• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan negara yang merupakan instrumen bagi pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. APBN ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penetapan APBN dilakukan setelah adanya pembahasan antara Presiden dan DPR terhadap usulan RAPBN dari Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan hibah, yang diperoleh dari: Penerimaan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan Hibah dari dalam negeri dan luar negeri (www.pn-trenggalek.go.id/media/pdf/PNBP.pdf, 11 Juni 2015).

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dipungut atau ditagih oleh Instansi Pemerintah dengan perintah UU atau PP atau penunjukkan dari Menteri

(2)

Keuangan, berdasarkan Rencana PNBP yang dibuat oleh Pejabat Instansi Pemerintah tersebut. PNBP yang telah dipungut atau ditagih tersebut kemudian disetorkan ke Kas Negara dan wajib dilaporkan secara tertulis oleh Pejabat Instansi Pemerintah kepada Menteri Keuangan dalam bentuk Laporan Realisasi PNBP Triwulan yang disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan tersebut berakhir (www.pn-trenggalek.go.id/media/pdf/PNBP.pdf, 11 Juni 2015).

Menyadari pentingnya PNBP, maka kemudian dilakukan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya melalui:

∑ UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; ∑ PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan

Negara Bukan Pajak;

∑ PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu;

∑ PP Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak;

∑ PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang.

PNBP memiliki 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi budgetair dan fungsi reguler. Dengan fungsi budgetair dimaksudkan bahwa PNBP merupakan sumber pembiayaan pembangunan, karena itu diupayakan untuk memasukkan uang sebesar-besarnya ke dalam rekening Kas Negara untuk membiayai kegiatan Kementerian atau Lembaga. Dari aspek reguler dimaksudkan bahwa PNBP

(3)

mampu dipergunakan sebagai sarana untuk mengatur kebijakan pemerintah dalam berbagai aspek dalam rangka menggerakkan roda pembangunan (http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/13399-optimalisasi-penerimaan-pnbp, 16 Juli 2016).

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. UU tersebut juga menyebutkan kelompok PNBP meliputi:

a. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; b. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;

c. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;

d. penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;

e. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;

f. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; g. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang tersendiri. Kecuali jenis PNBP yang ditetapkan dengan Undang-Undang, jenis PNBP yang tercakup dalam kelompok sebagaimana terurai diatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Artinya diluar jenis PNBP terurai diatas, dimungkinkan adanya PNBP lain melalui UU.

Dalam melaksanakan ketentuan tersebut, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Penggunaan

(4)

PNBP Yang Bersumber Dari Kegiatan Tertentu. Menurut Pasal 4 ayat (3) PP tersebut, kegiatan tertentu itu meliputi bidang-bidang kegiatan:

a. penelitian dan pengembangan teknologi; b. pelayanan kesehatan;

c. pendidikan dan pelatihan; d. penegakan hukum;

e. pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu; dan f. pelestarian sumber daya alam.

Dengan demikian, salah satu kegiatan tertentu tersebut adalah penelitian dan pengembangan teknologi. UPT. Balai Pengolahan Mineral Lampung (UPT. BPML) merupakan salah satu satuan kerja di Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT)-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mempunyai lingkup tugas dalam bidang penelitian dan pengembangan teknologi, terutama dalam bidang pengolahan mineral baik mineral logam maupun mineral bukan logam. UPT. BPML-LIPI mempunyai tugas untuk melaksanakan kegiatan pengolahan mineral sehingga memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala UPT. BPML-LIPI Nomor 003/IPT.8/HK/I/2015 Tentang Penetapan Pengelola dan Pelaksana Kegiatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Tahun 2015 UPT. Balai Pengolahan Mineral Lampung-LIPI, beberapa unit kegiatan PNBP yang dilakukan UPT. BPML-LIPI adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan Perbengkelan dan Permesinan; b. Kegiatan Laboratorium Analisa;

(5)

c. Kegiatan Pengecoran Logam; dan d. Kegiatan Alat Berat.

Dalam melaksanakan kegiatan PNBP, diatur suatu prosedur pelayanan yang tertuang dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang menjadi dasar bagi para pegawai UPT. BPML-LIPI dalam melayani konsumen.

Didalam Surat Keputusan tersebut dijelaskan kegiatan PNBP ditangani oleh Pengelola Kegiatan PNBP dan Pelaksana Kegiatan PNBP. Adapun Pengelola Kegiatan PNBP diantaranya sebagai berikut:

a. Atasan Langsung Bendahara (Kepala UPT. BPML-LIPI); b. Bendahara Penerima;

c. Koordinator Kegiatan PNBP;

d. Petugas Penerima Pesanan/ Order dan Pemeriksa/ Penguji Bahan Masuk;

e. Koordinator Pelaksana Kegiatan Perbengkelan dan Permesinan; f. Wakil Koordinator Pelaksana Kegiatan Perbengkelan dan Permesinan; g. Koordinator Pelaksana Kegiatan Alat Berat;

h. Koordinator Pelaksana Kegiatan Lab Analisa; dan i. Koordinator Pelaksana Kegiatan Pengecoran Logam. Sementara untuk Pelaksana Kegiatan PNBP, terdiri dari: a. Operator Alat Berat;

b. Teknisi Peleburan Logam;

(6)

d. Teknisi Listrik; e. Teknisi;

f. Juru Las;

g. Operator Mesin Frais; h. Operator Mesin Bubut; i. Operator Mesin Roll; j. Teknisi Mekanik; k. Analis; dan

l. Pelaksana Administrasi.

Pengelola dan Pelaksana Kegiatan PNBP memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam melaksanakan Kegiatan PNBP agar berjalan sesuai dengan harapan untuk memberikan jasa pelayanan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun jasa pelayanan industri dengan baik.

Barata (2004:23) mengemukakan bahwa pelayanan adalah daya tarik yang besar bagi para pelanggan, sehingga korporat bisnis seringkali menggunakannya sebagai alat promosi untuk menarik minat pelanggan.

Sedangkan Munir (1991) berpendapat pelayanan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya. Hal ini menjelaskan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu yang diberikan kepada orang lain dalam hal ini pelanggan agar kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan mereka.

(7)

Pengelolaan pelayanan publik yang berkualitas yaitu pelayanan prima sudah mulai dilakukan di berbagai unit pelayanan pemerintah, bahkan dari waktu ke waktu jumlah unit pelayanan yang telah mampu memperbaiki kualitas pelayanannya terus bertambah. Menurut Swastika (2005:3) Pelayanan prima adalah adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada pelanggan, upaya melayani dengan tindakan yang terbaik, dan adanya tujuan untuk memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar layanan tertentu. Kemudian Sutopo (2006:8) juga menjelaskan bahwa Pelayanan prima atau

excellent service yang berarti pelayanan yang sangat baik dan atau pelayanan yang

terbaik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan.

Keberhasilan unit-unit pelayanan dalam mengembangkan pelayanan prima tersebut dilakukan melalui berbagai cara, baik melalui penerapan berbagai kebijakan pemerintah maupun dengan menerapkan berbagai inovasi dalam pengembangan pelayanan sebagai upaya untuk memuaskan pengguna jasa layanan.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebagai penentu keberhasilan pengelolaan pelayanan prima adalah: faktor kelembagaan, Sumber Daya Manusia, fokus kepada pelanggan, pengelolaan pengaduan, dan yang paling utama adalah komitmen pimpinan organisasi. Sedangkan strategi pengembangan pelayanan prima yang paling sederhana yang dapat dipergunakan adalah penerapan standar pelayanan dan SOP serta pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Sebagai inovasi lebih lanjut yang dapat dilakukan oleh unit-unit pelayanan dalam

(8)

pengembangan pelayanan prima dapat dilakukan dengan menerapkan manajemen kualitas ataupun pengembangan pelayanan yang berstandar internasional (ISO 9000). (http://badandiklat.jatengprov.go.id/index.php?p=wi&m=dt&id=56, 10 Juni 2015).

Dalam pelayanan kegiatan PNBP di UPT. BPML-LIPI, konsumen memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik dari para pelaksana kegiatan PNBP, baik itu mengenai rincian pekerjaan atau design pekerjaan yang ditawarkan, informasi harga jasa, waktu penyelesaian pekerjaan, dan progres penyelesaian pekerjaan. Konsumen kegiatan PNBP di UPT. BPML-LIPI ada yang berasal dari luar instansi UPT. BPML-LIPI dan ada juga yang berasal dari kalangan sendiri di dalam instansi. Konsumen yang berasal dari luar instansi UPT. BPML-LIPI mendapatkan pelayanan dari pelaksana kegiatan PNBP sesuai dengan prosedur yang ada (SOP), sedangkan untuk konsumen yang berasal dari dalam instansi UPT. BPML-LIPI seringkali tidak mengikuti prosedur yang ada, atau memilih untuk bertemu langsung dengan teknisi.

SOP dapat diartikan sebagai pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan dapat digunakan sebagai alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Dimana tujuan SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja untuk mewujudkan good

(9)

Secara luas, SOP dapat didefinisikan sebagai dokumen yang menjabarkan aktivitas operasional sebuah organisasi. Namun, dalam pengertian yang sempit, SOP (atau “Prosedur”) merupakan salah satu jenis dokumen dalam sebuah sistem tata kerja yang digunakan untuk mengatur kegiatan operasional antar bagian/fungsi dalam sebuah organisasi, agar kegiatan tersebut dapat terlaksana secara sistemik (Soemohadiwidjojo, 2015:11). Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan instruksi sederhana untuk menyelesaikan tugas rutin dengan cara yang paling efektif dalam rangka memenuhi persyaratan operasional.

Pentingnya Standar Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP di UPT. BPML-LIPI disebutkan dalam Quick Win UPT. BPML-LIPI, yaitu target yang harus dicapai UPT. BPML-LIPI dalam satu tahun dimana didalamnya salah satunya membahas mengenai pelayanan prima, bahwa pelayanan kegiatan PNBP harus dilakukan melalui satu pintu. Untuk itu kegiatan pelayanan yang dilakukan di luar dari prosedur tidak sesuai dengan target pencapaian UPT. BPML-LIPI. Selain itu SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP menjadi penting karena berhubungan dengan pihak luar atau konsumen, dimana memberikan peluang/ kesempatan yang baik untuk proses kerjasama dan pengembangan penelitian. SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP juga sebagai acuan bagaimana standar pelayanan publik diberikan kepada konsumen, apa saja yang harus dipenuhi dalam memberikan pelayanan prima untuk mencapai target yang diinginkan UPT. BPML-LIPI.

Pemberian pelayanan kegiatan PNBP yang tidak sesuai dengan prosedur dapat disebut sebagai suatu penyimpangan. Menurut Robinson dan Bennett

(10)

(1995), penyimpangan organisasi didefinisikan sebagai perilaku pegawai yang secara signifikan melanggar norma organisasi dan dapat mengancam keberadaan sebuah organisasi. Penyimpangan yang terjadi didalam organisasi bukan hanya berdampak pada kinerja organisasi tetapi juga berdampak pada pegawai, seperti yang dikemukakan oleh Colbert et al., (2004); Dunlop dan Lee, (2004) yang menyatakan bahwa penyimpangan organisasi juga telah mendapatkan perhatian lebih dikarenakan dampak yang telah diketahui pada produktivitas pegawai dan kinerja organisasi.

Penyimpangan yang terjadi dalam pemberian pelayanan kegiatan PNBP menyebabkan implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, hal ini dikarenakan ketidaktahuan para pelaksana kegiatan PNBP terhadap SOP itu sendiri. Para pelaksana kegiatan PNBP mengetahui informasi alur kerja atau prosedur pekerjaan hanya melalui koordinator unit kegiatan, dan hal itu dilakukan pada saat koordinator unit kegiatan mulai melaksanakan tugas sebagai koordinator untuk pertama kalinya. Selanjutnya apabila ada personil baru yang bergabung dalam pekerjaan sebagai pelaksana kegiatan PNBP, mereka hanya mendapat informasi dari para senior yang sudah bekerja di unit kegiatan tersebut dan mengikuti alur kerja/ prosedur yang sudah ada. Selain itu adanya pergantian koordinator unit kegiatan yang dilakukan setiap satu tahun sekali menyebabkan perubahan informasi dan perubahan aturan yang diterapkan dalam unit kegiatan tersebut.

(11)

Pergantian koordinator pada tiap unit kegiatan PNBP dilakukan setiap tahun dimaksudkan untuk pembaharuan personil dan pengembangan pegawai, hal ini tidak menjadi hambatan selama aturan/ prosedur pekerjaan tidak berubah. Adanya pergantian koordinator menyebabkan pengulangan informasi mengenai alur kerja/ prosedur, dalam hal ini adalah SOP, yang seharusnya dapat diatasi dengan pemberian sosialisasi tentang SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP secara keseluruhan kepada seluruh pengelola dan pelaksana kegiatan PNBP, bahkan untuk para konsumen/ pelanggan.

Luputnya perhatian mengenai sosialisasi untuk SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP menjadi sebuah temuan oleh Inspektorat LIPI, bahwa pentingnya informasi mengenai SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP dapat diakses oleh seluruh pengelola dan pelaksana kegiatan PNBP dan juga untuk konsumen/ pelanggan jasa pada kegiatan PNBP, dimana informasi tersebut dapat dilihat atau dibaca dengan mudah. Misalnya seperti sebuah

flowcharts mengenai prosedur kegiatan PNBP yang ditempatkan di papan

pengumuman atau papan informasi. Setelah disahkannya SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP pada tahun 2014 lalu, sampai saat ini tidak ada sosialisasi tertulis sebagaimana yang diinginkan oleh Inspektorat LIPI.

Kegiatan sosialisasi dalam implementasi SOP tersebut juga merupakan suatu komunikasi dimana ada pemberian informasi kepada para pelaksana kegiatan PNBP (implementor) sehingga mengetahui apa tujuan dan sasaran dari SOP tersebut. Menurut Subarsono (2015:87) Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy makers untuk memengaruhi perilaku birokrasi

(12)

pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran kebijakan.

Sebagaimana yang diterangkan oleh Martini (2001), Yuwono (2001) & Bridgman & Davis (2000) (dalam Badjuri & Yuwono, 2002:123) walaupun sebuah kebijakan telah dipersiapkan dan mungkin telah dilakukan koordinasi, namun bisa saja menghasilkan kegagalan dalam implementasi. Ada beberapa hal yang mempengaruhi tingkat kegagalan dari implementasi kebijakan publik, seperti:

a. Spesifikasi kebijakan yang tidak lengkap; b. Instansi yang tidak cocok;

c. Tujuan yang saling berlawanan; d. Insentif tidak memadai;

e. Ketidakjelasan arah implementasi; f. Keterbatasan keahlian;

g. Sumberdaya administrasi yang terbatas; h. Kegagalan komunikasi.

Melihat beberapa hal diatas seperti sumberdaya administrasi yang terbatas dan kegagalan komunikasi dalam implementasi SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP, menjadi alasan yang menyebabkan SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP di UPT. BPML-LIPI tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Selain karena adanya pergantian koordinator pada tiap unit kegiatan PNBP, beberapa jabatan pada pelaksana kegiatan PNBP yang diharuskan ditangani oleh beberapa orang, pada pelaksanaanya hanya ditangani oleh seorang

(13)

saja. Hal ini karena menyesuaikan anggaran honor pelaksana Kegiatan PNBP pada DIPA UPT. BPML-LIPI yang berkurang, sehingga diperlukan pengurangan personil pada jabatan tersebut. Kemudian adanya kegagalan komunikasi dapat dilihat dalam pemberian informasi dan sosialisasi yang tidak merata/ menyeluruh sehingga tidak semua pihak dapat mengetahui dan mengakses mengenai SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP.

Kemudian Bridgman & Davis (2000), Fenna (1998) & Turner & Hulme (1997) (dalam Badjuri & Yuwono, 2002:115), menjelaskan beberapa pelajaran yang dapat dipetik untuk kesuksesan implementasi kebijakan, seperti:

- Jika sebuah kebijakan publik didesain tidak berdasarkan pada kerangka dan acuan teori yang kuat dan jelas, maka implementasinya akan terganggu. Karena konteks persoalannya tidak didesain secara baik serta bagaimana mekanisme bekerjanya tidak dipersiapkan secara matang. - Antara kebijakan dan implementasi harus disusun suatu korelasi yang jelas

sehingga konsekuensi yang diinginkan pun jelas pula. Semakin kompleks kesinambungan kebijakan dengan implementasi maka akan semakin kompleks persoalan dan beban yang akan dihadapi di lapangan, dimana bisa saja implementasi kebijakan publik tersebut akan gagal.

- Implementasi kebijakan publik akan gagal jika terlalu banyak lembaga yang bermain. Itu artinya harus disusun sebuah organisasi koordinator yang berfungsi mengkoordinasikan dan juga mengelola bagaimana agar proses implementasi kebijakan dapat berjalan dengan baik.

(14)

- Sosialisasi kebijakan kepada mereka yang akan melaksanakan kebijakan sangatlah penting karena hal ini sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Pelaksana kebijakan pada tingkat bawah (street

level bureaucracy) harus diberikan informasi yang menyeluruh dan utuh

mengenai kebijakan publik yang akan diambil.

- Evaluasi kebijakan secara terus menerus (monitoring) terhadap sebuah kebijakan sangatlah krusial karena sebuah kebijakan akan berevolusi menjadi baik dan efisien jika ada evaluasi yang terus menerus dan berkesinambungan. Banyak bukti menunjukkan bahwa kebijakan publik yang ambisius akan gagal jika evaluasinya dilakukan setelah beberapa tahun diimplementasikan.

- Untuk berhasil dengan baik, pembuat kebijakan publik harus menaruh perhatian yang sama terhadap implementasi dan perumusan kebijakan. Implementasi tidak dapat dipisahkan dari kebijakan. Sesuatu tidak akan jelas gunanya jika tidak dijelaskan bagaimana cara melakukannya.

Beberapa hal diatas dapat dijadikan sebagai kunci keberhasilan/ key

success agar implementasi kebijakan dalam hal ini SOP Kegiatan PNBP dapat

berjalan dengan baik. Terutama mengenai sosialisasi dan evaluasi kebijakan, serta memberikan perhatian lebih untuk menjelaskan SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP kepada para pelaksana kegiatan PNBP agar memiliki persepsi yang sama dalam pelaksanaannya karena keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor (para pelaksana kegiatan PNBP) memahami apa yang harus dilakukan. Setiap tujuan dan sasaran kebijakan harus

(15)

disosialisasikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Di sisi lain keberhasilan implementasi kebijakan juga harus didukung oleh sumberdaya yaitu sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi implementor dan sumberdaya finansial.

Berdasarkan hal tersebut peneliti merasa perlu untuk membahas lebih lanjut mengenai implementasi SOP Kegiatan PNBP di UPT. Balai Pengolahan Mineral Lampung sebagai salah satu langkah dalam perbaikan pelayanan dan untuk memenuhi capaian target yang diharapkan institusi yaitu LIPI secara luas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di UPT. BPML-LIPI?

b. Apa saja kendala yang dihadapi dalam implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di UPT. BPML-LIPI?

(16)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam melaksanakan penelitian ini diantaranya adalah: a. Untuk mengetahui implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP)

Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di UPT. BPML-LIPI.

b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di UPT. BPML-LIPI.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memberikan tambahan bukti empiris tentang pelaksanaan implementasi SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP di UPT. BPML-LIPI sekaligus memberikan bukti mengenai kendala yang dihadapi dalam implementasi SOP tersebut.

b. Memberikan tambahan referensi tentang implementasi SOP Penerimaan Order Pekerjaan Kegiatan PNBP di UPT. BPML-LIPI.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Pengangkatan dan penempatan tenaga kependidikan yang bukan tenaga pendidik pada satuan pendidikan yang disclenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri, Menteri lain, atau

Teorema Thevenin adalah salah satu teorema yang berguna untuk analisis sirkuit listrik.Teorema Thevenin menunjukkan bahwa keseluruhan jaringan listrik tertentu, kecuali

Melalui hasil analisis SWOT yang didapatkan rancangan perencanaan strategis sistem informasi menggunakan metode ward and peppard dengan harapan hasil yang didapatkan

Namun dengan turunnya harga jual rata-rata 2015 sebesar 27% dibandingkan 2014 karena harga nikel yang lebih rendah, maka pendapatan tahun 2015 juga turun 24% YoY.. Volume

Kementerian Kesehatan setiap tahun anggaran sesuai peraturan perundang-undangan yang belaku sehingga terwujudnya pengelolaan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

Target audiens dari Pempek Gajahmada Cek Ming adalah untuk kalangan menengah yang ditinjau dari segi behavior bahwa kelompok ini juga menyukai wisata kuliner makanan

Dari hasil belajar yang sudah dideskripsikan di atas dapat diambil simpulan bahwa pembelajaran dengan penerapan scaffolding learning berbasis karakter dapat meningkatkan

interval titik dan ef sama dengan batas bawah interval tersebut (yang sama dengan batas atas untuk interval titik), jumlah kelas instance tersebut (ef) pada interval i ditambah