• Tidak ada hasil yang ditemukan

KNOWLEDGE-INTENSIVE ENTREPRENEURSHIP DAN SISTEM INOVASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KNOWLEDGE-INTENSIVE ENTREPRENEURSHIP DAN SISTEM INOVASI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PAPPIPTEK—LIPI

Seri Laporan Teknis Penelitian No. : 2014-01-01-03

Hadi Kardoyo

Sayim Dolant

Setiowiji Handoyo

Sri Mulatsih

KNOWLEDGE

KNOWLEDGE

KNOWLEDGE-

-

-INTENSIVE ENTREPRENEURSHIP

INTENSIVE ENTREPRENEURSHIP

INTENSIVE ENTREPRENEURSHIP

DAN

DAN

DAN

SISTEM INOVASI

SISTEM INOVASI

SISTEM INOVASI

(STUDI KASUS PELAKU INDUSTRI TELEMATIKA

(STUDI KASUS PELAKU INDUSTRI TELEMATIKA

(2)
(3)
(4)

SARI KARANGAN

Kebijakan Industri Nasional (KIN), yang dituangkan dalam Perpres RI No.28 Tahun 2008, menyebutkan bahwa dalam jangka panjang pengembangan industri nasional diarahkan pada penguatan, pendalaman dan penumbuhan klaster pada kelompok industri dimana salah satunya adalah Industri Telematika. Hal ini kemudian diperkuat dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011—2025 (Perpres RI No.32 Tahun 2011) yang menyatakan industri telematika merupakan industri andalan masa depan. Besarnya perhatian pemerintah dalam pengembangan industri telematika cukup beralsan mengingat industri ini dapat menciptakan entrepreneur baru guna mendukung peningkatan daya saing bangsa dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Berangkat dari hal tersebut, studi ini mengkaji bagaimana aktivitas entrepreneurship industri telematika di Indonesia dengan menggunakan pendekatan Knownledge-Intensive Entrepreneurship (KIE) dalam kerangka Sistem Inovasi, seperti yang dikembangkan oleh Radosevic (2012) bahwa interaksi elemen sistem inovasi mampu menghasilkan technological, market, dan institutional

opportunities dengan memunculkan bentuk aktivitas baru atau melibatkan aktivitas entrepreneurship.

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil kasus industri telematika layer 0-1 (perusahaan konten dan aplikasi telematika) di tiga daerah, yaitu: Jakarta (PT Nuansa Digital Cipta/NDC), Bandung (Scripthink & Instudia/S&I -- inkubator BTP), dan Yogyakarta (PT. Gamatechno Indonesia/GI & PT Onebit Media/OM), mengingat besarnya potensi munculnya aktivitas

entrepreneurship baru pada kedua layer tersebut.

Hasil analisis menunjukkan bahwa GI merupakan perusahan yang muncul dan dibesarkan dengan kepentingan kebijakan UGM. Aspek institutional opportunities dominan dibanding dua aspek lainnya dalam proses kemunculan dan berkembangnya perusahaan IT yang mapan. OM dan NDC merupakan perusahan yang muncul dari aspek entrepreneurial activities dari pemilik perusahaan. Aspek technological opportunities dan market opportunities menjadi dua aspek yang berpengaruh besar bagi proses kemunculan dan berkembangnya aktivitas dua pelaku usaha tersebut di industri telematika nasional. S & I muncul dari aspek entrepreneurial pelaku dan dorongan aspek technological opportunities dan market opportunities. Karakteristik startup bagi S & I memberikan implikasi tingginya kemungkinan entry dan exit dari dua pelaku industri telematika tersebut. Aktivitas entrepreneurship oleh S & I rentan untuk hilang dengan beralihnya profesi pemilik menjadi bagian dari korporasi industri IT yang sudah ada. Dukungan lembaga inkubator berpengaruh besar bagi keberlangsungan dan keberlanjutan startup binaan seperti S & I.

Upaya peningkatan aktivitas knownledge-intensive entrepreneurship lokal di industri telematika layer 0-1 dalam negeri dapat dilakukan melalui berbagai skema kebijakan

(5)

oleh pelaku industri telematika layer 0-1; (ii) Dukungan infrastruktur, program pembinaan, pelatihan, ajang kompetisi, dan promosi; dan (iii) Kebijakan perpajakan yang adil dan berpihak pada pelaku mikro/startup telematika. Diharapkan dengan adanya dukungan kebijakan pemerintah tersebut di atas mampu mendorong pertumbuhan entrepreneurship lokal berbasis

knownledge di industri telematika nasional.

(6)

DAFTAR ISI

v

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Perumusan Masalah 5 C. Pertanyaan Penelitian 7 D. Tujuan Penelitian 8 E. Manfaat Penelitian 8

F. Sistematika Penyusunan Laporan 8

II KERANGKA KONSEPTUAL 10

A. Entrepreneurship 10

B. Sistem Inovasi Nasional 11

C. Entrepreneurship dan Sistem Inovasi Nasional 13 D. Kebijakan Pengembangan Industri Telematika Di

Indonesia 16

III METODE PENELITIAN 20

A. Ruang Lingkup Penelitian 20

B. Pendekatan Penelitian 20

C. Kerangka Analisis 21

D. Tahapan Penelitian 22

IV ENTREPRENEURSHIP DI INDUSTRI TELEMATIKA: STUDI KASUS

PELAKU USAHA DI INDUSTRI TELEMATIKA DI INDONESIA 26

A. PT Gamatechno Indonesia 26

B. PT Onebit Media 37

C. PT Nuansa Digital Cipta 51

(7)

V PEMBAHASAN KNOWLEDGE-INTENSIVE ENTREPRENEURSHIP 70

A. Pendahuluan 70

B. Knowledge-Intensive Entrepreneurship (KIE) di Industri 71 1. Aspek Technological Opportunities 72 2. Aspek Market Opportunites 77 3. Aspek Institutional Opportunites 80 C. Komplemen Antar Aspek Peluan 83 D. Aspek Learning dalam Aktivitas Perusahaan 86

E. Aspek Kebijakan Pemerintah 89

VI PENUTUP 93

6.1 Kesimpulan 93

6.2 Rekomendasi 95

DAFTAR PUSTAKA 96

LAMPIRAN-LAMPIRAN:

Lampiran-1: Metode Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data 98

Lampiran-2: Pedoman Wawancara 99

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Target Layanan Telematika 6

Tabel 4.1 Studi Kasus Pelaku Industri Konten di Bandung dan 25 Tabel 5.1 Pelaku Usaha Industri Telematika Layer 0-1 72

Tabel 5.2 Aspek Technological Opportunities 73

Tabel 5.3 Market Opportunities 78

Tabel 5.4 Institutional Opportunities 81

Tabel 5.5 Komplemen antar elemen technological opportunities, market 84

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Struktur Perekonomian Indonesia, Tahun 1951—2000

(Harga Konstan Tahun 1993) 1

Gambar 1.2 Kebijakan Pengembangan Industri Nasional 2

Gambar 1.3 Fokus Pengembangan Industri Prioritas 2010–2014 3

Gambar 1.4 Sasaran Kebijakan Pengembangan Industri Telematika 4

Gambar 2.1 Dua Cara Pandang tentang Entrepreneurship 14

Gambar 2.2 Keterkaitan antara Entrepreneurship sebagai Elemen dan sebagai Aktivitas dari Sistem Inovasi 15

Gambar 2.3 Struktur Industri Konten Multimedia 18

Gambar 3.1 Kerangka Analisis Penelitian 22

Gambar 3.2 Tahapan Penelitian 22

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Gamatechno 29 Gambar 4.2. Wawancara Tim Peneliti dengan Direktur PT Gamatechno 30

Gambar 4.3 Fasilitas Kerja PT Gamatechno sebagai Sarana Pendukung

Produk-produk Sistem Aplikasi Unggulan yang Dihasilkan. 33

Gambar 4.4. Kolaborasi PT Gamatechno dengan STMIK Potensi Utama

Medan dalam Pengembangan Industri IT di Sektor Pendidikan

34

Gambar 4.5 Hackerspace-Onebit 38

Gambar 4.6 Fasilitas ruang rapat bagi komunitas Onebit 41

Gambar 4.7 Hackerspace, sebagai salah satu fasilitas sharing knowledge dan konsultasi terkait dengan customer dan

project-project PT Onebit Media

46

Gambar 4.8 Website PT Nuansa Digital Cipta – www.ngaturduit.com 52

Gambar 4.9 Gedung BTP 68

Gambar 4.10 Fasilitas ruanng terbuka bagi para startup BTP 69

Gambar 5.1 Pola Aktivitas Pelaku Industri Konten dan Sistm Aplikasi 83

Gambar 5.2 Peta Penyebaran Inkubator Industri Telematika 87

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Struktur ekonomi dunia berkembang dari ekonomi berbasis sumber daya primer ke perekonomian yang didukung sektor sekunder dan tersier. Perkembangan struktur ekonomi ini menggambarkan berkembangnya aktivitas ekonomi yang pada awalnya natural

resources-based economy menuju perekonomian dengan sumber daya baru. Perkembangan struktur

ekonomi dunia tersebut juga menggambarkan peran ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Berkembangnya sektor industri dan jasa menunjukkan aspek ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) memainkan peran penting bagi sumber pertumbuhan ekonomi dunia. Munculnya negara-negara industri baru

(newly-industrialized countries) seperti Korea dan Taiwan menunjukkan perkembangan sumber

pertumbuhan dari pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam menuju pertumbuhan ekonomi dengan sumber iptekin.

Sumber: Marks (2005)

Gambar 1.1 Struktur Perekonomian Indonesia, Tahun 1951—2000 (Harga Konstan Tahun 1993)

Perkembangan struktur ekonomi dari ekonomi primer, sekunder, ke tersier tersebut juga terjadi untuk kasus Indonesia. Struktur ekonomi Indonesia tahun 1951—2000 (Gambar 1.1), menunjukan kontribusi sektor primer yang semakin menurun dan tren positif

meningkatnya kontribusi sektor industri dan jasa bagi pembentukan produk domestik bruto (PDB).

(11)

Sampai dengan tahun 1960-an sektor primer menyumbang 50% terhadap pertumbuhan GDP, dan terus mengalami penurunan dan pada tahun 2000-an hanya berkontribusi kurang dari 20% terhadap PDB Indonesia. Kontribusi sektor sekunder atau sektor industri terus mengalami kenaikan terhadap pembentukan PDB dari 10% pada tahun 1950-an dan mencapai 40% pada periode 2000-an. Sektor jasa berkontribusi 30-40% sampai dengan periode yang 2000-an. Pergeseran struktur ekonomi ini, selain menggambarkan karakteristik ketersediaan sumber daya alam yang semakin menurun, juga terkait dengan kebijakan pemerintah mendorong pertumbuhan sektor industri dan jasa untuk mendukung pembangunan ekonomi Indonesia.

Sumber: Kementerian Perindustrian RI (2011)

Gambar 1.2 Kebijakan Industri Nasional

Pemerintah memahami pentingnya kemampuan sektor industri dalam mendukung keberlanjutan pembangunan ekonomi Indonesia. Kinerja sektor industri akan menentukan daya saing perekonomian Indonesia dalam lingkungan ekonomi global. Terkait dengan hal tersebut, melalui Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, pemerintah mengembangkan roadmap kebijakan pembangunan industri nasional untuk mendukung perekonomian nasional ke depan. Industri agro, industri telematika, dan industri transportasi merupakan industri stategis dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia ke depan

(12)

Selain itu, pemerintah menempatkan industri manufaktur berupa industri barang modal dan industri komponen berbasis usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi industri yang

berkontribusi signifikan bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).

Sumber: Kementerian Perindustrian RI (2011)

Gambar 1.3 Fokus Pengembangan Industri Prioritas 2010—2014

Industri telematika merupakan salah satu subsektor industri yang akan terus dikembangkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan peran telematika bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi Indonesia ke depan. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor industri lainnya. TIK berperan dalam mendorong perkembangan industri dalam menciptakan efisiensi aktivitas ekonomi dan industri dengan menciptakan diferensiasi aktivitas ekonomi, dan bahkan menciptakan bentuk-bentuk aktivitas ekonomi baru dalam ekonomi melalui berkembangnya TIK. Selain itu, industri telematika merupakan jenis industri dengan karakteristik kaya akan aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi (Iptekin) dan merupakan industri pertumbuhan tinggi.

Menindaklanjuti pentingnya pengembangan industri telematika tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menetapkan roadmap pengembangan industri telematika. Pengembangan klaster-klaster industri diperlukan untuk mendorong pertumbuhan industri telematika. Terkait dengan hal itu Kementerian Perindustrian menetapkan tiga peraturan menteri untuk mendorong pertumbuhan klaster industri telematika, yaitu:

1. Peraturan Menteri Perindustrian No. 128 Tahun 2009 terkait dengan roadmap klaster telekomunikasi

2. Peraturan Menteri Perindustrian No. 129 Tahun 2009 terkait dengan roadmap klaster komputer dan peralatan

(13)

3. Peraturan Menteri Perindustrian No. 130 Tahun 2009 tentang klaster perangkat lunak dan konten multimedia.

Pengembangan tiga klaster industri tersebut mengacu pada struktur industri telematika yang terdiri dari delapan layer di dalamnya. Tujuh layer industri telematika tersebut adalah:

Layer 0: Industri Konten;

Layer 1: Industri Aplikasi Telematika (e-Goverment, e-Health, dan lain-lain); Layer 2: Industri Layanan Akses;

Layer 3: Industri Layanan Infrastruktur Jaringan (network provider);

Layer4: Industri Sistem Integrasi, Instalasi, dan Pemeliharaan Perangkat Telematika; Layer5: Industri Manufaktur Perangkat Telematika;

Layer6: Industri Komponen Perangkat Telematika; dan Layer7: Industri Material Komponen Perangkat Telematika

Pengembangan klaster industri telematika tersebut dilakukan untuk mendukung kebijakan pemerintah, yaitu:

1. Kebijakan pengembangan program klaster berbasis telematika sebagai basis pengembangan industri dalam negeri;

2. Kebijakan meningkatkan kemampuan industri manufaktur dan komponen perangkat telematika; dan

3. Kebijakan peningkatan kemampuan industri konten dan aplikasi telematika.

Sumber: Kementerian Perindustrian RI (2012)

Gambar 1.4 Sasaran Kebijakan Industri Telematika

Gambar 1.4 menunjukkan sasaran kebijakan dari masing-masing tahapan pengembangan industri telematika. Pembangunan industri jangka pendek (2011-2015) difokuskan untuk

(14)

Sasaran jangka panjang pembangunan industri telematika (2021—2025) yaitu, meningkatnya daya saing industri telematika baik dari subsektor industri manufaktur maupun dari subsektor industri animasi, konten, dan aplikasi telematika menjadi berdaya saing tinggi di pasar global.

1.2 Perumusan Masalah

Roadmap industri telematika nasional sejalan dengan kebijakan percepatan

pertumbuhan ekonomi pemerintah dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011—2025. MP3EI menempatkan telematika sebagai salah satu program dari program utama yaitu:

1. Program sektor Pertanian, 2. Program sektor Pertambangan, 3. Program sektor Energi,

4. Program sektor Industri, 5. Program sektor Kelautan, 6. Program sektor Pariwisata, 7. Program sektor Telematika, dan

8. Program sektor Pengembangan Kawasan Strategis.

Industri telematika memiliki peran strategis dalam mendukung perluasan dan percepatan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Peran sektor telematika dalam perluasan dan percepatan pertumbuhan ekonomi yaitu dengan mendukung konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Peran telematika merupakan salah satu elemen pendukung bagi terciptanya konektivitas nasional, yang terdiri dari empat elemen yaitu Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/ RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Secara umum pengembangan industri telematika Indonesia mengalami kemajuan pesat dilihat dari indikator belanja (CAPEX) infrastruktur telematika mencapai Rp40 triliun pada periode 2004—2005 (MP3EI, 2011). Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa sampai dengan tahun 2010 pembangunan sistem broadband nasional telah meningkatkan jumlah pelanggan hingga 1,25 juta (lihat Tabel 1.1) dan untuk mendukung

Indonesia Connectivity 2014 direncanakan alokasikan pendanaan sebesar Rp196 triliun dengan

pola sharing antara pemerintah pusat dan swasta.

(15)

Kebijakan pembangunan infrastruktur telematika tersebut mampu mendorong pertumbuhan pemanfaatan layanan telematika. Jumlah rumah tangga pengguna internet pada tahun 2008 tercatat mencapai 410 ribu dari rumah tangga, dan terus meningkat dan ditargetkan padatahun 2014 mencapai 19,7 juta rumah tangga dari 66 juta rumah tangga. Penetrasi broadband terhadap pengguna rumah tangga terus mengalami peningkatan dari 0,2% pada tahun 2008 menjadi 0,5% pada tahun 2010, dan ditargetkan mencapai 8,0% pada tahun 2014. Penetrasi broadband terhadap jumlah penduduk memiliki pola yang sama yaitu, 0,7% pada tahun 2008, meningkat menjadi 2,0% pada tahun 2010, dan ditargetkan mencapai 30% dari total jumlah penduduk pada tahun 2014.

Tabel 1.1 Target Layanan Telematika

Sumber: Menko Perekonomian (2011)

Pertumbuhan sektor industri telematika di Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap perekonomian. Sebagai gambaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNB) pada tahun 2009 tercatat sebesar Rp10,5 triliun, dan meningkat menjadi Rp12,8 trilyun pada tahun 2010, dan diprediksikan mencapai Rp15 trilyun pada tahun 2014.

Merujuk pada layer industri telematika (dalam MP3EI, 2011), sebagian besar dikuasai oleh perusahaan menengah dan besar. Industri telematika dari layer 4 sampai dengan layer 6 dikuasai oleh perusahaan-perusahaan telematika dunia. Layer 0 (industri konten), layar 1 (industri apliksi telematika), layer 2 (industri layanan akses) dan layer 3 (industri layanan infrastruktur) masih memberikan peluang untuk masuknya para pelaku lokal. Startup atau pelaku yang bergerak di bidang telematika dengan memanfaatkan media internet sebagi

platform pada umumnya melakukan entry pada layer 0—1. Mendorong pertumbuhan

pertumbuhan sektor industri telematika dalam neger, pemerintahi perlu melakukan secara komprehensif mulai dari penyediaan infrastruktur telematika sampai dengan mendorong pertumbuhan pelaku-pelaku lokal untuk masuk ke dalam struktur industri.

Permasalahan umum yang dihadapi oleh startup lokal berupa persaingan pasar dengan kooporasi-kooporasi besar dan permasalahan modal untuk memulai aktivitas usaha. Kendala

(16)

Selain itu, skema pendanaan dari ICT Fund (dana yang diperoleh dari Universal Service

Obligation (USO) yang ditarik dari operator telematika) belum mampu diwujudkan untuk

mendorong pertumbuhan startup lokal.

Selain, kendala permodalan, startup lokal masih memerlukan kepedulian dari kooporasi-kooporasi yang sudah ada dan adanya skema pendanaan dari pemerintah. Perkembangan

startup lokal saat ini masih terhambat pada inkubasi bisnis yang dapat menghubungkan

produk-produk startup lokal dengan pengguna. Sampai saat ini belum banyak investor yang membantu perkembangan startup lokal untuk dapat tumbuh dan mandiri. Kasus Bakrie Telekom (Btel) dalam mengalokasikan dana Rp100 miliar sebagai dana inkubasi untuk technopreneur startup lokal untuk lima tahun ke depan. (http://techno.okezone.com/ read/2011/03/31/54/441052/). Selain itu, Telkomsel mengembangkan program inkubasi bagi pegiat bidang telematika menjadi technoprener digital melalui program Telkomsel Startup

Bootcamp.

(http://www.telkomsel.com/about/news/818-telkomsel-startup-bootcamp-buka- peluang-teknoprener-indonesia-global.html).

Program ini dilakukan melalui kerjasama dengan SingTel Innov8 dan The Joyful Frog

Digital Incubator (JFDI). Dua kasus inkubasi bisnis startup lokal ini merupakan bentuk

kepedulian koorporasi besar untuk mendorong pertumbuhan startup lokal.

C. Pertanyaan Penelitian

“Bagaimana aktivitas entrepreneurship dalam kerangka sistem inovasi pada sektor telematika di Indonesia?”

D. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji peran entrepreneurship dalam kerangka sistem inovasi pada industri telematika;

2. Menghasilkan konsep kebijakan dalam penguatan entrepreneurship pada sistem inovasi di industri telematika nasional.

E. Manfaat Penelitian

1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terkait dengan mendorong aktivitas

entrepreneurship dalam kerangka sistem inovasi di industri telematika;

2. Konsep kebijakan yang dihasilkan memberikan dasar bagi pemerintah dalam kebijakan mendorong entrepreneurship di industri telematika.

(17)

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan Knowledge-Intensive Entrepreneurship dan Sistem Inovasi studi kasus: Pelaku Industri Telematika di Indonesia, dibagi dalam lima bab, yaitu: Bab I: Pendahuluan, menjelaskan latarbelakang pentingnya penelitian, dilanjutkan dengan pembahasan perumusan masalah pertanyaan penelitian dan manfaat penelitian.

Dalam Bab II: Kerangka Konseptual. Bab ini secara tegas menjelasan kajian-kajian teoritas yang terkait dengan aktivitas Entrepreneurship, Sistem Inovasi Nasional. Selanjutnya dibahas juga kajian teoritas hubungan Entrepreneurship dan Sistem Inovasi Nasional, serta Kebijakan Pengembangan Industri Telematika Di Indonesia.

Bab III: Metode Penelitian menjelaskan metode penelitian yang digunakan dengan

menguraikan batasan (ruang lingkup) penelitian, kerangka analisis, tujuan studi yang dipilih, serta tahapan kegiatan penelitian.

Bab IV: Entrepreneurship di Industri Telematika Studi Kasus: Pelaku Usaha Industri

Telematika di Indonesia, menjelaskan obyek studi kasus penelitian terhadap pelaku usaha Yogyakara: (PT Gamatechno Indonesia dan PT Onebit Media), Bandung: Dua Responden Scripthink dan Instudia, Inkubator BTP), dan Jakarta: PT Nuansa Digital Cipta.

Bab V: Pembahasan terkait dengan aktivitas Knowledge-Intensive Entrepreneurship dari

pelaku usaha industri telematika studi kasus yang dijelaskan dalam Bab IV. Dalam hal ini analisa pembahasan yang diuraikan dianalisis berdasarkan kerangka konseptual Radosevic (2010), dan Radosevic et. al., (2012), meliputi Aspek Technological Opportunities, Aspek Market

Opportunites dan Aspek Institutional Opportunites.

Selanjutnya dalam Bab VI: Penutup, meliputi kesimpulan dan rekomendasi. Dalam kesimpulan diuraikan aktivitas Entrepreneurlnship dari empat pelaku usaha industri telematika layar 0—1, memiliki karakteristik dari latar belakang pendidikan maupun latar belakang entitas kegiatan usaha, serta diuraikan juga permasalahan dan hambatan dalam keberlanjutan pengembangan usaha terkait permodalan/investasi maupun lingkungan eksternal seperti kompetitor (pesaing asing) termasuk regulasi. Untuk mendorong entrepreneurship industri telematika beberapa catatan rekomendasi kebijakan seperti usulan sistem dan skema pembiayaan, dukungan infrastruktur, pola pembinaan, maupun keselarasan regulasi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya pelaku industri telematika lokal layer 0—1.

(18)

Informasi lengkap dari Laporan Teknis Seri Penelitian ini dapat dilihat di : Perpustakaan PAPPIPTEK-LIPI

Gedung A PDII-LIPI Lantai 4

Jl. Jend. Gatot Subroto no. 10 Jakarta Selatan 12710 Tel. : +62-21-5225711 ext 4028

+62-21-5225206 Fax: +62-21-5201602 http://www.pappiptek.lipi.go.id

Gambar

Gambar 1.1   Struktur Perekonomian Indonesia, Tahun 1951—2000 (Harga Konstan Tahun 1993)
Gambar 1.3   Fokus Pengembangan Industri Prioritas 2010 — 2014
Gambar 1.4 menunjukkan sasaran kebijakan dari masing-masing tahapan pengembangan  industri  telematika
Tabel 1.1  Target Layanan Telematika

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar 4.38 sampai gambar 4.40 merupakan perbaikan yang dilakukan pada menu praktikan Download, perbaikan dilakukan dengan membuat halaman praktikan Download menjadi

Jumlah ion tiosianat dan hirogen peroksida yang merupakan aktivator enzim laktoperoksidase didalam susu segar hanya sedikit masing-masing 3-5 ppm dan 1-2 ppm (Anang,

Hal ini terlihat jelas dari usaha petani dalam pengolahan dan persiapan lahan serta pembuatan lubang tanam, kemudian dengan aktifnya petani mengikuti seluruh kegiatan yang

3. Organophillic yang menghasilkan viscositas melalui interaksi mekanis 4. Butir-butir emulsi yang menyerupai struktur micellar yang sangat kecil. Pengukuran sifat-sifat aliran

Ekspor impor dimainkan oleh kedua negara bahkan itu visa pelajar itu juga dimainkan jadi banyak sektor sosial ekonomi budaya dan yang lain- lain perang dingin itu terjadi tentu

Blok B dengan pusat Periuk Jaya dengan fungsi utama zona industri dan perumahan kepadatan tinggi dengan fungsi penunjang adalah perdagangan dan jasa skala eceran dan Ruang

Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi buruk terutama pada anak

Contoh indikator alarm termasuk sirene, kotak pop-up di layar, atau area berwarna atau berkedip pada layar (yang mungkin bertindak dengan cara yang mirip dengan