BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perjanjian sewa-menyewa diatur di bab VII Buku III KUHPerdata yang berjudul “Tentang Sewa-Menyewa” yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUHPerdata.
Defenisi perjanjian sewa-menyewa menurut Pasal 1548 KUHPerdata menyebutkan bahwa:
“Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi pembayarannya.”
Sewa menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur dan dalam bahasa Inggris disebut dendan rent atau hire. Sewa menyewa merupakan salah satu perjanjian timbal balik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sewa berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa.1
Menurut Yahya Harahap, sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan menyerahkan barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.2
1. Ada dua pihak yang saling mengikatkan diri. Pihak yang pertama adalah pihak yang menyewakan yaitu pihak yang mempunyai barang. Pihak kedua adalah pihak penyewa, yaitu pihak yang membutuhkan kenikmatan atas suatu barang. Para pihak dalam perjanjian sewa-Dalam perjanjian sewa-menyewa terdapat beberapa kriteria khusus, yaitu:
1
2. menyewa dapat bertindak untuk diri sendiri, kepentingan pihak lain, atau kepentingan badan hukum tertentu.
3. Ada unsur pokok yaitu barang, harga, dan jangka waktu sewa. Barang adalah harta kekayaan yang berupa benda material, baik bergerak maupun tidak bergerak. Harga adalah biaya sewa yang berupa sebagai imbalan atas pemakaian benda sewa. Dalam perjanjian sewa-menyewa pembayaran sewa tidak harus berupa uang tetapi dapat juga menggunakan barang ataupun jasa (Pasal 1548 KUHPerdata). Hak untuk menikmati barang yang diserahkan kepada penyewanya terbatas pada jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian.3
Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa-menyewa adalah:
a. Pihak yang menyewakan: pihak yang adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda kepada pihak lainnya untuk dinikmati kegunaan benda tersebut kepada penyewa. Pihak yang menyewakan barang atau benda tidak harus pemilik benda sendiri tetapi semua orang yang atas dasar hak penguasaan untuk memindahkan pemakaiaan barang ke tangan orang lain. Hal tersebut dikarenakan di dalam sewa-menyewa yang diserahkan kepada pihak penyewa bukanlah hak milik atas suatu barang melainkan hanya pemakaian atau pemungutan atas hasil dari barang yang disewakan. b. Pihak penyewa: pihak penyewa adalah orang atau badan hukum yang
menyewa barang atau benda dari pihak yang menyewakan. Objek barang yang disewakan menurut Hofmann dan De Burger, yang dapat disewa adalah barang bertubuh saja, namun ada pendapat lain yaitu dari Asser dan Van Brekel serta Vollmar berpendapat bahwa tidak hanya barang-barang yang bertubuh saja yang dapat disewa, pendapat ini diperkuat dengan adanya “Hoge Raad” tanggal 8 Desember 1922 yang menganggap kemungkinan ada persewaan suatu hak untuk memburu hewan (jachtrecht).4
Pihak yang menyewakan belum tentu adalah pihak pemilik barang atau jasa yang disewakan kepada pihak penyewa. Tujuan dari diadakannya perjanjian sewa-menyewa adalah untuk memberikan hak pemakaian kepada pihak penyewa sehingga benda yang bukan berstatus hak milik dapat disewakan oleh pihak yang mempunyai hak atas benda tersebut. Pasal 1559 ayat (1) KUHPerdata menyatakan
3
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya, Bandung, 2002, hal.40 4
bahwa:“Si penyewa, jika kepadanya tidak telah diperizinkan, tidak diperbolehkan mengulang sewakan barang, yang disewanya, ataupun melepas sewanya kepada orang lain, atas ancaman pembatalan perjanjian sewa dan pengantian biaya, rugi, dan bunga, sedangkan pihak yang menyewakan, setelah pembatalan itu, tidak diwajibkan mentaati perjanjian ulang sewa.”Dari ketentuan yang berlaku dari Pasal 1559 ayat (1) KUHPerdata tersebut dapat diketahui bahwa:
1) Mengulang sewakan kepada pihak ketiga hanya dapat dilakukan oleh seorang penyewa apabila diperbolehkan di dalam perjanjian sewa-menyewa atau disetujui oleh para pihak.
2) Jika pihak penyewa mengulang sewakan objek sewa dalam masa sewa maka pihak yang menyewakan objek sewa dapat melakukan pembatalan perjanjian menyewa dan menuntut ganti rugi. Akibat pembatalan perjanjian sewa-menyewa tersebut maka perjanjian sewa-sewa-menyewa yang dilakukan oleh pihak penyewa dengan pihak ketiga juga batal demi hukum.
Pasal 1559 ayat (1) KUHPerdata tersebut dapat diketahui tentang istilah mengulang sewakan dan melepas sewa. Pada prinsipnya kedua perbuatan tersebut dilarang dilakukan bagi pihak penyewa. Meskipun demikian perbuatan-perbuatan tersebut boleh dilakukan oleh penyewa jika sebelumnya telah diperjanjikan sebelumnya.
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu
harga yang telah disepakati Pasal 1548 KUHPerdata. Salah satu yang menjadi objek hukum sewa menyewa adalah sewa tanah dan bangunan gedung pemerintah Propinsi Sumatera Utara kepada kelompok pengrajin rotan Arihta Rattan.
Sewa tanah dan bangunan gedung pemerintah Propinsi Sumatera Utara kepada kelompok pengrajin rotan arihta rattan merupakan upaya dalam optimalisasi pemanfaatan aset daerah. Optimalisasi terhadap penggunaan aset disamping meningkat pelayanan terhadap masyarakat juga menghasilkan pendapatan dalam bentuk uang. Pemanfaatan aset dalam struktur pendapatan daerah termasuk alam rincian objek hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. Barang milik daerah merupakan tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna kepada pengelola dapat didayagunakan secara optimalsehingga tidak membebani, Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah khususnya biaya pemeliharaan (selanjutnya disingkat dengan APBD).
Pengelolaan aset negara dalam pengertian yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Atau Daerah (selanjutnya disingkat dengan PP No.6 Tahun 2006) yang mengatur adalah tidak sekedar administratif semata, juga untuk menangani aset negara, dengan meningkatkan efisiensi, efektifitas dan menciptakan nilai tambah dalam mengelola aset. Oleh karena itu, lingkup pengelolaan aset negara mencakup perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan; pembinaan; pengawasan; dan pengendalian. Pengelolaan barang milik daerah sebagai bagian dari pengelolaan
keuangan daerah yang dilaksanakan secara terpisah daripengelolaan barang milik negara.
Kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah berwenang dan bertanggungjawab atas pembinaan dan pelaksanaa pengelolaan barang milik daerah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah (selanjutnya disingkat dengan Permendagri No 17 tahun 2007) yang mengatur kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, mempunyai wewenang:
(a) Menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah ;
(b) Menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
(c) Menetapkan kebijakan pengaman barang milik daerah;
(d) Mengajukan usul pemindah tanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
(e) Menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya; dan
(f) Menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola. Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara atau daerah dan kepentingan umum. Bentuk atau pola
pemanfaatan barang milik daerah berupa: sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah dan bangun serah guna.
Pertimbangan untuk menyewakan barang milik negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan barang milik negara yang belum atau tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan, menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kementerian atau lembaga, atau mencegah penggunaan barang milik negara oleh pihak lain secara tidak sah.
Menurut Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat dengan KUHPerdata) sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.
Cara untuk meningkatkan pendapatan daerah Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dapat menyewakan aset-aset atau fasilitas yang dikuasai oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada pihak swasta, salah satunya adalah menyewakan tanah dan bangunan. Menurut Pasal 1 angka 9 PP No.6 Tahun 2006 yang berbunyi sebagai berikut: Sewa adalah pemanfaatan milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan uang tunai. Sedangkan menurut Permendagri No. 17 Tahun 2007 pasal 1 angka 19: Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 33 PP No 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (selanjutnya disebut dengan
PP No 19 Tahun 2016) sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan syarat agar manusia itu bisa bertahan hidup di dunia ini. Semakin baik kebutuhan itu dipenuhi, semakin sejahtera pula hidupnya, demikian pula sebaliknya. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, manusia harus saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk sosial dan tidak dapat memenuhi kehidupannya sendiri. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhannya tersebut manusia harus melakukan hubungan atau kerja sama dengan manusia lainnya. Dalam berhubungan tersebut para pihak membuatnya secara tertulis yang disebut dengan perjanjian atau kontrak, yang telah menjadi ciri hukum modern sekarang ini. Kebutuhan manusia semakin lama semakin kompleks tidak lagi hanya sandang, pangan, dan papan tetapi juga kebutuhan akan barang-barang elektronik akibat perkembangan teknologi dan informasi, tidak bisa lagi mengandalkan pada pengaturan tradisi, kebiasaan, kepercayaan, atau budaya ingatan.5
Sebelum membahas pokok bahasan selanjutnya dan untuk menghindari kekaburan dan salah pengertian maka terlebih dahulu dijelaskan mengenai pengertian judul skripsi ini. Adapun kegunaan penjelasan dari pokok objek
bahasan yang dimaksud adalah untuk melakukan pembatasan arti, defenisi serta memberikan gambaran yang lebih jelas pada objek bahasan.
Berdasarkan lataar belakang di atas, maka dilakukan penulisan skripsi berjudul: Perjanjian Sewa Menyewa Barang Milik Daerah Yang Terdapat Di Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. (Studi Penelitian Di Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara).
B. Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana objek sewa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumatera Utara ?
2. Bagaimana berakhirnya perjanjian sewa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumatera Utara ?
3. Upaya apa yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa sewa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumatera Utara ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui objek sewa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui berakhirnya perjanjian sewa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa sewa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumatera Utara.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan wawasan dan kajian lebih lanjut tentang sewa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumatera Utara.
2. Secara praktis adalah memberikan sumbangan pikiran bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berhubungan dengan perjanjian sewa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumatera Utara.
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Pengelompokan jenis-jenis penelitian tergantung pada pedoman dari sudut pandang mana pengelompokan itu ditinjau. Ditinjau dari jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan sebuah kondisi/fenomena hukum dengan legalitas secara lebih mendalam/lengkap mengenai status sosial dan hubungan antar fenomena. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan sebuah proses atau hubungan, menggunakan informasi dasar dari
suatu hubungan teknik dengan definisi tentang penelitian ini dan berusaha menggambarkan secara lengkap6
2. Sumber Data.
yaitu tentang perjanjian sewa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumatera Utara
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Dalam perspektif yuridis dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami makna dan legalitas peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian sewa menyewa. Penelitian yuridis empiris adalah dengan melakukan wawancara secara langsung kepada Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Data yang kemudian diharapkan dapat diperoleh di tempat penelitian maupun di luar penelitian adalah :
a. Data primer
Data primer, adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Untuk memperoleh data primer peneliti melakukan studi lapangan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara (interview). Wawancara, adalah bertanya langsung secara bebas kepada responden dengan mempersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan secara terbuka sebagai pedoman.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti yang sebelumnya telah diolah orang lain. Untuk memperoleh data sekunder peneliti melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah penelitian terhadap bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan ini, sebagai bahan referensi
6
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2003, hal.16.
untuk menunjang keberhasilan penelitian. Studi kepustakaan/data sekunder terdiri dari:
1) Bahan hukum primer, terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan dan website.
2) Bahan hukum sekunder atau sering dinamakan Secondary data yang antara lain mencakup di dalamnya:
a) Kepustakaan/buku literatur yang berhubungan dengan jual beli. b) Data tertulis yang lain berupa karya ilmiah para sarjana.
c) Referensi-referensi yang relevan dengan perjanjian sewa menyewa. 3) Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ekslopedia, Kamus umum dan lain sebagainya.
3. Alat Pengumpul Data.
Alat pengumpul data yang digunakan penulis adalah data primer yaitu wawancara. Alat pengumpul data digunakan dalam penelusuran data sekunder adalah studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi pustaka dengan cara identifikasi isi. Alat pengumpulan data dengan mengindentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini.
Data yang dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisa data yang tepat. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan.7
E. Keaslian Penulisan
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan pola pikir/logika induktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Pada dasarnya pengolahan dan analisis data bergantung pada jenis datanya. Pada penelitian hukum berjenis normatif, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran hukum yang dikenal dalam ilmu hukum.
Skripsi ini berjudul “Perjanjian Sewa Menyewa Barang Milik Daerah Yang Terdapat Di Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. (Studi Penelitian Di Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara)”. Ada beberapa judul tentang perjanjian sewa menyewa barang milik daerah tetapi memiliki perbedaan dalam permasalahanya yaitu :
1. Yuyun Yuliani dengan judul : “Analisis Yurids Pemanfaatan Sewa Barang Milik Daerah”. Permasalahannya :
a. Bagaimana tatacara perjanjian sewa menyewa barang milik daerah ?
b. Bagaimana akibat hukum dengan terjadinya perjanjian sewa menyewa barang milik daerah ?
7
2. Wan Fitri Mariss, dengan judul : “Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Milik PT. Kereta Api Dengan Masyarakat (Studi Kasus Desa Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang).” Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Bagaimana bentuk perjanjian sewa menyewa antara PT. Kereta Api (Persero) dengan masyarakat masyarakat di desa Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang ?
b. Bagaimana akibat hukum jika dalam perjanjian tersebut para pihak melakukan perbuatan wanprestasi ?
3. Febriyan Yoga Sanjaya dengan judul skripsi : Analisis Perjanjian Sewa Barang Milik Negara/Daerah”, permasalahannya adalah :
a. Bagaimanakah tata cara penyewaan Barang Milik Negara (BMN) dan Barang Milik Daerah (BMD) ?
b. Apakah terdapat pengecualian atas ketentuan mengenai tata cara penyewaan BUMN/D tersebut
Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
F. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan terdiri dari, yaitu Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penelitian, Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Sewa Menyewa. Di dalam bab ini dijelaskan mengenai pengertian perjanjian sewa menyewa, syarat sahnya suatu perjanjian sewa menyewa, pihak yang terkait dalam perjanjian sewa menyewa, hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian sewa menyewa.
Bab III : Perjanjian Sewa Menyewa Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Di dalam bab ini dijelaskan mengenai perjanjian sewa menyewa barang milik daerah, jangka waktu sewa menyewa barang milik daerah, jenis-jenis usaha barang milik daerah, berakhirnya perjanjian sewa menyewa barang milik daerah.
Bab IV : Perjanjian Sewa Menyewa Barang Milik Daerah Yang Terdapat Di Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Di dalam bab ini dijelaskan mengenai objek sewa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumatera Utara, berakhirnya perjanjian sewa menyewa barang milik daerah provinsi sumatera utara, upaya yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa swa menyewa barang milik daerah Provinsi Sumtera Utara.
Bab V : Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini akan membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.