• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH (COPING) DALAM PEMECAHAN KASUS PADA ANGGOTA RESERSE KRIMINAL DI KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PEMECAHAN MASALAH (COPING) DALAM PEMECAHAN KASUS PADA ANGGOTA RESERSE KRIMINAL DI KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR SEMARANG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

19 STRATEGI PEMECAHAN MASALAH (COPING) DALAM PEMECAHAN KASUS PADA

ANGGOTA RESERSE KRIMINAL DI KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR SEMARANG

(Studi Kasus di Polrestabes Kota Semarang)

Tri Yuli Arfianto

Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran atau deskripsi secara mendalam mengenai strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota Reskrim. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 135 orang anggota Reskrim Polrestabes Semarang. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel incidental sampling.

Metode pengumpulan data dengan menggunakan Skala Strategi Pemecahan Masalah (Coping) pada anggota Reskrim. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota Reskrim secara umum pada kategori tinggi. Strategi pemecahan masalah (coping) berpusat pada emosi sebagian besar berada pada kategori sedang dan strategi pemecahan masalah (coping) berpusat pada masalah sebagian besar berada pada kategori sangat tinggi. Kata Kunci : strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota Reskrim

Abstract

This research aims to determine between the problem-solving strategies (coping) on Criminal police. Respondents consisted of 135 members of the Criminal Polrestabes Semarang. This study used an incidental sampling technique.

The data of this study were collected by Problem Solving Strategies (Coping) on Criminal members Scale. Data analysis was conducted by using descriptive analysis techniques. The results showed that the level of problem-solving strategies (coping) on Criminal members generally in the high category. Emotional problem solving strategies (coping) in middle category and problem-solving strategies (coping) in the very high category.

(2)

20 Pendahuluan

Fungsi teknis kepolisian yang lebih sering berinteraksi langsung dengan masyarakat adalah anggota Polri bagian operasional (lapangan) dan rentan terhadap penilaian negatif dari masyarakat. Fungsi teknis kepolisian yang senantiasa bersinggungan langsung dengan masyarakat adalah satuan Reserse Kriminal (selanjutnya disingkat Reskrim). Kepolisian tidak mungkin tanpa Reskrim, karena Reskrim merupakan perwujudan fungsi yang secara represif memerangi kejahatan. Reserse atau dalam bahasa Belanda, Recherche, atau juga bisa disebut Polisi Rahasia adalah Polisi tidak berseragam, yang bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk mencari informasi dan barang bukti yang berguna bagi pengungkapan suatu tindak pidana serta untuk menemukan pelakunya. Tugas pokok Reskrim adalah melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan koordinasi serta pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berdasarkan Undang-undang No 8 Tahun 1981 dan peraturan perundangan lainnya. Fungsi Reskrim ialah menyelenggarakan segala usaha, kegiatan dan pekerjaan yang berkenaan dengan pelaksanaan fungsi Reserse kepolisian dalam rangka penyidikan tindak pidana sesuai dengan Undang–undang yang berlaku, dan sebagai korwas PPNS serta pengelolaan Pusat Informasi Pusat Kriminal (PIK) (Surat Keputusan Kapolri: Nopol /180/III, 2006:134).

Reskrim dalam pemahaman umum selalu dikaitkan dengan kejahatan dan bagaimana menanganinya termasuk mengungkapnya, sehingga dalam pandangan masyarakat Reskrim identik dengan Polisi. Berhasil atau tidaknya tugas Polisi, profesional atau tidaknya Polisi akan dikembalikan pada penyelenggara fungsi kepolisian yang bertugas di lapangan seperti halnya dengan fungsi Reskrim. Tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh anggota fungsi operasional Reskrim tergolong berat, namun anggota Reskrim diharapkan tetap berpacu pada tugas pokok Polri yaitu melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, sehingga setiap tugas dapat terselesaikan dengan baik. Adapun kejadian-kejadian yang sering terjadi pada anggota kepolisian fungsi operasional Reskrim selalu berkaitan dengan tersangka tindak kejahatan (tahanan). Anggota Reskrim dituntut untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah, sehingga berbagai kasus kejahatan yang terjadi dapat terungkap dan terselesaikan dengan maksimal.

Mangkunegara (2005: 76) menyatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah adalah strategi mengidentifikasi dan memahami masalah secara efektif terhadap sebab-sebab yang melatar belakangi masalah yang ada. Kemampuan memecahkan masalah juga merupakan cara berpikir (way of thinking). Kemampuan memecahkan masalah membantu individu

(3)

21 meningkatkan kemampuan penalaran logis. Proses

memecahkan masalah biasanya melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Individu yang menghadapi satu tujuan akan menghadapi persoalan dan dengan demikian individu menjadi terangsang untuk mencapai tujuan itu dan mengusahakan sedemikian rupa sehingga persoalan itu dapat diatasi. Individu yang melakukan kemampuan memecahkan masalah yang baik adalah individu yang dapat memecahkan suatu permasalahan secara efektif dan efiesien. Kemampuan memecahkan masalah dikatakan efektif bila sesuai dengan tujuan yang dikehendaki, sedangkan dikatakan efisien bila menggunakan proses berpikir yang tepat dan rasional sesuai dengan masalah yang dihadapi.

Berdasarkan keterangan dari Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, tercatat selama tahun 2012, pihak Kepolisian hanya mampu menyelesaikan 167.653 kasus kejahatan. Padahal, terdapat sekitar 316.500 perkara kejahatan yang ditangani oleh Kepolisian (Syafina, 2012). Contoh kasus tersebut memberi gambaran kurangnya kemampuan yang dimiliki anggota Reskrim dalam memecahkan kasus kejahatan, sehingga dikhawatirkan dapat berdampak pada keamanan dan kenyamanan yang dirasakan oleh masyarakat.

Kesuksesan pemecahan masalah yang dilakukan individu tergantung dari strategi pemecahan masalah yang digunakan. Rasmun (2004: 45) menyatakan bahwa strategi pemecahan masalah

(coping) merupakan usaha yang dilakukan individu untuk menghindari situasi yang menekan dan menimbulkan stres bagi individu. Pekerjaan sebagai penyidik yang dituntut untuk dapat memecahkan setiap kasus yang terjadi merupakan tugas yang berat dan dapat menimbulkan perasaan tertekan pada anggota Reserse Kriminal. Peran strategi pemecahan masalah menjadi penting, mengingat kesuksesan anggota Reskrim dalam menangani setiap kejahatan dapat semakin meningkatkan kinerja anggota Reskrim.

Strategi pemecahan masalah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu koping yang berpusat pada emosi dan koping yang berpusat pada masalah. Strategi pemecahan masalah yang berpusat pada emosi adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful (Lazarus dan Folkman dalam Smet, 1994: 143). Apabila individu tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, maka individu akan cenderung mengatur emosinya. Sedangkan strategi pemecahan masalah yang berpusat pada masalah adalah usaha yang dilakukan individu untuk memperbaiki situasi dengan melakukan beberapa tindakan sekaligus. Menurut Sarafino (1998: 135), strategi pemecahan masalah yang berpusat pada masalah merupakan jenis koping yang baik untuk

(4)

22 dilakukan karena bertujuan untuk mengurangi

tuntutan dari situasi penuh stres dan mengembangkan kemampuan untuk menghadapi stres.

Hasil analisis wawancara yang dilakukan peneliti terhadap anggota fungsi Reskrim, diketahui bahwa anggota merasa tertekan dengan berbagai kasus yang dihadapi. Sulitnya kasus-kasus yang masuk pada fungsi Reskrim untuk dipecahkan menjadikan anggota terkadang putus asa untuk segera menanganinya. Anggota terkadang justru beralih pada kasus lain yang dianggap lebih mudah untuk diselesaikan.

Berbagai bekal keterampilan yang dimiliki anggota dalam penanganan kasus kejahatan dapat meningkatkan kompetensi kerja anggota Reskrim yang ditunjang dengan adanya strategi pemecahan masalah yang tepat diharapkan dapat menunjukkan kemampuan memecahkan masalah yang baik dan setiap tugas dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan target dan batas waktu yang ditetapkan. Kenyataannya, masih terjadi kegagalan dalam pemecahan masalah yang mengakibatkan berbagai kasus tidak terselesaikan dengan baik. Berbagai permasalahan yang ada pada fungsi Reskrim yang menuntut anggota untuk dapat menyelesaikannya secara cepat dan tepat menjadikan strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota Reskrim sangat penting. Strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota Reskrim sendiri juga bukanlah hal yang bersifat statis karena

anggota Reskrim dapat menerapkan strategi pemecahan masalah (coping) yang efektif sesuai permasalahan yang terjadi. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis berusaha untuk mengetahui gambaran atau deskripsi secara mendalam strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota Reskrim. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran atau deskripsi secara mendalam strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota Reskrim?

Strategi Pemecahan Masalah (Coping)

Siswanto (2007: 60) menyatakan bahwa koping termasuk konsep sentral dalam memahami kesehatan mental. Koping berasal dari kata “koping” yang bermakna harafiah pengatasan/penanggulangan (to cope with = mengatasi, menanggulangi). Lebih lanjut Siswanto (2007: 60) menyatakan bahwa koping dimaknai sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai sesuatu yang dinilai sebagai suatu tantangan. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa strategi pemecahan masalah (coping) adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk menghindari situasi yang menekan dan menimbulkan stres bagi individu yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan.

(5)

23 Koping yang berpusat pada emosi

Strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada emosi adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful (Lazarus dan Folkman dalam Smet, 1994: 143). Apabila individu tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, maka individu akan cenderung mengatur emosinya. Strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada emosi menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003: 566) adalah strategi penanganan stres dengan cara emosional, terutama dengan penilaian defensif. Koping yang berpusat emosi definisikan sebagai koping yang diarahkan pada mengatur respon emosional terhadap masalah. Strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada emosi menurut Siswanto (2007: 62) merupakan jenis koping yang mengurangi atau menghilangkan tekanan-tekanan kebutuhan/fisik, motorik, atau gambaran afeksi dari tekanan emosi yang dibangkitkan oleh lingkungan yang bermasalah.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada emosi adalah satu bentuk koping yang digunakan individu dalam mengarahkan diri pada percobaan-percobaan untuk memengaruhi atau mengendalikan dirinya sendiri dengan

berusaha mengurangi dampak stressor (tuntutan untuk menyesuaikan diri) dengan menyangkal adanya stressor atau menarik diri dari situasi.

Taylor (dalam Smet, 1994: 145) menyatakan bahwa bentuk-bentuk strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada emosi dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a) Kontrol diri b) Membuat jarak

c) Penilaian kembali secara positif (positif reappraisal)

d) Menerima tanggung jawab

e) Lari/penghindaran (escape avoidance).

Bishop (1994: 156) menyebutkan strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada emosi ada delapan bentuk, antara lain:

a) Mencari dukungan sosial

Yaitu usaha individu untuk mendapatkan dukungan moral, simpati, dan pemahaman. b) Bersikap positif

Yaitu individu menginterpretasikan kembali situasi yang ada dengan positif.

c) Penerimaan diri

Yaitu menerima kenyataan dari situasi yang ada. d) Penyangkalan

Yaitu menyangkal kenyataan situasi yang ada. e) Berpaling kepada agama

Yaitu individu berdoa, meminta pertolongan dari Tuhan, dan mencari ketenangan dari agama.

(6)

24 f) Memfokuskan diri untuk menghilangkan

sumber penyebab stres

Yaitu memfokuskan hal-hal yang menjadi sumber dari situasi yang penuh stres dan menghilangkannya.

g) Pelepasan perilaku

Yaitu mengundurkan diri dari usaha untuk mencapai tujuan yang mana masalah penyebab stres yang dialami dianggap mengganggu. h) Pelepasan mental

Yaitu berpaling pada aktivitas yang lain agar perhatian individu beralih dari situasi yang menekan.

Strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada masalah

Menurut Sarafino (1998: 135), strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada masalah merupakan jenis koping yang baik untuk dilakukan karena bertujuan untuk mengurangi tuntutan dari situasi penuh stres dan mengembangkan kemampuan untuk menghadapi stres. Bishop (1994: 154) menambahkan bahwa strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada masalah adalah usaha untuk mengubah situasi objektif dengan cara mengubah sesuatu di dalam lingkungan atau bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada masalah merupakan usaha untuk mengubah situasi objektif dengan cara

mengubah sesuatu di dalam lingkungan atau bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungan.

Menurut Bishop (1994: 156) ada lima bentuk strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada masalah antara lain:

a) Active coping (keaktifan diri)

Mengambil langkah aktif untuk mencoba menghilangkan atau menghindari sumber stres atau untuk mengurangi akibatnya.

b) Planning (perencanaan)

Planning atau perencanaan adalah memikirkan tentang bagaimana untuk mengatasi sumber stres.

c) Suppression of competiting activities (penekanan pada aktivitas utama)

Yaitu usaha individu untuk membatasi ruang gerak atau aktivitas dirinya yang tidak berhubungan dengan masalah untuk berkonsentrasi penuh pada tantangan maupun ancaman yang sedang dialaminya.

d) Restraint coping (penguasaan diri)

Jenis koping ini mengutamakan usaha untuk mengontrol atau mengendalikan tindakan sampai pada kesempatan yang baik untuk bertindak. e) Seeking social support for instrumental reasons

(mencari dukungan sosial untuk alasan-alasan instrumental).

Yaitu usaha individu untuk mencari nasehat, bantuan atau informasi.

(7)

25 Tylor (dalam Smet, 1994: 145) menyatakan

bahwa bentuk-bentuk strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada masalah, antara lain: a) Konfrontasi

b) Mencari dukungan sosial

c) Merencanakan pemecahan masalah

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk strategi pemecahan masalah (coping) yang berpusat pada masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah konfrontasi, keaktifan diri, perencanaan, penekanan pada aktivitas utama, penguasaan diri, dan mencari dukungan instrumental.

Metode Penelitian

Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah anggota Reskrim Polrestabes Semarang, yang berjumlah 160 anggota. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah incidental sampling. Dalam penelitian ini skala yang digunakan, yaitu Skala Strategi Pemecahan Masalah (Coping) pada anggota Reskrim. Teknik anlisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif, yaitu menghitung mean (rata-rata) dan prosentase dari variabel penelitian, yaitu strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota reskrim.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil data penelitian yang diperoleh, variabel Strategi Pemecahan Masalah (Coping) pada anggota Reskrim diperoleh Mean Empirik sebesar 123,31. ini mengindikasikan

tingkat strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota Reskrim pada kategori tinggi.

Tingkat strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota Reskrim secara umum pada kategori tinggi. Strategi pemecahan masalah (coping) berpusat pada emosi sebagian besar berada pada kategori sedang dan strategi pemecahan masalah (coping) berpusat pada masalah sebagian besar berada pada kategori sangat tinggi. Rasmun (2004: 45) menyatakan bahwa koping merupakan usaha yang dilakukan individu untuk menghindari situasi yang menekan dan menimbulkan stres bagi individu. Kompleksnya tugas di fungsi Reskrim karena anggota dituntut untuk dapat mengatasi setiap kasus yang ada merupakan suatu bentuk tekanan tersendiri bagi anggota Reskrim. Kemampuan anggota fungsi Reskrim dalam menerapkan strategi pemecahan masalah (coping) yang tepat terhadap permasalahan yang ada akan dapat menunjang penyelesaikan tindak kejahatan yang ada.

Sarafino (1997: 132) menjelaskan arti coping sebagai suatu proses yang dilakukan individu untuk mencoba mengelola perasaan ketidakcocokan antara tuntutan-tuntutan lingkungan dan kemampuan yang ada dalam situasi yang penuh dengan stres. Menurut Sarafino (2007: 134) strategi pemecahan masalah berpusat emosi bertujuan untuk mengatur respon emosional pada kondisi yang penuh tekanan, individu akan mengatur respon emosional melalui pendekatan

(8)

26 perilaku seperti menggunakan alkohol atau

obat-obatan terlarang, mencari dukungan dari teman-teman atau kerabat, melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat mengalihkan perhatiannya dari masalah dan pendekatan kognitif yaitu dengan mengubah cara pandang individu terhadap suatu masalah, mengingkari fakta-fakta yang tidak mengenakkan. Strategi pemecahan masalah (coping) berpusat emosi pada anggota Reskrim berada pada kategori sedang. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa anggota Reskrim Polrestabes Semarang terkadang menggunakan pendekatan secara emosi dengan mengingkari berbagai kesulitan dalam pekerjaan.

Bishop (1994: 154) menyatakan bahwa strategi pemecahan masalah berpusat pada masalah adalah usaha untuk mengubah situasi objektif dengan cara mengubah sesuatu di dalam lingkungan atau bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungan. Strategi pemecahan masalah berpusat pada masalah digunakan jika seseorang merasa mampu menghadapi situasi yang menimbulkan tekanan, misalnya dengan bertindak lebih aktif dalam menghadapi masalah seperti mencoba mencari jalan keluar bagi setiap masalahnya. Strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota Reskrim Polrestabes Semarang rata-rata berada pada kategori sangat tinggi. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa anggota Reskrim Polrestabes Semarang mampu menunjukkan usaha untuk mengatasi setiap permasalahan yang muncul dalam pekerjaan, seperti halnya dengan meminta bantuan,

baik bantuan langsung ataupun informasi dari rekan kerja atau atasan guna mengatasi permasalahan. Namun demikian, berdasarkan permasalahan yang ada, berbagai kasus yang ada masih banyak yang belum terselesaikan. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan permasalahan tindak kejahatan yang ada pada fungsi Reskrim adalah permasalahan yang kompleks dan membutuhkan suatu bentuk pemecahan masalah yang tepat.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa strategi pemecahan masalah (coping) berpusat emosi rata-rata berada berada pada kategori sedang. Lazarus dan Folkman (dalam Smet, 1994: 143) menyatakan bahwa koping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan-tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang digunakan dalam menghadapi situasi stressful. Strategi pemecahan masalah (coping) berpusat emosi menggambarkan bahwa anggota Reskrim dalam mengangani masalah lebih menunjukkan adanya kontrol terhadap setiap sumber stressor dalam pekerjaan serta senantiasa bersikap positif dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada di fungsi Reskrim.

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat strategi pemecahan masalah (coping) pada anggota

(9)

27 Reskrim secara umum pada kategori tinggi. Strategi

pemecahan masalah (coping) berpusat pada emosi sebagian besar berada pada kategori sedang dan strategi pemecahan masalah (coping) berpusat pada masalah sebagian besar berada pada kategori sangat tinggi, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Daftar Pustaka

Bishop, G. D. 1994. Health Psychology: Integrating Mind and Body. Boston : Allyn and Bacon.

Mangkunegara, A. P. 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Cetakan Pertama. Bandung: PT. Refika Aditama.

Rasmun. 2004. Stres, Koping dan Adaptasi. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Santrock, J. W. 2003. Adolescence. Edisi Keenam. Alih Bahasa: Drs. Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta : Erlangga.

Sarafino, E. P. 1998. Health Psychology:Biopsychological Interactions. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi Offset.

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grafindo.

Syafina, D. C. 2012. Kasus Kejahatan 2012: 148.847 Kasus Tak Terselesaikan Oleh Polri.

http://nasional.kontan.co.id/news/148.847-kasus-tak-terselesaikan-oleh-polri.

Referensi

Dokumen terkait

Pimpinan Per usahan dapat mew akilkan kehadir annya selama pr oses pembuktian kualifikasi kepada pengur us per usahaan yang namanya ter cantum dalam Akte Pendir ian/ Per ubahan

Sahabat MQ/ sebagai upaya untuk mengapresiasi wajib pajak/ agar tertib membayar pajak/ maka Pemerintah Kota Yogyakarta/ melalui Dinas pajak dan Pengelola Keuangan

Mampu melakukan pengukuran dengan alat-alat ukur tanah sederhana untuk pemetaan bloka. Rencana Kegiatan Pembelajan

usaha kecil baru dengan upaya pengurangan kemiskinan sangat kuat/erat, dimana setiap penambahan satu unit usaha kecil baru akan berpotensi meningkatkan pendapatan perkapita

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Balai Penelitian Perkebunan Karet Sungai Putih pada April sampai dengan Mei 2015.. Penelitian

OB : OBSERVASI ( kondisi sudah sesuai tetapi belum maksimal sehingga terdapat peluang perbaikan untuk peningkatan kinerja organisasi). KTS : KETIDASESUAIAN (kondisi tidak

Uji Resistensi Klon IRR Seri 400 Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloesporioides (Penz.) Sacc pada Tanaman Karet di Laboratorium.. Fakultas

memberikan fasilitas dalam pelaksanaan kegiatan penelitian bagi dosen dan mahasiswa namun dokumen Daftar pengguna kegiatan penelitian dosen dan mahasiswa