• Tidak ada hasil yang ditemukan

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM

Nur Rahma1, Syahribulan2, Isra Wahid3

1,2

Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin

3

Jurusan Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin

e-mail:nurrahma5571@gmail.com, bulansyah@gmail.com, israwahid@gmail.com

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang tabel hidup nyamuk Anopheles subpictus Grassi di laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui siklus gonotropik nyamuk, waktu penetasan telur, fase akuatik dan fase dewasa. Metode yang digunakan adalah observasi dengan mengambil nyamuk dewasa dari lapangan kemudian menghitung siklus gonotropik dari nyamuk tersebut. Selanjutnya diukur waktu penetasan telur menjadi larva instar 1 serta analisis laju ketahanan hidup pada fase akuatik dan fase dewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siklus gonotropik nyamuk rata-rata 40,8 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk penetasan telur berkisar 2-3 hari, pada tiap tahap fase akuatik rata-rata 2 hari, dan waktu kumulatif yang dibutuhkan dari telur sampai dewasa adalah 11-12 hari. Laju ketahanan hidup fase akuatik memiliki masa rentan pada stadium larva instar 1 ke instar 2 (58,7%), sedangkan pada fase akuatik selanjutnya tinggi (>90%). Laju ketahanan hidup kumulatif fase akuatik berkisar antara 52-59%. Laju ketahanan hidup perhari fase dewasa memiliki masa rentan pada hari ke-1 ke hari ke-2 (79%) dan hari ke-2 ke hari ke-3 (88%), pada hari ke-3 hingga hari ke-18 laju ketahanan hidup nyamuk tinggi (>90%). Laju ketahanan hidup kumulatif fase dewasa mencapai 0% pada hari ke-18.

Kata Kunci : tabel hidup, gonotropik, Anopheles subpictus, kumulatif, ketahanan hidup.

Pendahuluan

Anopheles subpictus Grassi adalah salah satu anggota serangga ordo Diptera, famili Culicidae (Eldridge, 2003). Di Indonesia diperkirakan 70 juta penduduknya hidup di daerah endemik malaria dan beresiko untuk menularkan penyakit malaria terhadap penduduk lainnya. Dari angka tersebut terdapat sekitar 6 juta penderita malaria pertahun dengan angka kematian ± 700 jiwa manusia (Ibrahim, 2000). Fauna nyamuk Anopheles yang dilaporkan di Indonesia sebanyak 80 spesies dan yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria adalah 22 spesies (Bustam, 2012). Di Sulawesi, A. subpictus Grassi merupakan salah satu vektor utama malaria (Arbani, 1992).

(2)

Walaupun sering terdapat bersama-sama, jumlah larva A. subpictus Grassi selalu jauh lebih banyak daripada A. sundaicus (Siregar, 1995).

Penelitian yang dilakukan oleh Samani (2009) di Desa Waihura Kecamatan Wanokaka Kabupaten Sumba Barat menunjukkan bahwa A.subpictus Grassi memiliki potensi sebagai vektor malaria yang ditunjukkan dengan angka parous rate sebesar 50,49%. Hasil uji ELISA menunjukkan bahwa A.subpictus Grassi terbukti positif mengandung Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk (2013) di desa Lifeuleo, kecamatan Kupang Barat, Nusa Tenggara Timur, A. subpictus Grassi merupakan jenis yang terbanyak kedua setelah A. barbirostris dan juga merupakan vektor malaria.

Tabel hidup adalah tabel yang menyajikan tahap-tahap perkembangan nyamuk mulai dari tahapan telur hingga dewasa, dari tabel hidup dapat diketahui berapa jumlah populasi yang lahir maupun yang mati. Penelitian mengenai tabel hidup nyamuk A. subpictus Grassi belum pernah dilakukan, penelitian yang pernah dilakukan adalah terhadap nyamuk A. aconitus (Amrul Munif dan Yusniar Ariati, 2007) dan nyamuk A. farauti (Amrul Munif dkk, 2005). Bila kita bisa mengetahui tabel hidup nyamuk ini, maka dapat diprediksi fekunditas yang selanjutnya dapat memberi informasi kepada dinas terkait untuk melakukan cara penanggulangan yang lebih baik di lapangan. Inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan kajian tentang tabel hidup nyamuk A. subpictus Grassi ini.

Material dan Metode I. Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang, aspirator, kelambu, handuk ukuran sedang, talang plastik ukuran 27 x 35 cm, pipet larva dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam pemeliharaan A. subpictus Grassi adalah kapas, vitamin B, gula pasir, darah mencit, air, dan pelet makanan ikan.

II. Pemeliharaan Nyamuk di Laboratorium II.1 Pengumpulan Telur Nyamuk

Anopheles subpictus Grassi dewasa diperoleh dari desa Lakkang, kecamatan Tallo, Makassar. Pemeliharaan dilakukan di laboratorium Entomologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Nyamuk dewasa yang telah diperoleh dibawa ke laboratorium menggunakan kandang dan diberikan pakan darah, diisolasi dimana individu nyamuk betina dimasukkan ke dalam gelas plastik yang beralaskan kertas saring dan kapas basah sebagai tempat peletakan telur dan diberi makan air gula.

II.2. Penetasan Telur menjadi Larva Instar 1

Pengamatan pada telur yang menetas menjadi larva instar I dilakukan terhadap dua kelompok telur yang berbeda. Kelompok telur yang pertama diamati waktu penetasannya setiap 6 jam dan kelompok telur yang kedua diamati waktu penetasannya setiap 24 jam.

(3)

Penghitungan waktu penetasan telur setiap 6 jam dilakukan pada tiga kelompok nyamuk yang digabungkan. Kelompok nyamuk 1 sebanyak 38 larva, kelompok nyamuk 2 sebanyak 73 larva dan kelompok nyamuk 3 sebanyak 177 larva sehingga total sebanyak 288 larva. Pengamatan waktu penetasan telur setiap 24 jam dilakukan pada 6 induk A.subpictus Grassi yang digabungkan. Nyamuk 1 terdiri dari 157 larva, nyamuk 2 sebanyak 49 larva, nyamuk 3 sebanyak 17 larva, nyamuk 4 sebanyak 48 larva, nyamuk 5 sebanyak 175 larva dan nyamuk 6 sebanyak 7 larva, sehingga diperoleh total 453 larva. Larva instar 1 dipindahkan ke dalam talang sebagai tempat pembiakan.

II.3. Pemeliharaan Larva Instar 1 Hingga Dewasa

Larva yang baru menetas diberi pakan pelet ikan setelah 24 jam. Pemberian makan untuk larva instar 1 dan 2 cukup satu kali dalam sehari, namun untuk larva instar 3 dan 4 diberikan dua kali yaitu pagi dan sore hari. Larva yang dibiakkan dalam nampan di ruang insektarium (outdoor insectarium) Lab. Entomologi, Fakultas Kedokteran. Larva yang telah menjadi stadium pupa dari tempat pembiakan diambil dengan pipet lalu ditempatkan dalam wadah plastik kecil dan dimasukkan ke dalam kandang nyamuk. Nyamuk yang telah berkembang dari pupa menjadi dewasa ditempatkan dalam kandang nyamuk. Diberikan pakan air gula 10 % dan vitamin B dua kali setiap minggu.

Hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil siklus gonotropik dari 5 nyamuk Anopheles subpictus Grassi sebagai berikut :

Tabel 1. Siklus gonotropik Anopheles subpictus Grassi

Nyamuk Siklus Gonotropik (Jam)

1 48

2 48

3 36

4 36

5 36

Waktu penetasan telur A. subpictus Grassi disajikan pada Grafik sebagai berikut :

(4)

Grafik 2. Waktu penetasan telur Anopheles subpictus Grassi tiap 24 jam

Fase akuatik nyamuk dapat dianalisis dari nilai laju ketahanan hidup tiap fase akuatik dan laju ketahanan hidup kumulatif. Data tersebut disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut : 1; 0 2; 309 3; 84 4; 40 5; 19 6; 1 7; 0 -50 0 50 100 150 200 250 300 350 0 2 4 6 8

Waktu Penetasan (Hari)

J u m la h T el u r y a n g M en ja d i L a rv a In st a r I 6; 0 12; 0 18; 0 24; 0 30; 0 36; 10 42; 149 48; 17 54; 74 60; 24 66; 5 72; 1 78; 0 84; 2 90; 5 96; 1 102; 0 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 0 20 40 60 80 100 120

Waktu Penetasan (Jam)

J u m la h T el u r y a n g M en ja d i L a rv a In st a r I

(5)

Gambar 1. Histogram fase akuatik nyamuk telur Anopheles subpictus Grassi Waktu yang dibutuhkan dalam tiap tahap fase akuatik disajikan dalam Gambar 2 sebagai berikut :

Gambar 2. Histogram waktu yang dibutuhkan dalam tiap perubahan fase

Fase dewasa nyamuk meliputi tahap perubahan fase pupa ke dewasa hingga mati. Data ini dapat dianalisis menggunakan nilai laju ketahanan hidup/ survival rate (SR) perhari dan laju ketahanan hidup kumulatif. Tabel fase dewasa A. subpictus Grassi disajikan dalam Tabel 2 dan Grafik 3 sebagai berikut :

Tabel 2. Laju Ketahanan Hidup Fase Dewasa Anopheles subpictus Grassi.

Hari SR Perhari Fase Dewasa (%)

SR Kumulatif Fase Dewasa (%) 1 98 98 2 79 77 3 88 65 4 90,5 55,5 5 94,5 50 6 91,5 41,5 58.7 97.4 94.8 98.3 97.4 58.7 57.1 54.2 53.3 51.9 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 I1 - I2 I2 - I3 I3 - I4 I4 - P P - D

SR tiap fase akuatik SR kumulatif fase akuatik Su rv iv a l Ra te (%) 2.12 1.51 2.04 1.79 1.52 2.12 3.63 5.67 7.46 8.98 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00

Instar 1-Instar 2 Instar 2-Instar 3 Instar 3-Instar 4 Instar 4-Pupa Pupa -Dewasa

Waktu kumulatif

Wak

tu

(hari

(6)

7 97,5 39 8 94,5 33,5 9 95,5 29 10 95,5 24,5 11 95 19,5 12 98 17,5 13 96,5 14 14 95 9 15 97,5 6,5 16 97 3,5 17 97,5 1 18 99 0

Grafik 3. Fase dewasa Anopheles subpictus Grassi

Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata siklus gonotropik A. subpictus Grassi adalah 40,8 jam. Hasil ini menunjukkan bahwa siklus gonotropik A. subpictus Grassi lebih lama dari pada A. aconitus (Munif dan Yusniar, 2007) dan A. farauti (Munif dkk., 2005) dengan rata-rata siklus 36 jam.

Waktu penetasan telur A. subpictus Grassi yang diukur tiap 6 jam diperoleh hasil tertinggi terjadi pada jam ke-42 yakni sebanyak 149 larva, kemudian menurun pada jam ke-48 sebanyak 17 larva dan naik kembali pada jam ke-54 sebanyak 74 larva. Selanjutnya jumlah telur yang menetas semakin berkurang dan berhenti pada jam ke-102. Sedangkan waktu penetasan yang diukur tiap hari (24 jam) diperoleh hasil tertinggi terjadi pada hari ke-2 sebanyak 309 larva, kemudian berkurang pada

y = 0.3034x2 - 11.329x + 110.08 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718 SR perhari SR kumulatif Poly. (SR kumulatif)

(7)

hari ke-3 sebanyak 84 larva. Demikian selanjutnya semakin berkurang dan berhenti pada hari ke-7.

Hasil pengamatan terhadap penetasan telur A. subpictus Grassi setiap 6 jam dan 24 jam menunjukkan bahwa penetasan tertinggi terjadi pada hari ke-2 dan ke-3. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Safar (2010) yang menunjukkan bahwa telur Anopheles menetas dalam waktu 2 – 3 hari.

Laju ketahanan hidup/survival rate (SR) fase akuatik mengalami masa rentan pada fase instar 1 ke instar 2 (58,7%), sedangkan pada fase akuatik selanjutnya termasuk tinggi yakni diatas 90%. Hal ini dikarenakan larva instar 1 masih sangat lemah sehingga angka kematian tinggi. Pada tahap selanjutnya larva telah mengalami adaptasi dan pemberian pakan pelet mendukung perkembangan nyamuk tersebut. Laju ketahanan hidup kumulatif fase akuatik A. subpictus berkisar antara 52- 59 %. Data ini menunjukkan bahwa hanya sekitar setengah dari total telur nyamuk yang dapat berkembang menjadi dewasa.

Waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap dalam fase akuatik rata-rata 2 hari dan waktu kumulatif fase akuatik adalah 9 hari. Waktu yang dibutuhkan A. subpictus dari larva instar 1 sampai larva instar 4 adalah 7,46 hari dan periode pupa membutuhkan 1,79 hari (42,96 jam). Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian Munif dan Yusniar (2007) terhadap nyamuk A. aconitus dimana perkembangan larva A. aconitus dari instar satu sampai instar empat membutuhkan waktu rata-rata 7,67 hari dan periode pupa rata-rata 25,33 jam.

Siklus hidup A. subpictus dari tahapan telur sampai dewasa adalah 11-12 hari, hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Munif dkk. (2005) terhadap A. farauti dimana siklus hidup A. farauti dari telur sampai dewasa rata-rata 11 hari.

Laju ketahanan hidup fase dewasa mengalami masa rentan pada hari ke-1 ke hari ke-2 (79%) dan hari ke-2 ke hari ke-3 (88%), hal ini dikarenakan nyamuk yang baru berkembang dari pupa belum kuat, sayap nyamuk masih lemah dan butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Pada hari ke-3 hingga hari ke-18 laju ketahanan hidup perhari nyamuk termasuk tinggi yakni diatas 90%. Laju ketahanan hidup kumulatif nyamuk mencapai 0 % pada hari ke-18 yang menunjukkan bahwa umur nyamuk dewasa yang dikembangbiakkan di laboratorium adalah 18 hari. Hasil ini menunjukkan bahwa umur A. subpictus Grassi lebih pendek daripada A. aconitus (Munif dan Yusniar, 2007) dan A. farauti (Munif dkk., 2005) dengan rata-rata umur nyamuk dewasa 25,6 hari. Analisis laju ketahanan hidup A. subpictus Grassi fase dewasa diperoleh persamaan regresi y =0,3034x2 - 11,329x + 110,08. Jika dimisalkan x adalah hari, maka jumlah nyamuk (y) yang hidup pada hari ke-x dapat diketahui dengan menggunakan persamaan tersebut.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil peneitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : - Siklus gonotropik Anopheles subpictus Grassi adalah 40,8 jam.

(8)

- Waktu penetasan telur berkisar 2- 3 hari.

- Waktu yang dibutuhkan pada tiap tahap fase akuatik rata-rata 2 hari, waktu kumulatif yang dibutuhkan pada fase akuatik adalah 9 hari. Laju ketahanan hidup fase akuatik mengalami masa rentan pada stadium instar 1 ke instar 2 (58,7%), sedangkan pada fase akuatik selanjutnya tinggi (>90%). Laju ketahanan hidup kumulatif fase akuatik berkisar antara 52 – 59 % yang menunjukkan bahwa hanya sekitar setengah dari jumlah telur nyamuk yang dapat berkembang menjadi dewasa.

- Laju ketahanan hidup perhari fase dewasa mengalami masa rentan nyamuk pada hari ke-1 ke hari ke-2 (79%) dan hari ke-2 ke hari ke-3 (88%), pada hari ke-3 hingga hari ke-18 laju ketahanan hidup perhari tinggi (>90%). Laju ketahanan hidup kumulatif mencapai 0% pada hari ke-18 yang menunjukkan bahwa umur nyamuk dewasa yang dikembangbiakkan di laboratorium adalah 18 hari.

Daftar Pustaka

Arbani, P. R. 1992. Malaria Control in Indonesia. The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health 23 (Suppl. 4): 29-37.

Bustam. 2012. Karakteristik Tempat Perkembangbiakan Larva Anopheles Di

Desa Bulubete Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Poltekes Kemenkes Palu Bagian Kesehatan Lingkungan.

FKM UNHAS, Makassar.

Eldridge, B.F. 2003. Mosquitoes, Encyclopedia of Insects. Academic Press. California. hal.743-749.

Ibrahim, E. 2000. Intensifikasi Penatalaksanaan Kasus Malaria. Dalam: Proseding Konfrensi International Soil Transmitted Helminth Control Dan Seminar Serta Rappat Kerja Nasional Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasit Indonesia (P4I), Denpasar.

Munif, A., M.Sukirno, Mardiana. 2005. Tabel kehidupan Anopheles farauti

Sebagai Pendukung Analisis Epidemiologi Penyakit Tular Vektor Di Laboratorium. Media Litbang Kesehatan. 15 (4) : 12-19.

Munif, A. dan Yusniar, A. 2007. Tabel kehidupan Anopheles aconitus Di

Laboratorium. Media Litbang kesehatan. 17 (2) : 1-7

Safar, R. 2010. Parasitologi Kedokteran Protozoologi Helmintologi Entomologi. CV. Yrama Wiya. Bandung

Samani, R. Djama. 2009. Studi Potensi Anopheles subpictus (Diptera: Culicidae)

(9)

Kabupaten Sumba Barat. Gadjah Mada University. http://etd.repository.ugm.ac.id/. Diakses pada Jumat 16 Oktober 2015.

Siregar, A. A. 1995. Laporan Survei Entomologi Propinsi Nusa Tenggara Barat

Tahun 1994/1995. Mataram : Sub Dinas Pencegahan Penyakit, Dinas

Kesehatan Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat.

Rahmawati, E., Upik, K. H., Susi, S. 2013. Keanekaragaman Jenis dan Perilaku

Menggigit Vektor Malaria (Anpheles spp.) di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Jurnal

Gambar

Tabel 1. Siklus gonotropik Anopheles subpictus Grassi
Grafik 2. Waktu penetasan telur Anopheles subpictus Grassi tiap 24 jam
Gambar 2. Histogram waktu yang dibutuhkan dalam tiap perubahan fase
Grafik 3. Fase dewasa Anopheles subpictus Grassi

Referensi

Dokumen terkait

Lebih dari 20 tahun yang lalu telah ditegaskan bahwa apoptosis telah banyak dilaporkan pada 20 tahun yang lalu telah ditegaskan bahwa apoptosis telah banyak

Pelatihan pada Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Padang sudah baik, tetapi perlu di tingkatkan lagi dari segi peningkatan keterampilan dan kemampuan agar

Menurut Pande (2000) Lean Six Sigma merupakan sebuah metode untuk memperbaiki suatu proses dengan memfokuskan pada usaha-usaha memperkecil variansi proses yang

Hasil studi di Afrika misalnya mengungkapkan bahwa sistem pertanian semi organik ternyata mampu meningkatkan produktivitas dan ketahanan pangan,

Setelah dilakukan proses jartest didapatkan bahwa dosis optimum untuk penyisihan COD dengan menggunakan koagulan kitosan keong sawah adalah pada dosis 250 mg/L dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di perpustakaan STIKES Mega Rezky Makassar peran pustakawan dalam memahami karakter pemustaka belum maksimal mereka hanya bisa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan aplikasi PUSAKA terhadap kemudahan kinerja pustakawan dan penelusuran informasi pemustaka serta kendala

Kewajiban untuk memberi ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak berlaku terhadap mereka yang mendirikan bangunan, menanam tumbuh- tumbuhan, dan lain-lain di atas