• Tidak ada hasil yang ditemukan

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

2.2. Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 adalah Keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber termasuk di dalamnya daratan, lautan dan ekosistem akuatik. Keanakeragaman hayati merupakan anugerah terbesar bagi umat manusia karena dapat memberikan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup manusia. Keanekaragaman yang tinggi akan dapat menghasilkan kestabilan lingkungan yang mantap. Provinsi DKI Jakarta walaupun kondisi lingkungannya sudah mulai terdegradasi akibat akibat pembangunan, tetapi pelestarian dan perlindungan Flora dan Fauna terus menjadi perhatian yang utama, hal ini tercermin dari upaya pemerintah kota Jakarta yang terus melakukan inventarisir dan penetapan lokasi, sebagai berkembang biaknya satwa dan ekosistem yang ada. Tentang jenis satwa dan keragamannya dapat dijelaskan sebagai berikut :

2.2.1. Keanekaragaman Ekosistem

Kawasan konservasi dan Ruang Terbuka Hijau yang dilindungi di Provinsi DKI Jakarta terdiri dari Cagar Alam, Hutan Lindung dan Hutan Wisata. Keseluruhan luas RTH Lindung di DKI Jakarta sebesar 430,45 Ha, sebanyak 327,95 Ha berada di Kota Administrasi Jakarta Utara, sedangkan sisanya 102,50 Ha berada di Kepulauan Seribu.

Salah satu komunitas ekosistem yang ada di DKI Jakarta dan bermanfaat dalam menjaga kelangsungan hidup manusia adalah adanya komunitas mangrove yang merupakan ekosistem hutan yang khas dan unik yang berpotensi sebagai perlindungan terhadap wilayah pesisir dan pantai dari ancaman sedimentasi, abrasi dan intrusi air laut. Erosi di pantai Marunda yang tidak bermangrove selama 2 bulan mencapai 2 meter, sedangkan yang bermangrove hanya 1 meter. Selain itu hutan mangrove dapat dimanfaatkan pula sebagai wahana rekreasi alam hutan wisata payau.

Pada tahun 2014 Luas lokasi hutan mangrove di DKI Jakarta sebesar 376,02 Ha dengan persentase tutupan adanya kenaikan antara 50-83 persen dan adanya kenaikan kerapatan 2.500-7.050 pohon/Ha dengan rincian wilayah Jakarta Utara Kawasan Ekosistem Mangrove Tol Sedyatmo 95,50 Ha, Hutan Lindung Angke Kapuk 44,76 Ha, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke 25,02 Ha, Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk 99,82 Ha, Kebun Bibit Angke Kapuk 10,51 Ha dan wilayah Kepulauan Seribu yang meliputi Cagar Alam Pulau Bokor 18,00 Ha, Suaka Margasatwa Pulau Rambut 45,00 Ha, Pulau Penjaliran Timur 18,41 Ha, dan Pulau Penjaliran Barat 19,50 Ha, sedang pada tahun 2012 Luas lokasi hutan mangrove di DKI Jakarta relatif sama yaitu sebesar 376,02 Ha dengan persentase tutupan adanya kenaikan antara 50-83 persen dan adanya kenaikan kerapatan 2.500-7.050 pohon/Ha dengan rincian wilayah Jakarta Utara Kawasan Ekosistem Mangrove Tol Sedyatmo 95,50 Ha, Hutan Lindung Angke Kapuk 44,76 Ha, Kawasan Taman Suaka Margasatwa

(2)

Muara Angke 25,02 Ha, Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk 99,82 Ha, Kebun Bibit Angke Kapuk 10,51 Ha dan wilayah Kepulauan Seribu yang meliputi Cagar Alam Pulau Bokor 18,00 Ha, Suaka Margasatwa Pulau Rambut 45,00 Ha, Pulau Penjaliran Timur 18,41 Ha, dan Pulau Penjaliran Barat 19,00 Ha. tetapi sejak tahun 2009 pemerintah DKI Jakarta, warga masyarakat, Lembaga Peduli Mangrove melakukan penanaman 2.000 pohon mangrove di kawasan Restorasi Ekologis Hutan Lindung Angke, Kapuk, Jakarta Utara, dan tahun 2010 warga masyarakat, Lembaga Peduli Mangrove melakukan penanaman sebanyak 5.000 batang pohon mangrove, dan pada tahun 2011 AEON yaitu lembaga nirlaba dari Jepang yang berjumlah 500 orang berkunjung ke Jakarta untuk melakukan penanaman mangrove sebanyak 10.000 batang pohon, selain para pihak/instansi yang ikur berpartisipasi dalam penanaman pohon penghijauan/reboisasi seperti terlihat pada Tabel UP-2A (T) Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 di kawasan Restorasi Ekologis Hutan Lindung Angke, Kapuk, Jakarta Utara, dan terus bertambah dari tahun ke tahun.

Semakin menurunnya kawasan mangrove di wilayah DKI Jakarta harus dicermati sebagai langkah awal untuk menyelamatkan dan melestarikan kawasan mangrove atas dasar pulih kembalinya ekosistem semirip mungkin dengan kondisi sebelum mengalami kerusakan. Hal ini diharapkan dapat berfungsi sebagai pengendalian terhadap ancaman degradasi kawasan mangrove sebagai jalur penyangga wilayah pantai guna meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitarnya.

2.2.2. Keanekaragaman Spesies

Secara umum jumlah spesies flora dan fauna yang diketahui dan dilindungi di DKI Jakarta pada tahun 2014 tidak berbeda dengan tahun sebelumnya yaitu terdiri dari 8 golongan. Kedelapan golongan tersebut adalah Hewan menyusui dengan jumlah spesies yang diketahui sebanyak 3, Burung dengan jumlah spesies yang diketahui sebanyak 117 dan yang dilindungi sebanyak 16, Reptil dengan jumlah spesies yang diketahui 11, Ikan dengan jumlah spesies yang diketahui sebanyak 3, Serangga dengan jumlah spesies yang diketahui sebanyak 2, dan golongan Amphibi, Keong serta Tumbuhan yang tidak diketahui jumlah spesiesnya. Keseluruhan spesies burung yang dilindungi tersebut adalah, Pecuk Ular, Kuntul Kerbau, Kuntul Karang, Kuntul Besar, Kuntul Sedang, Kuntul Kecil, serta Pelatuk Besi dengan status berlimpah. Sedangkan untuk spesies burung yang dilindungi dan statusnya terancam adalah Kuntul Perak, Bluwok, Cucuk Besi, Cekaka Suci, Perkaka Emas, Cekaka Jawa, Kipasan Belang, Madu Pipi Merah, serta Cekaka Sungai. Keanekaragaman hayati baik flora dan fauna di DKI Jakarta secara umum tidak berbeda jauh dengan keadaan flora dan fauna lainnya di pulau Jawa. Hal ini karena adanya kesatuan

(3)

geografis meskipun saat ini sudah banyak mengalami pengurangan akibat tingginya pembangunan di DKI Jakarta.

Jenis tumbuhan yang terdapat di DKI Jakarta cukup bervariasi mulai dari jenis tumbuhan pantai sampai dengan jenis tumbuhan dataran/pegunungan dan palawija. Akan tetapi sampai dengan tahun 2014 ini belum dapat diketahui jumlah seluruh jenis tumbuhan yang ada di DKI Jakarta, hanya jenis tumbuhan pantai khususnya yang ada di kepulauan Seribu yang sudah terdeteksi yaitu ada sekitar 86 jenis. Untuk jenis tumbuhan pantai umumnya didominasi oleh jenis pohon Kelapa, Cemara laut, Ketapang, Rutun, Mengkudu dan Pandan laut. Disamping itu di beberapa pulau di Kepulauan Seribu banyak ditemukan Sukun. Dari gambaran tersebut diatas bahwa keanekaragaman hayati baik flora dan fauna banyak terdapat di wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sbb :

A. Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut

Pulau Rambut saat ini statusnya menjadi suaka margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 275/Kpts/-II/1999. Luas suaka margasatwa P. Rambut terdiri dari 45 Ha kawasan perairan dan 45 Ha kawasan daratan. Satwa liar yang dilindungi di P. Rambut adalah dari jenis burung dengan populasi sekitar 40.000 ekor. Delapan belas jenis burung dari 49 yang dijumpai di dalam kawasan suaka margasatwa P. Rambut termasuk dalam kategori dilindungi, diantaranya Elang bondol (Halieeaetus indus), burung Pecuk ular (Anhnga anhinga), Roko-roko

(Plegadis falcneleus), Bluwok (ibis cinereus), Pelatuk besi (Thereskiornis aethiopica), Kuntul (Egretta sp), dan Raja udang biru kecil (Halcyon chloris). Jenis-jenis burung lain yang banyak dijumpai antara

lain burung Camar (Larus sp), Cangak (Ardea sp), Trigil (Tringa sp) dan Gajahan (Numenius

schopus). Beberapa jenis burung bernyanyi yang masih sering terlihat antara lain Kepodang (Oriolus sp), Jalak suren (Sturnus contrajala), Kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan Prejak. Satwa liar lain

adalah jenis primata. Selain itu, P. Rambut memiliki vegetasi tipe khas relatif utuh, yaitu hutan pantai, hutan mangrove dan hutan sekunder campuran.

B. Kawasan Cagar Alam Pulau Bokor

Cagar alam P. Bokor ditetapkan dengan Surat Keputusan Gouvernor General Hindia Belanda Nomor 6 tahun 1931 (Stbl. Nomor 683). P. Bokor secara spesifik ditetapkan sebagai cagar alam untuk perlindungan botanis dengan luas 18 Ha. Beberapa jenis burung yang dijumpai dalam kawasan ini adalah Dara laut (Ducula bicolor), Burung angin (Fregata ariel) dan Kepodang (Oriolus chinensis). Selain itu juga dijumpai Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang merupakan jenis introduksi. Di pulau ini didominasi burung air dan dara laut. Sedang vegetasi yang dilindungi adalah vegetasi mangrove dari jenis Rhizopora mucronata dan S. alba.

(4)

C. Kawasan Cagar Alam Pulau Peteloran Barat

Cagar alam P. Peteloran Barat memiliki luas 11,3 Ha dan merupakan wilayah dalam Zona Inti II. Cagar alam P. Peteloran Barat merupakan kawasan untuk perlindungan ekosistem mangrove dan Penyu sisik (Eretmochelys imbricata). P. Peteloran Barat merupakan salah satu lokasi tempat bertelur penyu sisik di Kepulauan Seribu, yakni di lokasi pasir bercampur karang yang merupakan daerah perairan yang tenang. Di kawasan ini ditemukan 3 (tiga) jenis vegetasi mangrove, yakni jenis

Rhizopora mucronata, C. tagal dan Avicennia marina.

D. Kawasan Cagar Alam Pulau Penjaliran Barat

Cagar alam P. Penjaliran Barat termasuk dalam wilayah Zona Inti II yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan ekosistem mangrove. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 220/Kpts-II/2000 menetapkan kembali wilayah kawasan hutan dan perairan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, termasuk penetapan kawasan pelestarian alam yang meliputi P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Luas P. Penjaliran Barat adalah 8,3 Ha. Di kawasan ini ditemukan 4 (empat) jenis vegetasi mangrove, yaitu jenis Rhizopora stylosa, C. tagal, S. alba dan Avicennia marina, dimana kondisinya mengalami penurunan akibat abrasi.

E. Kawasan Cagar Alam Pulau Penjaliran Timur

Cagar alam P. Penjaliran Timur juga menjadi bagian Zona Inti II. Luas P. Penjaliran Timur adalah 18,41 Ha. Di kawasan ini ditemukan 4 (empat) jenis vegetasi mangrove, yaitu jenis Rhizopora stylosa,

C. tagal, S. alba dan Avicennia marina, kondisinya juga mengalami penurunan akibat abrasi. Selain

hal tersebut diatas sejak tahun 1939 pesisir Teluk Jakarta bagian Barat telah ditetapkan sebagai kawasan lindung berupa cagar alam dan hutan lindung seluas 15,05 Ha. Dalam perkembangannya, status tersebut berubah menjadi kawasan lindung Tegal Alur Angke Kapuk sesuai dengan ketetapan SK Menteri Pertanian Nomor 161/UM/1977 seluas 335,5 Ha dan dengan SK Kehutanan Nomor 667/Kpts-II/1995 berubah kembali menjadi 327,7 Ha. Area yang ditetapkan terakhir ini terdiri dari cagar alam Muara Angke 25,02 Ha; hutan lindung Angke 44,76 Ha; hutan wisata alam 99,82 Ha; hutan dengan tujuan khusus yaitu kebun pembibitan 10,51 Ha, transmisi PLN 23,07 Ha, Cengkareng Drain 28,93 Ha, serta jalan tol dan jalur hijau 95,50 Ha. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 755/Kpts-II/UM/1998, tahun 1998, cagar alam Muara Angke ditetapkan sebagai suaka margasatwa Muara Angke dengan luas 25,02 Ha. Kawasan lindung tersebut merupakan kawasan hutan sesuai dengan sifat alamnya yang merupakan sistem penyangga kehidupan, seperti pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir, pengendalian erosi, pencegahan intrusi air laut serta pemeliharaan kesuburan tanah. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 220/Kpts-II/2000 mengatur kawasan lindung di wilayah Provinsi DKI Jakarta seluas 108.475,45 Ha, yang terdiri dari Taman Nasional Kepulauan Seribu seluas 108.039,50 Ha;

(5)

taman wisata alam Angke Kapuk seluas 99,82 Ha; cagar alam P. Bokor seluas 18 Ha; suaka margasatwa P. Rambut seluas 90 Ha; suaka margasatwa Muara Angke seluas 25 Ha; hutan lindung Angke Kapuk seluas 44,76 Ha, hutan produksi Angke Kapuk seluas 158,35 Ha.

F. Suaka Margasawa Muara Angke

Berbatasan dengan tanggul kawasan Pantai Indah Kapuk ke arah suaka margasatwa sebagian besar digenangi air, sehingga tumbuhan di kawasan ini merupakan vegetasi rawa yang langsung terkena pengaruh pasang surut air laut. pohon Pidada atau Bidara (Sonneratia alba) merupakan jenis yang sering dijumpai selain Api-api (Avicenia marina), Jangkar (Bruguiera sp), Api-api (Rhizopora sp), Waru laut (Thespesia populnea), Buta-buta (Ezcoecaria agallocha), Nipah (Nypa fruticans) dan Ketapang

(Terminalia catapa), luas Suaka Margasatwa Muara Angke pada tahun 2014 adalah 25,02 Ha, sama

dengan tahun 2013.

Suaka margasatwa Muara Angke ditetapkan sebagai kawasan hutan mangrove yang seharusnya didominasi oleh pohon, namun kondisinya saat ini merupakan lahan rawa terbuka yang didominasi oleh herba seperti Warakas (Acrostichum aureum) dan Seruni (Wedelia biflora). Salah satu keunikan ekosistem khas mangrove di kawasan Muara Angke adalah adanya tumbuhan rotan (Calamus sp) yang spesifik. Keberadaan pohon relatif sporadis. Pada lahan rawa terbuka tumbuh vegetasi bukan spesifik penghuni hutan mangrove seperti Gelagah (Saccharum spontaneum), Putri malu (Mimosa

pudica), Talas lompong (Colocasia sp), dan Kangkung (Ipomoea sp). Tumbuhan di atas merupakan

tumbuhan yang hidup pada kondisi bukan payau. Untuk jenis vegetasi di Kawasan Hutan Lindung dan Fauna yang Dilindungi di Muara Angke dapat dilihat pada Tabel SD-11C (T) Buku Data SLHD Provinsi DKI jakarta tahun 2014.

G. Hutan Lindung Angke Kapuk

Kawasan hutan lindung Angke Kapuk yang mempunyai luas pada tahun 2010 sebesar 44,76 Ha, letaknya memanjang sejajar pantai sepanjang  5 Km dengan lebar 100 meter dari garis pasang surut yang terbentang mulai dari batasan hutan wisata Kamal ke arah timur hingga suaka margasatwa Muara Angke. Dibandingkan tahun sebelumnya, tidak terdapat perubahan yang berarti sampai tahun 2014. Di dalamnya terdapat areal permukiman Pantai Indah Kapuk dengan batas sebelah Selatan adalah jalan tol Prof. Sedyatmo dan jalan Kapuk Muara. Keberadaan flora ditampilkan oleh flora khas pesisir, bakau atau mangrove, hingga keberadaannya menjadi spesifik jika dibandingkan dengan kawasan permukiman. Jenis vegetasi yang tumbuh di hutan lindung relatif terbatas, sedang tumbuhan bawah jarang terlihat oleh karena di pengaruhi pasang-surut. Tumbuhan bawah hanya terdapat pada area yang cenderung lebih ke darat. Ketebalan hutan lindung sekitar 40 meter. Vegetasi yang tumbuh di kawasan lindung relatif homogen, didominasi Api-api (Avicennia sp), sedangkan Bakau (Rhizoposa

(6)

vegetasi yang ada pada tingkat pohon adalah Avicennia marina, A. officinalis, A. alba, Delonix regia,

Sonneratia caseolaris, Thespesia popoulne; sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria agallocha pada tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinalis, A. alba, Rhizopora mucronata, Acasia auliculiformis dan Delonix regia.

Fauna yang terdapat di hutan lindung Angke Kapuk antara lain didominasi oleh burung pantai yang berjenis sama dengan yang terdapat di suaka margasatwa P. Rambut, yaitu Pecuk ular (Anhinga

melanogaster), Kowak maling (Nycticorax nycticorax), Kuntul putih (Egretta sp), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Cangak abu (Ardea cinerea), Blekok (Ardeola speciosa), Belibis (Anas gibberrfrons),

Cekakak (Halycon chloris), Pecuk (Phalacrocorax sp) dan Bluwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain jenis burung adalah Biawak (Varanus salvator), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular.

H. Hutan Wisata Kamal

Sampai dengan tahun 2014 ini, hutan wisata Kamal merupakan kawasan dengan vegetasi mangrove paling luas dan tidak berubah apabila dibandingkan dengan tahun 2013, yaitu sekitar 110,00 Ha. Di dalam kawasan ini terdapat areal kebun bibit mangrove seluas 10,47 Ha. Jenis vegetasi yang dominan adalah Api-api (Avicennia spp) yang tumbuh mulai tingkat semai hingga tingkat pohon.

Keadaan ini mengindikasikan bahwa kelanjutan pertumbuhan jenis tumbuhan tersebut relatif baik. Sedangkan jenis Bakau (Rhizopora sp) hanya tumbuh secara sporadis. Rhizopora sp yang termasuk dalam klasifikasi pohon banyak dijumpai di kawasan perbatasan dengan hutan lindung Angke Kapuk di sekitar pantai. Perannya terhadap keseluruhan area adalah sangat penting. Adanya vegetasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan fungsi lindung terhadap serangan abrasi, apalagi kawasan ini memiliki pasang laut cukup tinggi dan pengaruh angin musim cukup besar. Dengan akar tunjang yang dimiliki, maka jenis bakau merupakan tanaman yang dapat bertahan terhadap pengaruh laut. Tumbuhan lain yang dijumpai adalah jenis Akasia (Acasia auriculiformis), Kihujan (Samanea saman), Mahoni (Swietenia macrophyla), Flamboyan (Delonix regia), dan Kedondong (Spondias pinnata). Jenis tersebut tumbuh di tepi areal tambak. Jenis tumbuhan bawah yang tumbuh antara lain Kitower

(Derris heterophylla), Bluntas (Plucea sp), Nenasia (Breynia sp) dan beberapa jenis rumput yang biasa

tumbuh pada ekosistem darat. Hutan wisata Kamal masih berfungsi sebagai habitat burung air sebagaimana diindikasikan oleh keberadaan vegetasi mangrove seperti Api-api (Avicennia sp) yang menyebar di seluruh hutan wisata. Peranan kawasan ini adalah sebagai tempat mencari makan bagi burung air, serta sebagai tempat beristirahat pada malam hari, tempat berlindung dari tiupan angin.

(7)

Keberadaan empang bekas tambak maupun tambak yang masih diusahakan di sekitar kawasan wisata ini telah menjadi daya tarik bagi burung untuk tetap memanfaatkan hutan wisata sebagai habitatnya. Hal tersebut diindikasikan kehadiran burung Pecuk (Phalacrocorax sp), Kuntul (Egretta sp), Cangak (Ardea sp) yang terbang di hutan wisata Kamal.

Untuk mengurangi akibat perambahan dan alih fungsi, maka pemerintah DKI Jakarta melakukan upaya diantaranya tahun 2009 melakukan rehabilitasi Mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke seluas 8 Ha dan menyiapkan jalur hijau jalan sepanjang bantaran seluas 2.094 Ha, selain yang dilakukan pihak swasta yang peduli terhadap keberadaan hutan mangrove di DKI Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Posisi awal berdiri tegak, kemudian angkat kedua tangan ke atas kepala dengan cepat dan lakukan gerakan melompat secara bersamaan dengan membuka kedua kaki,

[13] Gunawan ; Dedy Agung Prabowo, "Sistem Ujian Online Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dengan Pengacakan Soal Menggunakan Linear Congruent Method," Sistem Ujian

Komisi yang beranggotakan Negara-Negara seperti Australia (sebagai Negara yang ditunjuk oleh Indonesia untuk menjadi wakilnya dari komisi ini), Belgia (sebagai

Pembangunan Pura Tirta Empul ini dimaksudkan sebagai tempat suci (padharman) Bathara Indra, dirancang oleh I Bandesa Wayah. Namun seiring perubahan waktu, Pura Tirta

Selanjutnya model atom Thomson diperbaiki lagi oleh Rutherford dengan model atomnya yang menyatakan bahwa atom terdiri atas inti atom yang sangat kecil dan bermuatan

Jenis penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan 2 siklus dalam 4 tahap, yaitu: tahap Perencanaan

Konsep Nilai Hasil (Earned Value) merupakan salah satu metode pengendalian yang digunakan untuk mengendalikan biaya dan waktu proyek secara terpadu. Metode ini

Kajian tersebut membahas tentang nilai-nilai Islam, pergeseran, matra,eksistensi dalam dabus, sedangkan peneliti ini lebih memfokuskan bagaimana pelaksanaan