• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. extra-role dalam organisasi juga dikenal dengan istilah Organizational

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. extra-role dalam organisasi juga dikenal dengan istilah Organizational"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Organizational Citizenship Behavior

Perilaku extra-roleadalah perilaku dalam bekerja yang tidak terdapat pada deskripsi kerja formal karyawan tetapi sangat dihargai jika ditampilkan karyawan karena meningkatkan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi. Perilaku

extra-role dalam organisasi juga dikenal dengan istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), dan orang yang menampilkan perilaku OCB disebut

sebagai karyawan yang baik (good citizen). Contoh perilaku yang termasuk kelompok OCBadalah membantu rekan kerja, secara sukarela melakukan kegiatan ekstra di tempat kerja, menghindari konflik dengan rekan kerja, menghargai peraturan yang berlaku di organisasi, toleransi pada situasi yang kurang ideal/menyenangkan di tempat kerja, memberi saran-saran yang membangun di tempat kerja, serta tidak membuang-buang waktu di tempat kerja (Robbins&Judge, 2008: 40).

Menurut Veiseh et al. (2014), OCBatauperilaku kewargaan organisasionalsebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Menurut Luthans (2006:251) OCBbersifat bebas memilih dan tidak perlu diatur dengan sistem penghargaan formal organisasi. Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar

(2)

12

tugas biasa mereka dan tentunya diharapkan akan memberikan kinerja yangmelebihi harapan (Robbins&Judge, 2008:40).Perilaku kewargaan organisasional terlihat dalam membantu individu lain dalam tim, mengajukan diri untuk melakukan pekerjaan ekstra, menghindari konflik yang tidak perlu, menghormati semangat dan isi peraturan, serta dengan senang hati mentoleransi kerugian dan gangguan terkait dengan pekerjaan yang terkadang terjadi. Organisasi menginginkan dan membutuhkan karyawan yang bersedia melakukan tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaaan mereka, dan organisasi yang mempunyai karyawan seperti itu memiliki kinerja yang lebih baik daripada organisasi yang lainnya (Robbins & Judge, 2015:54).

OCB memiliki 5 dimensi yang dikemukakan oleh Organ (1988) (dalam Ristiana, 2013) yaitu: Altruism, Conscientiousness, Courtesy, Sportmanship dan

Civic Virtue.Altruismmerupakan perilaku membantu meringankan pekerjaan yang

ditujukan kepada individu dalam suatu organisasi. Conscientiousnessadalah perilaku karyawan yang menguntungkan organisasi seperti mematuhi peraturan-peraturan di organisasi. Courtesyadalah perilaku karyawan yang membantu rekan kerja mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta menghargai kebutuhan mereka.Sportsmanshipmerupakan kesediaan karyawan mentoleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh.Civic virtuemerupakan partisipasi karyawan dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada ke-langsungan hidup organisasi. Menurut Tziner (2014) jenis perilaku organisasi yang dapatdidefinisi sebagai OCB yaitu membantu karyawan lain yang memiliki

(3)

13

beban kerja tinggi, mencegah konflik di tempat kerja,menghormati hak-hak orang lain, dan tidak mengeluh tentang masalah sepele. Struktur OCBadalah untuk mengenali administrasi dan mengevaluasi perilakukaryawan yang bekerja dalam organisasi dan perilaku untuk meningkatkan efektivitas organisasi (Altuntas &Baykal, 2010).

2.1.2 Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2002:7) emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur (evolusi), dan emosi juga sebagai perasaan, keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk memahami serta mengatur suasana hati agar tidak melumpuhkan kejernihan berfikir otak rasional, tetapi mampu menampilkan beberapa kecakapan, baik kecakapan pribadi maupun kecakapan antar pribadi (Goleman, 2002:45).Kecerdasan emosional mengandung dua suku kata, yakni emosi dan kecerdasan. Kecerdasan secara harfiah dapat diartikan sebagai tingkat kecemerlangan seseorang, dan emosi sebagai suatu gejala yang multidimensional sebagai unjuk dari tingkat perasaan yang subyektif(Supriyanto,dkk. 2012). Menurut Muhdiyanto dan Lukluk (2013) emosi mempunyai peran dalam peningkatan proses konstruksi pikiran dalam berbagai bentuk pengalaman kehidupan manusia.

Kecerdasan emosional dapat didefinisi sebagai suatu kesadaran individu terhadap emosinya sendiri dan kemampuan untuk mengekspresikan emosi-emosi tersebut (Maharani, 2013). Menurut Ariati,dkk. (2012) kecerdasan emosional

(4)

14

sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk mengembangkan pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosional pada dasarnya diidentifikasi sebagai kemampuan untuk memahami dan mengintegrasikan emosi untuk memfasilitasi pikiran, dan mempromosikan pertumbuhan pribadi (Gunduzet

al., 2012).

Kecerdasan emosional memiliki dua komponen utamayaitu: penyadaran emosional dan regulasi emosional. Penyadaran emosional mengacu pada kemampuan seseorang untuk memahami emosi dan memahami dirinya sendiri.Regulasi emosional adalah serangkaian proses mengelola emosi sesuai dengan tujuan individu, baik dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu(Gunduz et al., 2012).

Kecerdasan emosional berhubungan dengan perbedaan antara orang-orang pada persepsi, pengolahan, pengaturandanpenggunaaninformasiemosional (All Hajj&Dagher, 2010). Karyawandengantingkat kecerdasanafektiftinggi lebihterampildalam menetapkandan mengelolasendiri pembentukaninteraksi positif. (Naqshbandi, 2011). Menurut Bagram,dkk. (2011) kecerdasan emosional adalah kemampuan mengatur tidak hanya emosi, tetapi emosi orang lain serta emosi dari sekelompok orang yang berbeda. Menurut Alavi et al. (2013), kecerdasan emosionaladalahsalah satu faktoryang mempengaruhi hubungan antara manajer dan anggota organisasi. Orang-orang yang mengenal emosi mereka

(5)

15

sendiri dan mampu dengan baik membaca emosi orang lain dapat menjadi lebih efektif dalam pekerjaan mereka (Robbin & Judge, 2008:335).

2.1.3 Dukungan Organisasional

Menurut Robbins danJudge (2008:103) dukungan organisasional yang dirasakan (Perceived Organizational Support) adalah tingkat sampai mana karyawan yakin organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Sebagai contoh, seorang karyawan yakin bahwa organisasinya akan mengakomodasi dirinya apabila mempunyai masalah pengasuhan anak atau akan memaafkan kesalahan yang jujur di pihaknya. Individu merasa organisasi mereka bersikap suportif ketika penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, dan pengawasan mereka dianggap suportif. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang diterima oleh karyawan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi (Rivanda, 2013).

Menurut Alkerdawy (2014) dukungan organisasional merupakan persepsi karyawan terhadap apa yang dilakukan organisasi bagi karyawan, dimana hal tersebut dapat terkait dengan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan karyawan, kemauan organisasi mendengarkan keluhan karyawan, kemauan organisasi mencoba membantu karyawan ketika sedang menghadapi masalah, dan cara organisasi memperlakukan karyawan dengan adil.Menurut Kambu,dkk.(2012) persepsi karyawan yang baik tehadap dukungan organisasional kepada kualitas kehidupan kerja mereka akan menimbulkan rasa ”hutang budi”

(6)

16

dalam diri mereka pada organisasi sehingga mereka akan merasa memiliki kewajiban untuk membayarnya.

Simosi (2012) mendeskripsikan bahwa dukungan organisasional merupakan keyakinan karyawan mengenai sejauh mana organisasi memberikan penghargaan, kontribusi, dan peduli atas kesejahteraan mereka. Dukungan organisasional dinilai sebagai kepastian akan tersedianya bantuan dari organisasi ketika bantuan tersebut dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan tugas karyawan agar dapat berjalan secara efektif. Dukungan organisasional dapat memberikan sikap atau perilaku positif karyawan, ketika karyawan bersikap positif maka dapat membantu mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan (Rivanda, 2013).

Menurut Ardi dan Sudarma (2015) dukungan organisasional yang dirasakan karyawan ini dinilai sebagai kepastian akan tersedianya bantuan dari organisasi ketika bantuan tersebut dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan tugas karyawan agar dapat berjalan secara efektif serta untuk menghadapi situasi-situasi yang mengandung tekanan. Dukungan organisasionaltelah menjadi elemen kunci yang terfokus di banyak organisasi untuk meningkatkan semangat kerja karyawan, karena dukungan organisasional yang dirasakan meliputi aspek perlakuan yang adil, dukungan pengawasan, imbalan dankondisi pekerjaan yang menguntungkan. Unsur tersebut telah menjadi aspek kunci yang dianggap oleh karyawan untukberkontribusi dan mengembangkan diri. Selain itu, dukungan organisasional memperkuat upaya karyawan dalamorganisasi yang membantu untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam peningkatan produktivitas (Osman et

(7)

17

al., 2015). Menurut Aryaningtyas (2013) peran dukungan organisasional

menjelaskan bahwa organisasi akan menyediakan bantuan sesuai yang dibutuhkan oleh karyawan untuk bekerja secara efektif dan dalam menghadapi situasi yang sulit.

Dukungan organisasional yang dirasakan harus menghasilkan rasa peduli terhadap kesejahteraan karyawan dan membuat karyawan bekerja lebih keras untuk membantu organisasimencapai tujuannya. Perhatian, persetujuan, dan menghormati dilambangkan dengan dukungan organisasi yang dirasakan harus memenuhi kebutuhan sosial-emosionalkaryawan yang mengarah pada keahlian dan status peran dalam identitas sosial mereka (Beheshtifar et al., 2012).Menurut Paille et al. (2010), terdapat sejumlah indikator yang dapat dijadikan sarana untuk mengukur dukungan organisasional di dalam suatu perusahaan, sebagai berikut.

1) Perusahaan mengapresiasi kontribusi karyawan.

2) Perusahaan mau mempertimbangkan aspirasi karyawan.

3) Perusahaan mau mempertimbangkan nilai-nilai yang dimiliki karyawan. 4) Perusahaan benar-benar peduli pada hal baik yang karyawan lakukan

didalam pekerjaannya.

5) Perusahaan bangga dengan prestasi yang karyawan raih. 6) Perusahaan peduli akan kesejahteraan karyawan.

Menurut Rhoades danEisenberger (2002) (dalam Dina, 2012), terdapat tiga bentuk umum perlakuan dari organisasi yang dianggap baik dan akan dapat meningkatkan dukungan organisasional yang dirasakan karyawan, sebagai berikut.

(8)

18 a. Keadilan.

Faktor keadilan di sini adalah keadilan prosedural yang menyangkut masalah keadilan mengenai cara yang seharusnya digunakan untuk mendistribusikan sumber-sumber daya yang ada dalam organisasi. Terjadinya keadilan yang berulang-ulang dalam membuat keputusan mengenai distribusi sumber daya akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap dukungan organisasional yang dirasakan karyawan yang ditunjukkan dengan adanya perhatian pada kesejahteraan karyawan.

b. Dukungan atasan.

Tindakan atasan sebagai wakil organisasi bertanggung jawab untuk mengatur dan menilai kinerja bawahan, maka para karyawan memandang tindakan-tindakan atasan yang bersifat menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi karyawan sebagai perwujudan dari dukungan organisasional.

c. Imbalan-imbalan dari organisasi dan kondisi kerja.

Imbalan-imbalan berupa penghargaan, gaji, dan promosi, membantu mengomunikasikan suatu penilaian positif dari kontribusi karyawan yang selanjutnya juga akan menyumbang pada peningkatan dukungan organisasional yang dirasakan karyawan. Selain itu, adanya keamanan kerja yang memiliki arti bahwa terdapatnya kepastian bahwa organisasi akan tetap mempertahankan keanggotaan karyawan di masa depan dan hal ini diharapkan akan menyebabkan tingginya dukungan organisasi yang dirasakan karyawan. Kepercayaan organisasi terhadap kebijaksanaan karyawan dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya juga akan meningkatkan dukungan

(9)

19

organisasi yang dirasakan karyawan. Perlakuan seperti: pekerjaan yang terlalu banyak; tuntutan pekerjaan yang mustahil diselesaikan dalam waktu yang terbatas; kekaburan peran, termasuk didalamnya tidak adanya informasi yang jelas mengenai tanggung jawab individu; dan konflik peran, termasuk tanggung jawab-tanggung jawab kerja yang saling bertentangan akan dapat menurunkan dukungan organisasi yang dirasakan karyawan (Rhoades &Eisenberger, 2002).

2.1.4 Teori Pertukaran Sosial

Teori pertukaran sosial (Social Exchange Theory) menggambarkan berbagai transaksi yang terjadi di seluruhkehidupan sosial seseorangyangditandai denganhubungan emosionalyang kuat. Karyawan akanmengembangkan tingkat saling mendukung yang kuatdengan organisasi atau pemimpin mereka, dandapat menyebabkan perilaku kerja yang efektif, seperti kinerja yang lebih baik dan memberikan lebih banyak bantuan untuk rekan mereka (Cheung,2013).White danYanamandrama(2012), menggunakan teori ini untuk berpendapat bahwa ketika karyawan merasa telah didukung oleh organisasi, mereka akan membalasnya. Pembalasan dari karyawan tersebut termasuk perasaaan memiliki yang kuat terhadap organisasi dan perilaku seperti organizational citizenship

behavior.

Menurut Serim et al. (2014), hubungan di tempat kerja memiliki unsur-unsur dari teori pertukaran sosial, karyawan percaya satu sama lain untuk melaksanakan kewajiban bersama mereka. Teori pertukaran sosial mendominasi ciri kepribadian, dan sikap seseorang (Zeinabadi &Keyvan, 2011). Teori

(10)

20

pertukaran sosial menjelaskan hubungan antara karyawan dan organisasi, karyawan melakukanOCB untuk mencapai reputasi yang baik bagi organisasi mereka, ketika mereka merasa bahwa itu memberikan perhatian khusus terhadap nilai-nilai dan kepentingan mereka (Chiang & Hsieh, 2012).

2.2 Rumusan Hipotesis

2.2.1 Pengaruh kecerdasan emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior

Penelitian yang dilakukan Setyawati (2012) menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan emosional dianggap paling mampu untuk menstimulir terbentuknya OCB pegawai PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Purwokerto dibandingkan sikap pegawai terhadap budaya organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi yang sama, apabila kemampuan pegawai dalam mengenali dan mengatur perasaan diri sendiri maupun perasaan orang lain (peduli terhadap orang lain), kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi pada diri sendiri serta dalam berhubungan dengan orang lain meningkat, maka akan lebih cepat meningkatkan perilaku pegawai tersebut diluar tugasnya yang ditujukan untuk kemanfaatan organisasi.

Menurut Ibrahim (2013), kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap OCBperawat RS Umum Anutapura dan RS Undata Palu. Berarti, semakin meningkat kemampuan perawat dalam memotivasi diri yang disertai dengan kesadaran diri yang tinggi, maka akan diikuti oleh peningkatan perilaku OCB perawat.Penelitian yang dilakukan Muhdiyanto danLukluk (2013) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan

(11)

21

terhadap perilaku kewargaan organisasional dilembaga keuangan non bank di Magelang. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku kewargaan organisasional lebih didorong motif afiliasi yaitu membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain atau organisasi. Motif afiliasi dipandang sebagai komitmen terhadap pemberian layanan orang lain. Motif ini cenderung dimiliki oleh pegawai yang memiliki kecerdasan emosional yang menonjol. Meningkatnya kecerdasan emosional karyawan lembaga keuangan akan diikuti dengan meningkatnya perilaku tambahan di luar deskripsi pekerjaan dalam organisasi.Berdasarkan landasan teori dan berbagai hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut.

H1 : Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap Organizational

Citizenship Behavior.

2.2.2 Pengaruh dukungan organisasional terhadap Organizational Citizenship Behavior

Menurut Rivanda (2013) karyawan yang merasa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya (feedback) melalui perilaku OCB, maka terindikasi perilaku OCBterjadi di Polsekta Payakumbuh salah satunya dipicu dari perhatian organisasi terhadap anggotanya.Penelitian yang dilakukan Kambu,dkk. (2012) menunjukkan bahwadukungan organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB. Persepsi pegawai tentang dukungan organisasional mampu meningkatkan OCB yang dilihat dari hasil analisis koefisien jalur bertanda positif yang mengindikasikan bahwa semakin kuat dukungan organisasional akan meningkatkan OCB. Para karyawan atau individu dalam organisasi akan mengembangkan suatu keyakinan menyeluruh untuk menentukan kesiapan personifikasi organisasi dalam memberi reward atas usaha

(12)

22

kerja yang meningkat dan memenuhi kebutuhan karyawan untuk dipuji dan dihargai. Karyawan yang mempunyai persepsi dukungan organisasional yang baik akan berusaha sekuat tenaga untuk membalas kebaikan yang diterimanya dari organisasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tennant (2012) dapat dijelaskan bahwa dukungan organisasional sepenuhnya dapat meningkatkan perilaku OCB secara positif dan signifikan. Jadi, semakin tinggi dukungan organisasional yang diterima oleh pegawai, maka akan semakin meningkat pula OCB para pegawai layanan industri. Berdasarkan landasan teori dan berbagai penelitian sebelumnya dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut.

H2: Dukungan organisasional berpengaruh positif terhadap Organizational

Citizenship Behavior.

2.3 Kerangka Berpikir

Untuk memperjelas keterkaitan antara kecerdasan emosional, dukungan organisasional dan organizational citizenship behavior maka model konseptual yang menggambarkan hubungan antara masing-masing variabel sebagai berikut.

Gambar 2.1 Hubungan Antar Variabel pada Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Dukungan Organisasional Terhadap Organizational Citizenship Behavior Karyawan

Sumber : Kajian terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya. Kecerdasan Emosional

(X1)

Dukungan

Organisasional(X2)

Organizational Citizenship Behavior (Y) H1

H2 (+)

Gambar

Gambar 2.1 Hubungan Antar Variabel pada Pengaruh Kecerdasan Emosional dan  Dukungan Organisasional Terhadap Organizational Citizenship Behavior Karyawan

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti memilih Modul Basis Data karena dalam mata kuliah ini akan digunakan untuk Praktikum Basis Data di UPN Veteran Jawa Timur, sehingga modul pembelajaran ini

Diharapkan penurunan vigor benih dapat diatasi dengan peningkatan kerapatan benih yang akan meningkatkan jumlah kecambah normal kuat yang akan digunakan untuk kegiatan

〔商法一ニ九〕手形金の一部に関する原因債務不存在といわゆる二重無権の抗弁東京地裁昭和四 六年ニ月一二日判決 倉沢, 康一郎Kurasawa,

Karena kondisi ini, pada kasus kecelakaan lalu lintas dengan cedera pada dada, seyogyanya dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada otot jantung yang akan dapat

Ulead Video Studio ini sangat cocok digunakan untuk kalangan pemula yang ingin belajar editing video, selain itu program ini memiliki tampilan yang menarik dan menu-menu

Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan: Pertumbuhan anggrek Vanda lebih sesuai pada komposisi media VW yang ditambahkan 2 ppm giberelin dan 250 mL air kelapa