• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 SEJARAH PERTAMBANGAN PT. FREEPORT INDONESIA

Keberadaan tentang adanya cadangan mineral di tanah Papua pertama kali tercatat dalam suatu laporan “Leidsche Geologische Mededeelingen”(1939) yang ditulis oleh Dr. Jean Jacques Dozy. Laporan ini ditulis Dozy setelah pada tahun 1936 Dozy bergabung dalam ekspedisi yang bertujuan mencapai lokasi salju abadi yang kala itu disebut Cartenszweide (kini Puncak Jaya). Secara tak disengaja, Dozy menemukan gundukan batu hitam kekuningan yang menjulang setinggi 131 m. Dari penyelidikan yang dilakukan atas contoh batuan, gundukan batu hitam kekuningan itu ternyata mengandung kalkopirit yang mengindikasikan adanya tembaga. Dalam laporannya yang disimpan di Universitas Leiden, Belanda tersebut, Dozy menamakan gunung itu Ertsberg yang berarti Gunung Bijih. Kelak setelah dieksplorasi, Gunung Bijih mengandung endapan bijih tembaga terbesar di dunia yang pernah ditemukan.

Laporan tersebut yang dijadikan dasar oleh Forbes Wilson, seorang insinyur pertambangan berkewarganegaraan Amerika Serikat yang juga merupakan Manajer Eksplorasi dari perusahaan tambang Freeport Sulphur Company, Amerika Serikat untuk melakukan ekspedisi pada tahun 1960 dan 1967. Berdasarkan temuan awal dari timnya, ia memperkirakan bahwa Eartsberg mengandung sekitar 30 juta ton bijih. Pengujian terhadap batuan yang dibawanya kembali ke Amerika Serikat menunjukkan kandungan tembaga dengan kadar 2,3%. Walaupun lokasi cadangan tersebut sangat terpencil, namun jumlah dan kualitas bijihnya menjadikan penambangan tembaga pada Ertsberg layak secara ekonomis.

Anak perusahaan Freeport McMoran, PT Freeport Indonesia Incooperated (PT FII), menandatangani Kontrak Karya pertama dengan pemerintah Indonesia pada tanggal 7 April 1967 selama 30 tahun. Kegiatan eksplorasi dan penyelidikan umum mulai dilakukan selama lima tahun disertai uji kelayakan dan pembangunan

(2)

Pada 18 Desember 1972 untuk pertama kalinya PTFII melakukan kegiatan ekspor konsentrat tembaga kering sebanyak 8300 ton yang dikapalkan dari pelabuhan Amamapare dengan tujuan Hibi, Jepang.

Pada tahun 1976 PTFII menemukan cadangan Gunung Bijih Timur yang mengandung ± 45 juta ton tembaga dengan kadar 2,5%, yang ditambang pada tahun 1980 dengan sistim tambang bawah tanah. Kemudian secara berturut-turut ditemukan deposit Gunung Bijih Timur Dalam (1980), Deep Ore Zone (DOZ) tahun 1985, dan

Grasberg tahun 1988.Ketika pertama kali ditemukan, cadangan awal Grasberg sebesar

50 juta ton. Penemuan cadangan tambahan menghasilkan penambahan jumlah cadangan baru selama hampir satu dasawarsa pada tahun 1990-an. Hingga akhir tahun 2002, seluruh cadangan Grasberg berikut cadangan bijih bawah tanah di sekitarnya pada kawasan Grasberg-Ertsberg telah mencapai lebih dari 2,5 milyar ton bijih yang mengandung lebih dari 39,4 milyar pon tembaga dan 48,5 juta ons emas. Dengan ditemukannya Grasberg, Freeport McMoran Copper & Gold Inc. memiliki cadangan tembaga dan emas terbesar di dunia.

PT Freeport Indonesia (PTFI) didirikan pada tanggal 26 Desember 1991 dan telah berbadan hukum Indonesia. PT Freeport Indonesia Incooperated (PT FII) yang sebelumnya berbadan hukum Deleware di New Orleans negara bagian Amerika Serikat meleburkan diri menjadi PT. Freeport Indonesia. Sehingga, seluruh kegiatan penambangan di wilayah Kontrak Karya I tersebut selanjutnya diusahakan oleh PTFI.

Pada tanggal 30 Desember 1991 di tandatangani kontrak kerja baru antara PT. FI dengan Pemerintah Indonesia yang berlaku untuk masa 30 tahun. Kontrak baru ini mencakup luas wilayah 10.000 hektar dan wilayah baru untuk eksplorasi seluas 2,5 hektar serta untuk penambangan dan sarana sarana pendukung lainya.

Secara singkat kronologis perkembangan operasi PT FI dapat dilihat sbb : • 1978 : Pembangunan tambang bawah pertama, yaitu Gunung bijih timur (GBT)

atau Ertsberg East yang dilakukan dengan metode block caving. Mulai berproduksitahun 1980 dan pada tahun 1986 produksinya telah mencapai 15.100 ton/hari.

• 1987 : Peningkatan produksi menjadi 20.000 ton/hari dengan membangun tambang open-stope DOZ dan tambang blok cave Dom. Pembangunan juga termasuk sistem handling bijih tambang bawah tanah seperti crusher, conveyor,

(3)

dan ore pass. Pada tahun 1988 produksi meningkat menjadi 21.000 ton/hari. Pembangunan Dom dilakukan kemudian ditinggalkan karena ditemukannya cadangan grasberg.

• 1989 : Penemuan badan bijih di Grasberg meningkatkan cadangan tertambang menjadi lebih dari 200 juta ton. Peningkatan produksi menjadi 52.000 ton/hari dimulai pada tahun 1989, dengan peningkatan sebesar 32.000 ton/hari pada tahun 1990. Sistem open pit dan transportasi dari bijih dilakukan pada tahun 1989. Infrastruktur segera dibangun dan selesai pada akhir tahun1989.

• 1992 : Peningkatan produksi secara terus menerus dari Grasberg mengakibatkan produksi pada tahun 1993 telah mencapai 57.000 ton.hari dan dengan penambahan fasilitas konsentrating maka peningkatan produksi dapat mencapai 66.000 ton/hari.

• 1994 : Feasibility study untuk peningkatan produksi menjadi 125.000 ton/hari dilakukan. Tambang IOZ dibuka pada tahun 1996 untuk menggantikan GBT dengan produksi sebesar 10.000 ton/hari.

• 1996 : Feasibility study untuk peningkatan produksi hingga 240.000 ton/hari dilakukan hal ini disertai dengan pembangunan infrastruktur. Pembangunan tambang DOZ dilakukan pada tahun 1995.

• Operasi saat ini : Sekarang ini PT. FI berproduksi dengan kapasitas sebesar 240.000 ton/hari, dimana 200.000 ton berasal dari tambang Grasberg dan 40-50.000 ton dari tambang DOZ.

2.2 LOKASI DAN KESAMPAIAN DAERAH

Lokasi penambangan PT Freeport Indonesia (PTFI) secara administratif terletak di wilayah Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, sekitar 500 kilometer sebelah barat daya Jayapura, ibukota provinsi Papua. Secara geografis, PTFI berada antara 04o 02’ 30” sampai 04o 11’ 30” LS dan 137o 02’ 30” sampai 137o 10’ 00” BT pada jajaran pegunungan Sudirman. Lokasi dan kesampaian daerah PTFI dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(4)

Gambar 2.1 Peta Lokasi PT Freeport Indonesia. (Sumber PT. Freeport Indonesia)

Secara garis besar daerah kontrak karya PTFI dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. Lowland, merupakan dataran rendah yang mencakup lokasi pelabuhan

Amamapare (portsite), perumahan karyawan dan kantor administrasi di Kuala Kencana serta beberapa lokasi pendukung lainnya.

b. Highland, merupakan dataran tinggi yang mencakup perumahan karyawan mulai dari mile 66 (Hidden Valley), mile 68 (Tembagapura), mile 74 hingga ke lokasi tambang bawah tanah dan tambang terbuka Grasberg.

Untuk menuju lokasi proyek PTFI dapat menggunakan jalur udara melalui bandara Moses Kilangin Timika dan jalur laut melalui pelabuhan Amamapare. Lokasi tambang terbuka Grasberg dapat dicapai dengan dua cara yaitu dengan perjalanan darat dan udara. Perjalanan darat dapat ditempuh dari Timika sejauh 66 km selama ± 2 jam, kemudian dilanjutkan ke mile 74 sejauh ± 9,6 km selama ± 25 menit untuk kendaraan

0 – 1500 m dpl 1500 – 4200 dpl

(5)

LV (light vehicle) atau ± 40 menit dengan bus. Di mile 74 terdapat pabrik pengolahan dan stasiun kereta gantung (hanging tram way) dimana terdapat 2 buah kereta gantung yang menghubungkan dengan GBT (Gunung Bijih Timur). Kereta gantung pertama berkapasitas 80 orang yang terbentang sejauh 1660 m dengan beda ketinggian 753 m antara stasiun di mile 74 dengan stasiun di GBT. Untuk yang kedua berkapasitas 100 orang dan membentang sejauh 1594 m dengan beda ketinggian antar stasiun 738 m. Lama perjalanan dengan tram ini memakan waktu sekitar 6–10 menit.

Sedangkan pusat lokasi tambang terbuka Grasberg terletak sejauh 2,2 km kearah barat laut dari GBT selama ± 5–10 menit dengan menggunakan kendaraan LV (light vehicle). Selain itu dari mile 68 ke lokasi tambang terbuka Grasberg dapat pula ditempuh melalui jalur Underground Intermediate Ore Zone (IOZ) ataupun lewat H.E.A.T. (Heavy Equipment Acces Track). Perjalanan melalui udara dapat pula ditempuh dengan helikopter dari mile 68 (Tembagapura) langsung ke lokasi tambang terbuka Grasberg yang hanya dapat dilakukan jika udara cerah (tidak berkabut). Peta wilayah kontrak karya PT. Freeport Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(6)

Gambar 2.2 Peta Wilayah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia. (Sumber PT. Freeport Indonesia)

2.3 TOPOGRAFI

Wilayah kerja PT.FI membentang disepanjang daerah pegunungan Jayawijaya, suatu area dengan topografi tertinggi diantara Himalaya di Asia dan Andes di Amerika Selatan, yang memotong pulau tepat di tengah-tengah. Ketinggian bervariasi mulai dari daerah pantai di dataran rendah sampai dengan pegunungan yang curam yang terletak sekitar 80 kilometer dari area pelabuhan. Geomorfologi yang curam ini dikarenakan

(7)

proses pengikisan oleh air hujan dalam jumlah yang sangat tinggi terhadap permukaan pegunungan yang terus terangkat sehingga material terpindahkan.

Area kerja PT.FI sendiri berada di daerah fisiografis dari rangkaian pegunungan tengah (Central Mountain Range), dan membujur dari mulai zona Nival sampai kepada Alpine, Subalpine dan zona Montane. Zona Nival dan Alpine ( 4.170 m s/d >4585 m ) dikarakterisasikan dengan berbagai macam batuan sedimen dan batuan beku yang terbentuk dari proses pengangkatan, perlipatan, pergeseran, dan aktifitas volkanik. Zona Subalpine dan Montane (2.000m - 4.170m) dikarakterisasikan dengan adanya sungai yang mengalir ke arah lembah yang memiliki bentuk-v yang memiliki kedalaman sampai 1.000 m dan gradien yang memiliki rentang mulai dari 40o sampai permukaan vertikal. Lembah tersebut terdiri atas berbagai macam batuan sedimen dan batuan beku yang terbentuk akibat perlipatan, pergeseran dan aktifitas vulkanik.

2.4 MORFOLOGI

Daerah yang membentang sejauh ± 125 km dari pelabuhan Amamapare hingga daerah pabrik pengolahan memiliki morfologi yang berbeda-beda. Daerah pelabuhan Amamapare merupakan daerah rawa bakau yang relatif datar. Morfologi pada daerah ini banyak dijumpai sungai-sungai kecil yang bercabang-cabang dan pepohonan tinggi dengan akar yang menggantung.

Memasuki daerah pedalaman, dimana ketinggian semakin besar dan daerah rawa bakau sedikit demi sedikit digantikan dengan rawa nipa atau sagu. Pada jarak ±3–40 km, daerahnya mulai ditumbuhi oleh hutan yang lebat dengan jurang-jurang yang terjal. Memasuki wilayah penambangan Grasberg, hutan tidak ditemukan lagi yang kemudian digantikan tumbuhan lumut. Gletser terbentuk pada jarak beberapa kilometer dari distrik mineral. Letak geografis PT. Freeport Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(8)

Gam

bar 2

.3

Letak

geografis PT. Freeport Indon

esi a (Sum ber PT. Freeport Indon esi a )

K

O

NDIS

I GE

OGR

A

F

IS

K

O

NDIS

I GE

OGRAF

IS

(9)

2.5 CUACA DAN IKLIM

Secara umum wilayah kerja PTFI mempunyai iklim tropis dengan curah hujan antara 2500 mm sampai 4000 mm per tahun. Daerah lowland memiliki suhu rata-rata 29o – 32o C. Daerah ini merupakan daerah yang panas dan lembab dengan curah hujan rata-rata 2500 mm per tahun. Sedangkan daerah highland adalah daerah yang dingin bahkan sering diselimuti kabut dan hujan hampir turun setiap hari. Suhu udara bevariasi dari sekitar 22o C di Tembagapura dan 8o C di tambang terbuka Grasberg.

2.6 KONDISI GEOLOGI 2.6.1 Geologi Regional

Wilayah kerja PTFI berada pada zona subduksi antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dan Lempeng Indopasifik yang bergerak ke arah barat daya. Pada zona subduksi ini terjadi intrusi magma yang menembus lapisan batuan sedimen yang telah terbentuk terlebih dahulu. Adanya intrusi tersebut memungkinkan terjadinya proses mineralisasi yang kompleks yang menghasilkan zona-zona yang kaya mineral-mineral berharga. Peta lokasi wilayah kerja PT. Freeport Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.4. Sedangkan stratigrafi batuan sedimen di wilayah kerja PTFI dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Kelompok batuan yang terdapat pada wilayah kerja PTFI adalah:

a. Kelompok batu gamping Irian (New Guinea Group) dari zaman tersier. Kelompok ini mencakup empat formasi yang merupakan batuan limestone yang didominasi carbonat, yaitu :

ƒ Formasi Waripi, merupakan pengendapan awal dari kelompok ini yang terdiri dari batuan dolomit sukrosik berlapis tipis, batu gamping (limestone) rekristalisasi, dan batu gamping arenit. Berasal dari periode paleocene dan memiliki tebal sekitar 300 meter.

ƒ Formasi Faumai, yang berasal dari periode Eocene. Dicirikan oleh terdapatnya batu gamping packstone dengan tebal sekitar 200 meter.

(10)

ƒ Formasi Sirga, yang berasal dari periode Oligocene. Dicirikan oleh terdapatnya batu pasir kwarsa dan semen kalsit dengan tebal sekitar 35 meter.

ƒ Formasi Kais, yang berasal dari periode Oligocene akhir sampai pada pertengahan Miocene. Dicirikan oleh terdapatnya batu gamping packstone yang mengandung poraminifera, dan fosil ganggang merah. Kais memiliki ketebalan mencapai 1100 m, terdiri dari 4 bagian yang masing-masingnya adalah 300 m – 350 m lapisan Mg-limestone, 80 m lapisan limestone, shale, sandstone, 200 m lapisan sandstone dan sekitar 500 m lapisan limestone dengan sisipan shale dan coal.

b. Kelompok Kembelangan dari zaman Mesozoic (Jurassic sampai Cretaceous) Formasi Kembelangan terdiri dari rangkaian batu pasir dan batu gamping. Batuan sedimen ini telah mengalami intrusi magma yang berkomposisi Diorit. Kelompok ini mencakup empat formasi, yaitu :

ƒ Formasi Kopai, yang berasal dari periode pertengahan sampai jurassic akhir. Dicirikan oleh terdapatnya sandstone, conglomerate, limestone, dan mudstone dengan ketebalan sekitar 350 m

ƒ Formasi Woniwagi, yang berasal dari periode jurassic akhir sampai crestaceous awal. Dicirikan oleh terdapatnya sandstone, shale, dan siltstone dengan ketebalan sekitar 500 m.

ƒ Formasi Piniya, yang berasal dari periode crestaceous awal sampai pertengahan crestaceous. Dicirikan oleh terdapatnya shale dan siltstone dengan ketebalan sekitar 600 m

ƒ Formasi Ekmai, yang berasal dari periode crestaceous akhir. Total ketebalan formasi ini adalah sekitar 700 m. Batuan penyusun formasi Ekmai terdiri atas 3 bagian yaitu quartz sandstone dengan ketebalan 600 m, Kembelangan Limestone (limestone, silty, sandy limestone) dengan tebal sekitar 90 meter dan Kembelangan Shale yang merupakan calcareous shale dengan tebal 4 m.

(11)

c. Kelompok Glaciatill, Peat, Aluvium

Kelompok ini hadir pada lapisan teratas permukaan perbukitan dan pergunungan. Endapan glaciatill terbesar terdapat di daerah Cartenszewide. Di daerah ini juga terdapat sekitar 100 m lapisan alluvial.

d. Kelompok batuan intrusi

Dua buah intrusi primer yang ada di wilayah PTFI adalah Grasberg Intusive Complex (GIC) dan Ertsberg Diorite. Selain dua intrusi primer tersebut juga ditemukan tubuh batuan beku lainnya di Wanagon, South Wanagon, Idenberg, dan Lembah Tembaga, yang ukurannya lebih kecil dari intrusi primer. Pada dua intrusi primer tersebut, terdapat 2 formasi yaitu Dalam dan Kali yang pada umumnya merupakan jenis diorite sampai quartz diorite.

Gambar 2.4 Peta Geologi Wilayah Kerja PT. Freeport Indonesia (Sumber PT. Freeport Indonesia)

(12)

Gambar 2.5 Startigrafi Batuan Sedimen di Wilayah Kerja PTFI (Sumber PT. Freeport Indonesia)

2.6.2 Geologi Daerah Grasberg

Daerah lokasi penelitian berada di tambang terbuka Grasberg tepatnya di lokasi G-6/PB-8 South yang berada pada elevasi 3348 – 3995 m diatas permukaan laut. Daerah G-6/PB-8 South merupakan lokasi yang termasuk dalam zona mineralisasi Grasberg.

Mineralisasi emas-tembaga di daerah Grasberg terpusat dalam dike yang terjadi dalam beberapa tahapan, dan secara umum mengandung komposisi quartz monzodiorite. Tahapan ini dibagi menjadi 3 fase yaitu Dalam, Main Grasberg, dan Kali.

(13)

1. Intrusi Diorit Dalam.

Intrusi ini dicirikan dengan adanya perbedaan tekstur pada batuan daerah di bawah Carstensweide, Diorit Dalam mempunyai tekstur batuan intrusive biasa. Sementara sebelah atasnya batuan bertekstur batuan vulkanik dan pada bagian puncak Grasberg struktur batuan diduga berasal dari lubang gunungapi. Diduga intrusi Diorit Dalam ini tidak hanya terbentuk akibat peristiwa tunggal saja, tetapi terjadi akibat dari beberapa peristiwa dan merupakan intrusi paling tua.

2. Intrusi utama Grasberg atau disebut juga Main Grasberg Intrusive (MGI).

Intrusi ini diinterpretasikan sebagai retas yang menembus Satuan Breksi Vulkanik Trakhit dan Intrusi Dalam. Kenampakan tekstur asli yang belum terubah dapat terlihat dari arah Barat Laut – Tenggara dan dari Timur Barat. Semakin ke arah kontak Satuan Breksi Vulkanik Trakiandesit dan Intrusi Kali, maka tekstur aslinya tidak tampak lagi karena sudah terubah kuat menjadi ubahan potasik dan umumnya dipotong oleh urat belalit kuarsa – magnetit – kalkopirit yang sangat kuat. Intrusi kedua terjadi setelah intrusi Diorit Dalam selesai. Intrusi kedua ini adalah intrusi utama Grasberg atau disebut juga Main Grasberg Intrusive. Intrusi ini membentuk bagian kandungan mineral terkaya pada endapan. Setelah intrusi ini terjadi, intrusi utama Grasberg mengalami perubahan hidrotermal, yang menyebabkan pembentukan Stockwork urat kuarsa dan membawa kandungan mineralisasi tembaga terkaya di Grasberg. MGI dicirikan oleh penoktis plagioklas berukuran 0.5 – 2.5mm hornblende, biotit yang berukuran sama dengan plagioklas. Mempunyai kesan aliran dan menempati sekitar 600 x 430 m secara horizontal dan variabel secara vertikal.

3. Kali Phase.

Intrusi ini datang dari bidang vertikal sepanjang rekahan yang ada, meninggalkan struktur yang disebut Kali Dyke. Batuannya sedikit termineralisasi dan hanya mengandung kadar emas dan tembaga yang rendah saja.

(14)

Gambar 2.6 Proses mineralisasi di Grasberg (Sumber PT. Freeport Indonesia)

(15)

Kumpulan dari mineralisasi tembaga-emas ini merupakan hasil dari satu kejadian hydrothermal. Mineralisasi emas dan tembaga ini terjadi terakhir dan terkumpul didekat semua fase intrusi dan tahapan dari alterasi. Chalcopyrite adalah sulfida tembaga yang paling dominan, dengan kadar dari bornit yang meningkat seiring bertambahnya kedalaman. Alterasi dari potassic menyebar sampai 700 meter dari pusat komplek intrusi. Alterasi propylitic terdapat sekitar 150 meter diluar sistem. Alterasi phylic muncul belakangan dan terdapat diluar komplek intrusi.

Di area batas Grasberg Intrusive Complex (GIC), terdapat zona irregular yang mengandung pyrite massive yang terdiri atas magnetite dan chalcopyrite dalam jumlah kecil dan dinamakan sebagai “Heavy Sulfide Zone“ (HSZ). Zona ini memiliki tebal hingga 100 m dan terhubung dengan mineralisasidaeah Kucing Liar.

Badan bijih Grasberg terbentang lebih dari 1600 m secara vertikal dan dengan diameter sekitar 200 – 950 m. Perbandingan antara Au/Cu ( Au dalam ppm dan Cu dalam %) meningkat dari 0.9 di dekat permukaan hingga 1.2 pada elevasi 3.280 m, dan menurun sampai 0.8 pada elevasi 2.740 m.

(16)

Gam bar 2 .7 Peta G eologi Grasberg (Sumber PT . Freeport Indonesia)

Gambar

Gambar 2.1 Peta Lokasi PT Freeport Indonesia.
Gambar 2.2 Peta Wilayah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia.
Gambar 2.3 Letak geografis PT. Freeport Indonesia (Sumber PT. Freeport Indonesia)
Gambar 2.4 Peta Geologi Wilayah Kerja PT. Freeport Indonesia  (Sumber PT. Freeport Indonesia)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini didukung oleh pendapat Burhan Nurgiyantoro (2001: 289) bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan berbicara yang bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

Output aplikasi, hasil searching akan menghasilkan data profile dari seseorang yang memiliki. account twitter , daftar friends -nya, dan daftar

Sri Setyani, M.Hum Tulus Yuniasih, S.IP., M.Soc.Sc Dra.. Sri Setyani,

pengawas minum obat oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan, perilaku pencegahan dan kepatuhan klien tuberkulosis paru yang sedang dalam pengobatan; Faktor

Penerapan bauran promosi pada produk Amanah di Pegadaian syariah Cabang Sidoarjo dikatakan masih kurang efektif karena dana yang telah dikeluarkan oleh pegadaian Syariah

Sebagai Alat Pengawasan Pada Perum Perumnas Regional 1 Medan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya selisih biaya yang tidak menguntungkan