barisan ini adalah salah satu bagian Masyumi sebagai satu-satunya

partai Islam yang ada pada saat itu. Partai Masyumi membentuk komandonya

sendiri yang disebut sebagai pembelaan. Pemimpin bagian ini dipercayakan

kepada Masjkur yang juga sudah pengalaman memimpin hizbulloh pada masa

Jepang.

Belakang Masjkur juga diangkat sebagai anggota Dewan Pertahana

Negara. Masjkur dalam dewan tersebut adalah utusan Masyumi. Dewan

Pertahanan Negara ini dibentuk Presiden karena dinyatakan negara dalam keadaan

bahaya, setelah terjadi huru-hara dan bentrokan senjata di daerah Solo yang

diikuti dengan culik menculik yang dinilai pemerintah menjurus kearah anarki.

Dewan Pertahanan Negara terdiri dari Perdana Menteri, Menteri Pertahan,

Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Panglima Besar

dan tiga orang wakil organisasi rakyat. Anggota-anggota Dewan Pertahanan

Negara yang bukan menteri ialah Sarjono (PKI), Sumarso (Pesindo) dan kiai Haji

Masjkur (hizbullah/Masyumi) sedangkan, yang menjadi sekretarisnya ialah Mr.

Ali Sastroamijoyo.18

18

(30)

✒✒

Dewan Pertahanan Negara diberi kekuasaan dalam membuat

peraturan-peraturan yang disamakan dengan undang-undang dan tindakan-tindakan lain

tersebut.19Maksudnya ialah untuk memusatkan mengkoordinasi dan mempercepat

jalannya pemerintahan.

Saat menjadi anggota Dewan Pertahanan Negara, tepatnya pada November

1947 Masjkur dipanggil Bung Karno untuk segera datang ke Yogyakarta.20

Setibanya di Yogyakarta Masjkur tidak langsung menuju ke Gedung

Agung, tetapi terlebih dahulu datang ke kantor pusat Masyumi untuk melapor

sekaligus mencari informasi tentang panggilan tersebut. Dari situlah, ia

mendapatkan informasi bahwa sebentar lagi kabinet Amir Syarifuddin akan

mengadakan reshuffle dan Masyumi yang semula ditinggalkan akan

diikutsertakan dalam kabinet. Mendengar informasi tersebut, Masjkur langsung

menemui Bung Karno dan saat itu juga Masjkur diminta untuk menjadi Menteri

Agama oleh Bung Karno dalam kabinet Amir Syarifuddin ke-2 yang mulai

bertugas sejak 11 November 1947.

Dalam kondisi politik yang belum stabil dan perekonomian yang masih

terpuruk, sebagai Menteri Agama, Masjkur hanya mendapat gaji Rp 300,- Oeang

Republik Indonesia (ORI) dalam sebulan. Pada saat itu gaji tersebut hanya cukup

dimakan sekeluarga antara lima sampai enam hari.

Setiap kali rapat kabinet, jamuannya hanya teh manis dan disediakan

makan siang atau malam apabila sidang sampai lama. Namun hal itu tidak

mengurangi semangat anggota kabinet untuk terus memikirkan strategi

✓9

A.H. Nasution,Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia jilid 3(Bandung: Penerbit Angkasa, 1977), 140-141.

20

(31)

✔ ✕

perjuangan melawan Belanda dan mempertahankan kemerdekaan yang telah

diraih.21

Dengan kondisi seperti itu, dapat dimaklumi jika pada masa kabinet Amir

Syarifuddin kedua, Masjkur belum dapat melakukan pembenahan terhadap tugas

dan fungsi Kementrian Agama seperti yang telah diamanatkan dalam Konferensi I

(Rapat Kerja) Jawatan Agama seluruh Jawa dan Madura di Surakarta pada 17-18

Maret 1946.

Perhatian kabinet tercurah untuk menyiapkan perundingan dengan

Belanda yang dilaksanakan di atas kapal USS Renville milik Amerika Serikat,

yang kemudian menghasilkan perjanjian Renville. Ironisnya isi perjanjian

tersebut justru memperlemah posisi Republik Indonesia.

Dalam perjanjian tersebut diputuskan bahwa kedaulatan atas Hindia

Belanda akan tetap di tangan kerajaan Belanda sampai pada saat nanti diserahkan

ke Republik Indonesia Serikat. Selain itu, dalam perjanjian tersebut diakui pula

adanya garis Van Mook (garis yang menghubungkan dua daerah terdepan yang

diduduki Belanda). Dan yang lebih tragis lagi, pasukan dan laskar Republik

Indonesia yang masih beroperasi di daerah-daerah haruslah hijrah ke Republik

Indonesia. Dan barulah bisa diadakan dasar-dasar baru untuk meneruskan

perundingan. Perjanjian ini ditandatangani pada 17 Februari 1948 dan

mendapatkan reaksi keras dari berbagai golongan. Bahkan, anggota-anggota

Masyumi dan PNI yang duduk di kabinet meletakkan jabatannya, sambil

✖✗

(32)

✘ ✙

mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak ikut bertanggung jawab atas hasil

perundingan Renville dan menuntut pergantian kabinet.22

Karena kabinet Amir Syarifuddin tidak mendapat dukungan dari Masyumi

dan PNI, ia akhirnya meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri pada 23

Januari 1948. Dengan demikian kabinet Amir Syarifuddin kedua hanya berjalan

dua setengah bulan. Dalam waktu yang relatif singkat tersebut, Masjkur selaku

Menteri Agama menghasilkan Peraturan Menteri Agama No. 5/ 1947 tentang

biaya perkara Pengadilan Agama yang harus disetor ke kas negara. Dalam waktu

itu, berlangsunglah Konferensi Agama dengan Jawatan-jawatan Agama seluruh

Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 13-16 November 1947 yang

menghasilkan keputusan penting yaitu ditambahkannya bagian Penyiaran dan

Penerangan Agama di setiap Jawatan Agama.23

Dengan mundurnya Amir Syarifuddin, Presiden Soekarno menunjuk Hatta

untuk memimpin kabinet presidensial darurat yang bukan bertanggungjawab

kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) melainkan kepada Bung Karno

sebagai Presiden. Para anggota kabinet berasal dari golongan tengah, terutama

terdiri dari PNI, Masyumi dan tokoh-tokoh yang tidak berpartai. Pada awalnya

orang-orang Masyumi ragu untuk duduk di Kabinet Hatta, karena trauma dengan

perjanjian Renville. Di tubuh Masyumi sendiri terjadi pertentangan antara pro dan

kontra untuk duduk di kabinet. Namun hal ini dapat diselesaikan berkat usaha

yang dilakukan K.H. Wahab Chasbullah, sehingga akhirnya Masyumi mendukung

✚ ✚

Ibid., 76.

23

(33)

✛ ✜

sepenuhnya kabinet Hatta. Pada kabinet baru ini, Masjkur kembali ditunjuk

sebagai Menteri Agama.24

Dalam kabinet yang dikenal dengan Kabinet Hatta I ini Masjkur

memberlakukan UU NO. 19/ 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-badan

Kehakiman dan Kejaksaan yang salah satu pasalnya, 35 (2) menyatakan bahwa

perkara-perkara perdata antar umat Islam diperiksa dan diputuskan menurut

hukum Islam oleh pengadilan dengan formasi satu orang ketua hakim beragama

Islam, dan 2 orang anggota hakim yang ahli agama Islam. Demikian pula halnya

dengan peradilan tingkat kasasi, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 53. Semua

hakim yang dimaksudkan itu diangkat oleh Presiden atas usul Menteri Agama

dengan persetujuan Menteri Kehakiman.25

Dalam menjalankan programnya, Kabinet Hatta I mendapatkan tantangan

cukup berat dari Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang menjadi oposisi dan

beraliran komunis. Kelompok FDR ini mendapat dukungan Muso, seorang

komunis berasal dari Rusia. Kelompok ini berusaha keras untuk dapat kembali

memegang kemudi pemerintahan dengan berbagai cara. Dimana-mana mereka

mengadakan rapat raksasa dan demonstrasi, meneriakkan tuntut-tuntutan agar

Amir Syarifuddin diangkat kembali menjadi Perdana Menteri. Pucak aksi mereka

adalah terjadinya perebutan kekuasaan di Madiun pada 19 September 1948.

Pemberontakan ini telah merusak dan membakar tempat-tempat ibadah dan

pesantren-pesantren, terutama di daerah Madiun, Magetan dan Ponorogo. Setelah

pemberontakan berhasil dipadamkan, Masjkur memerintahkan stafnya

✢✣

Deliar Noer,Mohammad Hatta: Biografi Politik(Jakarta: LP3ES, 1990), 311.

25

(34)

✤6

membentuk sebuah tim untuk mengadakan penyelidikan serta pencatatan jumlah

penghulu, naib, alim ulama dan pesantren yang menjadi korban keganasan kaum

komunis. Selain itu, Kementerian Agama juga membentuk sebuah tim yang

bersama-sama kementerian lainnya mengadakan perjalanan keliling ke berbagai

daerah yang terkena dampak pemberontakan kaum komunis, khususnya Madiun

dan Kediri.26 Tim ini juga memberi penjelasan dan penerangan kepada berbagai

organisasi kemasyarakatan mengenai peristiwa yang baru terjadi, sekaligus

menganjurkan ketahanan mental menghadapi kasus tersebut.27

Di Kediri, Masjkur menemui Kiai Abdul Kholik dan menginstruksikan

agar membentuk Kantor Urusan Agama (KUA) di tingkat Kabupaten. Dalam

sejarah Kementrerian Agama, KUA Kabupaten Kediri merupakan kantor pertama

yang ada di Indonesia. Sebagai kepala KUA Kabupaten Kediri ditetapkan Kiai

Mohammad Makhin, yang waktu itu penghulu kabupaten dan dibantu beberapa

tenaga muda.28 Di samping itu, Masjkur ditugaskan kabinet pergi ke Jawa Barat

untuk menemui Kartosuwiryo, yang telah melepaskan diri dari Masyumi dan

mendirikan Negara Islam Indonesia. Usaha Masjkur menemui Kartosuwiryo

gagal, karena tidak ada di tempat dan sengaja menghindari pertemuan dengan

Menteri Agama.29

Tugas lain yang dijalankan Masjkur selaku Menteri Agama adalah

berkunjung ke Jakarta untuk mengadakan pertemuan rahasia dengan orang-orang

kepercayaannya di jalan cemara, Menteng. Pertemuan itu membahas cara-cara

26

Ibid., 65. 27

Saifullah Ma’shum,Menapak Jejak, Mengenal Watak: Sekilas Biografi 26 Tokoh NU(Jakarta: Yayasan Saifudin Zuhri, 1994), 184.

28

Ibid., 185. 29

(35)

✥ ✦

mendapatkan senjata, membelinya dan mengangkutnya ke daerah pedalaman.

Kunjungannya ke Jakarta ini juga dimanfaatkan Masjkur untuk melawat ke

wilayah Serang dan Banten. Di daerah tersebut Masjkur menjelaskan perihal

situasi saat itu, baik yang berkaitan dengan jalannya perundingan maupun

mengenai tugas dan kewajiban rakyat untuk menjaga dan memperkokoh

persatuan.30

Keberhasilan Republik Indonesia menumpas pemberontakan kaum

komunis mengubah simpati Amerika yang semula samar-samar, yang didasarkan

atas sentimen anti penjajahan, menjadi dukungan diplomatik yang didasarkan

pada strategi global. Dukungan Amerika semakin terlihat nyata setelah Belanda

melakukan agresi militer kedua pada 18 Desember 1948. Amerika menghentikan

bantuan kepada Belanda yang dialokasikan untuk keperluan di Indonesia. Aksi

militer kedua sebetulnya merupakan bencana militer dan politik bagi Belanda,

meski tampaknya mereka memperoleh kemenangan.31

Pada 19 Desember 1948 Yogyakarta berhasil diduduki Belanda dan para

pemimpin Republik Indonesia sengaja membiarkan dirinya ditangkap dengan

harapan bahwa opini dunia akan begitu tersinggung sehingga kemenangan militer

Belanda akan berbalik menjadi kekalahan diplomatik.

Soekarno, Hatta, Agus Salim dan seluruh anggota Kabinet ditangkap

Belanda, kecuali beberapa orang yang tidak ada ditempat. Masjkur adalah salah

seorang menteri yang lolos dari penyergapan Belanda. Ia meloloskan diri dari

belakang rumahnya dengan membawa putra tunggalnya, Syaiful yang masih kecil.

30

Ibid., 84-85.

31

(36)

✧8

Sejak saat itu, Masjkur mulai bergerilya. Mula-mula ia pergi ke wilayah Kauman.

Di sana ia menemui seorang pegawai Kementerian Agama yang ditugaskan

memberitahu orang di rumah bahwa Masjkur dan Syaiful selamat dan hendak

pergi ke luar kota untuk bergerilya.32

Perjalanan dilanjutkan ke arah Solo, kemudian ke Ponorogo. Setibanya di

Ponorogo Masjkur diikuti oleh 12 anggota tentara pelajar. Bersama dengan

pasukannya Masjkur singgah di Pondok Gontor selama beberapa hari untuk

mencari informasi mengenai tokoh-tokoh pemerintahan yang juga bergerilya. Di

Gontor, Masjkur bertemu dengan Menteri Susanto. Rencananya mereka ingin

bergabung untuk bergerilya, tetapi Masjkur agak keberatan atas pertimbangan

strategis dengan rombongan kecil akan lebih baik dari pada rombongan besar.

Setelah beristirahat di Gontor, Masjkur dan pasukannya meneruskan

perjalanan ke daerah Trenggalek. Di daerah ini ia bertemu dengan Harsono

Cokroaminoto (penasehat Panglima Besar Sudirman waktu itu), yang akhirnya

mempertemukan Masjkur dengan Jenderal Sudirman.

Sejak itu pasukan Masjkur bergabung dengan pasukan Panglima

Sudirman. Tiga hari setelah mengikuti Jendral Sudirman, di daerah Pacitan

Menteri Agama beserta pasukannya memisahkan diri. Kemudian Masjkur pergi ke

arah Barat menuju kota Yogyakarta. Selama menjedi Menteri Agama sampai

masa gerilya tersebut, ada beberapa kebijakan penting yang diambil Masjkur.33

32

Azra,Menteri-Menteri Agama RI, 66.

33

(37)

★9

1. Bidang Pendidikan.

Masjkur mengeluarkan Peraturan Menteri Agama No. 2/ 1948 tentang

bantuan kepada perguruan agama.

2. Bidang Haji.

Masjkur mengirimkan misi haji ke tanah suci Makkah di bawah pimpinan

KH. Adnan. Misi ini adalah misi haji pertama setelah perang dunia kedua,

sebelumnya misi haji Indonesia dihentikan pemerintah dengan keluarnya

Maklumat Kementerian Agama No. 4/ 1947 tentang penghentian ibadah haji di

masa perang.

3. Bidang Perkawinan.

Dalam bidang perkawinan ada dua kebijakan yang dikeluarkan oleh

Menteri Agama Masjkur yaitu:

a. Penetapan Menteri Agama No. 1/ 1948 yang mencabut penetapan Menteri

Agama No. 7/ 1947, tentang penambahan biaya NTR Rp 10,- untuk kas

masjid (75%) dan kaum (25%).

b. Peraturan Menteri Agama No. 3/ 1948 tentang penyetoran biaya pencatatan

NTR oleh naib kepada penghulu kabupaten. Peraturan ini mengganti

Peraturan Menteri Agama No. 2/1947 pasal 2 (1).34

Dengan Penetapan Presiden No. 6/ 1949, tertanggal 4 Agustus 1949, PDRI

berarti bubar dan pemerintahan berada di tangan kabinet Hatta, yang kemudian

dikenal dengan Kabinet Hatta II. Dengan Penetapan Presiden tersebut, Kabinet

Hatta mengalami berbagai perubahan karena ada menteri yang diresshuffle,

34

(38)

✩ ✪

mengundurkan diri dan berpindah jabatan. Natsir adalah salah seorang menteri

yang mengundurkan diri karena tidak setuju dengan hasil perjanjian

Roem-Royen.35

Sementara Syarifuddin Prawiranegara yang dalam Kabinet Hatta I

menjadi Menteri Kemakmuran, dalam Kabinet Hatta II menjadi wakil Perdana

Menteri. Dalam Kabinet Hatta II ini, Masjkur tetap dipercaya menjadi Menteri

Agama.36Sejak Kabinet Hatta II ini, Kementerian Agama memasuki awal periode

restaurasi yaitu periode penyusunan kembali organisasi, baik di pusat maupun di

daerah, setelah mengalami kerusakan dan pemusnahan. Kabinet Hatta II ini

kemudian diganti dengan kabinet Peralihan pimpinan Perdana Menteri Mr.

Susanto Tirtoprodjo berdasarkan Keppres-RIS No. 2 tahun 1949 yang berlaku

efektif mulai 20 Desember 1949 sampai 24 Januari 1950. Sekali lagi, dalam

kabinet yang hanya berusia sekitar satu bulan ini, Masjkur ditunjuk sebagai

Menteri Agama.37

Dalam periode yang singkat ini dikeluarkan peraturan Pemerintah No. 33

tahun 1949 tentang lapangan pekerjaan (tugas-tugas) Kementerian Agama.

Berdasarkan peraturan pada 24 Desember 1949 ini, Kementerian Agama

mempunyai program kerja yaitu:

1. Melaksanakan asas ketuhanan Yang Maha Esa dengan sebaik-baiknya.

35

Azra,Menter-Menteri Agama RI, 69.

✫6

Deliar Noer,Muhammad Hatta, 352.

37

(39)

✬ ✭

2. Menjaga bahwa tiap-tiap penduduk mempunyai kemerdekaan untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya.

3. Membimbing, menyokong, memelihara dan mengembangkan aliran agama

yang sehat.

4. Menyelenggarakan, memimpin dan mengawasi pendidikan agama di sekolah

negeri.

5. Menjalankan, memimpin, menyokong serta mengamati pendidikan dan

pengajaran di madrasah dan perguruan agama lain.

6. Menyelenggarakan segala sesuatu yang bersangkutan paut dengan pelajaran

rohani kepada anggota tentara, asrama, rumah penjara dan tempat-tempat lain

yang dipandang perlu.

7. Mengatur, mengerjakan dan mengamati segala hal yang bersangkutan dengan

pencatatan pernikahan, rujuk dan talak orang Islam.

8. Memberikan bantuan material untuk perbaikan dan pemeliharaan

tempat-tempat untuk beribadat (masjid, gereja dan lain-lain).

9. Mengerjakan, mengurus dan mengawasi segala sesuatu yang bersangkut paut

dengan Pengadilan Agama dan Mahkamah Islam Tinggi.

10. Menyelidiki, menentukan mendaftar dan mengawasi pemeliharaan wakaf.

11. Mempertinggi kecerdasan umum dalam hidup bermasyarakat dan hidup

beragama.38

38

(40)

✮ ✯

Guna mengantisipasi masalah kepegawaian yang mungkin timbul sebagai

akibat pendudukan wilayah RI oleh Belanda, Menteri Agama mengeluarkan

Instruksi No. 1/ 1950, tertanggal 13 Januari 1950, yang berkenaan dengan

masalah kepagaiwan. Dalam instruksi tersebut dinyatakan bahwa kedudukan

pegawai berdasarkan Maklumat Menteri Agama RI No. S/ 2 tahun 1949, yang

bekerja dan menerima sokongan dari pemerintah pendudukan dianggap bukan

pegawai lagi. Namun mereka masih dapat diterima kembali sebagai pegawai RI

jika berada di tempat, dengan jalan mengajukan permohonan kepada Kementerian

Agama di atas kertas bermaterai Rp 75,- dengan ketentuan tidak diberi kedudukan

dan gaji lebih tinggi dari kedudukan dan gaji sebelum tanggal 19 Desember 1949.

Sesudah kabinet peralihan itu, pemerintah RI, sebagai salah satu negara

bagian Republik Indonesia Serikat, berada di tangan kabinet baru yang dipimpin

Perdana Menteri A. Halim. Dalam kabinet ini, Menteri Agama dijabat KH. Faqih

Usman, menggantikan posisi Masjkur yang telah sakit-sakitan akibat bergerilya.

Pada saat yang sama terbentuk pula pemerintahan Republik Indonesia Serikat

yang kabinetnya dipimpin Muhammad Hatta dengan Menteri Agama KH. Wahid

Hasyim.39

Masjkur yang pada saat itu telah sakit-sakitan beristirahat di kampung

halamannya hingga datang surat panggilan dari KH. Wahid Hasyim, selaku

Menteri Agama dalam Kabinet Natsir. Surat panggilan itu berisi perintah agar

Masjkur datang ke Jakarta karena ada pembicaraan mengenai tugas yang sangat

penting. Masjkur ditugaskan untuk mengadakan kunjungan kerja ke seluruh

39

(41)

✰✰

Indonesia. Tujuannya adalah membuka kantor-kantor agama di seluruh penjuru

tanah air. Dalam menjalankan tugas ini Masjkur ditemani KH. Fakih Usman.

Tugas Masjkur dalam hal ini bukan hanya mendirikan kantor-kantor agama, tetapi

juga mengangkat pegawai dan memberi petunjuk apa dan bagaimana mengelola

kantor agama.40

Pada saat Masjkur menduduki posisi Ketua Umum PBNU, ia ditunjuk

Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo menjadi Menteri Agama yang mewakili NU.

Masjkur menjabat Menteri Agama menggantikan KH. Fakih Usman berdasarkan

Keppres No. 123/ 1953, terhitung sejak 30 Juli 1953 sampai 12 Agustus 1955.

Usaha-usaha perbaikan dalam tubuh Kementerian Agama di bawah pimpinan

Masjkur terus dilanjutkan. Rencana-rencana ke arah itu dituangkan dalam

Konferensi Dinas Kementerian III di Tretes Jawa Timur, pada 25-30 Juni 1955.

Namun, tak lama kemudian mengalami penggantian pimpinan, sehingga

rencana-rencana tersebut tidak dapat dijalankan.41

Struktur organisasi kementerian agama tidak mengalami perubahan.

Struktur organisasi dan lapangan pekerjaan Kementerian Agama masih sama

dengan masa KH. Fakih Usman, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 20 tahun

1952 jo Peraturan Menteri Agama No. 9, 10, 31 dan 39 tahun 1952. Adapun

beberapa kebijakan Masjkur sewaktu memimpin Kementerian Agama dalam

periode ini adalah sebagai berikut:

1. Bidang Pendidikan.

Kebijakan Menteri Agama Masjkur mengenai pendidikan di antaranya berupa:

40Saifullah Ma’shum,Menapak Jejak

, 186.

41

(42)

✱ ✲

a. Perubahan masa belajar PGA menjadi 6 tahun yang dibagi dua:

1. Bagian pertama, dari kelas I s/d IV: 4 tahun.

2. Bagian atas, dari kelas V s/d VI: 2 tahun.

b. Dengan penetapan Menteri Agama Np. 109 tanggal 19 Mei 1954, terhitung

mulai 1 juni 1954, SGHA (Sekolah Guru dan Hakim Agama) bagian A

(bahasa), bagian B (ilmu pasti) dan bagian C (agama) berangsur-angsur

dihapus. Sedang bagian D (Hukum Agama) dijadikan PHIN (Pendidikan

Hakim Islam Negeri) di Yogyakarta. Perubahan terakhir ini dilakukan atas

dasar penetapan Menteri Agama No. 14/ 1954.

c. Berkenaan dengan berlakunya Undang-Undang No. 12 tahun 1954 tentang

pendidikan maka dilakukan:

1. Usaha persiapan pelaksanaan wajib belajar dilingkungan Kementerian

Agama.

2. Pelaksanaan pengajaran Agama pada sekolah-sekolah umum

berdasarkan keputusan bersama Menteri PPK dan Menteri Agama.

3. Menjadikan pondok pesantren sebagai sasaran pendidikan yang perlu

dipertahankan.

2. Bidang Perkawinan.

a. Mengadakan P3NTR di desa-desa seluruh daerah luar Jawa dan Madura,

dengan Penetapan Menteri Agama No. 14/ 1955.

b. Semua petugas P3NTR diwajibkan untuk melaksanakan UU No. 22/ 1946 jo

UU No. 32/ 1954, yang diatur dengan Peraturan Menteri Agama No. 1/

(43)

✳ ✴

3. Bidang Haji.

Mengenai bentuk paspor haji, diatur dengan penetapan Menteri Agama

No. 3/ 1955 dan mengenai cara-cara penyetoran ongkos haji serta

perubahan-perubahan akomodasi penumpang kapal dengan Penetapan Menteri Agama No.

4/ 1955 dan No.5/ 1955.

Mengenai tugas dan kewajiban MPH dan kedudukan penasehat MPH

diatur dengan Penetapan Menteri Agama No. 8/ 1955. Sedangkan mengenai

susunan rombongan haji diatur dengan penetapan Menteri Agama No. 13/

1955.

4. Kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri.

Bersama dengan Departemen Dalam Negeri Masjkur mengeluarkan

pernyataan tentang berlakunya maklumat bersama Kementerian Dalam Negeri

dan Kementerian Agama. Maklumat bersama tersebut berisi tentang Peraturan

Kaum dan Rois (PKR) di luar Jawa.42

Setelah tidak lagi menjadi Menteri Agama karena Kabinet Ali

Sastroamidjojo I jatuh, ada satu kasus yang belum diselesaikan Masjkur. Semasa

dia menjabat Menteri Agama, diberitakan di media ibukota bahwa Menteri

Agama Masjkur melakukan manipulasi kain kafan sebanyak satu juta yard. Berita

itu menggegerkan masyarakat. Masjkur sendiri menanggapi berita tersebut dengan

tenang dan sabar karena ia yakin bahwa berita itu disiarkan dengan tujuan

menjelekkan pribadinya dan menjatuhkan partai yang diwakilinya, bahkan

42

(44)

✵6

menjatuhkan Kabinet Ali Sastroamidjojo.43 Sampai kabinet Ali jatuh, kasus itu

belum dapat diselesaikan tuntas. Baru pada awal Desember 1955 pihak Kejaksaan

Agung secara resmi mengumumkan bahwa setelah diadakan

pemeriksaan-pemeriksaan teliti dan mendalam di sekitar soal pembagian kain kafan dalam

Kementerian Agama sebanyak lebih kurang satu juta yard dan menurut

berita-berita yang tersiar telah terjadi kekusutan dan kecurangan di dalamnya, maka

pihak Kejaksaan Agung kini telah mengambil keputusan, menganggap tidak ada

alasan untuk mengadakan sesuatu tuntutan terhadap diri mantan Menteri Agama,

Masjkur.

Tidak lama setelah menjabat Menteri Agama, Masjkur mendapatkan tugas

dari Sekretariat Negara untuk menyertai Ibu Haryati Soekarno menunaikan ibadah

haji bersama dengan rombongan ibu-ibu lainnya. Sebelum menjalankan tugas,

Masjkur mengajukan syarat agar istrinya juga diizinkan menyusul ke Tanah Suci.

Istri dan anaknya menyusul bersama rombongan di bawah pimpinan Kiai Wahab.

Di sanalah Masjkur bertemu keluarganya. Selesai menunaikan ibadah haji,

rombongan ibu Haryati pulang ke Indonesia, sedang Masjkur dan keluarganya

tinggal beberapa hari di Mekkah kemudian mengunjungi Mesir, Libanon, Irak dan

Iran. Selesai melakukan perjalanan ia pulang ke Indonesia melalui Hongkong,

Jepang dan Filipina.44

Pada masa Kabinet Ali II diadakan pemilihan anggota Majelis

Permusyawaratan Rakyat (Konstituante) yang akan menetapkan Undang-Undang

Dasar Negara. Masjkur adalah salah satu anggota Konstituante. Sebagaimana

43

Soebagijo,KH. Masjkur, 178.

44

(45)

✶ ✷

diketahui, terjadi perdebatan sengit dalam sidang Konstituante mengenai masalah

dasar negara. Sebagian anggota, yakni kalangan Islam, mengusulkan agar dasar

negara Indonesia adalah Islam mengingat mayoritas penduduknya adalah Muslim:

sebagain lain, kalangan nasionalis, menolak usulan tersebut dengan alasan

heterogenitas agama yang dipeluk masyarakat Indonesia, perdebatan yang sama

pernah terjadi sepuluh tahun sebelumnya ketika BPUPKI bersidang. 45

Pada masa Orde baru Masjkur aktif di DPR. Ia pernah menjadi Ketua

Fraksi Persatuan Pembangunan. Pada masanya terjadi perdebatan keras tentang

RUU Perkawinan. Umat Islam banyak melakukan demonstrasi dan protes

terhadap RUU yang di anggap bertentangan dengan hukum Islam tersebut. RUU

tersebut akhirnya disahkan menjadi UU no. 1 tahun 1974, setelah mengalami

perubahan penting di sana-sini.46

Selain itu, Masjkur juga menjabat Ketua Yayasan Universitas Islam

Malang (UNISMA) dan Dewan Kurator Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an

(PTIQ), yang diembannya hingga akhir hayat. Pada 18 Desember 1992, Masjkur

dipanggil menghadap sang pencipta dalam usia 92 tahun.47

✸✹

Kacung Marijan,Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926(Jakarta: Erlangga, 1992), 82.

46

Azra,Menteri-Menteri Agama RI, 78.

47

(46)

BAB III

KIPRAH KH. MASJKUR DALAM ORGANISASI NADHATUL ULAMA

A. Perkembangan Nadhatul Ulama Sampai Jepang Datang

Organisasi yang menamakan diri Nadhatul Ulama dalam waktu yang

singkat ternyata dapat berkembang pesat. Di mana-mana berhasil dibentuk

cabangnya dan masyarakat pun segera berbondong-bondong minta dicatat sebagai

anggotanya.

Hal yang demikian itu dapat dipahami, karena sebagian besar dari rakyat

di Jawa terutama adalah penganut agama Islam. Sedangkan di mana-mana baik di

Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur terdapat banyak pesantren. Peranan

para kiai dengan pesantrennya besar pengaruhnya dalam perkembangan Nadhatul

Ulama.1

Nadhatul Ulama dilahirkan oleh aspirasi pesantren yang ketika itu

merupakan lingkungan yang terabaikan, tersisihkan dari hitungan serta percaturan

zaman, bahkan tidak jarang dipandang sebagai lambang kejumudan, simbol

kebekuan.2

Nadhatul Ulama hanya berdiri sebagai suatu perkumpulan agama dan

sosial, tidak mencampuri soal-soal politik negara, jika tidak mengenai

1

Soebagijo I.N.,KH. Masjkur(Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982), 26.

2

(47)

39

kepentingan Islam. Hal ini bukan tidak disengaja, tetapi diperbuat dengan rencana

yang tertentu. Di antara, sebab-sebabnya ialah perkumpulan politik dalam masa

Belanda tidak dapat berjalan lancar, berhubungan dengan sempitnya lapangan

perjuangan dalam masa kolonial Belanda itu. Umat Islam juga harus dipersatukan

terlebih dahulu dengan dasa-dasar keyakinan yang kuat dan dibimbing hidup

berorganisasi.

Berdirinya Nadhatul Ulama sangat berkembang pesat kemajuannya.

Dalam waktu perjuangan lima bulan telah berdiri tidak kurang dari tiga puluh lima

cabangnya di seluruh Jawa, meskipun belum melangkah ke Sumatra dan

Kalimantan.Kongres yang pertama diadakan dalam bulan Rabiul Awal 1345 H, di

Surabaya.3

Dan begitulah selanjutnya, dari kongres pertama ke kongres kedua dan

seterusnya, organisasi ini mendapatkan kemajuan dan setiap kali mengadakan

kongres. Kongres tidak saja diadakan di Jawa Timur, tetapi juga di Jawa Tengah,

Jawa Barat dan dapat berkembang di Kalimantan. Kongres yang ke- 11 diadakan

di Banjarmasin adalah kongres yang pertama kali diadakan di luar Jawa.4

Pada bulan September 1939 organisasi yang baru ini secara resmi mulai

mengadakan aktivitasnya yang pertama dengan mengundang orang-orang Islam

luar negeri untuk menghadiri Pameran Islam di Tokyo dan Osaka pada tanggal

5-29 November tahun itu juga. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam

3

Aboebakar,Sejarah Hidup KH. A. Wahid Hasyim dan karangan tersiar(Jakarta: Panitya Buku Peringatan alm. KH. A. Wahid Hasyim, 1957),480.

4

(48)

40

Indonesia, perhatian dialihkan dari Timur Tengah ke Negeri matahari Terbit.

Sebuah konfrensi khusus diadakan oleh MIAI pada permulaan Oktober, di mana

undangan dari Tokyo disetujui dan diterima.5

Pada 18-23 September 1938 di Surabaya diadakan permusyawaratan yang

pertama kali dihadiri oleh segenap wakil umat Islam yang tergabung dalam

berbagai partai dan organisasi. Kongres tersebut memutuskan memberi nama

kepada permusyawaratan itu Majelis Islam A’la Indonesia.6

Maksudnya boleh diringkas menjadi dua. Pertama: Littasaawur, artinya

karena untuk bermusyawarah. Di situ dikumpulkan para ulama dan pemimpin

Islam guna berunding dan bermusyawarah. Kedua: Litta’aruf,artinya guna saling

berkenalan, saling mengetahui dan nanti akhirnya persahabatan yang dapat

membuahkan persatuan lahir dan batin di antara sesama umat Islam, ulama dan

pemimpin umat Islam di tanah air Indonesia.

Kongres Al-Islam di Surabaya tahun 1938 adalah gambaran yang

sebaik-baiknya bagi persatuan umat Islam.7 Dalam Kongres itu tidak ada satu pun di

antara perhimpunan Islam yang menjadi anggotanya yang mengeluh karena

kepentingannya tidak diselenggarakan. Oleh karena itu Kongres MIAI di dalam

tahun-tahun pertama mencapai hasil-hasil yang baik.

Selanjutnya Kongres Al-Islam yang ke 2 diadakan antara tanggal 2-7 Mei

1939 di Solo, yang dibanjiri oleh anggota-anggotanya dari perhimpunan Islam

5

Harry J. Benda,Bulan Sabit dan Matahari Terbit(Jakarta: Pustaka Jaya, 1958), 134. 6

Nur Khalik,NU dan Bangsa, 52.

7

(49)

41

seluruh Indonesia dan mengambil keputusan yang penting yaitu dengan adanya

perubahan susunan organisasi MIAI.

Pada tanggal 5-8 Juli 1941 diadakan Kongres Al-Islam yang ke 3 dengan

diganti namanya “Kongres Muslimin Indonesia” (KMI) yang bertempat di kota

Solo. Rapat tersebut memutuskan tentang perubahan tata negara, milisi dan

pemindahan darah. Kongres ini menghimpun semua pengurus besar

perkumpulan-perkumpulan Islam yang ada di Indonesia sebagai anggotanya, antara lain:8

1. LTPSII.

2. PBPII.

3. HB Muhammadiyah.

4. HB Persatuan Ulama Indonesia.

5. HB Persatuan Islam.

6. HB Nadhatul Ulama.

7. HB Al-Ittihadiyatul Islamiyah.

8. HB Al-Islam.

9. HB Al-Irsyad.

10. HB PAI.

11. HB Musyawaratut Thalibin.

12.HB Jam’iatul Washliyah.

13. Komite Kesengsaraan Indonesia Mekkah (Kokesin).

8

(50)

42

B. Peran Masjkur Dalam Organisasi Nadhatul Ulama

Di Singosari, Masjkur giat mengadakan tabligh, menyampaikan dakwah ke

desa-desa sekitarnya. Kegiatan Masjkur dilihat pula oleh pimpinan Pengurus

Besar yang kala itu berpusat di Surabaya. Maka oleh karenanya pada tahun 1938

Masjkur diminta untuk memperkuat staf Pengurus Besar Nadhatul Ulama.9

Sejak itu dia pun harus selalu mengikuti rapat-rapat yang diadakan, meskipun

awalnya hanya sebagai pendengar saja dan akhirnya diperbolehkan untuk

mengeluarkan pendapatnya.

Pada masa itu para pejuang baik yang ada di dalam gerakan nasional maupun

yang ada di dalam organisasi seperti Nadhatul Ulama ini, segala keperluan hidup

harus ditanggung sendiri. Semua keperluan untuk biaya keluarga haruslah dicari

sendiri dan organisasi sama sekali tidak memberi jaminan apapun. Meskipun

demikian, karena sadar akan tanggung jawab kepada Tuhan dan rakyat, semua

para pejuang melakukannya dengan penuh keikhlasan dengan mengharapkan

ridho Ilahi semata.

Dua belas tahun lamanya, mulai tahun 1928 sampai 1940, Masjkur hampir

tiap minggu (2-3 kali) pulang balik Surabaya-Malang semata-mata bekerja pada

PB Nadhatul Ulama.

Pada saat itu rakyat yang dipimpinnya menyadari serta melihat sendiri bahwa

hendak mempunyai hajat atau nazar, akan menyembelih kerbau atau sapi.

Dagingnya dibuat kenduri dan dimakan beramai-ramai dengan mengundang pak

9

(51)

43

kiai. Dengan demikian hubungan ulama dengan rakyatnya menjadi lebih akrab

lagi.

Masjkur sendiri ketika itu memiliki tiga ekor kuda. Dua ekor digunakan untuk

menarik dokar sehingga dengan begitu dia mendapatkan nafkah untuk ongkos

hidup keluarganya. Yang seekor lagi digunakan untuk mengadakan perjalanan

apabila dia melakukan dakwah atau propaganda organisasi di daerah sekitar

Malang dan Singosari. Pada waktu itu masih sangat langkah sekali pemimpin dan

ulama yang memiliki mobil dan kendaraan kuda memang sangat cocok untuk

dipergunakan di daerah pegunungan seperti Singosari dan sekitarnya.10

Masjkur sering datang ke Surabaya untuk mengadakan pertemuan dengan

kelompok Tashwirul Afkar yang membahas masalah agama, dakwah dan sosial.

Melalui forum diskusi inilah Masjkur merasa memperoleh pengalaman baru. Ia

berkenalan langsung dengan para pemimpin Tashwirul Afkar, seperti kiai Mas

Alwi, kiai Mas Mansur dan kiai Ridwan.

Kelompok inilah yang kemudian memprakarsai keikutsertaan beberapa ulama

tradisional dalam kongres Islam sedunia di Hijaz dan membidani lahirnya

Nadhatul Ulama.

Mengingat Masjkur sering terlibat dalam kelompok tersebut, Masjkur pun

ditunjuk menjadi ketua Nadhatul ulama cabang Malang. Aktivitas Masjkur di

Nadhatul Ulama semakin hari semakin meningkat. Pada tahun 1938, Masjkur

10

(52)

44

diangkat sebagai salah seorang Pengurus Besar Nadhatul Ulama yang bermarkas

di Surabaya.11

Dalam hal sistem pengajaran, Masjkur termasuk ulama yang akomodatif

terhadap perubahan. Beliau selalu memikirkan metode pembelajaran yang tepat

bagi para santrinya. Sistem madrasah (sekolah) pun beliau terapkan. Padahal,

sistem sekolah pada saat itu termasuk sistem yang banyak ditolak kalangan ulama.

Beliau juga mewajibkan para santrinya menguasai tulisan latin, sesuatu yang tidak

lazim di dunia pesantren saat itu.12

Kiprah Masjkur di bidang sosial keagamaan dimulai dari keterlibatannya di

Nadhatul Ulama pada tahun 1932 sebagai ketua Nadhatul Ulama cabang Malang.

Tetapi, jauh sebelum itu, Masjkur sudah aktif terlibat dalam usaha-usaha

pendirian Nadhatul Ulama.

Tahun 1938, jabatan Masjkur di Nadhatul Ulama semakin tinggi, yaitu

anggota PBNU yang berkedudukan di Surabaya. Bahkan pada tanggal 19 April

1953, Masjkur ditunjuk sebagai Ketua Umum PBNU menggantikan posisi KH.

Wahid Hasyim yang meninggal dunia karena kecelakaan.

Wafatnya KH. Wahid Hasyim langsung atau tidak langsung membawa akibat

bagi kehidupan Masjkur. Dalam hirarki Pengurus Besar Partai Nadhatul Ulama

yang baru disahkan di Kongres Palembang, KH. Wahid Hayim menduduki

jabatan Ketua Umum. Sedangkan Masjkur menjadi Ketua I. Setelah KH. Wahid

Hasyim meninggal dunia, lowongan jabatan itu harus segera diisi, tidak perlu

menunggu sampai berlangsungnya Kongres berikutnya.

11

Azyumardi Azra (ed),Menteri-Menteri Agama RI Biografi Sosial-Politik(Jakarta: PPIM, 1998), 58.

12

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha- usaha yang dilakukan oleh CENKIM dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia di Australia tahun 1945-1947.. Metode yang

Maemunah dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Mandar (1945-1949) ” yang disusun oleh Sanyi, NIM: 40200111033, mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam pada

Dalam perancangan mobile game sebagai media pendukung pembelajaran siswa kelas VIII SMP untuk memahami sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia yang dibahas di pelajaran

Perlawanan rakyat Polewali Mandar terhadap kehadiran pemerintah NICA lewat pasukan Sekutu, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan sejarah bangsa dan negara

Siti Rhohana. Kajian Nilai-nilai Perjuangan Sultan Agung sebagai Penguatan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah Indonesia di SMA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan

KH.Mochammad Nawawi tidak hanya mendirikan NU di Mojokerto dan mendirikan madrasah ibtidaiyah al-Muksinun saja melaikan beliau juga terlibat dalam pembentukan

Pemikiran Sutan Sjahrir Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia 1927- 1947; Rima Romansyah, 060210302379; 2006: xiii dan 90 halaman; Program Studi Pendidikan Sejarah;

Kemudian dari segi pengembangan media pembelajaran, tidak hanya media berbentuk pop up scrapbook saja, tapi masih banyak lagi media pembelajaran yang memuat materi sejarah Indonesia,