1
PENGEMBANGAN MODEL PENENTUAN HARGA DINAMIS PRODUK
AGRO-PERISHABLE MEMPERTIMBANGKAN PENURUNAN KUALITAS, TINGKAT
PERMINTAAN, SERTA PREFERENSI PEMBELI
Putu Eka Udiyani Putri, Ahmad Rusdiansyah
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email:
ekaudiyani@gmail.com
;
arusdianz@gmail.com
Abstrak
Strategi harga merupakan penyesuaian harga suatu produk dengan kualitas produk.Maka dari itu, strategi harga yang digunakan terhadap suatu produk dapat berbeda dengan produk lainnya.Strategi harga ini selanjutnya diwujudkan dalam kebijakan harga perusahaan. Dalam penelitian ini penentuan kebijakan harga mengambil studi kasus pada produk perishable. Metode penentuan harga untuk produk perishable ini harus berhadapan dengan beberapa tantangan akibat karakteristik yang unik dari produk perishable. Selain faktor harga, tingkat permintaan juga dipengaruhi oleh kualitas dari produk yang dijual.Tantangan bagi retailer adalah bagaimana menentukan harga yang tepat dimana sebanding dengan kualitas dari produk tersebut sehingga menimbulkan keinginan dari konsumen untuk membeli dan munculnya demand yang pada akhirnya berakibat pada kenaikan keuntungan perusahaan. Pada penelitian ini dikembangkan model harga dinamis yang selanjutnya diterapkan pada kebijakan harga reguler, tinggi-rendah, setiap hari, particular, dan hybride. Performansi dari masing-masing kebijakan tersebut dinilai berdasarkan kategori konsumen yang sensitif terhadap harga dan kategori konsumen yang sensitif terhadap kualitas. perhitungan matematis dilakukan untuk mengetahui kebijakan yang memberikan keuntungan maksimum pada kategori konsumen yang sensitif terhadap harga serta kebijakan yang memberikan keuntungan yang maksimum pada kategori konsumen yang sensitif terhadap kualitas. Uji sensitifitas harga dan sensitifitas konsumen dilakukan untuk mengetahui performansi kebijakan serta fenomena yang terjadi akibat penerapan kebijakan tersebut.
Kata Kunci: Harga Dinamis, Kebijakan Harga, Produk Perishable
Abstract
Pricing strategy is deals with adjusting product price with its quality. The strategy of one type product is different with that of others. Pricing strategy will be manifested into company’s pricing policy. In this research, pricing policy was conducted using real problem on perishable product. Price determination method for perishable product will be dealing with several challenges because of perishable product’s unique characteristic. Aside from price factor, demand rate is also affected with product quality. The challenges that retailer face is how to determine optimum price that comparable with product quality, so that it can create customer willingness to buy. In the end, this condition will effect to company’s profit. In this research, dynamic pricing model was developed. This model was applied to regular pricing policy, hi-lo pricing policy, everyday pricing policy, particular pricing policy, and hybrid pricing policy. Performance of each kind of pricing policy was assessed based on consumer category. There are two category of consumer, they are consumer that sensitive of price and consumer that sensitive of quality. Mathematical calculations were conducted to discover optimal pricing policy for both of consumer category. Sensitivity test for price and quality was conducted to discover policy’s performance and also phenomenon as the result of implementation of certain pricing policy.
Keywords: Dynamic Pricing, Perishable Product, Pricing Policy
1. Pendahuluan
Harga merupakan parameter penting yang mempengaruhi pendapatan perusahaan secara signifikan (Dolgui dan Proth, 2010). Strategi harga adalah ketika harga dari suatu produk disesuaikan dengan berbagai kondisi yang mungkin dialami oleh produk. Maka dari itu, strategi harga yang digunakan terhadap suatu produk dapat berbeda dengan produk lainnya. Strategi harga ini selanjutnya diwujudkan dalam kebijakan harga perusahaan. Tujuan dari
kebijakan harga ini sendiri adalah untuk dapat menentukan harga optimum produk dengan maksimasi keuntungan dan juga memaksimalkan unit produk yang terjual sehingga pada akhirnya keuntungan perusahaan meningkat. Dalam penelitian ini penentuan kebijakan harga mengambil studi kasus pada produk perishable. Penelitian pada produk perishable menarik dilakukan karena karakteristik produk yang unik dimana produk mengalami degradasi kualitas seiring berjalannya waktu.
2
Produk perishable memiliki karakteristik yang sensitif terhadap temperatur, dimana umur produk sendiri dipengaruhi oleh karakteristik produk, kondisi lingkungan, dan waktu (Wang dan Li, 2012). Karena sifat alami dari perishableproduct ini, maka kualitasnya dapat dikatakan bersifat dinamis dimana secara terus menerus mengalami penurunan hingga sampai pada suatu titik ketika makanan tidak layak lagi untuk dijual atau dikonsumsi. Maka dari itu, produk perishable memiliki batasan waktu tertentu untuk dijual atau dikonsumsi. Hal ini disebut product shelf life dan dicetak pada label produk. Shelf life dapat didefinisikan sebagai periode diantara manufaktur dan penjualan produk pada saat produk masih layak dikonsumsi (wang dan li, 2012)Permintaan (demand) bersifat sensitif terhadap harga. Hal ini mengindikasikan bahwa harga merupakan variable penentu besarnya permintaan terhadap suatu produk. Adapun metode penentuan harga untuk produk perishable ini harus berhadapan dengan beberapa tantangan akibat karakteristik yang unik dari produk perishable (McLaughlin, 2004).
Kebijakan harga yang optimal diputuskan pada tiap tingkatan kualitas tertentu. Harga optimal adalah harga produk dengan diskon tertentu yang memberikan keuntungan maksimum. Pembuatan kebijakan harga optimal pada setiap tingkat kualitas dilakukan dengan tujuan untuk membantu pengambilan keputusan jangka waktu dilakukannya perubahan harga produk. Hal ini penting sebab apabila harga produk terlalu sering berubah dapat menimbulkan biaya pada retailer untuk menginformasikan perubahan harga tersebut kepada konsumen (Wang dan Li, 2012). Disamping itu perubahan harga yang terlalu sering juga dapat menimbulkan resiko terjadinya kebingungan pada konsumen. Sehingga perubahan harga sebaiknya dilakukan pada jarak waktu yang tepat namun tetap memberikan keuntungan yang maksimal.
2. Model Penelitian
Tingkat pertimbangan konsumen terhadap harga dan kualitas produk diperlukan untuk mengetahui responden yang sensitif terhadap harga serta responden yang sensitif terhadap kualitas Tingkat pertimbangan konsumen terhadap kualitas dan harga produk didapatkan dengan menyebarkan kuisioner kepada responden untuk memberikan penilaian keinginan membeli produk dengan harga dan kualitas tertentu. Kuisioner diisi oleh responden dengan alat bantu berupa prototype produk berupa balok yang di setiap sisinya terdapat foto sayur dalam empat sisi yang berbeda.
Gambar 2.1Prototype Produk
Hasil dari kuisioner ini berupa tingkat pertimbangan konsumen terhadap harga (p) dan tingkat pertimbangan konsumen terhadap kualitas (q). Nilai p dan q digunakan sebagai dasar untuk menentukan sensitifitas harga terhadap permintaan (α) serta sensitifitas kualitas terhadap permintaan (β). Model α dan β adalah sebagai berikut :
α = p x αmax (1)
β = q x βmax (2)
Nilai maksimum α (αmax) terjadi ketika konsumen
sangat sensitif terhadap harga. Hal ini berarti konsumen hanya bersedia membeli produk apabila produk dapat dibeli dengan harga yang sangat murah. Sedangkan nilai maksimum β terjadi ketika konsumen sangat sensitif terhadap kualitas. Hal ini berarti konsumen hanya bersedia membeli produk apabila produk memiliki kualitas yang tinggi.
Dasar dari pengembangan model expected demand diawali dengan pertanyaan berapa banyak orang yang akan membeli produk apabila pada hari tersebut kualitas produk adalah z dengan harga yang ditawarkan retailer adalah h. Model expected demand dikembangkan dengan konsep penyaringan. Penyaringan jumlah permintaan dilakukan dari segi harga dan kualitas. Ketika konsumen datang ke retailer untuk membeli produk, konsumen pertama kali akan disaring melalui kualitas produk yang tersedia di retailer. Apabila konsumen bersedia untuk membeli produk dengan kualitas z tersebut, maka selanjutnya konsumen harus memutuskan kembali apakah tetap bersedia untuk membeli produk dengan harga h. Apablia konsumen bersedia maka konsumen termasuk dalam kategori expected demand. Apabila konsumen tidak bersedia, maka konsumen tidak lagi termasuk di dalam bagian expected demand. Model expected demand adalah sebagai berikut :
1. Formulasi Penyaringan 1 Berdasarkan Kualitas k2 = k1 – (z-1 x β) (3)
2. Formulasi Penyaringan 2 Berdasarkan Harga Penyaringan 2 ini dilakukan dengan menggunakan k2. Karena nilai k1 berubah menjadi
k2maka akan mempengaruhi nilai α menjadi α2.
Formulasi perhitungannya yaitu :
αmax2 = (4)
α2 = p x αmax2 (5)
3
Variabel k2 merupakan expected demand yangdihasilkan melalui proses penyaringan k1 berdasarkan
kualitas. Nilai k2 menunjukkan jumlah konsumen
yang diharapkan bersedia membeli produk pada tingkatan kualitas tersebut. Pada formulasi penyaringan 2, ED merupakan expected demand yang dihasilkan setelah k2 melalui penyaringan tahap
2. Pada formulasi (5) terdapat variabel α2 yang
dihasilkan melalui proses yang sama dengan variabel α, namun menggunakan nilai k2. EDf selanjutnya
digunakan sebagai salah satu variabel penentu expected profit dari retailer.
Expected profit (EF) dihitung berdasarkan 4 variabel utama yaitu expected demand (ED), harga jual produk (h), biaya per unit produk (co), dan biaya
perubahan harga per unit produk (cp). Adapun
formulasi dari EF adalah sebagain berikut :
EF = (ED x h) – (ED x co) – (ED x cp) (7)
EF = ED x (h – co– cp) (8)
Biaya perubahan harga terjadi setiap kali retailer melakukan perubahan harga produk. Biaya perubahan harga perlu diperhitungkan sebab memuat risiko kebingungan konsumen akibat harga yang tidak stabil serta kebutuhan manajemen perusahaan untuk mengubah informasi harga yang digunakan di dalam sistem retailer.
Perhitungan expected profit (EF) bergantung dari kebijakan harga yang digunakan. Pada penelitian ini, penulis mengembangkan 4 model kebijakan harga yang akan dibandingkan dengan kebijakan harga normal. Kebijakan harga normal merupakan kebijakan harga yang biasanya digunakan oleh retailer dalam menjual produknya. Kebijakan yang digunakan sebagai perbandingan untuk mendapatkan kebijakan optimal adalah : kebijakan reguler, tinggi-rendah, setiap hari, particular, dan hybrid.
1. Kebijakan Tinggi-Rendah
Merupakan kebijakan dimana dalam satu hari penjualan produk terdapat 2 harga. Dalam 1 hari penjualan dibagi menjadi 2 periode penjualan. Pada periode penjualan pertama produk dijual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga produk pada periode penjualan kedua. Harga produk pada periode penjualan kedua akan menjadi harga produk pada periode penjualan pertama di hari berikutnya.
2. Kebijakan Setiap Hari
Pada kebijakan ini harga produk diturunkan setiap hari selama masa penjualan produk. Dalam satu hari hanya terdapat 1 harga produk. Harga produk akan berbeda antara satu hari dengan hari lainnya.
3. Kebijakan Particular
Pada kebijakan ini, dalam satu hari penjualan hanya diterapkan satu harga. Pada hari pertama penjualan produk dijual dengan harga normal. Sedangkan pada hari kedua hingga hari terakhir penjualan, produk dijual dengan satu harga
diskon yang sama. Sehingga pada kebijakan ini secara total terdapat dua harga.
4. Kebijakan Hybrid
Kebijakan Hybrid merupakan gabungan antara kebijakan Tinggi-Rendah dan Particular. Pada hari pertama diterapkan kebijakan Tinggi-Rendah, sedangkan pada hari kedua dan seterusnya diterapkan kebijakan Particular yaitu menggunakan satu harga untuk seterusnya.
3. Percobaan Numerik
Percobaan numerik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kebijakan yang menghasilkan keuntungan optimum. Untuk masing-masing sayur organik dan sayur anorganik dilakukan perhitungan bagi konsumen yang termasuk dalam kategori sensitif terhadap harga dan kategori sensitif terhadap kualitas. Pada masing-masing kategori konsumen, dilakukan perhitungan expected profit serta expected demand pada 5 jenis kebijakan harga yang mungkin diterapkan. Sehingga pada sayur organik terdapat 2 kebijakan optimal yang diambil, yaitu kebijakan optimal pada kategori konsumen yang sensitif terhadap kualitas dan kebijakan optimal pada kategori konsumen yang sensitif terhadap harga. Demikian pula pada sayur anorganik. Variabel yang digunakan pada produk sayur organik adalah sebagai berikut : k1 = 100; h = 5 ; z = 0,95; λ = 0,00313/jam;
TW = 08.00 – 22.00; co = 2,3; cp= 1. Untuk
mengetahui hubungan antara harga dan permintaan dapat dilihat pada gambar 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, dan 3.5.
Gambar 3.1 ED dan Harga pada Kebijakan Reguler (Sayur Organik-Konsumen Sensitif Harga)
Gambar 3.2 ED dan Harga pada Kebijakan Tinggi Rendah (Sayur Organik-Konsumen Sensitif Harga)
4
Gambar 3.3 ED dan Harga pada Kebijakan SetiapHari (Sayur Organik-Konsumen Sensitif Harga)
Gambar 3.4 ED dan Harga pada Kebijakan Particular (Sayur Organik-Konsumen Sensitif Harga)
Gambar 3.5 ED dan Harga pada Kebijakan Hybrid (Sayur Organik-Konsumen Sensitif Harga) Perbandingan performansi dari masing-masing kebijakan pada kategori konsumen sensitif terhadap harga pada produk sayur organik ditunjukkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Perbandingan ED dan EP pada Sayur Organik Kategori Konsumen Sensitif Harga
Berdasarkan tabel 3.1 dapat diketahui bahwa performansi terbaik ditunjukkan oleh kebijakan Hybrid karena menghasilkan EP tertinggi. Adapun perbandingan performansi kebijakan pada sayur organik kategori konsumen sensitif terhadap kualitas ditunjukkan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Perbandingan ED dan EP pada Sayur Organik Kategori Konsumen Sensitif Kualitas
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa EP maksimum dihasilkan oleh kebijakan reguler. Hal ini berarti dalam kondisi konsumen sensitif terhadap kualitas kebijakan terbaik yang sebaiknya diterapkan adalah kebijakan reguler, yaitu tidak memberikan diskon selama periode penjualan produk. Konsumen lebih memberikan perhatiannya pada kualitas produk dan tidak terlalu memperhatikan harga produk yang dijual.
Perhitungan yang sama dilakukan pada produk sayur anorganik. Variabel yang digunakan pada produk sayur organik adalah sebagai berikut : k1
= 100; h = 3 ; z = 0,95; λ = 0,00625/jam; TW = 08.00 – 22.00; co = 2,3; cp= 1. Tabel 3.3 dan 3.4
menunjukkan perbandingan performansi kebijakan pada kategori konsumen yang sensitif terhadap harga dan kategori konsumen sensitif terhadap kualitas. Tabel 3.3 Perbandingan ED dan EP pada Sayur
Anorganik Kategori Konsumen Sensitif Harga
Tabel 3.4 Perbandingan ED dan EP pada Sayur Anorganik Kategori Konsumen Sensitif Harga
Tabel 3.3 menunjukkan bahwa pada sayur anorganik pada kategori konsumen yang sensitif terhadap harga kebijakan terbaik yang menghasilkan profit maksimum adalah kebijakan hybride. Hal ini berarti baik pada sayur organik maupun anorganik, apabila konsumen termasuk kategori sensitif terhadap harga maka produk dapat dijual dengan menggunakan kebijakan hybride.
Berdasarkan tabel 3.4 dapat diketahui bahwa profit maksimal akan didapatkan apabila diterapkan kebikan reguler. Retailer tidak perlu memberikan diskon kepada produk karena konsumen lebih tertarik kepada kualitas produk bukan pada harga produk. Sehingga dapat dikatakan bahwa baik pada Kebijakan Expected Profit Expected Demand
Hi-Lo 6811,27 2945,12 Everyday 6811,25 2891,56 Particular 6831,42 2794,35 Hybride 6838,60 2823,59 Reguler 6756,71 2502,48
Kebijakan Expected Profit Expected Demand Tinggi-Rendah 10914,6231 4283,776514
Setiap Hari 10969,20219 4262,984074 Particular 11147,73425 4193,773127 Hybride 11139,57169 4197,246459 Regular 13494,49573 4159,12912
Kebijakan Expected Profit Expected Demand Tinggi-Rendah 2160,24 1441,2
Setiap Hari 2154,27 1397,37 Particular 2156,82 1388,9 Hybride 2163,44 1423 Regular 2127,5 1251,47
Kebijakan Expected Profit Expected Demand Tinggi-Rendah 3492,145975 2111,264681
Setiap Hari 3507,10791 2100,867243 Particular 3517,230456 2093,947791 Hybride 3512,611661 2097,42018 Regular 3536,157993 2080,092937
5
sayur organik maupun sayur anorganik, apabila konsumen termasuk dalam kategori sensitif terhadap kualitas maka kebijakan yang tepat untuk diterapkan adalah tidak melakukan penurunan harga produk.4. Diskusi
Uji sensitifitas dilakukan untuk mengecek performansi model pada berbagai kondisi serta untuk mengetahui apakah model masih memberikan hasil yang sama pada kondisi tersebut. Uji sensitifitas yang dilakukan adalah uji sensitifitas pada harga produk, variabel α, dan variabel β. Skema uji sensitifitas ditunjukkn pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Skema Uji Sensitifitas
4.1 Uji Sensitifitas Harga Produk
Uji sensitifitas harga dilakukan baik kategori konsumen yang sensitif terhadap harga maupun kategori konsumen yang sensitif terhadap kualitas.
Gambar 4.1 Perbandingan EP pada Berbagai Tingkatan Harga dengan Kebijakan Hybride (Konsumen Sensitif Harga)
Gambar 4.2 Perbandingan EP pada Berbagai Tingkatan Harga dengan Kebijakan Hybride (Konsumen Sensitif Kualitas)
Berdasarkan gambar 4.1 diketahui bahwa semakin tinggi harga jual produk, maka semakin tinggi EPdan ED yang dihasilkan. Dengan naiknya harga jual produk, maka keuntungan per unit produk menjadi semakin meningkat. Disamping itu semakin tinggi harga jual produk, semakin tinggi diskon
optimal yang diberikan, sehingga semakin tinggi ED. Hal ini disebabkan karena konsumen semakin tertarik untuk membeli produk walaupun harga dinaikkan. Sedangkan gambar 4.2 menunjukkan bahwa ED tidak mengalami perubahan nilai, namun keuntungan terus mengalami peningkatan seiring dengan naiknya harga jual produk. ED tidak mengalami perubahan karena variabel α dan β dibuat tetap, sehingga keinginan konsumen untuk membeli produk tidak berubah. Sedangkan nilai EP mengalami peningkatan disebabkan karena dengan ED yang sama namun harga jual produk meningkat menyebabkan keuntungan per unit produk menjadi semakin meningkat.
4.2 Uji Sensitifitas α
Hasil uji sensitifitas α ditunjukkan pada gambar 4.3 dan 4.4.
Gambar 4.3 Perbandingan EP Kebijakan Reguler dan Hybrid pada berbagai tingkatan p (Sayur Organik)
Gambar 4.4 Perbandingan EP Kebijakan Reguler dan Hybrid pada berbagai tingkatan p (Sayur Anorganik)
Berdasarkan gambar 4.3 dan 4.4 dapat diketahui bahwa ketika p bernilai 0,7, 0,8, dan 0,9, kebijakan yang memberikan hasil terbaik adalah kebijakan hybride. Namun ketika sensitifitas terhadap harga diturunkan menjadi p = 0,6 kebijakan yang memberikan hasil yang optimal adalah kebijakan reguler. Hal ini disebabkan karena sesitifitas konsumen terhadap harga menurun sehingga konsumen memiliki kepedulian yang rendah terhadap harga produk.
4.3 Uji Sensitifitas β
Hasil uji sensitifitas β ditunjukkan pada gambar 4.5 dan 4.6.
Sayur
Organik AnorganikSayur p q p q
Rp. 6000,00 Rp. 4000,00 Rp. 7000,00 Rp. 5000,00 0,6 0,8 0,9 0,6 0,8 0,9 Konsumen Sensitif Harga Konsumen Sensitif Kualitas
-0,5 0,7 0,5 0,5 0,7 0,5 Sensitifitas β No 1 2 3 Rp5.000,00 Rp. 3000,00 Harga Rp5.000,00 Rp. 3000,00 Sensitifitas Harga Sensitifitas α Jenis Uji
6
Gambar 4.5 Perbandingan EP Kebijakan Regulerpada berbagai tingkatan q (Sayur Organik)
Gambar 4.6 Perbandingan EP Kebijakan Reguler pada berbagai tingkatan q (Sayur Anorganik) Ketika sensitifitas terhadap kualitas ditingkatkan, maka EP serta ED mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena konsumen menginginkan produk memiliki kualitas yang lebih baik lagi. Namun demikian, untuk mendapatkan profit yang maksimal harga produk tidak perlu diturunkan, sebab pada dasarnya konsumen mengambil kputusan berdasarkan kualitas, bukan harga produk.
5. Kesimpulan
Dari hasil percobaan serta analisis, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Penelitian ini telah melakukan pengembangan model untuk mengetahui pengaruh kebijakan harga pada produk sayur organik dan produk sayur anorganik. Pada masing-masing produk dilakukan percobaan model kebijakan harga pada konsumen yang sensitif harga dan konsumen yang sensitif kualitas.
2. Pada penelitian ini model harga yang dihasilkan diuji secara matematis pada kebijakan harga reguler, tinggi-rendah, setiap hari, particular, dan hybride. Kebijakan yang terbaik adalah kebijakan yang memberikan EP maksimum. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan
yang optimal pada kategori konsumen sensitif terhadap harga adalah kebijaan hybride. Kebijakan hybride berlaku pada produk sayur organik maupun sayur anorganik. Disamping itu, kebijakan hybride juga memberikan hasil yang optimal walaupun harga jual produk dinaikkan. Namun kebijakan hybride tidak
memberikan hasil yang optimal lagi ketika sensitifitas konsumen terhadap harga produk turun.
4. Pada sayur anorganik kebijakan hybride memberikan hasil yang optimum apabila produk dijual dengan diskon lebih tinggi daripada produk organik.
5. Kebijakan yang optimal pada kategori konsumen yang sensitif terhadap kualitas adalah kebijakan reguler. Kebijakan reguler merupakan kebijakan dimana tidak diberikan diskon pada harga produk. Kebijakan reguler tetap memberikan hasil yang optimal dalam kondisi harga produk yang dinaikkan maupun diturunkan. Kebijakan reguler ini juga tetap memberikan hasil yang optimal baik pada kondisi sensitifitas konsumen terhadap kualitas menurun ataupun naik.
6. Pada kategori konsumen sensitif terhadap kualitas, semakin tinggi harga jual produk maka akan semakin tinggi EP sedangkan ED tetap. 7. Baik pada sayur organik maupun sayur
anorganik, semakin tinggi sensitifitas α maupun β maka nilai EP dan ED akan semakin menurun.
Ucapan Terima Kasih
Pada penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan dan membantu kelancaran terselesaikannya penelitian. Serta kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini.
Daftar Pustaka
Chun, Y. H. (2001). Optimal pricing and ordering policies for perishable commodities. European Journal Of Operational Research, 144, 68-82 Dolgui, A., & Proth, J.-marie.(2010). Annual
Reviews in Control Pricing strategies and models §. Annual Reviews in Control, International Federation of Automatic Control. Pang, Z. (2011). Optimal dynamic pricing and
inventory control with stock deterioration and partial backordering. Operations Research Letters
Wang, X., & Li, D. (2012). A dynamic product quality evaluation based pricing model for perishable food supply chains. Omega, Elsevier. Zanoni, S., & Zavanella, L. (2012).Int .J . Production Economics Chilled or frozen ? Decision strategies for sustainable food supply chains. Intern. Journal of Production Economics, Elsevier