• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

18 3.1. Kajian Teori

3.1.1. Definisi Rantai Pasok

Pengertian rantai pasok adalah gambaran yang menjelaskan bagaimana suatu organisasi (pemasok, manufacture, distributor, pengecer, dan pelanggan) saling berhubungan. Menurut Chopra dan Meindl (2007), rantai pasok memiliki sifat dinamis namun melibatkan tiga aliran yang konstan, yaitu aliran informasi, produk, dan uang. Tujuan utama dari setiap rantai pasok adalah memenuhi kebutuhan konsumen dan menghasilkan keuntungan. Rantai pasok yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai pasok tersebut. Srihartati (2004) berpendapat bahwa tujuan dari rantai pasok adalah untuk memastikan bahwa sebuah produk berada pada tempat dan waktu yang tepat untuk memenuhi permintaan konsumen tanpa menciptakan persediaan yang berlebihan atau kekurangan. Menurut Chopra dan Meindl (2007) pengertian rantai pasok, sebagai berikut:

A supply chain consists of all parties involved, directly or indirectly, in fulfilling a customer request. The supply chain not only includes the manufacturer and suppliers, but also transporters, warehouses, retailers, and customers themselves.

Definisi rantai pasok menurut Hugos (2007) adalah sebagai berikut : “A supply chain is alignment of firms that bring products or services to market”

A supply chain is a network of facilities and distribution options that performs the functions of procurements of materials, transformation of these

(2)

materials into intermediate and finished products, and the distribution of the finished products to customers. (Ganeshan dan Harrison di dalam Hugos, 2007)

Jaringan fisiknya rantai pasok adalah perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang maupun mengirimkannya ke pemakai akhir. Manajemen rantai pasok adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Menurut Hanfield dan Nichols (2006) Supply Chain Management didefinisikan sebagai berikut :

Supply Chain Management is the integration and management of supply chain organization and activities through cooperative organizational relationship, effective business process, and high level of information sharing to create high-performing value systems that provide member organizations a sustainable competitive or advantage.

Definisi manajemen rantai pasok di dalam Hugos (2007) :

The systematic, strategic coordination of the traditional business function and the tactic across these business function within a particular company and across business within the supply chain, for the purposes of improving the long-term performance of individual companies and the supply chain as a whole.

(Mentzer, De Witt, Deebler, Min, Nix, Smith, dan Zakaria di dalam Hugos, 2007) Supply Chain Management is the coordination of production, inventory, location, and transportation among the participants in a supply chain to achieve the best mix of responsiveness and efficiency for the market being served. (Hugos, 2007)

Perbedaan antara konsep manajemen rantai pasok dengan konsep logistik secara tradisional menurut Hugos (2007). Logistik umumnya mengacu pada aktifitas-aktifitas yang terjadi dalam sebuah organisasi seperti pengadaan, distribusi, pemeliharaan dan manajemen persediaan, sedangkan rantai pasok mengacu pada jaringan beberapa organisasi yang saling bekerja sama dan berkoordinasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Selain fokus pada aktifitas logistik, juga fokus pada beberapa aktivitas lain seperti pemasaran, pengembangan produk baru, keuangan, dan layanan konsumen. Manajemen Rantai Pasok

(3)

mengintegrasikan produk, informasi, dan aliran uang diantara organisasi yang dimulai dari titik asal hingga ke titik konsumsi dengan tujuan kepuasan pelanggan yang maksimal dan meminimalisir costs dari sebuah organisasi (Coyle, Bardi, dan Novack, 2005). Konsep Supply Chain merupakan konsep baru dalam memandang permasalahan logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan, dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara intern di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru tersebut, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang (Indrajit dan Djokopranoto, 2006).

Faktor-faktor yang membuat evolusi manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) berjalan progresif menurut Gansler dan Luby ( 2007) antara lain dipengaruhi oleh :

1. Berkembangnya teknologi internet dan teknologi informasi secara menyeluruh.

2. Konsumen yang semakin demanding dan memiliki banyak kebutuhan yang juga merupakan akibat tidak langsung dari perkembangan teknologi.

3. Globalisasi yang membuat batas antar ruang negara menjadi semakin tipis dan menciptakan long distance shipping dalam jumlah yang sangat besar sehingga membutuhkan sistem manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) yang tepat pula.

(4)

4. Reduksi cost dalam proses manufaktur, membuat banyak produsen berpikir untuk menjalankan berbagai macam strategi alternatif dalam memotong biaya sebesar-besarnya.

5. Konsolidasi dalam industri, yang ditandai dengan semakin maraknya merger yang dilakukan antar dua atau lebih perusahaan. Tujuannya untuk efisiensi dari segi biaya produksi dan distribusi.

Meningkatnya kesadaran akan pentingnya service dalam sebuah perusahaan khususnya yang bergerak di bidang Business To Business (B2B), yaitu dalam hal fleksibilitas terlebih dalam proses logistik. Semakin banyaknya jenis produk yang tidak bertahan lama di pasaran (short product life cycles) menciptakan kondisi dimana strategi logistik harus dibuat sedemikian cepat sehingga tidak tercipta GAP yang besar antara permintaan customer dengan pengadaan stok baru dalam waktu yang relatif singkat.

Ada satu bagan yang menarik yang dikutip dari buku Jacques S. Gansler dan Robert E. Luby Jr. yang berjudul Transforming Government Supply Chain Management. Bagan tersebut diperlihatkan ada tiga hal utama dalam manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) yaitu Logistic, Procurement, dan Finance, memiliki fungsi dan objektif masing-masing namun masih dalam batas koridor yang sejalan. Komponen-komponen terpenting yang terdapat dalam ketiga proses tersebut mencakup forecasting, coordinated product design, logistics network configuration, procurement, inventory management, financial management, distribution strategies, customer service, dan information technology.

(5)

3.1.2. Anggota Rantai Pasok

Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) tidak hanya berorientasi pada urusan internal melainkan juga eksternal perusahaan yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Aktifitas dalam rantai pasok dimulai dengan adanya permintaan dari konsumen dan diakhiri dengan aktifitas pembayaran oleh konsumen setelah permintaannya terpenuhi. Elemen yang termasuk dalam rantai pasok meliputi seluruh perusahaan atau organisasi yang berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsung, baik sebagai pemasok bahan baku maupun konsumen, dari point of origin to the point of consumption. Menurut Stock dan Lambert (2001), seluruh perusahaan atau organisasi yang terkait tersebut dibagi menjadi dua, yaitu primary member dan supporting member.

Primary Member (anggota utama dari sebuah rantai pasok) adalah semua unit bisnis yang secara nyata melakukan aktifitas operasional atau manajerial dalam sebuah proses bisnis. Proses bisnis ini dirancang untuk menghasilkan produk atau jasa untuk konsumen tertentu atau pasar. Sedangkan supporting member (anggota pendukung dalam rantai pasok) adalah perusahaan yang menyediakan bahan awal , ilmu, utilitas, atau asset lain yang penting tapi tidak langsung berpartisipasi dalam aktifitas yang menghasilkan atau merubah sebuah input menjadi output untuk konsumen, seperti pemasok bahan baku, perusahaan penyewaan truk, toko-toko swalayan, dan lain sebagainya. Menurut Taylor (2007), rantai pasok internal adalah :

(6)

“The portion of a supply chain that joins the facilities owned by the same company”, yaitu bahwa yang termasuk rantai pasok internal adalah fasilitas secara langsung berhubungan dengan kepemilikan perusahaan, seperti manufacture dan distribution centers. Sedangkan rantai pasok eksternal adalah “the portion of supply chain that spans facilities outside the ownership boundaries of a particular company”, yaitu bahwa yang termasuk rantai pasok eksternal adalah fasilitas yang tidak berhubungan langsung dengan kepemilikan perusahaan, seperti pemasok, retail outlet, atau pelanggan.

Ada tiga macam kategori rantai pasok menurut Turban, et.al. (2006), diantaranya :

a. Rantai Pasok Hulu (Upstream supply chain) meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurnya (manufacture, assembler, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas menjadi beberapa tingkat, semua jalan dari asal material (contoh pertumbuhan tanaman, biji tambang). Dalam Upstream supply chain, aktifitas yang utama adalah pengadaan.

b. Manajemen Internal Rantai Pasok (Internal Supply Chain Management) meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Dalam internal rantai pasok, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.

(7)

c. Rantai Pasok Hilir (Downstream supply chain) meliputi semua aktifitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Dalam downstream rantai pasok, perhatian diarahkan kepada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-services.

3.1.3. Proses Bisnis Dalam Rantai Pasok

Pengelolaan rantai pasok yang sukses membutuhkan sistem yang terintegrasi, menurut James R. Stock dan Douglas M. Lambert (2006) terdapat proses-proses berikut ini :

1. Manajemen Hubungan Pelanggan (Customer Relationship Management). Merupakan pengelolaan hubungan baik dengan konsumen, dimulai dengan mengidentifikasi siapa konsumen kita, apa kebutuhannya, seperti apa spesifikasi yang dikehendaki oleh konsumen. Dengan demikian, secara periodik dapat dilakukan evaluasi sejauh mana tingkat kepuasan konsumen telah terpenuhi.

2. Manajemen Layanan Pelanggan (Customer Service Management).

Berfungsi sebagai pusat informasi bagi konsumen, menyediakan informasi yang dibutuhkan secara real time mengenai jadwal pengiriman, ketersediaan produk, keberadaan produk, harga, dan lain sebagainya. Termasuk pula di dalamnya pelayanan purna jual yang dapat melayani konsumen secara efisien untuk penggunaan produk dan aplikasi lainnya.

3. Manajemen Permintaan (Demand Management).

Berfungsi untuk menyeimbangkan kebutuhan konsumen dengan kapasitas perusahaan yang menyediakan produk atau jasa yang dibutuhkan. Di

(8)

dalamnya termasuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan konsumen dan kapan dibutuhkannya. Sistem manajemen permintaan yang baik menggunakan point of sale dan data konsumen untuk mengurangi ketidak pastian serta meningkatkan efisiensi aliran barang dalam rantai pasok. Kebutuhan pemasaran dan rencana produksi harus dikoordinasikan, kebutuhan konsumen dan kapasitas produksi harus diselaraskan agar persediaan secara global dapat dikelola dengan baik.

4. Pemenuhan Permintaan Pelanggan (Customer Order Fulfillment).

Proses pemenuhan permintaan konsumen tepat waktu, bahkan lebih cepat dari yang disepakati dengan biaya pemenuhan yang seminimal mungkin, memerlukan koordinasi yang baik dari setiap anggota rantai pasok. Tujuannya utamanya adalah menciptakan satu proses pemenuhan permintaan dengan lancar mulai dari pemasok bahan baku sampai konsumen akhir. 5. Manajemen Aliran Manufaktur (Manufacturing Flow Management).

Proses produksi diupayakan sedemikian rupa agar secepat mungkin dapat menyediakan produk yang diperlukan dengan tingkat persediaan yang minimal. Untuk itu diperlukan persiapan yang memadai dan kesesuaian permintaan dengan kapasitas produksi. Termasuk persiapan proses produksi adalah ketersediaan bahan baku yang terjamin sehingga kelancaran proses produksi dapat dipertahankan. Untuk itu perlu dijalin hubungan yang baik dengan pemasok-pemasok terkait.

6. Komersialisasi dan Pengembangan Product (Product Development and Commercialization).

(9)

Dimulai dengan evaluasi kebutuhan konsumen dan keluhan-keluhan yang ada dari produk yang telah ada. Pengembangan produk baru memerlukan kerjasama yang baik dengan para pemasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang diperlukan. Selain itu, perlu dipersiapkan pula teknologi dalam bidang produksi yang dapat menunjang pengembangan produk ini. 7. Pengembalian (Returns.)

Pengelolaan produk kembalian merupakan proses yang penting dan dapat dijadikan sebagai salah satu keunggulan daya saing perusahaan. Kinerja pengelolaan produk kembalian bisa diukur dengan parameter “Return to Available”,yaitu waktu yang diperlukan untuk mengganti produk kembalian menjadi produk yang dapat digunakan kembali.

3.1.4. Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Rantai pasok mampu menyesuaikan perubahan yang terjadi pada pasokan dan permintaan. Untuk mengetahui kinerja rantai pasok, perlu dilakukan adanya pemantauan dan pengendalian pada setiap aktifitas sehari-hari yaitu mencakup responsiveness dan efficiency. Agar dapat terukur kedua karakteristik di atas secara obyektif, Hugos (2003) membagi keduanya menjadi 4 kategori sebagai berikut :

1. Metrik Pelayanan Pelanggan (Customer Service Metrics).

Metrik ini digunakan untuk mengukur seberapa baik sebuah perusahaan melayani konsumennya dan sejauh mana rantai pasok dapat mendukung hal tersebut. Menurut Waren Hausman; seorang professor dari Universitas Standford di dalam Hugos (2003), service menggambarkan kemampuan

(10)

untuk mengantisipasi, membaca, dan memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan produk yang dikehendaki dan tepat waktu. Metrik-metrik yang digunakan dalam dalam customer service tergantung pada jenis proses dalam sebuah perusahaan, yaitu apakah termasuk dalam Build To Stock (BTS) atau Build To Order (BTO).

a. Build To Stock (BTS).

Perusahaan yang memiliki proses build to stock (BTS) dalam memenuhi permintaan konsumen biasanya memproduksi barang-barang komoditi untuk pasar yang cukup besar. Dengan tipe proses build to stock (BTS) ini konsumen dapat memperoleh produk yang dibutuhkan kapan saja karena barang selalu tersedia di persediaan. Metrik-metrik yang sering digunakan untuk tipe build to stock adalah :

Complete Order Fill Rate and Order Line Item Fill RateOn-Time Delivery Rate

Value of Total Backorders and Number of BackordersFrequency and Duration of Backorders

Line Item Returns Rate b. Build To Order

Produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan tipe proses Build To Order (BTO) baru akan dibuat bila terdapat permintaan dari konsumen. Permintaan tersebut biasanya dibuat berdasarkan spesifikasi yang dikehendaki oleh konsumen, misalnya permintaan akan pesawat terbang. Metrik-metrik yang sering digunakan untuk tipe Build To Order adalah :

(11)

Quoted Customer Response Time and On-Time Completion RateOn-Time Delivery Rate

Value of Late Orders and Number of Late OrdersNumber of Warranty Return and Repairs

2. Internal Efficiency

Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan yang maksimal dengan menggunakan asset-aset yang dimiliki. Beberapa ukuran yang sering digunakan adalah :

Inventory Value

Inventori merupakan aset utama dalam rantai pasok yang harus diukur setiap waktu sepanjang rantai pasok. Perusahaan bersama dengan rantai pasoknya terus berusaha mencari cara menekan persediaan seminimal mungkin namun tetap menjaga tingkat layanan yang tinggi.

Inventory Turns

Merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat keuntungan dari persediaan dengan memperhitungkan kecepatan terjualnya persediaan dalam kurun waktu tertentu. Inventory turn dihitung berdasarkan rumus: Inventory Turns = Annual Cost of Sales / Annual Average Inventory Value Secara umum, semakin tinggi nilainya semakin baik internal efficiency dari suatu perusahaan (Hugos, 2007).

Return on Sales

Ukuran ini digunakan untuk mengukur seberapa baik pengelolaan fixed cost dan variable cost dan bagaimana penjualan menghasilkan laba kotor.

(12)

Return on Sales merupakan satu parameter pengukuran yang digunakan secara luas untuk mengetahui seberapa baik kegiatan operasional perusahaan dijalankan. Untuk mengetahui nilainya digunakan formula : Return on Sales = Earnings before interest & Tax / Saving

Interpretasi dari nilai ini adalah semakin besar maka semakin baik internal efficiency dari suatu perusahaan.

Cash-To-Cash Cycle Time

Digunakan untuk mengukur lamanya waktu mulai dari pembayaran material oleh perusahaan kepada pemasok sampai perusahaan menerima pembayaran dari konsumen. Lamanya waktu tersebut dapat diukur dengan rumus berikut ini :

Cash-to-Cash cycle time = Inventory Days of Supply + Days Sales Outstanding - Average Payment Period on Purchases

Semakin pendek waktu yang diperlukan semakin baik internal efficiency dari suatu perusahaan.

3. Demand Flexibility

Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam merespon permintaan baru dari konsumen baik dari sisi kuantitas maupun jenis produk dan bertindak secara cepat dalam memenuhi permintaan tersebut. Perusahaan atau rantai pasok harus mempunyai kemampuan dalam area ini agar mampu menghadapi kondisi yang tidak pasti pada pasar yang mereka layani. Terdapat beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk melihat seberapa fleksibel suatu perusahaan, yaitu :

(13)

Activity Cycle Time merupakan ukuran yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitas dalam rantai pasok seperti order fulfillment, product design, product assembly, dan aktifitas lain yang mendukung rantai pasok.

Upside Flexibility mengukur seberapa cepat kemampuan perusahaan atau rantai pasok dalam merespon peningkatan permintaan dari jumlah normal. Hal ini dapat diukur dengan menghitung persentase kenaikan permintaan yang dapat diakomodasi.

Outside Flexibility mengukur kemampuan perusahaan dalam menyediakan produk yang dibutuhkan konsumen disamping produk yang sudah ada. Bila outside flexibility dikelola dengan baik akan menjadi kesempatan baik bagi perusahaan untuk memperoleh konsumen baru dan menjual lebih banyak pada konsumen yang sudah ada.

4. Product Development

Untuk mengukur kemampuan perusahaan atau rantai pasok dalam mendesain, membuat, dan mendistribusikan produk baru ke pasar seiring dengan perubahan yang terjadi dalam pasar. Kemampuan ini dapat diukur dengan beberapa parameter berikut ini :

Percentage of total products sold that were introduced in the last yearPercentage of total sales from products introduced in the last yearCycle time to develop and deliver a new product

(14)

3.1.5 Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model 3.1.5.1 SCOR Model

Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model merupakan suatu model konseptual yang dikembangkan oleh Supply Chain Council (SCC), sebuah organisasi non-profit independent, sebagai standar antar industri (cross industry). Tujuan dari standarisasi yang dilakukan SCC adalah untuk memudahkan pemahaman rantai pasok sebagai suatu langkah awal dalam rangka memperoleh suatu manajemen rantai pasok yang efektif dan efisien dalam menopang strategi perusahaan (Supply Chain Council, 2006). Organisasi yang terbentuk pada tahun 1996 oleh Pittligio, Rabin, Todd, dan Mc. Grath (PRTM) dan lembaga riset AMR di Amerika ini, beranggotakan 69 orang sukarelawan yang terdiri dari para praktisi dunia industri dan para peneliti. SCOR Model mempunyai kerangka yang menggabungkan antara proses bisnis rantai pasok, pengukuran kinerja berdasarkan best practice ke dalam suatu struktur yang terintegrasi sehingga proses komunikasi antar pelaku rantai pasok dan aktifitas manajemen rantai pasok dapat berjalan secara optimal (Supply Chain Council, 2006).

Kelebihan SCOR Model sebagai Process Reference Model adalah kemampuannya untuk mengintegrasikan Business Process Reengineering, Benchmarking, dan Best Practices Analysis ke dalam kerangka kerja rantai pasok, seperti terlihat dalam Gambar 3.1 Integrasi beberapa Konsep Proses Bisnis ke dalam Process Reference Model SCOR berikut ini :

(15)

Process Mapping Process Measurement/ Benchmarking Best Practices Analysis Process Mapping Document the as-is process Select the supply chain metrics Design the to-be process Measure process result Compare (benchmark) results Select best practices and solutions that result in desired performance Process Map Benchmark Best Practise . These roll up to become the Process Reference Model

Gambar 3.1. Integrasi beberapa Konsep Proses Bisnis ke dalam Process Reference Model SCOR Sumber : Supply Chain Council (2006 )

Berdasarkan Supply Chain Operation Reference Model (SCOR Overview), komponen-komponen yang tercakup dalam Process Reference Model adalah :

a. Deskripsi standar dari tiap proses dalam manajemen rantai pasok b. Standar pengukuran untuk setiap proses

c. Management Practices yang dapat menghasilkan kinerja terbaik dalam industri sejenis

d. Standar penyesuaian pada aspek fungsional dan fitur rantai pasok

Pada kasus manajemen rantai pasok yang kompleks, pemetaan dalam reference model dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut :

a. Implementasi dilakukan sesuai dengan fungsinya, ini ditujukan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan

b. Digambarkan secara jelas dan komunikatif c. Diukur, dikelola dan dikontrol

(16)

Dalam Supply Chain Operation Reference Model (SCOR Overview) disebutkan bidang-bidang yang termasuk dalam SCOR adalah :

a. Seluruh interaksi yang terdapat dalam rantai pasok perusahaan, baik itu interaksi dengan pemasok maupun dengan konsumen, mulai dari proses pemesanan produk hingga proses pembayaran oleh konsumen.

b. Seluruh transaksi produk yang berupa barang dan jasa, yaitu semua aliran transaksi mulai dari supplier’s supplier (supplier tier 2), supplier (supplier tier 1) sampai aliran transaksi material ke customer (customer tier 1), customer’s customer (customer tier 2), termasuk peralatan, supplies, spare parts, bulk product, software dan lain sebagainya.

c. Keseluruhan interaksi dengan pasar, yaitu dari pemahaman mengenai “aggregate demand” sampai dengan proses pemenuhan setiap order yang ada. SCOR tidak mencakup hal-hal berikut ini :

a. Proses-proses administrasi penjualan (demand generation) b. Proses-proses riset dan pengembangan teknologi

c. Perancangan dan pengembangan produk

d. Beberapa elemen yang berhubungan dengan post delivery customer support

3.1.6 Pemetaan Rantai Pasok dengan SCOR Model

Supply Chain Operations References Model (SCOR Overview) menjelas-kan pemetaan dilakumenjelas-kan untuk mendapatmenjelas-kan gambaran model yang jelas mengenai aliran material, aliran informasi, dan aliran keuangan dari suatu rantai pasok perusahaan. Tujuan dari proses pemodelan ini adalah (Rouli, 2008) :

(17)

a. Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif terhadap rantai pasok b. Memudahkan proses analisis kinerja rantai pasok.

c. Memudahkan untuk mendapatkan gambaran rinci dari setiap rantai pasokan, sehingga proses penghubungan antar aktifitas lebih mudah. Dalam memetakan rantai pasok, langkah-langkah utama yang harus dilakukan adalah :

1. Menentukan sebuah rantai proses pemasokan produk, mulai dari pasokan material dari supplier, sampai pada realisasi pasokan material yang diterima pelanggan.

2. Menggambarkan rangkaian aliran material dalam proses penciptaan nilai tambah produk.

3. Menggambarkan rangkaian aliran informasi dalam proses rantai pasok. Adapun tahapan-tahapan dalam SCOR Model adalah :

1. Level 1, mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR Model. Selain itu, pada tahap ini juga ditetapkan tahap-tahap performansi perusahaan untuk bersaing.

2. Level 2, merupakan tahapan konfigurasi dari proses-proses rantai pasok yang ada.

3. Level 3, merupakan tahap dekomposisi proses-proses yang ada pada rantai pasok menjadi elemen-elemen yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi elemen-elemen proses, metrik-metrik dari kinerja proses, input dan output dari informasi mengenai

(18)

proses elemen, best practices dan kapabilitas sistem yang diperlukan untuk mendukung best practices.

4. Level 4, merupakan tahap implementasi yang memetakan program-program penerapan secara spesifik serta mendefinisikan perilaku-perilaku untuk mencapai competitive advantage dan beradaptasi terhadap perubahan kondisi bisnis.

3.2. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan terhadap Supply Chain Management dijelaskan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti Tahun

Publish

Web

Journal Judul Hasil

1 Lockami 2004 http://drkre search.org/ resources/L inking- SCOR-McCormac k-and- Lockamy-2004.pdf Linking SCOR planning practices to supply chain performance

SCOR Model menyediakan kerangka kerja untuk perbandingan dan diskusi tentang praktek perencanaan rantai pasokan yang

berhubungan dengan praktek perencanaan rantai

performance. Rantai pasokan yang terkait dengan proses integrasi, kolaborasi,

teaming, proses pengukuran, dokumentasi proses dan kepemilikan proses telah terbukti menjadi penting untuk memasok kinerja rantai.

(19)

Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

No Peneliti PublishTahun JournalWeb Judul Hasil

2 Kasi 2005 http://citese erx.ist.psu.e du/viewdoc /download? doi=10.1.1. 473.1163& rep=rep1& type=pdf Systemic Assessment of SCOR for Modeling Supply Chains

SCOR model mengadopsi penilaian sistemik sosio-teknis terhadap pendekatan SCOR untuk rantai pasokan pemodelan . Pendekatan SCOR ini telah

dikembangkan oleh praktisi dan konsultan. Komunitas riset saat ini telah

meluangkan penuh seluruh perhatian untuk SCOR sampai sekarang. 3 Badr dan Stephan 2007 http://www. softcomputi ng.net/jias/ badr.pdf

Security And Risk Management in Supply Chains

manajemen pengetahuan risiko sistem dapat diimple-mentasikan untuk mensimu-lasikan skala besar SCOR

based rantai pasokan.

4 Irfan 2008 http://ccis2 k.org/iajit/ PDF/vol.5, no.3/11-126.pdf A SCOR Reference Model of the Supply Chain Management System in an Enterprise Model SCOR memungkinkan perusahaan untuk berkomunikasi, membandingkan dan belajar dari pesaing dan perusahaan baik di dalam maupun di luar industri mereka. Hal ini berlaku bagi semua aktifitas di SCM sebuah perusahaan. 5 Golpar var 2009 http://www. qjie.ir/?_act ion=articleI nfo&article =33 Application of SCOR Model in an Oil Producing Company

SCOR Model dapat meningkatkan kinerja perusahaan melalui improving yang dilakukan sesuai dengan Scor Model dan SCOR Model menjadi best Practise dalam operasional sehari-hari 6 Dorigatti 2010 www.aensiw eb.com/old/j asa/rjfh/2014 /2687-2691.pdf Modelling Dynamic Interaction in Supply Chain Using Agent Base Simulation

Untuk mendapatkan simulasi terbaik dalam supply chain disarankan menggunakan SCOR Model.

(20)

Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

No Peneliti PublishTahun JournalWeb Judul Hasil

7 Brito 2011 http://www. joscm.com. br/downloa d/JOSCM_ VOL4_NU MBER%20 2_5.pdf Supply Chain Management

Measurement and Its Influences on Operational Performance

Manajemen Rantai Pasok mempunyai dampak positif pada semua performansi dari masing-masing bagian.

8 Sillanpa dan Kess 2011 http://www. fm-kp.si/zalozb a/ISBN/978 -961-266- 112-0/papers/M IC4196.pdf Supply Chain Performance Measurement Framework for Manufacturing Industries-A Theoretical Approach

Pengukuran kinerja rantai pasokan sangat penting dalam mengembangkan rantai pasokan. 9 Perrson 2012 tp://ftp.repec .org/opt/ReD IF/RePEc/ibf /.../RBFS- V5N1-2014-6. Supply Chain Dynamics in SCOR Model

SCOR Model merupakan model dari Supply Chain yang dapat membantu perusahaan dalam menyelesaikan masalah-masalah supply Chain.

10 Fasika Bete Georgis e 2013 http://www.s ersc.org/jour nals/IJUNES ST/vol6_no4 /2.pdf Implementing the SCOR Model Best Practises for Supply Chain I mprovement in Developing Countries

Terbukti dengan berdasarkan pada SCOR Model

perusahaan mendapatkan hasil terbaik dalam

menghadapi tantangan yang berbeda dan menganalisa skenario kedepan. 11 Georgise, Thoben dan Seifert 2013 http://www. sersc.org/jo urnals/IJU NESST/vol 6no4/2.pdf Implementing the SCOR Model Best Practices for Supply Chain Improvement in Developing Countries

Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa sebagian besar responden perusahaan telah mulai mengadopsi metoda terbaik sampai batas tertentu. Perusahaan-perusahaan harus menyadari, memahami praktik terbaik dan

tujuannya, karena hambatan utama perusahaan ini adalah kurangnya pemahaman nyata praktik terbaik, konsep dan sikap karyawan.

(21)

Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

No Peneliti Tahun Publish

Web

Journal Judul Hasil

12 Qayyum 2014 https://ww w.cirrelt.ca /Documents Travail/CI RRELT- 2014-09.pdf Effects of SCOR on Management of Supply Chain

SCOR Model telah terbukti jelas memberikan dampak yang baik dan meningkatkan kinerja rantai pasok. Hal ini dikonfirmasi oleh perusahaan lain yang sejenis maupun dari industry yang berbeda. Disisi lain SCOR Model memberikan pemahaman yang komprehensif tentang SCM. 13 Frankell 2014 up.lub.lu.se /student-papers/reco rd/4692966 /file/46929 93.pdf Performance Measurement System of Warehouse Based on SCOR Model

SCOR Model adalah salah satu model yang terbaik dalam melakukan

pengukuran System Supply Chain 14 Andarini dan Adhi utama 2015 www.gjbssr .org/pdf_vo lume1/GJB SSR_Andar ini%20D Supply Chain Performance Measurement: The Case of a State Owned Pharmaceuticals Company (BFM)

Kinerja yang dihasilkan oleh perusahaan farmasi menunjukkan hasil yang memenuhi kinerja target perusahaan yang telah ditetapkan. 15 Jameh shooran 2015 http://ojs.ex celingtech.c o.uk/index. php/IJSCM /article/vie wFile/1053 /pdf Assessing Supply Chain Performance through Applying the SCOR Model

Plan Analyze, Source Analyze, Make Analyze, Delivery Analyze mempunyai pengaruh posistif terhadap Supply Chain Performance.

(22)

3.3. Kerangka Pemikiran

Gambar

Gambar 3.1. Integrasi beberapa Konsep Proses Bisnis ke dalam Process Reference Model SCOR Sumber : Supply Chain Council (2006 )
Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti Tahun
Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan) No Peneliti Tahun
Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan) No Peneliti Tahun
+3

Referensi

Dokumen terkait

Changes in carbon stocks in the pools within the project boundary from the most likely land use at the time the project starts. Metode Destruktif (Penebangan

a. bagian atas atau penimbunan di kaki lcreng. b. Pembuatan ~)erm, dilakukan dengan cara memolong bagian puncak lereng menjadi berundak-undak, hal ini bertujuan untuk

berperilaku dengan baik kepada lingkungan sosialnya sehingga anak akan diterima oleh lingkungan. Sehingga masing-masing disiplin ilmu memiliki hubungan yang saling

Untuk memelihara konsistensi memperhatikan batas-batas secara visual legislatif, Pemerintah, dalam hal ini untuk pemanfaatan setiap zona yang Menteri Kelautan dan

Variabel-variabel yang diestimasi mempengaruhi penawaran ekspor dalam penelitian ini antara lain: produksi biji kakao Indonesia, harga domestik biji kakao, harga internasional

Penyakit marek bentuk akut atau visceral ditandai dengan adanya tumor limfoid yang menyerupai bunga kol pada, gonade, hati, paru-paru, limpa, ginjal, bursa fabricious

Investor dapat mengambil sikap membeli sebagian opsi saham jika harga opsi saham di pasar lebih rendah daripada harga opsi saham yang diturunkan dengan model Black-Scholes dan

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kerja praktek dengan judul “Sistem Kendali