• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERDA KOTA BIMA NO 14 TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERDA KOTA BIMA NO 14 TAHUN 2010"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 14 TAHUN 2010

TENTANG

RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN / ATAU PERTOKOAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BIMA

Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, maka peraturan daerah Nomor 14 tahun 2005 tentang Retribusi Pasar Grosir Dan / Atau Pertokoan perlu disesuaikan dengan kriteria sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang dimaksud;

b. bahwa sesuai ketentuan Pasal 156 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, bahwa retribusi harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

c. bahwa Retribusi Pasar Grosir dan / atau Pertokoan merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan Pemerintahan Daerah dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat serta mewujudkan kemandirian Daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, b dan huruf c diatas, dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pasar Grosir dan / atau Pertokoan.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor );

2. Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Bima di Propinsi Nusa Tenggara Barat ( Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4188);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 5. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

(2)

8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);

10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan menteri dalam negeri Nomor 59 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

11. Peraturan Daerah Kota Bima Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Bima Tahun 2007Nomor 6);

12. Peraturan Daerah Kota Bima Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kota Bima Tahun 2006 Nomor 8).

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Dan

WALIKOTA BIMA M E M U T U S K A N

MENETAPKAN : PERATURAN DAERAH KOTA BIMA TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN / ATAU PERTOKOAN

BAB I

K E T E N T U A N UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kota Bima;

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Inbdonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah Kota Bima sebagai unsur penyelenggra Pemerintahan Daerah Kota Bima;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bima sebagai unsure penyelenggara Pemerintahan Daerah Kota Bima;

5. Kepala Daerah adalah Walikota Bima dibantu oleh Wakil Walikota Bima;

6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

7. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah;

8. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan;

9. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan;

(3)

11. Pasar Grosir dan atau pertokoan adalah Pasar Grosir dan atau Pertokoan yang meliputi Pasar Grosir berbagai jenis Barang, dan fasilitas Pasar/ Pertokoan yang di kontrakkan, di sediakan / diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;

12. Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan milik Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah Pungutan Daerah sebagai Pembayaran atas jasa yang disedikan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;

13. Wajib Retribusi adalah orang atau badan yang menurut Peraturan Daerah ini wajib membayar retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi;

14. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa perIzinan dari Pemerintah Daerah;

15. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

16. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah;

17. Surat Ketetapan Retribusi Dearah yang selanjutnya di singkat SKRD adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya Jumlah Retribusi Terutang;

18. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya di singkat STRD adalah Surat untuk melakukan Tagihan Retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda;

19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang;

20. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara dan Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga danah pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya; 21. Surat ijin menempati kios (SIM K) adalah surat ijin yang diberikan kepada orang pribadi atau

badan untuk menempati Kios/Toko milik Pemerintah Kota Bima;

22. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah;

23. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya;

24. Kas daerah adalah Kas Daerah Kota Bima.

BAB I I

NAMA, SUBYEK, OBYEK DAN GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 2

Dengan Nama Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan dipungut Retribusi atas setiap penggunaan Pasar grosir dan atau Pertokoan;

Pasal 3

(1) Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha pasar grosir dan/atau pertokoan ;

(2) Orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau memanfaatkan pasar grosir dan atau pertokoan adalah wajib Retribusi ;

(4)

(1) Objek Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan adalah penyediaan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/ diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas pasar yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 5

Retribusi Pasar grosir dan atau Pertokoan tergolong retribusi jasa usaha.

BAB III

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6

(1) Besarnya Retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif retribusi.

(2) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul pemerintah daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan.

B A B IV

PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI

Pasal 7

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.

(2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

BAB V

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 8

(1) Struktur tarif Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan ditetapkan Berdasarkan Luas Bangunan kios (m2) dikalikan nilai sewa permeter persegi perhari;

(5)

BAB VI No Lokasi/Blok Type LuasM2) Sewa Per(M2) Sewa Perhari (Rp.)

(6)

PEMUNGUTAN RETRIBUSI Bagian Kesatu

Tata Cara Dan Wilayah Pemungutan Pasal 9

(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan ;

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan; (3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang

membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

(4) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan Surat Teguran.

(6) Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota. (7) Wilayah pungutan adalah di wilayah Kota Bima

Pasal 10

(1) Surat teguran sebagaimana di maksud pada pasal 9 ayat (4) di terbitkan oleh Walikota atau pejabat yang di tunjuk.

(2) Pengeluaran surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan selambat-lambatnya 15 (Limabelas) sejak hari kalender sejak jatuh tempo pembayaran.

(3) Dalam jangka waktu 15 (Limabelas) hari kalender setelah tanggal surat teguran di terima subjek retribusi wajib melunasi retribusinya yang terutang.

Bagian Kedua Pemanfaatan

(1) Pemanfaatan dari penerimaan jenis Retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan Pasar grosir dan pertokoan.

(2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Bagian Ketiga Keberatan

Pasal 12

(1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi.

(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.

Pasal 13

(7)

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Walikota. (3) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,

menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang.

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Walikota tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 14

(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

BAB VII

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 15

(1) Pembayaran retribusi dilakukan di kas Daerah atau di tempat lain yang di tunjuk sesuai waktu yang di tentukan dengan menggunakan SKRD:

(2) Dalam hal pembayaran yang dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi harus di setor ke kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam.

Pasal 16

(1) Pembayaran Retribusi harus dilakukan paling lama 6 (enam) bulan pada tahun sewa yang berjalan;

(2) Walikota dapat memberi izin kepada wajib retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan;

(3) Tata cara Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat ( 2 ) Pasal ini di tetapkan oleh Walikota;

(4) Walikota dapat mengizinkan wajib Retribusi untuk menunda pembayaran Retribusi sampai batas waktu yang ditentukan dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Pasal 17

(1) Pembayaran Retibusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 Peraturan Daerah ini diberikan tanda bukti pembayaran;

(2) Setiap Pembayaran dicatat dalam buku penerimaan;

(3) Bentuk, isi, Kualitas ukuran buku dan tanda bukti pembayaran retribusi ditetapkan oleh Walikota.

Pasal 18

(1) Besarnya penetapan dan penyetoran retribusi dihimpun dalam buku jenis retribusi;

(2) Atas dasar buku jenis retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal dibuat daftar penerimaan dan tunggakan persejenis retribusi;

(3) Berdasarkan daftar penerimaan dan tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dibuat laporan realisasi penerimaan dan tunggakan per jenis retribusi sesuai masa retribusi;

(4) Tatacara pemeriksaan retribusi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota

BAB VIII

(8)

(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota;

(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan;

(3) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan;

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) telah dilampaui dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan;

(5) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut;

(6) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB; (7) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan,

Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi;

(8) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota;

BAB IX

KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 20

(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran; atau

b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

Pasal 21

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Walikota menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Walikota;

BAB X

(9)

(1) Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib :

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi diatur dengan Peraturan Walikota;

BAB XI

INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 23

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu;

(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota;

BAB XII

TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 24

(1) Walikota dapat memberikan Pengurangan dan keringanan yang diberikan dengan melihat kemampuan Wajib Retribusi

(2) Pembebasan Retribusi diberikan dengan melihat fungsi objek Retribusi;

(3) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Walikota;

BAB XIII LARANGAN

Pasal 25

(1) Setiap orang pribadi atau badan yang telah memiliki SIMK, dilarang untuk : a. Memindahtangankan pada pihak lain;

b. Merubah bentuk kios/toko tanpa izin Walikota;

c. Menyewakan kios/toko pada pihak lain baik secara insidentil maupun tetap; d. Menjadikan SIMK sebagai jaminan utang piutang;

e. Menjadikan kios/toko sebagai tempat tinggal.

(2). Apabila kios/toko tidak dimanfaatkan selama 3 bulan, maka SIMKnya dapat dicabut.

BAB XIV PENYIDIKAN

(10)

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi;

d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang dan Retribusi Daerah;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XV

KETENTUAN PIDANA Pasal 27

(1) Setiap orang pribadi atau badan yang tidak mentaati ketentuan pasal 24 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d dan huruf e dalam Peraturan Daerah ini, di pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi – tingginya Rp. 15.000.000, (Lima Belas juta rupiah). (2) Setiap orang pribadi atau badan yang tidak mentaati ketentuan pasal 24 ayat (1) huruf b

dalam Peraturan Daerah ini di pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan dan denda setinggi-tingginya Rp. 20.000.000,- (Dua puluh juta rupiah);

(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ayat adalah pelanggaran.

(11)

(1) Setiap orang pribadi atau badan yang tidak melaksanakan/mentaati ketentuan pasal 8 ayat (2), ayat (3) dalam Peraturan Daerah ini, di pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi yang terutang.

(2) Denda sebagaimana di maksud pada ayat (1) merupakan penerimaan Negara. BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29

(1) Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Retribusi yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005, masih dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang;

(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota Bima Nomor 14 Tahun 2005 tentang Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku;

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 30

Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Pasal 31

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bima

Ditetapkan di Raba – Bima, pada tanggal 28 Agustus 2010

WALIKOTA BIMA,

Diundangkan di Raba-Bima

pada tanggal 28 Agustus 2010 M. QURAIS H. ABIDIN

Plt. SEKRETARIS DAERAH,

H. NURDIN

(12)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 14 TAHUN 2010

TENTANG

RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN A. PENJELASAN UMUM

Pasar merupakan salah satu pusat kegiatan masyarakat dan merupakn sektor penggerak roda perekonomian sehinggga keberadaanya mutlak sangat diperlukan, oleh karena itu pada tempat-tempat tertentu pemerintah daerah menyelenggrakan/mendirikan pasar dan berkewejiban untuk mengupayakan agar aktivitas yang berjalan dipasar selalu dapat terselenggara dan berlangsung dengan baik. Hasil penerimaan Retribusi diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi daerah Kota Bima. Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutupi seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh karena itu, pemberian peluang untuk mengenakan pungutan baru yang semula diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Daerah, dalam kenyataannya tidak banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah sebagaiamana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan terakhir dengan Undang-Undang Nomo 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi daerah, Pemerintah Daerah diberikan perluasan kewenangan dalam menentukan jenis-jenis retribusi. Sejalan dengan penyesuaian nomenklatur tersebut, dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), di dalam peraturan daerah ini juga diatur mengenai penyesuaian/kenaikan tarif retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan.

Berkaitan dengan retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan ini di maksudkan dalam rangka upaya menutupi biaya penataan kebersihan dan peningkatan fasilitas pelayanan perekonomian masyarakat yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat serta mewujudkan kemandirian Daerah.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup Jelas Pasal 2

Cukup jelas Pasal 3

Cukup Jelas Pasal 4

Cukup Jelas Pasal 5

Cukup Jelas

Pasal 6

(13)

Pasal 7

Cukup Jelas Pasal 8

Cukup Jelas Pasal 9

Cukup Jelas Pasal 10

Cukup Jelas Pasal 11

Cukup Jelas Pasal 12

Cukup Jelas Pasal 13

Cukup Jelas Pasal 14

Cukup Jelas Pasal 15

Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)

Alasan yang dapat dipertanggung jawabkan seperti bencana alam, kebakaran. Pasal 16

Cukup Jelas Pasal 17

Cukup Jelas Pasal 18

Cukup Jelas Pasal 19

Cukup Jelas Pasal 20

Cukup Jelas Pasal 21

Cukup Jelas Pasal 22

Cukup Jelas Pasal 23

Cukup Jelas

Pasal 24

Cukup Jelas Pasal 25

Cukup Jelas

(14)

Cukup Jelas Pasal 27

Cukup Jelas Pasal 28

Cukup Jelas Pasal 29

Cukup Jelas

Ditetapkan di Raba – Bima, pada tanggal 28 Agustus 2010

WALIKOTA BIMA

Diundangkan di Raba-Bima

pada tanggal 28 Agustus 2010 Plt. SEKRETARIS DAERAH

H. NURDIN

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai rumusan, didapati bahawa sungai di kawasan kajian ini telah tercemar dan jika kita melihat bacaan TDS meter iaitu 130 ppm yang meletakkan sungai di kawasan kajian

Di area batas Grasberg Intrusive Complex (GIC), terdapat zona irregular yang mengandung pyrite massive yang terdiri atas magnetite dan chalcopyrite dalam jumlah kecil dan

22 Lengkeng Dimocarpus longan Buah Gn.Palasari 1 23 Rambutan Nephelium lappaceum Buah Gn.Palasari 2 24 Mangga Mangifera indica Buah Gn.Palasari 2 Berdasarkan Tabel

Demikian kami sampaikan, atas perhatiaannya kami ucapkan terima kasih.. Muara Enim, 28

Virus SARS-CoV dan MERS-CoV adalah HCoV yang bersifat zoonosis dan dapat ditransmisikan antar manusia dengan patogenitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan HCoV pada

Pengaruh Pemberian Tepung Kertas oran pada Periode Grower Terhadap Persentase karkas, Lemak Abdominal, Organ dalam, dan Saluran Pencernaan Ayam Broiler. Fakultas

Kabupaten Donggala merupakan daerah yang memiliki potensi bahan galian tambang mineral non logam dan batuan yang dapat dihandalkan, namun sampai dengan saat ini

Kualitas layanan kesehatan di Puskesmas Sangurara Kecamatan Tatanga secara komprehensif (menyeluruh) belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat sehingga