i
TUGAS AKHIR - TF 141581
ANALISIS RELIABILITY DAN SAFETY
INTEGRITY LEVEL PADA SISTEM CO SHIFT
CONVERTION DI PT. PETROKIMIA GRESIK
ESTHER LUCIANE MARZUKI NRP. 2412100 073
Dosen Pembimbing Hendra Cordova, ST, MT
JURUSAN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016
iii
FINAL PROJECT - TF 141581
ANALYSIS RELIABILITY AND SAFETY
INTEGRITY LEVEL OF CO SHIFT CONVERTION
SYSTEM IN PT. PETROKIMIA GRESIK
ESTHER LUCIANE MARZUKI NRP. 2412100 073
Dosen Pembimbing Hendra Cordova, ST, MT
JURUSAN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016
viii
Nama Mahasiswa : Esther Luciane Marzuki
NRP : 2412 100 073
Jurusan : Teknik Fisika FTI-ITS
Dosen Pembimbing : Hendra Cordova, ST, MT ABSTRAK
Abstrak
CO Shift Convertion adalah sebuah sistem yang digunakan dalam proses pembuatan amonia yang berfungsi untuk mengubah gas karbon monoksida (CO) keluaran dari steam reformer menjadi gas karbon dioksida (CO2) dan gas hidrogen (H2). Sistem ini sudah beroperasi sejak tahun 1994, sehingga performansi setiap komponennya sudah tidak sama sejak awal beroperasi. Apabila terdapat kerusakan pada komponen-komponen sistem maka mengakibatkan kerja sistem CO Shift Convertion ini kurang optimal sehingga berdampak pada beban kerja yang meningkat untuk sistem selanjutnya. Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini dilakukan analisa reliability dan safety integrity level pada sistem CO Shift Convetion ini. Analisa reliability dilakukkan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Analisa kuantitatif dilakukan dengan metode RBD untuk mengetahui reliability dan availability sistem. Analisa kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode FTA dan FMEA untuk mengetahui jenis kegagalan, basic event yang dapat menyebabkan sistem ini gagal, efek yang ditimbulkan, dan langkah penanganan masalah yang diambil. Sistem CO Shift Convertion mencapai nilai reliability 0,6 pada 540 jam, dan memiliki ketersediaan 93%. Nilai reliability pada 8760 jam adalah 0,3. Hasil menggunakan FTA, nilai reliability CO Shift Convertion pada 8760 jam atau 1 tahun adalah 0,1. CO Shift Convertion memiliki tingkatan SIL 0 dengan PFD 0.709 pada 720 jam 79.229 pada 4320 jam, dan 34.754 pada 8760. Kata Kunci: Reliability,safety integrity level, CO Shift Convertion, Reliasoft Weibull++6
x
Name : Esther Luciane Marzuki
NRP : 2412 100 073
Department : Teknik Fisika FTI-ITS
Supervisor : Hendra Cordova, ST, MT
TRAK
Abstract
CO Shift Conversion is a system used in the manufacture of ammonia gas which serves to convert carbon monoxide (CO) output of a steam reformer to carbon dioxide (CO2) and hydrogen gas (H2). This system has been in operation since 1994, so that the performance of each component is not the same since the beginning of operation. If there is damage to the system components, then the resulting working CO Shift Conversion system is less than optimal so the impact on an increased workload for the next system. Therefore, in this research, reliability and safety integrity level analysis at CO Shift Convertion system has been conducted with qualitative and with quantitative and qualitative method . The quantitative analysis was conducted by RBD to determine the reliability and availability of the system. Qualitative analysis performed using the FTA and FMEA to know failure mode, the basic event that could cause the system to fail, the effect for the system, and action required to handle the failure . CO Shift Conversion System reached a value of 0.6 on a 540-hour reliability, and has a 93% availability. Rated reliability at 8760 hours was 0.3. Results using the FTA, the value of reliability CO Shift Conversion at 8760 hours or 1 year is 0.1. CO Shift Conversion has a SIL level 0 with PFD 0.709 at 729 hours, 79.229 at 4320 hours, and 34.754 in 8760 hours.
Keywords: Reliability,safety integrity level, CO Shift Convertion, ReliaSoft Weibull++6
xii
atas berkat dan hikmat-Nya penulis diberikan kesehatan, kemudahan, dan kelancaran dalam menyusun laporan tugas akhir yang berjudul :
“ANALISIS RELIABILITY DAN SAFETY INTEGRITY LEVEL PADA SISTEM CO SHIFT CONVERTION DI PT.
PETROKIMIA GRESIK”
Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik yang harus dipenuhi dalam Program Studi S-1 Teknik Fisika FTI-ITS. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Hendra Cordova, ST, MT selaku dosen pembimbing tugas akhir ini, yang selalu memberikan semangat dan ide-ide baru.
2. Bapak Dr. Bambang Lelono Widjiantoro, ST, MT selaku dosen wali yang selalu memberikan motivasi, arahan, dan nasihat selama menjalani masa perkuliahan di Jurusan Teknik Fisika-ITS.
3. Bapak Agus Muhammad Hatta, Ph. D selaku ketua jurusan Teknik Fisika ITS.
4. Bapak/Ibu dosen pengajar di jurusan Teknik Fisika ITS. 5. Bapak Angga, Bapak Gelar, Bapak Riza, dan Bapak Veby
yang sudah membimbing dalam pengambilan data di PT. Petrokimia Gresik
6. Bapak Markus Wagiman Marzuki dan Ibu Yelliene Christine Wattimena yang memberikan kasih sayang, dukungan moral, finansial, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Irene Elisseba Marzuki, Femmy Ruth Marzuki, Yuswantina Adolfien Marzuki, dan Christian Victor Samuel Marzuki, sebagai saudara terkasih dan segenap keluarga yang sudah memberikan semangat, candaan, dan perhatian untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.
xiii
8. Peto, Isna, Junivan, Berto, Wilan, Eki, Trica, Ebin, Hacit, Nita, Chusnul, Febrilia, Angel, Sony, Niki, teman-teman asisten Fotonik dan Larins, rekan-rekan F47, teman-teman seperjuangan TA, teman-teman PDTF, dan warga Teknik Fisika ITS yang telah memberikan motivasi, semangat, dan bantuan dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini.
9. Anggriani Christy Simanjuntak dan Surya Alam sebagai sahabat terkasih di dalam Tuhan yang selalu mendukung, mendoakan, dan selalu menopang di saat saya terpuruk. Terimakasih sahabat!
10. Claudia, Erma, Kevin, Bella, Ame, Eva, Andre, Bimbim, Surya yang sudah menjadi tim dan keluarga yang baik di Pemuridan PMK ITS 15/16. Marshal, Nevy, Kak Paulus, Kak Irin, dan Kak Yorgi yang menjadi penyemangat dalam menjalani kuliah dan pelayanan di ITS ini.
11. Stevanus, Gaby, Intan, Anggi, Gloria, Dion, Sabam, Osmon, Mira, Vidi, Grace, Erwin, Tiffany, Afril, Selni, Kelvin, Ruth, Melly, Ajeng, Andre, Nathan, Ramanda, Patricia, Rosa yang menjadi rekan kerja bersama di kepengurusan PMK ITS 15/16
12. Aghin, Yenni, Itak, Sekar, Kemprit, dan teman-teman X6, yang telah memberikan motivasi, semangat, hiburan, dan bantuan dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa mungkin masih ada kekurangan dalam laporan ini, sehingga kritik dan saran penulis terima.Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membacanya.
Surabaya, 12 Juli 2016 Penulis
xiv
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAAN ... Error! Bookmark not defined. Abstrak ... viii
Abstract ... x
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR TABEL ... xxi BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1.1. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. 1.2. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.3. Lingkup Pengerjaan ... Error! Bookmark not defined. 1.4. Tujuan ... Error! Bookmark not defined. BAB II TINJAUAN PUSTAKA . Error! Bookmark not defined. 2.1. CO Shift Covertion .... Error! Bookmark not defined. 2.2. Kehandalan (Reliability) ... Error! Bookmark not
defined.
2.3. Keterawatan (Maintainability) . Error! Bookmark not defined.
2.4. Ketersediaan (Availability) ... Error! Bookmark not defined.
2.5. Laju Kegagalan (Failure Rate) . Error! Bookmark not defined.
xv
2.7. Perawatan (Maintenance) ... Error! Bookmark not defined.
2.8. Reliability Block Diagram (RBD) .. Error! Bookmark
not defined.
2.9. Fault Tree Analysis (FTA) ... Error! Bookmark not
defined.
2.10. Failure Mode Effect and Analysis (FMEA) ...Error!
Bookmark not defined.
2.11. Safety Integrity Level (SIL) ... Error! Bookmark not
defined.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.
3.1. Diagram Alir ... Error! Bookmark not defined. 3.2. Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 3.3. Studi Literatur ... Error! Bookmark not defined. 3.4. Identifikasi Sistem, Unit, dan Komponen ...Error!
Bookmark not defined.
3.5. Tahap Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.
3.6. Tahap Pengolahan Data ... Error! Bookmark not defined.
3.6.1. Analisa Kuantitatif .... Error! Bookmark not defined. 3.6.2. Analisa Kualitatif ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .... Error! Bookmark not defined.
4.1. Analisa Kuantitatif .... Error! Bookmark not defined. 4.2. Analisa Kualitatif ... Error! Bookmark not defined. 4.3. Rekomendasi Maintenance Komponen Sistem CO
xvi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 133
5.1. Kesimpulan ... 133
5.2. Saran ... 134
DAFTAR PUSTAKA ... 135
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Process Flow Diagram (PFD) sistem CO shift
convertion (PT Petrokimia Gresik, 2006) .... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 2. 2 Bathup Curve (Ebeling C. E., 1997) ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. 3 Grafik keandalan sistem dengan preventive
maintenance... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. 4 Konfigurasi Sistem Seri pada RBD ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. 5 Konfigurasi Sistem Pararel pada RBD ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
xvii
Gambar 3. 2 Tampilan software untuk menentukan distribusi ... Error! Bookmark not defined. Gambar 3. 3Tampilan software pengujian distribusi Time To
Failure ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 3. 4 Contoh tampilan software menunjukan rangking hasil distribusi ... Error! Bookmark not defined. Gambar 3. 5 Parameter yang didapatkan dari uji distribusi Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4. 1 Failure rate HTS converter 104-D1 ...Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 2 Grafik reliability HTS converter 104-D1 ...Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 3 Grafik availability HTS converter 104-D1 ....Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 4 Grafik maintainability HTS converter 104-D1 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 5 Grafik preventive maintenance HTS converter
104-D1 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 6 Failure rate HTS effluent waste heat boiler 103-C1
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 7 Grafik reliability HTS effluent waste heat boiler
103-C1 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 8 Grafik availability HTS effluent waste heat boiler
103-C1 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 9 Grafik maintainability HTS effluent waste heat
boiler 103-C1 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 10 Grafik preventive maintenance HTS effluent waste
heat boiler 103-C1 Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 11 Failure rate LTS converter 104-D2 ...Error! Bookmark not defined.
xviii
Gambar 4. 13 Grafik availability LTS converter 104-D2 .. Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 14 Grafik Maintainability LTS Converter 104-D2 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 15 Grafik preventive maintenance LTS Converter
104-D2 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 16 Failure rate Temperature Indicator TI-1343
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 17 Grafik Reliability Temperature Indicator TI-1343
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 18 Grafik Availability Temperature Indicator TI-1343
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 19 Grafik Maintainability Temperature Indicator
TI-1343 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 20 Grafik Preventive maintenance Temperature
Indicator TI-1343 . Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 21 Failure Rate Temperature Indicator TI-1348 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 22 Grafik Reliability Temperature Indicator TI-1348
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 23 Grafik Availability Temperature Indicator TI-1348
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 24 Grafik Maintainability Temperature Indicator
TI-1348 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 25 Grafik Preventive maintenance Temperature
Indicator TI-1348 . Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 26 Failure Rate Temperature Transmitter TT-1011 ... Error! Bookmark not defined.
xix
Gambar 4. 27 Grafik Reliability Temperature Transmitter
TT-1011 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 28 Grafik Availability Temperature Transmitter
TT-1011 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 29 Grafik Maintainability Temperature Transmitter
TT-1011 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 30 Grafik Preventive maintenance Temperature
Transmitter TT-1011 ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 31 Grafik Reliability Temperature Indicator
Controller TIC-1011 ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 32 Grafik Availability Temperature Transmitter
TT-1011 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 33 Grafik Maintainabilty Temperature Indicator
Controller T IC-1011 ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 34 Preventive maintenance Temperature Indicator
Controller TIC-1011. ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 35 Failure Rate Temperature Valve TV-1011B Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 36 Grafik Reliability Temperature Valve TV-1011B ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 37 Grafik Availability Temperature Valve TV-1011B
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 38 Grafik Maintainability Temperature Valve
TV-1011B ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 39 Grafik Preventive maintenance Temperature
xx
Gambar 4. 41 Grafik Availability HTS Effluent Waste Heat
Boiler 103-C2 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 42 Failure Rate Pressure Differential Transmitter
PDT-1111 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 43 Grafik Reliability Pressure Differential
Transmitter PDT-1111 ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 44 Grafik Availability Pressure Differential
Transmitter PDT-1111 ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 45 Grafik Maintainability Pressure Differential
Transmitter PDT-1111 ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 46 Grafik Preventive maintenance Pressure
Differential Transmitter PDT-1111 ... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4. 47 Failure Rate Pressure Transmitter PT-1030 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 48 Grafik Reliability Pressure Transmitter PT-1030
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 49 Grafik Availability Pressure Transmitter PT-1030
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 50 Grafik Maintainability Pressure Transmitter
PT-1030 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 51 Grafik Preventive maintenance Pressure
Transmitter PT-1030 ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 52 Grafik Reliability Pressure Indicator Controller
xxi
Gambar 4. 53 Grafik Availability Pressure Indicator Controller
PIC-1030 ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 54 Grafik Maintainabilty Pressure Indicator
Controller PIC-1030 ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 55 Grafik Preventive maintenance Pressure Indicator
Controller PIC-1030. ... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4. 56 Grafik Reliability Pressure Valve PV-1030 .Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 57 Grafik Availability Pressure Valve PV-1030 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 58 Grafik Maintainabilty Pressure Valve PV-1030
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 59 Grafik Preventive maintenance Pressure Valve
PV-1030... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. 60 Grafik Reliability Sistem CO Shift Convertion ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 61 Grafik Availability Sistem CO Shift Convertion
... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 62 Grafik Reliability CO Shift Convertion dengan
xxii
Tabel 2. 1 Weibull Shape Parameter ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 2. 2 Simbol pada Fault Tree Analysis (Ebeling C. E., 1997) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2. 3 Deskripsi Failure Mode and Failure Effect ... Error!
Bookmark not defined.
Tabel 2. 4 Probability Density Function (PDF) dari SIL ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 3. 1 Deskripsi fungsi komponen, fungsi kegagalan dan FMEA (Moubray, 2000) ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 3. 2 Contoh data HAZOP pada Sistem CO Shift Convertion ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 3 Deskripsi system function, functional failure, failure
mode, and failure effect pada temperature control valve ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 1 Data Maintenance dan Kegagalan HTS Converter 104-D1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 2 Data Maintenance dan Kegagalan HTS Effluent Waste
Heat Boiler 103-C1 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 3 Data Maintenance dan Kegagalan LTS Converter 104-D2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 4 Data Maintenance dan Kegagalan Temperature
Indicator TI-1343 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 5 Data Maintenance dan Kegagalan Temperature
Indicator TI-1348 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 6 Data Maintenance dan Kegagalan Temperature
xxiii
Tabel 4. 7 Data Maintenance dan Kegagalan Temperature Valve
TV-1011B ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 8 Data Maintenance dan Kegagalan Pressure
Differential Transmitter PDT-1111 Error! Bookmark
not defined.
Tabel 4. 9 Data Maintenance dan Kegagalan Pressure
Transmitter PT-1030 . Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 10 Data Reliability Komponen CO Shift Convertion pada Jam ke-8760 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 11 FMEA HTS Converter 104-D1 ... Error! Bookmark
not defined.
Tabel 4. 12 FMEA HTS Effluent Waste Heat Boiler 103-C1 &-C2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 13 FMEA LTS Converter 104-D2 Error! Bookmark not
defined.
Tabel 4. 14 FMEA Temperature Transmitter TT-1011 ...Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 15 FMEA Temperature Valve TV-1011B ...Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 16 FMEA Pressure Transmitter PT-1030 ...Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 17 FMEA Pressure Valve PV-1005 .. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 18 Rekomendasi Maintenance Komponen CO Shift
Convertion ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 19 Perhitungan SIL CO Shift Convertion pada Kondisi Sekarang (Vooting 1001) ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. 20 Perhitungan SIL CO Shift Convertion (Vooting 1002) ... Error! Bookmark not defined.
1.1. Latar Belakang
PT. Petrokimia Gresik adalah sebuah perusahaan milik negara yang memproduksi berbagai jenis pupuk seperti: urea, fosfat, ZA dan nitrogen. Dalam proses pembuatan pupuk diperlukan bahan baku berupa amonia, asam fosfat, dan asam sulfat. Oleh karena itu, PT Petrokimia Gresik mulai memproduksi sendiri amonia di Pabrik I pada tahun 1994. Bahan baku yang dibutuhkan dalam memproduksi amonia adalah gas alam dan nitrogen (N2). Ada lima tahap proses pembentukan amonia yaitu,
penyediaan gas sintesa, pemurnian gas sintesa, sintesa amonia, refrigerasi, dan purge gas recovery. Tahap penyediaan gas sintesa terdiri dari berbagai sistem yaitu, desulfurasi bahan baku, steam
reformer pada primary dan secondary reformer, dan CO shift convertion [ CITATION Ano06 \l 1033 ].
Gas keluaran dari steam reformer masih mengandung banyak sekali karbon monoksida (CO). Senyawa ini beracun dan dapat merusak katalis yang ada di dalam amonia converter. Oleh karena itu, terdapat sistem CO shift convertion yang berfungsi untuk mengubah karbon monoksida (CO) menjadi karbon dioksida (CO2) dan hidrogen (H2). Sistem ini bekerja dengan
baik apabila gas yang dihasilkan memiliki kadar karbon monoksida ± 0,4%. Di dalam sistem ini terjadi dua buah reaksi yaitu High Temperature Shifting (HTS) dan Low Temperature
Shifting (LTS). HTS adalah reaksi perubahan gas CO menjadi
CO2 pada temperatur tinggi (sekitar 436˚C), sedangkan LTS
reaksinya terjadi saat temperatur rendah (sekitar 227˚C). Kedua reaksi ini terjadi di dalam dua tanki converter, yaitu HTS
Converter (104-D1) dan LTS Converter (104-D2). Pada sistem ini
variabel yang sangat penting adalah temperatur. Apabila temperatur di dalam tangki terlalu tinggi, maka dapat menyebabkan kerusakan katalis di dalam tanki dan meningkatnya
kadar gas CO2. Sebaliknya, jika temperatur di dalam tangki terlalu
rendah maka tidak akan terjadi reaksi shifting. Oleh karena itu, terdapat pengendalian temperatur pada pipa masukan 104-D1. Sistem pengendalian ini adalah single loop control system. Sistem pengendalian ini terdiri dari beberapa komponen penting [ CITATION Bag06 \l 1033 ].
Sistem CO shift convertion sudah beroperasi dengan waktu yang cukup lama sejak unit amonia ada, yaitu tahun 1994. Sistem ini sudah memiliki waktu operasi yang panjang sehingga performansi sistem menjadi menurun. Saat ini sistem CO shift
convertion tidak mampu menghasilkan kadar CO sebesar 0,4%
sesuai dengan desain awalnya. Hal ini dikarenakan, kegiatan pemeliharaan komponen-komponen penyusun sistem CO shift
convertion tersebut belum maksimal. Artinya, sistem
pemeliharaan yang ada masih kurang memperhatikan faktor kehandalan komponen karena pemeliharaan komponen dilaksanakan ketika komponen mengalami kerusakan, yaitu dengan pergantian komponen. Hal ini tidak baik dilakukan untuk sistem CO shift convertion yang memiliki fungsi yang vital. Selain itu biaya pergantian komponen pun relatif mahal dari pada biaya untuk melakukan preventive maintenance. Secara umum, sistem perawatan di PT. Petrokimia Gresik juga masih bergantung pada kegiatan turn around (overhaul) perusahaan. Antisipasi kegagalan dengan pembuatan jadwal pemeliharaan secara berkala pun belum banyak diterapkan.
Sistem CO shift convertion merupakan sistem yang kritis pada unit amoniak. Plant amoniak akan non aktif apabila sistem CO shift convertion gagal. Hal ini dikarenakan kadar CO yang lolos pada proses sintesa agas terlalu tinggi dan dapat merusak katalis pada amonia converter. Katalis sistem CO shift convertion memiliki tingkat kejenuhan sampai lima tahun. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa katalis sering diganti sebelum mencapai waktu lima tahun. Kegagalan sistem CO shift
convertion dapat menghambat kegiatan produksi dan dapat
menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang kurang baik. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan terutama
kerugian kegiatan produksi. Melihat permasalahan tersebut, maka diper lukan analisa reliability dan safety integrity level pada sistem CO shift convertion di PT. Petrokimia Gresik. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kegagalan dalam proses produksi [ CITATION Rah13 \l 1033 ].
Dalam tugas akhir ini akan dilakukan analisa reliability dan
safety integrity level pada komponen-komponen dari sistem CO shift convertion. Metode yang digunakan adalah metode
kuantitatif dan kualitatif (FTA dan FMEA). Sehingga, dapat diketahui nilai realibility dan safety integrity level dari sistem. Setelah mengetahui nilai realiability dapat direkomendasikan jadwal maintenance dari setiap komponen.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang bisa diangkat dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana reliability sistem CO Shift Convertion ?
b. Apa rekomendasi penjadwalan dan perawatan yang dapat diberikan pada komponen di CO Shift Convertion ?
c. Bagaimana tingkatan safety integrity level (SIL) pada sistem CO Shift Convertion ?
1.3. Lingkup Pengerjaan
Hal hal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
a. Menganalisa reliability, availability, dan maintainability CO
Shift Convertion di PT. Petrokimia Gresik
b. Data maintanace record yang digunakan dari tahun 2008-Maret 2016
c. Menentukan pendekatan pola distribusi dengan menggunakan perangkat lunak Reliasoft Weibull++6
1.4. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui reliability sistem CO Shift Convertion
b. Memberikan rekomendasi penjadwalan dan perawatan pada komponen-komponen sistem CO Shift Convertion
c. Menghitung tingkatan safety integrity level (SIL) pada CO
1. CO Shift Covertion
CO Shift Convertion adalah sebuah sistem yang sangat vital
karena memiliki fungsi untuk mengubah gas karbon monoksida (CO) keluaran dari steam reformer menjadi karbon dioksida (CO2) dan hidrogen (H2). Gas karbon dioksida (CO) tidak
diinginkan dalam proses pembentukan ammonia karena dapat bersifat racun bagi katalis ammonia converter.
Gambar 2. 1 Process Flow Diagram (PFD) sistem CO shift
convertion[ CITATION Bag06 \l 1033 ]
Proses perubahan gas CO menjadi gas CO2 ini terjadi dalam
dua buah tingkatan, yaitu HTS (High Temperature Shifting) dan LTS (Low Temperature Shifting). HTS terjadi di dalam tangki
HTS Converter 104-D1. HTS adalah reaksi yang merubah
sebagaian besar CO menjadi CO2. Reaksi ini terjadi pada suhu
tinggi sekitar (400-425°C) dengan bantuan katalis besi Fe2O3 atau
disebut juga ferioksida. Sedangkan LTS adalah reaksi yang mengubah sisa CO menjadi CO2, agar kadar CO bisa diterima
diproses methanasi di metanator. Reaksi ini dilakukan pada suhu rendah sekitar (200-225°C) dengan bantuan katalis tembaga (Cu).
5
Gas dari reboiler 102 C pada temperatur 371˚C masuk bagian atas HTS 104 D1 melewati internal gas distributor. Gas turun melewati bed katalis dan keluar dari bagian bawah tanki. HTS 104-D1 dilengkapi dengan instrumentasi untuk memonitor temperatur katalis dan perbedaan tekanan bed katalis. Hal ini dikarenakan temperatur katalis sangat mempengaruhi reaksi CO
shifting convertion, jika temperatur melebihi suhu 450°C maka
gas CO tidak akan berubah menjadi CO2 namun akan kembali
lagi menjadi CO. Selain itu, temperatur yang terlalu tinggi menyebabkan kadar CO meningkat dan membuat beban kerja pada proses metanasi di methanator semakin tinggi, sehingga temperatur keluran gas terlalu tinggi juga. Sebaliknya, temperatur yang terlalu rendah menyebabkan steam berada pada kondisi
saturated steam, hal ini menyebabkan steam dapat berubah
menjadi air kondensat di dalam tanki. Air kondensat ini dapat merusak keaktifan katalis yang terdapat di dalam tanki. Selain karena hal itu, temperatur yang terlalu tinggi juga dapat merusak keaktifan katalis. Perbedaan tekanan di dalam tanki juga dimonitoring untuk mengerti keaktifan katalis. Keaktifan katalis merupakan suatu hal yang penting dalam sistem ini karena keaktifan katalis menentukan reaksi yang berlangsung. Jika katalis di dalam bed tidak aktif maka tidak terjadi reaksi shifting CO ke CO2. Reaksi di HTS 104-D1 adalah eksotermis dengan
temperatur keluaran 104-D1 sekitar 436˚C. Reaksi yang terjadi adalah :
CO + H2O ⇆ CO2 + H2 (2.1)
Reaksi ini adalah reversible dan bergantung pada temperatur, rasio stream dan keaktifan katalis. Aliran keluaran 104-D1 proses gas didinginkan menjadi 203 ˚C di heat exchanger 103-C1 atau 103-C2. Di 103-C1, panas di alirkan gas proses diberikan pada air
boiler yang melewati tube exchanger. Kemudian kadar gas CO
diukur dengan AT 1020 dan ditampilkan di control room dalam bentuk persen.
LTS 104-D2 converter terdiri dari gas inlet distributor dan katalis. Reaksi di LTS converter adalah reaksi eksotermis. Gas proses meninggalkan tangki ini pada temperatur sekitar 227 oC.
LTS converter akan berjalan dengan normal bila inlet temperatur adalah 200 oC(mendekati titik embun) dan temperatur maksimum
yang diperbolehkan adalah sebesar 260 oC. Temperatur masukan
LTS dikontrol dengan heat exchanger 103 C1 dan 103 C2. Selain itu juga terdapat pengendalian tekanan pada gas dijaga pada 33,46
´A
agar steam di dalam tanki tidak terkondensasi. Jika terjdi kondensasi maka keaktifan katalis dapat berkurang. Kemudian kadar gas CO diukur dengan AT-1030 dan ditampilkan di controlroom dalam bentuk persen.
Gas sisa LTS di dinginkan untuk mengkodensasikan seluruh uap air dan mendinginkan proses gas ke CO2 absorber. Sistem ini
terdiri dari 5 heat exchanger dan sebuah gas separator. Proses gas panas bertemperatur 227 oC yang meninggalkan LTS 104-D2
didinginkan oleh BFW (Boiler Feed Water) di 131 C (LTS
efluen/BFW exchanger) hingga 213 oC[ CITATION PTP12 \l
1033 ].
2. Kehandalan (Reliability)
Keandalan atau disebut juga reliability atau reliabilitas dapat didefinisikan sebagai probabilitas suatu komponen atau sistem dapat bekerja sesuai dengan fungsinya pada jangka waktu tertentu ketika kondisi operasi [ CITATION Cha97 \t \l 1033 ]. Keandalan merupakan suatu hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi biaya pemeliharaan komponen atau sistem yang pada akhirnya akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan tersebut. Selain itu, reliabilitas juga mempengaruhi hasil produksi suatu produk. Nilai reliabilitas yang rendah menyebabkan hasil produksi yang buruk, dan sebaliknya. Analisis keandalan dapat
membantu untuk menentukan peluang suatu komponen atau sistem mengalami kegagalan dalam melakukan fungsinya dalam jangka waktu tertentu. Analisa keandalan dapat dilakukan dengan dua buah cara yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif.
Metode kuantitatif merupakan metode perhitungan matematik yang dilakukan dengan pendekatan atau distribusi numerik. Metode ini dilakukan terhadap data maintenance (equipment record) terhadap waktu kegagalan (time to failure) dan waktu perbaikan (time to repair). Waktu kegagalan (TTF) adalah waktu yang dilalui komponen atau sistem mulai beroperasi sampai mengalami kegagalan. Sedangkan waktu perbaikan (TTR) adalah waktu perbaikan yang diperlukan oleh komponen supaya dapat berfungsi kembali sebagai mana mestinya. Data TTF dan TTR dari komponen dapat didekati dengan beberapa distribusi kegagalan yang telah ada seperti distribusi normal, lognormal, eksponensial, dan weibull [ CITATION Ari15 \l 1033 ]. Metode kualitatif adalah metode analisa quality melalui perspektif praktis dari suatu masalah, dilakukan degnan pengumpulan data dengan teknik kualitatif. Terdapat berbagai macam metode kualitatif seperti metode FTA (Fault Tree Analysis), FMEA (Failure Mode
Effect and Analysis), dan RCM (Reliability Centered Maintenance), FMECA (Failure Mode Effect and Criticality Analysis). Analisa kualitatif ini digunakan untuk menganalisa
sistem untuk mencari jenis kegiatan maintenance yang paling efektif ditinjau dari bentuk kegagalannya.
Reliability juga dapat diartikan sebagai perilaku dari
kegagalan sistem atau peralatan. Oleh karena itu, untuk melakukan analisa reliability hal pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data failure/data kegagalan dari peralatan atau sistem.[ CITATION Ang16 \l 1033 ]
Fungsi keandalan atau reliability dapat dinotasikan sebagai R(t) dari sistem jika dipakai selama satuan waktu tertentu (t). Seperti yang telah diketahui reliability adalah peluang berhasilnya peralatan menjalani funginya untuk suatu periode waktu tertentu. Jadi secara matematik reliability dirumuskan penjumlahan peluang berhasil dan peluang kumulatif fungsi kegagalan sama dengan 1 R
(
t)+F(t
)
=1 (2.2)R (t)=1−F(t)
(2.3)R (t)=1−
∫
0 tf (t ) dt
(2.4) dimana: R(t) = fungsi keandalanF(t) = kumulatif fungsi kegagalan f(t) = fungsi kegagalan
3. Keterawatan (Maintainability)
Maintainability adalah probabilitas komponen atau sistem
untuk diperbaiki ke kondisi yang sudah ditentukan dalam jangka waktu pemerliharaan dengan prosedur dan sumber daya yang sudah ditentukan [ CITATION Cha97 \t \l 1033 ]. Nilai
maintainability didapatkan dari distribusi data TTR (time to repair). Maintainability memiliki rumus yang berbeda-beda
bergantung dengan jenis distribusi data perawatannya. Secara matematis, distribusi waktu perbaikan dapat dituliskan sebagai berikut :
MTTR=
∫
0 ∞(1−H (t ))dt
(2.5) dimana :MTTR = rata-rata waktu perbaikan kegagalan H(t) = kumulatif fungsi perbaikan
4. Ketersediaan (Availability)
Availability didefinisikan sebagai probabilitas sebuah
komponen atau sistem untuk menjalankan fungsinya dalam jangka waktu yang telah ditentukan ketika digunakan saat kondisi operasi. [ CITATION Cha97 \t \l 1033 ]. Availability juga dapat diartikan sebagai kemampuan suatu komponen untuk menjalankan fungisnya dalam jangka waktu tertentu. Availability lebih sering digunakan sebagai parameter berhasilnya suatu peralatan dalam menjalankan fungsinya dari pada reliability. Hal ini dikarenakan availability merupakan ketersediaan peralatan dalam jangka waktu tertentu, berbeda dengan reliability yang merupakan peluang berhasilnya peralatan dalam waktu tertentu[ CITATION Ang16 \l 1033 ]. Secara matematis,
availability dapat dituliskan dalam persamaan sebagai
berikut[ CITATION Cha97 \t \l 1033 ] :
A (i)=
MTBF
MTBF +MTTR
(2.6)dimana :
MTBF = rata-rata waktu antar kegagalan (jam) MTTR = rata-rata waktu perbaikan kegagalan (jam)
Nilai availability yang berubah terhadap waktu, dituliskan dalam persamaan [ CITATION Ari15 \l 1033 ] :
A (t)=
[
(
μ
λ+μ
)
+
(
(
λ
λ+μ
)
exp
(
−(
λ+μ )t
)
)
]
(2.7) dimana : t = waktu (jam) µ = rata-rata dataλ = laju kegagalan (failure rate)
5. Laju Kegagalan (Failure Rate)
Laju kegagalan dapat disebut sebagai failure rate atau
hazard rate function. Laju kegagalan (λ) merupakan jumlah
kegagalan yang terjadi dalam satuan waktu tertentu. Laju kegagalan juga dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara banyakanya kegagalan yang terjadi selama selang waktu tertentu. Waktu yang digunakan adalah total waktu operasi komponen, subsistem, atau sistem. Laju kegagalan dapat dirumuskan sebagai berikut :
λ=
f
T
(2.8)dimana:
f = banyaknya kegagalan (kali) T = total waktu operasi (jam)
λ (t )=
f (t)
R (t)
(2.9)dimana:
f(t) = fungsi kegagalan R(t) = fungsi kehandalan
Laju kegagalan adalah salah satu indikator yang dipakai dalam menganalisa reliability. Laju kegagalan memiliki tiga karakteristik, yaitu DFR (Decreasing Failure Rate), CFR (Constant Failure Rate) dan IFR (Increase Failure Rate) yang digambarkan dalam Bathup Curve pada gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Bathup Curve[ CITATION Cha97 \t \l 1033 ] Pada bathup curve, terbagi menjadi tiga daerah yaitu :
Daerah I
Daerah I adalah daerah pada masa burn in atau disebut juga fase pemanasan. Pada daerah ini terjadi terjadi penurunan laju kegagalan dari waktu ke 0 hingga t1. Kurva
pada daerah I ini disebut juga DFR (Decreasing Failure
Rate) dari komponen yang disebabkan oleh cacat pabrik.
Kecacatan dari pabrik yang biasanya terjadi adalah pengelasan yang kurang sempurna, keretakan, kerusakan pada komponen, kontrol kualitas yang buruk, pencemaran, dan kualitas pekerja yang buruk.
Daerah II
Daerah II adalah masa usefull life yang berarti masa berguna dari suatu komponen. Pada derah ini laju kegagalannya kecil dan cenderung konstan dalam waktu t1
sampai dengan t2. Kurva ini disebut juga CFR (Constan
Failure Rate).
Daerah III
Daerah III dinamakan fase wear out atau masa aus suatu komponen atau sistem. Pada daerah ini laju kegagalannya mengalami peningkatan dari t2 ke t3 dan besar laju
kegagalannya pun cukup besar. Kurva ini disebut juga IFR
(Increasing Failure Rate)[ CITATION Cha97 \t \l 1033 ].
6. Distribusi Data
Ada empat jenis distribusi data, yaitu : distribusi weibull, eksponensial, normal, dan lognormal.
2.6.1.Distribusi Weibull
Distribusi weibull memiliki tiga parameter, yaitu scale
parameter ( θ ), shape parameter ( β ) dan location
parameter (
γ
). Distribusi Weibull dapat digunakan untukPerilaku shape parameter (
β
) terhadap distribusi weibull di jelaskan sebagai berikut.Tabel 2. 1 Weibull Shape Parameter 0 < ( β ) < 1 Lognormal distribusi (DFR) ( β ) = 1 Eksponensial distribusi (CFR) 1 < (
β
) < 2 IFR(
β
) > 2 Normal distribusi (IFR)Beberapa fungsi matematis dalam distribusi weibull:
Fungsi distribusi kegagalan:
f (t )=
β
θ
[
t−γ
θ
]
β−1exp
[
(
t−γ
θ
)
β]
(2.10) Fungsi keandalan:R (t)=exp
[
−
(
t−γ
θ
)
β]
(2.11)Fungsi Laju kegagalan:
λ (t )=
β
θ
(
t−γ
θ
)
β−1 (2.12) Maintainability:M (t )=1−exp
[
−
(
t−γ
θ
)
β]
(2.13)MTTF=γ +θ Г
(
1+
1
β
)
(2.14)Apabila location parameter (
γ
) bernilai 0, maka distribusi menjadi distribusi weibull 2 parameter.2.6.2. Distribusi Exponensial
Distribusi eksponensial digunakan untuk nilai laju kegagalan yang konstan (CFR). Terdapat dua parameter dalam distribusi eksponensial, yaitu t (fungsi waktu) dan t0 (parameter lokasi).
Apabila t0 bernilai 0, maka menjadi distribusi eksponensial satu
parameter[ CITATION Rya15 \l 1033 ].
Distribusi eksponensial merepresentasikan kejadian kegagalan yang terjadi secara acak/random. Distribusi eksponensial biasanya fit/cocok dengan peralatan elektronik dan instrument. Namun distribusi eksponensial juga dapat merepresentasikan peralatan lain yang kejadian kegagalannya terjadi secara acak. Beberapa fungsi matematis dalam distribusi eksponensial:
Fungsi distribusi kegagalan :
Fungsi keandalan:
R(t)=e−λ (t−t
0)
(2.16)Fungsi laju kegagalan:
λ
(t
)
=λ (2.17)Maintainability:
M
(t
)
=1−exp(−λ(
t−t0)
) (2.18)MTTF=γ +
1
λ
(2.19)2.6.3. Distribusi Normal
Distribusi normal digunakan untuk nilai laju kegagalan yang naik dari waktu ke waktu (IFR). Distribusi normal merepresentasikan karakteristik peralatan yang wear-out/ peralatan yang masa pakai nya hampir habis. Sebelum peralatan memasuki masa wear-out, peralatan pasti berada pada masa
usefull life nya. Oleh karena itu, agar peralatan tetap memiliki
karakter usefull life, maka dapat dilakukan preventif maintenance untuk menghindari masa wear-out. Dengan kata lain, preventif
maintenance cocok untuk peralatan yang memiliki
karakterteristik wear-out (IFR).
Pada distribusi normal, digunakan dua parameter yaitu μ (rata-rata) dan σ (standart deviasi). Beberapa fungsi matematis dalam distribusi normal:
Fungsi distribusi kegagalan:
f (t )=
1
σ
√
2 π
exp
[
−1
2
(
t−μ
σ
)
2]
(2.20) Fungsi keandalan:R (t)=1−ɸ
(
t−μ
σ
)
(2.21)Fungsi laju kegagalan:
λ (t )=
f (t)
R (t)
(2.22) Maintainability :M (t )=
1
σ
√
2 π
exp
[
−1
2
(
t−μ
2
)
2]
(2.23)Mean Time to Failure :
2.6.4. Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal digunakan untuk nilai laju kegagalan yang turun dari waktu ke waktu (DFR). Distribusi lognormal merepresentasikan kegagalan-kegagalan peralatan yang terjadi di awal life cycle nya (burn-in). Kegagalan fungsi tersebut terjadi karena kegagalan yang diakibatkan oleh bawaan manufaktur pabrik alat tersebut, startup equipment yang kurang baik, atau kesalahan penggunaan dari peralatan tersebut. Untuk mengatasi kegagalan-kegagalan tersebut, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah melakukan burn-in testing/acceptance testing, dan quality control.
Pada distribusi lognormal parameter yang digunakan sama dengan distribusi normal, yaitu
μ
(rata-rata) dan σ (standart deviasi). Beberapa fungsi matematis dalam distribusi lognormal:Fungsi distribusi kegagalan:
f
(
t)
= 1 σt√
2 π exp[
−1 2(
ln(t−μ) σ)
2]
(2.25) Fungsi keandalan:R (t)=1−ɸ
(
ln (t)−μ
σ
)
(2.26)Fungsi laju kegagalan:
λ (t )=
f (t)
R (t)
(2.27) Maintainability:M (t )=
1
σt
√
2 π
exp
[
−1
2
(
ln (t−μ)
σ
)
2]
(2.28)Mean Time to Failure :
MTTF=exp
(
μ+
σ
2
7. Perawatan (Maintenance)
Maintenance adalah kegiatan yang dilakukan untuk
memperbaiki peralatan yang rusak agar kemudian dapat menjalankan fungsi dan tugasnya kembali. Selain melakukan perbaikan peralatan, maintenace juga adalah suatu aktifitas untuk mempertahankan kualitas dari peralatan agar tetap terjaga baik seperti kondisi awalnya. Secara umum, maintenance dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a. Corrective Maintenance
Corrective maintenance adalah kegiatan maintenance yang
dilakukan ketika komponen/peralatan tersebut mengalami kerusakan. Corrective maintenance cocok diaplikasikan untuk komponen/peralatan yang memiliki distribusi eksponensial. Halini dikarenakan distribusi eksponensial memiliki karakteristik kejadian kegagalan yang acak terhadap waktu.
b. Preventive Maintenance
Preventive Maintenance adalah kegiatan maintenance yang
dilakukan sebelum komponen/peralatan tersebut mengalami kerusakan. Hal ini dilakukan karena komponen/peralatan tersebut merupakan bagian vital dan memiliki peranan yang penting pada sebuah sistem, dimana jika komponen/peralatan tersebut rusak, maka dapat mengganggu jalannya kegiatan produksi. Preventive
maintenance diaplikasikan untuk peralatan/komponen yang
mengalami fase wear-out atau dengan kata lain peralatan/komponen yang memiliki distribusi normal. Hal ini dilakukan untuk merawat komponen/peralatan tersebut agar tetap menjalankan fungsi nya dengan baik, bahkan jika bisa agar komponen/peralatan tersebut dapat kembali pada fase usefull life nya.
Secara matematis, preventive maintenance dirumuskan sebagai berikut.
R
m(
t)=R (T )
nR (t−nT )
(2.30)
dimana :
R(T)n = probabilitas ketahanan sampai dengan preventive
maintenance ke-n
R(t-nT) = probabilitas ketahanan selama jangka waktu t-nT yang telah ditentukan sebelumnya pada kondisi awal.
Grafik keandalan untuk komponen/peralatan dengan
preventive maintenance dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. 3 Grafik keandalan sistem dengan preventive
c. Inspeksi
Inspeksi adalah kegiatan maintenance yang dilakukan untuk menemukan kejadian kegagalan-kegagalan yang tersembunyi atau belum terdeteksi. Jika menemukan kejadian kegagalan dalam proses inspeksi, maka corrective maintenance akan dilakukan.
8. Reliability Block Diagram (RBD)
Reliability Block Diagram (RBD) adalah sebuah analisis
dengan menggunakan grafik blok, dimana blok-blok tersebut merepresentasikan hubungan antara sistem dengan komponen-komponen subsistem berdasarkan logika reliabilitynya. Komponen-komponen yang dipasang secara seri memiliki logika “And” dan komponen-komponen yang dipasang secara pararel memiliki logika “Or”. Reliability Block Diagram(RBD) merupakan jalur berhasilnya sebuah sistem. Sistem dikatakan berhasil menjalankan fungsinya jika terdapat jalur berhasilnya komponen subsistem dari node blok paling kiri sampai node blok paling kanan. Sehingga Reliability Block Diagram (RBD) dapat digunakan untuk menghitung nilai reliability sistem.
a. Konfigurasi Seri
Blok komponen-komponen yang dipasang seri ditunjukkan pada gambar sebagai berikut
Gambar 2. 4 Konfigurasi Sistem Seri pada RBD Untuk konfigurasi seri, rumus untuk menghitung reliability sistem adalah sebagai berikut.
R
S(
t )=R
a(
t ) x R
b(
t )
(2.31)RS(t) = Reliability sistem
Begitu pula untuk menghitung availability yang memiliki konfigurasi seri adalah sebagai berikut.
A
S(
i)= A
a(
i) x A
b(
i)
(2.32)AS(i) = Availaibility sistem b. Konfigurasi Pararel
Blok komponen-komponen yang dipasang pararel ditunjukkan pada gambar sebagai berikut
Gambar 2. 5 Konfigurasi Sistem Pararel pada RBD Untuk konfigurasi pararel, rumus untuk menghitung
reliability sistem adalah sebagai berikut.
R
S(
t )=1−
[
(
1−R
a(
t )
)
×
(
1−R
b(
t )
)
]
(2.33)Begitu pula untuk menghitung availability yang memiliki konfigurasi seri adalah sebagai berikut.
A
S(
i)=[1−
(
1− A
a(
t )
)
x
(
1−A
b(
t)
)
]
(2.34)AS(i) = Availaibility sistem 9. Fault Tree Analysis (FTA)
Fault Tree Analysis adalah suatu metode yang digunakan
untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab kegagalan dari suatu peralatan atau sistem. FTA juga dapat diartikan sebagai sebuah metode deduktif (dari atas ke bawah) untuk menentukan penyebab potensial dari sebuah kegagalan sistem [ CITATION Bou13 \l 1033 ].
Fault Tree Analysis akan memudahkan operator dan engineer dalam melakukan troubleshooting. Fault Tree Analysis
mengidentifikasi hubungan antara faktor penyebab kegagalan dan ditampilkan dalam bentuk pohon kesalahan yang melibatkan gerbang logika sederhana. Berikut adalah penjelasan simbol-simbol yang terdapat pada fault tree analysis :
Tabel 2. 2 Simbol pada Fault Tree Analysis [ CITATION Ebe97 \l
1033 ]
Simbol Nama Fungsi
AND Gate
ouput event akan
terjadi jika kedua
input event terjadi OR Gate
ouput event akan
terjadi jika salah satu input event
Resultan Event
Kejadian yang terjadi diantara dua atau lebih kejadian
Basic Event
Kejadian yang menunjukan kesalahan dasar pada sistem atau
komponen Incomplete Event / Undeveloped Event Kejadian dengan informasi yang kurang cukup memadai Transfer-in and Transfer-out Sebagai penanda untuk melanjutkan ke halaman selanjutnya Conditional Event Kondisi / batasan yang berkaitan pada
sebuah gerbang logika Normal Event Kejadian yang diharapkan untuk terjadi
Event merupakan kejadian yang akan diteliti lebih lanjut ke
kejadian dasar untuk mengetahui penyebab-penyebab terjadinya kegagalan. Basic Event adalah kejadian yang tidak diharapkan terjadi dan merupakan penyebab dasar kegagalan terjadi. Logic
Event merupakan hubungan antar event yang dinyatakan dengan
logika AND dan OR. Transfered Event menandakan uraian mengenai lanjutan kejadian berada dihalaman lain. Undeveloped
Event merupakan kejadian dasar (Basic Event) yang tidak di
10. Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu
teknik manajemen kegagalan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan suatu aset yang tidak mampu melaksanakan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan oleh pengguna. Failure mode bertujuan untuk menentukan akar permasalahan dari kegagalan yang terjadi, sedangkan failure effect menjelaskan dampak yang diakibatkan apabila failure mode telah terjadi. Proses identifikasi terhadap fungsi, failure mode, dan failure effect sangat penting untuk dilakukan karena dapat menentukan perbaikan performansi suatu aset .
Mode kegagalan yang terjadi selanjutnya akan ditelaah, apakah memberikan efek kegagalan pada tingkat lokal, sistem, atau plant. Efek kegagalan pada tingkat lokal akan menyebabkan komponen tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik. Efek kegagalan pada tingkat sistem akan menyebabkan fungsi dari sistem terganggu, atau tidak dapat bekerja sama sekali. Sedangkan, efek kegagalan pada tingkat fasilitas atau plant akan menyebabkan kegagalan pada fasilitas tersebut.
Pada kenyataannya suatu komponen dapat memiliki lebih dari satu kegagalan fungsional yang berpengaruh terhadap kinerja suatu subsistem maupun sistem secara keseluruhan. Deskripsi
failure mode dan failure effect dijelaskan pada tabel 2.3.
Tabel 2. 3 Deskripsi Failure Mode and Failure Effect
Failure Mode Failure Effect
gearbox bearing control room. Dibutuhkan waktu 3 jam
(downtime) untuk mengganti gearbox yang macet dengan cadangan. Persiapan penggantian bearing yang baru dilakukan di workshop.
2 Gear teeth stripped Motor tidak berhenti tetapi mesin berhenti. Dibutuhkan waktu 3 jam (downtime) untuk mengganti gearbox yang macet dengan cadangan. Persiapan penggantian gear yang baru dilakukan di
workshop.
3 Gearbox macet
karena kekurangan oli
Motor berhenti dan alarm berbunyi di
control room. Dibutuhkan waktu 3 jam
(downtime) untuk mengganti gearbox yang macet dengan cadangan. Gearbox yang macet akan dibuang.
11. Safety Integrity Level (SIL)
Safety Integrity Level (SIL) adalah tingkat keamanan dari
komponen safety pada sistem, yang sangat berkaitan dengan
safety function failure probability. Semakin tinggi kebutuhan
komponen safety maka semakin tinggi biaya yang dibutuhkan. Terdapat empat tingaktan SIL, yaitu SIL 1,2,3,4. Semakin tinggi level SIL maka keamanan dari Safety Instrument System semakin baik. Kinerja SIS yang lebih baik dicapai dengan ketersediaan keamanan yang lebih tinggi [ CITATION Ang16 \l 1033 ].
Standart internasional yang mengatur mengenai SIL adalah IEC 60189. Ada dua buah cara menganalisa SIL, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif.
Tabel 2. 4 Probability Density Function (PDF) dari SIL DEMAND MODE OF OPERATION
Safety Integrity Level (SIL) Target average probability of failure on demand Target risk reduction 4 ≥10-5 to <10-4 >10.000 to ≤100.000 3 ≥10-4 to <10-3 >1.000 to ≤10.000 2 ≥10-3 to <10-2 >100 to ≤1.000 1 ≥10-2 to <10-1 >10 to ≤100
Penentuan nilai SIL sangat penting dalam tahapan pembuatan life cycle SIL. Metode dalam perhitungan SIL menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan persamaan:
PFDsys=PFDs+PFDI+PFDfe (2.35)
dimana :
PFDsys : PFD rata-rata dari fungsi pengamanan
safety-related system
PFDs : PFD dari sensor subsystem
PFD
l : PFD dari logic subsytemUntuk single-channel (1oo1) rumus yang digunakan untuk menghitung PFD (Probability Failure on Demand) adalah :
PFD
1 oo 1=
λ
dux T
12
(2.36)Dimana :
PFD1 oo 1 = Probability Failure on Demand
Average 1oo1
λdu = Laju kegagalan (failure rate)
T
1 = Interval time / test function (hour)Safety integrity level (SIL) ditentukan dengan menghitung
probabilitas suatu kegagalan akan terjadi dengan menggunakan persamaan:
λ=
1
MTTF
(2.37)dimana :
MTTF = Mean Time To Failure
Langkah terakhir adalah mencocokkan nilai PFD average dengan kriteria SIL pada tabel 2.3. Dari PFD selanjutnya dapat diketahui nilai risk reduction factor (RRF). Risk reduction factor merupakan tingkat penurunan risiko suatu equipment mengalami kegagalan. RRF dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
RRF=
1
PFD
(2.38)dimana :
λ
= failure rate (laju kegagalan)25 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Diagram Alir
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu seperti yang ada pada flowchart di bawah ini :
Mulai Perumusan Masalah
Studi Literatur Identifikasi Sistem, Unit,
dan Komponen Pengumpulan Data : - Detail Komponen -Peralatan -Maintenance Record Analisa Kuantitatif :
1. Perhitungan nilai TTF dan TTR 2. Penentuan Distribusi
3. Perhitungan nilai MTTF dan MTTR 4. Perhitungan R(t), λ(t), A(t), dan M(t) 5. Perhitungan Rm(t)
Analisa Kualitatif : 1. Fault Tree Analysis (FTA) 2. Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
Manajemen Perawatan Setiap Komponen Benar
(Reliability = 0,6) Jadwal Maintenance
Setiap Komponen dan Manajemen
Perawatan Analisis Safety Integrity
Level
Evaluasi Hasil Analisa Penyusunan Laporan
Selesai Ya
Tidak
3.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah disini merupakan tahap pertama dalam pengerjaan tugas akhir dengan tujuan untuk menentukan permasalahan yang akan diangkat dengan topik mengenai analisis
reliability dan safety integrity level (SIL). Pengerjaan tugas akhir
juga dimulai meninjau langsung ke Pabrik untuk melihat plant secara keseluruhan dengan mencatat berbagai permasalahan yang nantinya akan dianalisis.
3.3. Studi Literatur
Studi literatur berkaitan dengan analisis keandalan dan safety
integrity level komponen ataupun sistem secara teoritis. Studi
lapangan berupa identifikasi komponen dan pengamatan langsung pada proses reaksi CO shift convertion di Pabrik Ammonia dengan penyusun sistem antara lain: High Temperature
Shifting Converter 104-D1, Low Temperature Shifting Converter
104-D2, HTS Effluent Waste Heat Boiler 103 C1, dan 103-C2. 3.4. Identifikasi Sistem, Unit, dan Komponen
Setelah data lengkap, tahap selanjutnya adalah identifikasi masing-masing unit dan komponen yang menyusun sistem CO
shift convertion. Tahap identifikasi sistem menjadi tahap analisis
pertama, di mana tahap ini bertujuan untuk mengetahui fungsi dan prinsip kerja masing-masing unit dan komponen pada sistem, serta bagaimana unit dan komponen tersebut saling berkaitan dan membentuk suatu proses utuh pada sistem.
Penjelasan proses shifting yang terjadi pada sistem CO shift
convertion telah dijelaskan sebelumnya pada sub-bab 2.1.
Kemudian, dalam hal ini akan dijelaskan setiap unit dan komponen yang menyusun sistem CO shift convertion di mana P&ID CO Shift Convertion System terdapat pada lampiran A. 3.4.1. High Temperature Shifting Converter 104-D1
Unit ini merupakan sebuah tangki yang berisi katalis besi ferioksida (Fe2O3) yang berfungsi untuk mengkonversi gas CO
menjadi CO2 pada suhu tinggi (proses metanasi telah dijelaskan pada subbab 2.1 sebelumnya).Dalam proses shifting di unit HTS
Converter 104-D1 tidak terdapat komponen pengendalian, tetapi
hanya terdapat serangkaian indikator yang dengan kontinyu memonitor temperatur input (dimulai dari bagian atas vessel) hingga menjadi output (bagian vessel semakin ke bawah) secara berurutan sebagai berikut:
a. Temperature Indicator (TI) 1341 b. Temperature Indicator (TI) 1342 c. Temperature Indicator (TI) 1343 d. Temperature Indicator (TI) 1344 e. Temperature Indicator (TI) 1657
Semakin ke bawah, temperatur fluida kerja akan semakin tinggi. Keluaran proses dari tangkiHTS Converter 104-D1 pada akhirnya adalah sebesar 436˚C. Selain itu juga terdapat dua buah
pressure indicator (PI 1813 & PI 1612) yang tersabung dengan pressure differential transmitter (PDT 1110). PDT 1110 ini
digunakan sebagai indikator keaktifan katalis, jika perbedaan tekanan terlalu tinggi maka katalis di dalam tangki ini akan rusak. 3.4.2. HTS Effluent Waste Heat Boiler 103-C1 & 103-C2
Unit ini adalah penukar panas (heat exchanger) yang berfungsi untuk menurunkan temperatur gas keluaran dari HTS
Converter 104-D1 dengan cara menukar panas (transfer energy
panas) gas keluaran 104-D1 dengan air pendingin yang ada di dalam pipa-pipa kecil. Panas yang ditransfer ke input gas dingin tersebut akan menurunkan temperatur output gas panas yang akan memasuki unit Low Temperature Shifting Converter 104-D1.
Exchanger 103-C1 & 103-C2 ini bertipe tubular dengan jenis shell and tube, yang memungkinkan unit untuk dapat bekerja
pada tekanan tinggi, baik tekanan yang berasal dari lingkungan kerja maupun perbedaan tekanan antar fluida kerjanya.
Exchanger bertipe tubular untuk fluida kerja gas-gas pada sistem
ini juga merupakan tipe yang paling mampu untuk bekerja pada kondisi temperatur yang sangat tinggi. Pada tipe tubular,
sebagai komponen utama yang di dalamnya mengalir salah satu fluida kerja. Fluida kerja yang lainnya mengalir di luar tube, yang disebut sebagai shell. Jadi, shell merupakan suatu ruang berbentuk silinder dengan pipa-pipa tube yang berada di dalamnya yang sejajar dengan sumbu shell.
Sistem pengendalian pada unit Exchanger 103-C1 & C2 ini terdiri dari pengendalian temperatur (temperature control). Komponen-komponen kritis penyusun unit Exchanger 103-C1 & C2 antara lain:
a. Temperature Transmitter (TT) 1011
b. Temperature Indicator Controller (TIC) 1010 c. Temperature Valve (TT) 1010 A
d. Temperature Valve (TV) 1010 B
3.4.3. Low Temperature Shifting Converter 104-D2
Unit ini merupakan sebuah tangki yang berisi katalis tembaga yang berfungsi untuk mengkonversi gas CO menjadi CO2 pada suhu rendah (proses metanasi telah dijelaskan pada subbab 2.1 sebelumnya). Dalam proses shifting di unit LTS Converter 104-D2 tidak terdapat komponen pengendalian, tetapi hanya terdapat serangkaian indikator yang dengan kontinyu memonitor temperatur input (dimulai dari bagian atas vessel) hingga menjadi output (bagian vessel semakin ke bawah) secara berurutan sebagai berikut:
a. Temperature Indicator (TI) 1346 b. Temperature Indicator (TI) 1347 c. Temperature Indicator (TI) 1348 d. Temperature Indicator (TI) 1349 e. Temperature Indicator (TI) 1350
Semakin ke bawah, temperatur fluida kerja akan semakin tinggi. Keluaran proses dari tangki LTS Converter 104-D2 pada akhirnya adalah sebesar 227 oC. Selain itu juga terdapat dua buah
pressure indicator (PI 1613 & PI 1614) yang tersabung dengan pressure differential transmitter (PDT 1111). PDT 1111 ini
digunakan sebagai indikator keaktifan katalis, jika perbedaan tekanan terlalu tinggi maka katalis di dalam tangki ini akan rusak.