• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN MENGAPRESIASI PUISI OLEH SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 DOLOKSANGGUL TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN MENGAPRESIASI PUISI OLEH SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 DOLOKSANGGUL TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

263

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN MENGAPRESIASI PUISI OLEH SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 DOLOKSANGGUL TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016

AMRON ZARKASIH RITONGA UNIVERSITAS ISLAM LABUHAN BATU

ABSTRACT

The level of intelligence and proficiency possessed by each individual is certainly not the same. Intelligence is the thing that attracts the attention of many people to be the benchmark for succeeding or not. Almost everyone thinks intellectual intelligence is a key indicator of one's success. In fact, intellectual intelligence only depends on an individual's ability to receive, process, store, understand and think about various phenomena. There is still human intelligence that has a profound effect on students' learning achievements, namely emotional intelligence. Today, one of the factors that influences low student learning achievement is the lack of attention of teachers and parents in developing their emotional intelligence. In general, students are less able to control their emotions in doing something, so sometimes doing as they please, going out of control. In fact, some teachers only pay attention to the intellectual intelligence of students, because they assume by having high intelligence, students will get the maximum learning results. Likewise, parents, have the same assumption, so many students do uncontrolled activities, and end up getting disappointing results. Based on the current state of student behavior, it is necessary to review the balancing of intellectual intelligence that students have with their emotional intelligence, in order to be able to produce resilient and independent students and success in learning for the better. Because emotional intelligence greatly influences the success that students will achieve, emotional intelligence must be developed widely. With the emotional development of students, it is expected that students' learning outcomes will improve especially in Indonesian subjects, more specifically poetry learning.

Keywords : Emotional Intelligence, Personal Prowess, Social Prowess PENDAHULUAN

Masalah kecerdasan merupakan salah satu permasalahan pokok dalam dunia pendidikan, termasuk pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia diarahkan untuk mencerdaskan pengguna bahasa itu sendiri. Dan pengguna bahasa mestinya cerdas mencermati bahasa yang digunakannya. Hal ini diupayakan untuk peningkatan kemajuan bangsa Indonesia. Sejalan dengan itu, dibutuhkan banyak sumber daya manusia yang handal dan siap pakai yang memiliki kecerdasan intelektual dan kecakapan individu yang tinggi, serta siap menghadapi tantangan teknologi yang mengglobal saat ini. Tingkat kecerdasan dan kecakapan yang dimiliki oleh setiap individu tentunya tidak sama. Kecerdasan merupakan hal yang menarik perhatian banyak orang untuk dijadikan patokan atas berhasil atau tidaknya seseorang. Hampir semua orang menduga kecerdasan intelektual merupakan indikator utama keberhasilan seseorang. Pada hal kecerdasan intelektual hanya berporos pada kemampuan individu dalam menerima, mengolah, menyimpan, memahami dan berpikir mengenai berbagai fenomena. Masih ada kecerdasan manusia yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, yakni kecerdasan emosional. Di sisi lain, masih banyak orang tua dan guru yang berpadangan bahwa nilai tinggi dalam belajar masih merupakan satu-satunya faktor yang menentukan seorang anak menjadi berhasil. Atau dengan kata lain, keberhasilan seseorang masih dipikirkan hanya didominasi kecerdasan intelektual. Padahal perlu dipahami, bahwa masih ada faktor lain yang ikut berperan dalam keberhasilan seseorang, yakni kecerdasan emosional. Dengan adanya berbagai penelitian dan kajian para ahli, maka mulai sepakat bahwa sebenarnya di dalam diri manusia telah berkembang tipe-tipe kecerdasan selain kecerdasan intelektual, yakni kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kecerdasan intelektual ternyata tidak bisa dijadikan jaminan seratus persen dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang.

(2)

264

Sejalan dengan pandangan di atas, Weschter (2006:82) menyatakan “Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan berhasil gagalnya peserta didik belajar di sekolah. Peserta didik yang mempunyai taraf kecerdasan yang rendah atau di bawah normal, sukar diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi tidak ada jaminan bahwa dengan taraf yang kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis akan berhasil belajar di sekolah”. Agus Ngermanto (2002:37) juga menyatakan: “Kecerdasan intelektual adalah syarat minimum kompetensi. Kecerdasan intelektual dapat dikembangkan optimal dengan memahami bagaimana sistem kerja otak manusia dan seperangkat latihan praktis”. Hal ini sesuai dengan akibat dari fungsi otak sebagai penggerak dan yang mengendalikan aktivitas manusia, baik berhubungan dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional, serta aktivitas lainnya. Berkaitan dengan fungsi otak lapisan neo

cortex sebagai lapisan sebelah luar dari otak mamalia yang hanya dimiliki oleh manusia merupakan suatu keistimewaan

tersendiri. Agus Ngermanto (2002:44) menjelaskan bahwa lapisan sebelah luar otak mamalia adalah lapisan otak neo-cortex, lapisan terluar yang hanya dimiliki oleh manusia tidak oleh makluk lain. Keberadaan otak neo-cortex menjadi keistimewaan manusia. Dengan neo-cortex manusia mampu membaca dan menulis puisi, mampu melakukan perhitungan yang rumit, menyusun rumus-rumus dan sebagainya”. Walaupun demikian fungsi tersebut, tidak dapat dilaksanakan dengan kreatif dan optimal, jika emosinya tidak senang, begitu juga sebaliknya. Lebih lanjut, Agus Ngermanto mengatakan “Neo-cortex dapat berpikir secara kreatif, jika emosinya senang, bersemangat, termotivasi dan instingnya merasa aman. Sebaliknya, otak neo-cortex tidak dapat bekerja dengan baik jika otak mamalia bosan dan otak reftil terancam. Dengan demikian kecerdasan emosional sangat mempengaruhi keberhasilan dan kesuksesan yang akan diraih seseorang.

Di sisi lain, Agus Ngermanto (2002:97) menjelaskan bahwa secara sederhana IQ menentukan sukses seseorang sebesar 20% sedangkan kecerdasan emosi (EQ) memberikan kontribusi 80%. Kabar baiknya adalah kecerdasan emosi seseorang dapat dikembangkan lebih baik, lebih menantang, dan lebih prospek dibanding IQ. Kecerdasan emosi dapat diterapkan secara luas untuk bekerja, belajar, mengajar, mengasuh anak, persahabatan, dan rumah tangga.

Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa IQ yang tinggi tidak sepenuhnya menentukan keberhasilan seseorang. Hal ini terbukti dari banyak sekali orang yang berhasil bukan hanya karena IQ-nya yang tinggi, tetapi juga karena kecerdasan emosinya (EQ) yang sangat baik. Dengan demikian, peranan EQ sangat besar dalam mempengaruhi manusia sebagai individu, maupun sebagai masyarakat. Dengan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, maka mereka akan mampu mengendalikan diri (mengendalikan gejolak emosi), memelihara dan memacu motivasi untuk tidak menyerah atau putus asa. Oleh karena itu, perlu kiranya menjadi perhatian tersendiri untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional dalam proses peningkatan hasil belajar siswa, yang biasanya masih belum mampu membangkitkan kekuatan emosional pribadinya untuk menjadikan power dalam belajar dan bekerja. Hasil penelitian yang dilakukan M. Rina Casesarya pada tahun 2006 menemukan bahwa kecerdasan emosional memberikan hubungan sebesar 52% terhadap prestasi belajar. Temuan lain yang mendukung adalah penelitian Utami Ningsih pada tahun 2006 yang menemukan adanya hubungan yang kuat antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Berdasarkan penelitian ini, peran guru diperlukan guna membangkitkan dan mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional siswa, sehingga menghasilkan output yang baik dari setiap siswa, baik siswa yang pintar atau memiliki intelegensi yang tinggi, begitu juga yang memiliki intelegensi yang rendah. Menurut Thursan Hakim (1992:11-20), banyak faktor yang mempegaruhi prestasi belajar siswa. Akan tetapi, secara umum faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: (1) faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) yakni faktor jasmani (berupa kondisi fisik yang normal, kondisi kesehatan fisik) dan faktor psikologis (berupa intelegensi, kemauan, bakat, daya ingat dan daya konsentrasi); dan (2)

faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa) yakni faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan siswa dan faktor lingkungan

masyarakat. Kedua faktor ini saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik diharapkan dapat mengarahkan siswa untuk dapat mengantisipasi dan berusaha mengatasi, jika terdapat hal-hal atau gejala yang dapat menghambat proses belajar siswa. Dewasa ini, salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar siswa adalah kurangnya perhatian guru dan orang tua dalam mengembangkan kecerdasan emosionalnya. Pada umumnya siswa kurang mampu mengendalikan emosinya dalam melakukan sesuatu, sehingga terkadang berbuat sesuka hati, terjadi lepas kontrol. Pada kenyataannya, sebagian guru hanya memperhatikan kecerdasan intelektual siswa, karena mereka menganggap dengan memiliki intelegensi yang tinggi, siswa akan mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Demikian juga orang tua, mempunyai anggapan yang sama, sehingga banyak siswa melakukan aktivitas yang tidak terkendali, dan akhirnya mendapatkan hasil yang mengecewakan.

(3)

265

Berdasarkan kondisi perilaku siswa saat ini, ternyata perlu dikaji penyeimbangan kecerdasan intelektual yang dimiliki siswa dengan kecerdasan emosionalnya, agar mampu menghasilkan siswa yang tangguh dan mandiri serta keberhasilan dalam belajar menjadi lebih baik. Karena kecerdasan emosional sangat mempengaruhi keberhasilan yang akan dicapai para siswa, maka kecerdasan emosional harus dikembangkan secara luas. Dengan berkembangnya emosional siswa, diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat terutama dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, lebih khusus lagi pembelajaran puisi.

KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Kerangka Teoretis

Kerangka teoretis atau landasan teoretis merupakan ancangan teori yang berhubungan dengan hakikat suatu penelitian untuk menjelaskan pengertian-pengertian variabel yang diteliti. Landasan teoretis ini sebagai payung atau titik berpijak si peneliti dalam membangun konsep penelitian. Kerangka teoretis digunakan untuk memperjelas ciri-ciri dari variabel tersebut, sehingga dapat ditarik sebuah kerangka konseptual dan pertanyaan penelitian/hipotesis penelitian. Variabel penelitian yang akan diuraikan pada bagian ini adalah kecerdasan emosional dan kemampuan mengapresiasi puisi.

Hakikat Kecerdasan Arti Kecerdasan

Pada era globalisasi saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi memicu dan memacu orang untuk lebih cerdas. Baik dari diri sendiri maupun dari lingkungan sekitar. Hal ini tampak sangat menonjol, masyarakat berlomba mencari ilmu pengetahuan dan teknologi dalam maupun luar negeri. Disamping itu, para orang tua berlomba mencerdaskan anak-anaknya agar mampu bersaing dengan orang lain, karena teknologi sudah mendunia. Untuk itulah diperlukan kecerdasan setiap insan, agar kemajuan teknologi tidak disalahgunakan, melainkan digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Mark Davis (2006:3) mengartikan kecerdasan sebagai penilaian dari bagaimana orang menangani informasi abstrak. Maksudnya, kecerdasan selalu dianggap sebagai cara orang mengevaluasi gagasan, menggunakan logika, memanipulasi angka, mengenali kemiripan, menarik kesimpulan, dan memahami konsep baru. Lebih luas, Adi W Gunawan (2003:152) mendefenisikan kecerdasan sebagai: (1) kemampuan untuk mempelajari atau mengerti dari pengalaman, kemampuan untuk mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan, kemampuan mental; (2) kemampuan untuk memberikan respons secara cepat dan berhasil pada situasi yang baru; dan (3) kemampuan untuk menggunakan nalar dalam memecahkan. Howard Gardner dalam Adi W Gunawan (2004:229) menyatakan, kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap. Kecerdasan akan lebih tepat digambarkan sebagai kumpulan suatu kemampuan atau keterampilan yang ditumbuhkan dan dikembangkan. Kecerdasan ini bersifat laten, artinya ada pada setiap diri manusia tetapi dengan kadar yang berbeda- beda. Kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki individu tentunya tidak sama, sehingga akan membedakan masing-masing individu itu sendiri. Begitu juga kecerdasan yang dimilikinya. Gardner dalam Thomas Amstrong (2002:1) menjelaskan bahwa “hal terpenting bagi kita adalah menyadari dan mengembangkan semua ragam dan kecerdasan manusia dan kombinasi- kombinasinya. Kita berbeda karena memiliki kombinasi kecerdasan yang berbeda”.

Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan intelektual merupakan salah satu aspek yang selalu aktual untuk dibicarakan dalam dunia pendidikan. Salah satu cara yang sering digunakan untuk menyatakan tinggi-rendahnya tingkat kecerdasan intelektual adalah menerjemahkan hasil intelegensi ke dalam angka yang dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan seseorang. Secara tradisional, angka normatif dari hasil tes intelegensi dinyatakan dalam bentuk rasio dan dinamakan intellgence quotient (IQ). Istilah IQ diperkenalkan untuk pertama kali pada tahun 1912 oleh seseorang ahli psikologi berkebangsaan Jerman bernama William Stern. Selanjutnya, ketika Lewis Terman, seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika di Universitas Stanford menerbitkan revisi tes Binet di tahun 1916, istilah IQ mulai digunakan secara resmi. Menurut Rebel dalam Syah (2006:82) bahwa, “IQ pada dasarnya merupakan sebuah ukuran tingkat kecerdasan yang berkaitan dengan usia. Secara harfiah, IQ berarti hasil bagi intelligensi (skor yang menghasilkan dari pembagian sebuah skor dengan skor lainnya yang berhubungan dengan kemampuan mental orang)”. Hal senada juga diungkapkan Page dalam Tirtonegoro (2001:26) bahwa ”IQ adalah kecerdasan seseorang yang diperoleh dengan membagi umur mental individu dengan umur kronologis”.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa IQ adalah angka atau ukuran yang menyatakan kecerdasan seseorang pada rata-rata tingkat umurnya. Bila anak memperoleh usia mental lebih tinggi dari usia kronologisnya (usia

(4)

266

sebenarnya) maka anak tersebut tergolong anak yang mempunyai IQ tinggi, sebaliknya bila usia mental seorang anak lebih kecil dari pada usia kronologisnya berarti anak tersebut mempunyai IQ yang kurang baik. Sumadi Suryabrata (2002:157), IQ yang diperoleh dari hasil tes yang dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan klasifikasi tingkat inteligensi adalah sebagai berikut :

No. Skor IQ Tingkat Kecerdasan

1. Di atas 140 Luar biasa, Genius

2. 120 – 139 Cerdas sekali, Very Superior 3. 110 – 119 Cerdas, Superior

4. 90 – 109 Sedang, Average 5. 80 – 89 Bodoh, Dull Average

6. 70 – 79 Anak pada batas, Border Line 7. 50 – 69 Debil, Moron

8. 30 – 49 Ambisil 9. Di bawah 30 Idiot

Dengan membandingkan IQ seseorang berdasarkan klasifikasi skor IQ dapat diketahui apakah orang tersebut termasuk dalam kelompok yang mempunyai kapasitas intelektual sangat tinggi (genius) atau tidak. Terman dkk. dalam Azwar (2004:139) menyatakan, “Karakteristik individu yang memiliki IQ tinggi adalah sebagai berikut :

1. Cepat belajar.

2. Berminat dalam membaca biografi-biografi. 3. Punya kecenderungan ilmiah.

4. Telah dapat membaca setelah masuk sekolah. 5. Suka belajar.

6. Punya penalaran abstrak yang baik. 7. Mampu berbahasa dengan baik. 8. Sehat jasmaniah.

9. Punya skor tinggi dalam berbagai tes prestasi. 10. Tingkat energi tinggi.

11. Imajinasi baik”.

Karakteristik IQ tinggi di atas meliputi aspek sosial dan aspek fisik yang ada pada seorang individu. Namun menurut Ward dalam Azwar (2004:140) menyatakan, “Karakteristik individu yang digolongkan sebagai gifted (genius) secara akademis dikemukakan dalam sifat-sifat intelektual sebagai berikut :

1. Kemampuan untuk belajar : Cermat dalam mengamati sosial dan alamiah; Independent, cepat dan efisien dalam mempelajari fakta; Cepat paham dalam membaca disertai oleh daya ingat yang superior.

2. Kekuatan dan Kepekaan pikiran : Siap mengungkap prinsip-prinsip yang medasari sesuatu; Kepekaan akan interferensi terhadap fakta, konsekuensi suatu proposisi, penerapan suatu gagasan; Peningkatan langsung pengamatannya pada level abstraksi yang lebih tinggi; Daya imajinasi; Interpretasi dan daya penyimpulan yang orisinal; Daya untuk membedakan, cepat untuk mengetahui persamaan dan pebedaan diantara berbagai hal dan gagasan; Mampu melakukan analisis, sintesis, dan mengorganisasikan unsur-unsur, situasi-situasi kritis, diri sendiri dan orang lain.

3. Keinginan tahu dan dorongan-dorongan : Ketahanan mental; Keteguhan pada tujuan, ulet, kadang-kadang menolak aturan; Mampu melakukan rencana-rencana dengan ekstensif tapi bermakna; Ingin tahu segala hal; Minat intrinsik dalam hal yang sulit dan menantang; Berminat dan pandai dalam banyak hal; Bosan akan rutinitas”. Karakteristik yang terurai di atas lebih menekankan pada segi intelektual.

(5)

267

Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional sudah lama didengungkan, akan tetapi baru dikenal secara luas pada pertengahan 90-an dengan diterbitkannya buku Daniel Goleman yang berjudul Emotional Intelegensi. Yang sebelumnya Daniel Goleman sendiri telah melakukan riset kecerdasan emosi (EQ) ini lebih dari 10 tahun lamanya untuk mengumpulkan bukti ilmiah yang kuat. Sehingga disaat penelitiannya dipublikasikan, mendapat respon positif dari berbagai kalangan, baik dari akademisi maupun praktisi. Bahkan penelitian tentang kecerdasan emosional tersebut menjadi suatu populer dan terus diusahakan untuk dikembangkan dan dipelajari guna meningkatkan daya aktivitas dan kreativitas individu. Karena diyakini bahwa kecerdasan emosional lebih berperan dalam keberhasilan seseorang. Berbicara tentang kecerdasan emosional tentunya tidak terlepas dari pengertian kecerdasan emosional itu sendiri. Untuk dapat dipahami dan selanjutnya dikembangkan serta dipelajari guna peningkatan kualitas individu dalam belajar. Menurut Salovey dan Mayer dalam Mark Davis (2006:6) kecerdasan emosi (EQ) adalah suatu bentuk kecerdasan yang melibatkan kemampuan memonitor perasaan dan emosi diri sendiri atau orang lain, untuk membedakan di antara mereka dan menggunakan informasi ini untuk menuntun pikiran dan tindakan seseorang. Selanjutnya, beliau mengemukakan bahwa ada empat aspek dasar kecerdasan emosi, yakni: mengenali emosi, memahami emosi, mengatur emosi, dan menggunakan emosi. Selanjutnya Goleman (2003:102) mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Lebih lanjut Goleman memaparkan bahwa seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional yang baik dapat dilihat dari lima kategori utama didalam dua bagian kecakapan yang berbeda yaitu :

1. Kesadaran diri: mengetahui apa yang kita rasakan dan menggunakannya untuk mengambil keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

2. Pengaturan diri: menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif terhadap pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi.

3. Motivasi: menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertidak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. 4. Empati: merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami prespektif mereka, menumbuhkan hubungan saling

percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.

5. Keterampilan sosial: menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.

EQ bukanlah sekedar keterampilan mengendalikan emosi, melainkan lebih dari itu, seperti yang dikatakan Elias, dkk (2000:12) adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya untuk berbagai keperluan dan kesempatan dengan orientasi yang menyeluruh. Sementara Cooper dan Sawaf dalam buku Psikologi Pendidikan (1998:25) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Dengan EQ yang tinggi membuat orang tahu dan sadar sepenuhnya kapan harus marah, menangis, tertawa, sedih, kecewa dan menjadi faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam belajar dan bekerja.

(6)

268

Hakikat Apresiasi Puisi Arti Apresiasi Puisi

Henry Guntur Tarigan (1984:233) menjelaskan bahwa apresiasi diambil dari bahasa Inggris, yakni apreciation yang artinya penghargaan. Apresiasi puisi berarti penghargaan terhadap karya puisi. Selanjutnya dikatakan bahwa, apresiasi adalah penafsiran sesuatu serta penerimaan nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang jelas dan sadar serta kritis. Sejalan dengan pendapat ini, Situmorang (1981:37) menyatakan, “untuk mengapresiasi puisi ada beberapa hal pokok yang harus diperhatikan yakni, tema, arti kata, imagi, lambang, figura bahasa, bunyi, rima, ritme, dan judul”. Selanjutnya Purwa (1991:59) menambahkan bahwa apresiasi berarti menanggapi dengan kemampuan efektif yang di satu pihak peka terhadap nilai-nilai yang dikandung suatu karya sastra yang bersangkutan baik tersirat, maupun yang tersurat. Berdasarkan beberapa pendapat ini, maka apresiasi adalah suatu kegiatan memberikan penghargaan dan penilaian terhadap karya puisi dengan memperhatikan hal-hal pokok yang membangun sebuah karya puisi, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Puisi sering diindentifikasikan sebagai karangan yang terikat oleh syarat-syarat tertentu, seperti: banyaknya baris dalam satu bait, banyaknya suku kata dalam tiap baris, dan adanya persajakan atau persamaan bunyi. Kalau kita perhatikan bentuk-bentuk puisi yang muncul sebelum tahun 1945, terutama puisi lama seperti: pantun, syair, gurindam, dan lain-lain, mungkin defenisi ini cocok. Tetapi kalau kita perhatikan puisi-puisi yang muncul sejak tahun 1945, terutama puisi-puisi mutahkir, jelas defenisi di atas tidak mungkin lagi dapat diterapkan. Untuk dapat memahami struktur karya sastra dan memahami makna setepat-tepatnya, sesorang pembaca perlu mengerti bagian-bagian atau elemen-elemen karya sastra. Sebagai sebuah karya sastra mengandung gagasan keseluruhan, gagasan transformasional, dan gagasan kaidah yang mandiri. Oleh karena itu, untuk memahami karya sastra diperlukan analisis terhadap bagian-bagian tersebut. Dengan demikian, nyatalah bahwa apresiasi sastra merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan penganalisisan karya sastra. Menurut Simatupang (1980:34) bahwa, “kegiatan-kegiatan atau langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memahami karya sastra, paling tidak meliputi tiga hal, yaitu interpretasi atau penafsiran, analisis atau penguraian, dan evaluasi atau penilaian”. Penafsiran adalah upaya memahami karya sastra itu sendiri. Analisis ialah penguraian karya sastra atas bagian-bagian. Secara lebih khusus lagi analisis terhadap karya sastra dibedakan menjadi analisis fiksi dan analisis puisi. Dengan analisis karya sastra yang kompleks dan rumit tersebut dapat dimengerti. Penafsiran dan analisis memungkinkan pembaca untuk memberikan penilaian kepada karya sastra secara tepat sesuai dengan hakikatnya. Penilaian adalah usaha menentukan kadar keberhasilan atau keindahan suatu karya sastra. Dengan adanya penilaian dimungkinkan untuk membuat pemilihan antara karya sastra yang baik dan yang kurang baik. Jika penilaian dapat dilakukan sebaik-baiknya, penghargaan kepada karya sastra dapat dilakukan secara wajar dan sepantasnya. Untuk itu, diperlukan suatau kriteria, yakni kriteria keindahan atau keberhasilan suatu karya sastra, sehingga kebermanfaatan karya sastrapun dapat diketahui dari baik, buruknya karya sastra tersebut. Menurut Henry Guntur Tarigan (1985:4) "Puisi merupakan bagian dari sebuah karya sastra, yaitu karangan atau tulisan yang indah, yang mempunyai makna tertentu, serta memiliki nilai estetis yang tinggi. Kata puisi berasal dari bahasa Yunani: poesis yang berarti penciptaan, tetapi arti yang semula ini lama-kelamaan menjadi sempit ruang lingkupnya, yakni menjadi hasil seni sastra, yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.

Selanjutnya Edgar Allan Poe dalam Henry Guntur Tarigan (1985:4) mengatakan bahwa, puisi adalah kata kreasi keindahan yang berirama (the rythanical creation of beauty). Ukuran satu-satunya ialah rasa. Seirama dengan pendapat ini, Ralp Waldo Emerson mengatakan bahwa puisi merupakan upaya abadi untuk mengekspresikan jiwa sesuatu, untuk menggerakkan tubuh yang kasar dan mencari kehidupan dan alasan yang menyebabkan ada. Sebuah karya puisi merupakan pancaran kehidupan social gejala kejiwaan, dan gejala aspek yang timbul oleh adanya interaksi baik secara langsung maupun secara tidak langsung, secara sadar maupun tidak sadar dalam urutan masa atau periode tertentu. Sehingga pancaran itu tadi berlangsung untuk sepanjang masa selama ini pancaran itu berlaku, selama nilai estetis dari sebuah karya puisi itu berlaku dalam masyarakat. (Abdul Jalil, 1983:1). BP. Situmorang (1983:12) mengemukakan: “puisi merupakan emosi kekaguman yang bersatu dengan pikiran. Atau dengan kata lain, emosi dan pikiran bersatu secara nyata dalam situasi yang imajinatif sifatnya”. Hal yang sama Coleridge (1983:21) mengatakan, puisi adalah bahasa pilihan, yakni bahasa yang benar-benar diseleksi penentuannya secara ketat oleh si penyair. Karena bahasanya harus bahasa pilihan, maka gagasan yang dicetuskan harus diseleksi dan pilihan itu terbagus pula. Cukup banyak pakar bahasa memuat batasan puisi, namun satu sama lain berbeda karena cara pandang dan tinjauannya terhadap puisi berbeda. Jadi, rumusan yang

(7)

269

dapat dikemukakan adalah puisi sebagai karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa, struktur fisik dan struktur batin.

Puisi adalah jenis karya sastra yang menggunakan bahasa secara ketat/terikat. Hal ini sesuai dengan hakekat puisi itu sendiri, yaitu konsentrasi dan intensifikasi. Berbeda dengan prosa yang sifatnya bercerita, dan karena itu bebas menggunakan bahasa secara ketat, terikat, dan terbatas, serta dengan menaruh perhatian penuh pada nilai-nilai estetik, oleh karena itu, berbagai aspek estetik dari bahasa diupayakan penggunaannya secara penuh dan semaksimal mungkin. Menurut Maidar (1986:218), karena sifat puisi yang berbeda denga prosa, maka unsur-unsur intrinsik yang membangun puisi itu dari dalam juga berbeda dengan unsure-unsur intrinsik yang membangun sebuah prosa. Unsur-unsur intrinsik dari sebuah puisi tersebut adalah tema, amanat, musikalitas, korespondensi, dan gaya bahasa.

Unsur - Unsur Puisi

Seorang kritikus sastra yang terkenal menunjukkan kepada kita bahwa suatu puisi mengandung suatu makna keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenai inti pokok puisi atau objeknya), perasaannya, (yaitu sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya), nadanya (yaitu maksud atau tujuan sang penyair). Dengan demikian hakekat puisi dapat disimpulkan terdiri atas : (1) tema/amanat; (2) musikalitas; (3) korespondensi; (4) gaya bahasa. Uraian berikut ini akan memaparkan konsep hakikat puisi satu per satu.

Tema

Sama halnya dengan pengarang, penyair juga ingin menyampaikan sesuatu melalui puisinya kepada orang lain. Sesuatu yang ingin disampaikannya ini adalah salah satu masalah yang dialaminya di dalam kehidupannya. Masalah ini bisa berupa apa saja, mungkin tentang cerita, atau tentang kebenaran, keadaan atau mungkin juga tentang perlawanan, dan sebagainya. Misalnya yang diangkat penyair di dalam persaingan kita sebut tema. Dalam puisi tema erat kaitannya dengan amanat. Kalau tema itu berupa pokok persoalan yang dikemukakan atau dilukiskan di dalam puisi, maka amanat adalah apa yang ingin disampaikan penyair kepada orang lain (dalam hal ini penikmat atau pembaca puisinya). Seluruh puisi bukan hanya berisi tema dan amanat, tetapi juga berisi visi, pandangan, atau sikap si penyair terhadap pokok persoalan yang diutarakan. Visi, pandangan ini biasanya sejalan dengan pandangan hidup, anutan paham, dan watak si penyair. Sebuah persoalan yang sama mungkin dipandang dengan sikap yang berbeda.

Musikalitas

Musikalitas merupakan unsur intrinsik puisi yang sangat penting karena, pada unsur inilah terletaknya ciri utama dari sebuah puisi. Tanpa unsur musikalitas ini rasanya tidak mungkinlah sebuah karya sastra disebut sebagai puisi. Unsur musikalitas ini mencakup masalah rima (persajakan atau persamaan bunyi) dan masalah bunyi baik efoni maupun kafoni. Rima biasa disebut juga persajakan adalah persamaan bunyi yang terdapat pada kata-kata di dalam puisi. Persamaan bunyi ini biasa terdapat secara vertikal. Jadi pada kata-kata di antara baris yang satu dengan baris yang lain. Dapat juga secara horizontal, yakni pada kata-kata dalam sebuah baris puisi. Sebagai contoh dapat kita perhatikan bait pertama dari puisi Ali Hasmi di bawah ini.

Pagiku hilang sudah melayang Hari mudaku sudah pergi

Sekarang petang dating membayang Batang usiaku sudah tinggi

Suku kata terakhir pada baris pertama “ang” bersajak dengan suku kata terakhir pada baris ketiga “ang”; dan suku kata terakhir pada baris kedua “gi” bersajak dengan suku kata terakhir pada baris keempat “gi”. Selain itu, suku akhir pada kata “hilang” yang terdapat pada baris pertama juga bersajak dengan kata “petang” pada baris keempat. Secara horizontal pada baris pertama terdapat persajakan pada kata “hilang” dan “melayang” dan pada baris ketiga ada persajakan antara kata-kata “petang”, “datang” dan “membayang”.

Dalam puisi lama pola-pola persajakan ini sudah tetap dan tidak boleh dilanggar. Kalau dilanggar, maka puisi itu menjadi tidak bernilai. Sebaliknya dalam puisi baru pola-pola persajakan yang tetap dan harus diikuti secara ketat itu tidak ada.

(8)

270

Namun tidak berarti bahwa dalam puisi baru unsur persajakan itu tidak ada. Puisi baru juga dibangun dengan bahasa estetis, namun lebih tegas dan agak emosional. Unsur persajakan itu ada, dan juga merupakan hal yang sangat penting.

Korespondensi

Yang dimaksud dengan korespondensi adalah hubungan yang terdapat di dalam puisi, mungkin antara baris dengan baris berikutnya, bait dengan bait berikutnya, kata dengan kata yang lain, atau frase dengan frase yang lain. Korespondensi nampak secara lahiriah, dan biasanya hanya berkenaan dengan makna. Kalau kita perhatikan sejenak apa yang terdapat pada puisi Menyesal gubahan Ali Hasmy pada kutipan di bawah ini, yakni pada bait pertama dulu.

Pagiku hilang, sudah melayang Hari mudaku sudah pergi

Sekarang petang datang membayang Batang usiaku sudah tinggi

Dalam puisi itu sebenarnya penyair hanya hendak menyatakan bahwa dia sudah tua. Tetapi dibuatnya sedemikian rupa sehingga konsentrasi dan intensifikasi dua hal yang menjadi hakikat puisi, dapat terlaksana dengan baik. Dalam bait itu kita lihat adanya beberapa korespondensi. Pada baris pertama frase pagiku hilang berkorespondensi dengan frase sudah melayang, sebab kedua frase itu mempunyai makna yang sama. Kemudian baris pertama ini secara keseluruhan berkores pondensi juga dengan baris kedua, yaitu Hari mudaku sudah pergi, sebab maknanya juga sama. Baris ketiga sekarang petang datang membayang, juga berkorespondensi dengan baris-baris sebelumnya, sebab maknanya merupakan lanjutan logis dari baris-baris sebelumnya. Lalu, baris keempat juga berkorespondensi dengan baris ketiga sebab maknanya juga sama.

Gaya Bahasa

Pada setiap karya sastra pada umumnya selalu terdapat penggunaan gaya bahasa. Gaya bahasa adalah bahasa kias, bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan tujuan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Gaya bahasa dari kosa kata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik. Kian kaya kosa kata seseorang, kian beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya. Peningkatan pemakaian gaya bahasa jelas memperkaya kosa kata pemakaiannya. Oleh karena itu pengajaran gaya bahasa merupakan suatu teknik penting dalam pengajaran kosa kata. Majas atau gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan, baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk ujaran (lisan) kekhasannya adalah terletak pada penulisan kata-kata yang digunakannya. Kata-kata yang digunakan dalam majas, tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya. Penyampaian pikiran atau perasaan dengan menggunakan majas, akan terasa lebih menyentuh hati penerimanya. Meskipun demikian, hendaknya perlu diingat bahwa penggunaan majas yang berlebihan akan menyebabkan kaburnya (ketidakjelasan) makna yang ingin disampaikan tersebut. Beberapa gaya bahasa yang biasa ditemui dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas empat kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan; (2) gaya bahasa pertentangan; (3) gaya bahasa pertautan; (4) dan gaya bahasa perulangan.

Kerangka Konseptual

Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengenali emosi diri, mengendalikan emosi diri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Kecerdasan emosional yang memberikan kotribusi terbesar dalam mencapai keberhasilan seseorang sangat perlu dikembangkan dan dipelajari agar dapat terus dan tetap memberikan kontribusi keberhasilan di semua bidang, khususnya dalam proses pembebelajaran siswa. Dengan memiliki kecerdasan emosional yang sangat baik, siswa akan mampu mengendalikan diri, memelihara, dan memacu motivasi untuk tidak mudah menyerah ataupun putus asa. Kecerdasan emosional membantu siswa untuk menentukan kapan dan di mana ia bisa mengungkapkan perasaan dan emosinya. Siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dapat menguasai emosinya, seperti kapan harus marah, kapan harus menangis, tertawa, bersedih dan kecewa, sehingga dapat mengendalikan jiwa dan perasaannya. Dengan adanya pengendalian tersebut diharapkan siswa menjadi mandiri, tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah yang dihadapinya, baik masalah di sekolah

(9)

271

maupun di luar sekolah. Ssiswa yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi akan mampu berpikir dengan cepat, mampu menganalisis, mampu memecahkan persoalan yang timbul dan memberikan solusi terhadap masalah tersebut, sehingga akan berdampak pada keberhasilan atau prestasi belajarnya. Demikian halnya dengan penelitian ini, peneliti ingin mengetahui kecerdasan emosional siswa dalam mengapresiasi puisi.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian memegang peranan penting dalam sebuah penelitian karena semua yang dilakukan dalam upaya menemukan dan membuktikan sesuatu didalam penelitian sangat bergantung pada metode yang digunakan. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini deskripsi korelasional, yaitu metode yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. Hal ini sesuai dengan pendapat Ali (1987:188) yang mengatakan, “analisis korelasi sering digunakan dalam pengolahan data penelitian dengan tujuan melihat hubungan antara variabel atau lebih”.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini digunakan uji normalitas Liliefors. Berdasarkan persamaan diperoleh harga L0 data X

sebesar 0,0867 dan harga L0 data Y sebesar 0,0899 dan harga Ltabel dari 80 sampel (

= 0,05) adalah 0,0995. Jadi harga L0  Ltabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berikut disajikan

ringkasan hasil uji normalitas pada tabel 4.4.

Tabel Ringkasan Hasil Analisis Uji Normalitas Setiap Variabel

Variabel Penelitian L0 Ltabel (

= 0,05)

Kecerdasan Emosional (X2) 0,0867

Kemampuan Mengapresiasi Puisi (Y) 0,0899

Uji Linieritas dan Keberartian Regresi

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan terikat yang merupakan syarat untuk menggunakan teknik statistik dan analisis regresi. Oleh karena itu ada dua persamaan regresi yang perlu diuji kelinieran dan keberartian masing-masing variabel Y atas X.

Uji Linieritas Dan Keberartian Variabel Y Atas X

Berikut ini disajikan ringkasan analisis varians (ANAVA) yang menguji kelinieran dan keberartian persamaan regresi kemampuan mengapresiasi (Y) atas kecerdasan emosional (X). Dari hasil Perhitungan diperoleh persamaan regresi Y atas X adalah

Y

ˆ

22

,

781

0

,

542

X

1

Uji Linieritas Dan Keberartian Variabel Y Atas X

Berikut ini disajikan ringkasan analisis varians (ANAVA) yang menguji kelinieran dan keberartian persamaan regresi kemampuan mengapresiasi puisi (Y) atas kecerdasan emosional (X). Dari hasil Perhitungan diperoleh persamaan regresi Y atas X adalah :

Y

ˆ

30

,

530

0

,

384

X

2

Tabel Ringkasan ANAVA Untuk Persamaan Y atas X

Sumber Variasi Dk JK KT Fhitung Ftabel

Total 80 204562 204562 Regresi (a) Regresi (b/a) Residu 1 1 78 196614,45 1196,86 6750,69 196614,45 1196,86 86,55 13,83 3,964

(10)

272 Tuna cocok

Kekeliruan 16 62 1999,706 4750,984 124,98 76,63 1,63 1,831

Dari tabel dilihat bahwa Ftabel dengan dk (16:62) pada taraf signifikansi 5% adalah 1,831, sedangkan Fhitung yang diperoleh

1,63 yang berarti Fhitung Ftabel sehingga persamaan regresi:

Y

ˆ

30

,

530

0

,

384

X

adalah linier. Selanjutnya untuk uji

keberartian persamaan regresi, Ftabel dengan dk (1:78) pada taraf signifikansi 5% adalah 3,964, sementara Fhitung sebesar

13,83. ternyata Fhitung  Ftabel sehingga persamaan regresi tersebut berarti. Dengan demikian dapat disimpulkan koefisien

arah persamaan regresi Y atas X mempunyai hubungan yang linier dan berarti pada taraf signifikan 5%.

Pengujian Hipotesis Korelasi Jenjang Nihil

Analisis korelasi jenjang nihil dilakkukan untuk mengetahui koefisien korelasi antara variabel kecerdasan emosional (X) dengan kemampuan mengapresiasi puisi (Y). Indeks korelasi jenjang nihil dapat dilihat pada tabel 4.6. berikut ini.

Tabel 4.6. Ringkasan Koefisien Korelasi Antar Variabel

Variabel X Y rtabel

X 1 0,401 0,220

Y - 1 -

Variabel X dengan Y (ry = 0,401) harga rtabel pada taraf signifikansi 5% adalah 0,220. Oleh karena harga ry rtabel (0,401 

0,220) maka dapat dikatakan variabel X dengan dengan Y mempunyai hubungan yang signifikan. Variabel X (r = 0,207) harga rtabel pada taraf signifikansi 5% adalah 0,220. Oleh karena harga rxy rtabel (0,207  0,220) maka dapat dikatakan

variabel X dengan Y mempunyai hubungan yang tidak signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional (X) dengan kemampuan mengapresiasi puisi (Y).

Korelasi Parsial

Untuk menguji hipotesis minor yaitu hubungan antara kecerdasan emosional (X) dengan kemampuan mengapresiasi puisi (Y) digunakan korelasi parsial.

Tabel Ringkasan Hasil Perhitungan Korelsi Variabel Penelitian Korelasi Koefisien Korelasi Parsial Harga rtabel

= 0,05 Harga t Hitung Tabel ry ry 0,521 0,350 0,220 5,076 3,299 1,994

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa koefisien korelasi parsial antara variabel bebas dan terikat setelah dibersihkan ketergantungannya dari variabel bebas lainnya diperoleh harga rhitung  rtabel pada taraf signifikansi 5%. Perhitungan uji

keberartian korelasi parsial menunjukkan bahwa thitung ttabel. Dengan demikian koefisien korelasi parsial antara X dengan Y

memiliki hubungan yang berarti pada taraf signifikansi 5%. Untuk menguji hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan positif yang linier dan berarti antara kecerdasan emosional dengan kemampuan mengapresiasi puisi digunakan analisis korelasi. Dari lampiran diketahui harga koefisien korelasi antara variabel Y dengan variabel X sebesar r = 0,623 sedangkan rtabel pada

= 0,05 dan n = 80 sebesar 0,220. Dengan demikian, harga rhitung rtabel (0,623  0,220), yang berarti terdapat

korelasi yang positif antara kecerdasan emosional dengan kemampuan mengapresiasi puisi. Artinya dengan tingginya kecerdasan emosional maka kemampuan mengapresiasi puisipun tinggi pula. Besarnya hubungan korelasi tersebut ditentukan oleh koefisien determinasi ganda (R2). Dengan harga R = 0,623 diperoleh R2 sebesar 0,3881 yang memberikan

kesimpulan bahwa tinggi rendahnya kemampuan mengapresiasi puisi sebesar 38,81% dapat dijelaskan oleh kecerdasan emosional dengan hubungan yang linier dengan persaman Ŷ = 11,278 + 0,480X1 + 0,294X2 dan sisanya ditentukan oleh

(11)

273

keadaan yang lain. Ketepatan dan ketajaman prediksi hubungan linier di atas tergantung kepada koefisien regresi yang terjadi. Untuk itu dilakukan uji keberartian koefisien korelasi regresi dengan uji F dengan harga R = 0,623 diperoleh Fhitung =

22,96. Dari daftar distribusi F dengan dk (2:77) dan

= 0,05 diperoleh Ftabel = 3,116. Oleh karena Fhitung Ftabel maka dapat

dikatakan bahwa X prediktor yang signifikan dengan Y. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa :

1. Hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan yang positif dan berarti antara kecerdasan emosional (X) dengan kemampuan mengapresiasi puisi (Y). Dari tabel 4.6. terlihat bahwa koefisien korelasi antara X dengan Y sebesar 0,401 sedangkan rtabel pada

= 0,05 dan n = 80 sebesar 0,220 sehingga harga rhitung  rtabel (0,401  0,220). Sedangkan

pada tabel 4.8. terlihat bahwa koefisien korelasi parsial antara X dengan Y diperoleh ry sebesar 0,350 dan diperoleh

thitung sebesar 3,299. Harga ttabel untuk n = 80 pada taraf signifikansi 5% adalah 1,994. Oleh karena itu thitung  ttabel

(3,299  1,994) maka dapat dikatakan bahwa variabel X dengan Y terdapat hubungan yang positif dan berarti.

2. Dengan demikian hipotesis penelitian (H0) yang diajukan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif dan berarti antara

kecerdasan emosional dengan kemampuan mengapresiasi puisi dapat ditolak, dan hipotesis (Ha) yang diajukan bahwa

terdapat hubungan yang positif dan berarti antara kecerdasan emosional dengan kemampuan mengapresiasi puisi dapat diterima.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kecerdasan emosional (X) pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Doloksanggul Tahun Pembelajaran 2015/2016 memiliki mean (M) atau rata-rata sebesar 49,61 dan standar deviasi (SD) sebesar 10,01.

1. Kemampuan mengapresiasi puisi (Y) pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Doloksanggul Tahun Pembelajaran 2015/2016 memiliki mean (M) atau rata-rata sebesar 49,58 dan standar deviasi (SD) sebesar 10,03.

2. Dengan menggunakan uji normalitas liliefors data didapat bahwa kedua variabel penelitian berasal dari populasi berdistribusi normal.

3. Persamaan regresi ganda Ŷ = 11,278 + 0,294X dan setelah diuji dengan statistik F ternyata terdapat hubungan yang berarti pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan tingginya kecerdasan emosional, maka kemampuan mengapresiasi puisipun tinggi.

4. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan kemampuan mengapresiasi puisi siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Doloksanggul Tahun Pembelajaran 2015/2016. Dengan demikian kecerdasan emosional secara nyata dapat menentukan dan memberikan sumbangan terhadap kemampuan mengapresiasi puisi.

Saran

1. Kepada guru bahasa Indonesia agar memanfaatkan kecerdasan emosional siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga diperoleh kemampuan mengapresiasi puisi yang optimal.

2. Kepada guru agar dapat mengembangkan kecerdasan emosional untuk meningkatkan hasil pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, sehingga siswa yang menjadi output sekolah adalah siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, dan mandiri.

3. Melalui pengetahuan akan kecerdasan emosional siswa, para guru menjadi tahu akan karakter siswanya, sehingga dapat menggunakan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kecerdasan emosional siswa.

4. Perlu diadakan penelitian yang lebih lanjut denga tujuan yang berbeda guna melihat dampak lain dari kecerdasan emosional dalam belajar bahasa Indonesia.

(12)

274

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono., (2002), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Arikunto, S., (1989), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. ___________, (2003), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Armstrong, T., (2002), Menemukan Dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligence, Penerbit Gramedia, Jakarta.

Azwar, S., (2004), Pengantar Psikologi Intelegens, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Davis, M., (2006), Tes EQ Anda, Penerbit Mitra Media, Jakarta.

Goleman, D., (2003), Emotional Intelligence, Penerbit Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Gunawan, A., (2004), Born to Be a Genius, Penerbit Gramedia Utama, Jakarta.

Hakim, Thursan., (2005), Belajar Cara Afektif, Penerbit Puspa Swara, Jakarta.

Hamalik, O., (2004), Psikologi Belajar Dan Mengajar, Penerbit Sinar Baru Algaensindo, Bandung. Hudojo, H., (1988), Mengajar Belajar Bahasa Indonesia, Depdikbud.

Muhab, Sukro.,(2007), Olimpiade Hanya Kamuflase Belaka, http:www.pikiranrakyat.com/2007/042007/18/0701.htm.

Munzert,A.W., (2003), Tes IQ, Penerbit Ketindo Publisher, Jakarta.

Ngermanto, A., (2002), Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum), Penerbit Nuansa, Bandung.

Ningsih, Utami., (2006), Hubungan Emotional Quotiont (EQ) terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas II Semester 2 SMP

Negeri 9 Tebing Tinggi, Skipsi, STKIP Riama, Medan.

Rina, Casesarya., (2006), Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Biologi KelAS III IPA SMA

Negeri 3 Medan Tahun Ajaran 2005/2006, Skripsi, STKIP Riama, Medan.

Sudjana, (1991), Metode Statistik, Penerbit Tarsito, Bandung. , (2001), Metode Statistik, Penerbit Tarsito, Bandung.

Suryabrata, S., (2002), Psikologi Pendidikan, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta. Syah, M., (2003), Psikologi Belajar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Tirtonegoro, S., (2001), Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Winkell,W.S., (1989), Psikologi Pengajaran, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Gambar

Tabel Ringkasan Hasil Analisis Uji Normalitas Setiap Variabel
Tabel Ringkasan Hasil Perhitungan Korelsi Variabel Penelitian  Korelasi  Koefisien  Korelasi Parsial  Harga r tabel = 0,05  Harga t Hitung  Tabel  r y  r y  0,521 0,350  0,220  5,076 3,299  1,994

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, berdasarkan deskripsi data hasil post test kemampuan mengapresiasi cerpen terhadap 4 kelompok sel penelitian, yaitu: (1) kelompok eksperimen dengan minat

Kebijakan Hutang memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap nilai perusahaan dengan nilai koefisien negatif, artinya semakin tinggi hutang akan meningkatkan beban bunga

A teacher training program, named Model-Supported Scientific Inquiry Training Program (MSSITP) has been successfully developed to improve the inquiry skills of Indonesian

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Santoso (2015) yang berjudul “Pengaruh Kualitas Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Pengendalian Internal Berbasis COSO dan

Walaupun biaya pakan pada perlakuan B dan A lebih tinggi dibanding perlakuan C oleh karena ternak selain hijauan juga diberi pakan murah namun hasil yang

Definisi Operasional : pada penelitian ini dilakukan analisis kadar zat gizi abon ikan kembung dengan subtitusi rumput laut merah pada produk Bakpao, dengan melihat

Informasi yang terdapat pada tabel routing dapat diperoleh secara static routing melalui perantara administrator dengan cara mengisi tabel routing secara manual

Sebuah sampel random sebesar n = 300 telah dipilih dari populasi yang terdiri dari penduduk kota yang telah dewasa dan ternyata 36 orang merokok paling sedikit satu bungkus per