BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (UU No. 26 Th 2007, dalam Suharyadi, 2011). Salah satu indikasi suatu daerah berubah menjadi perkotaan yaitu bertambahnya jumlah dan kepadatan penduduk, hal ini bisa disebabkan adanya proses urbanisasi. Seperti daerah Kab. Sleman bagian selatan khususnya Kel. Condongcatur, Caturtunggal, dan sebagian Kel. Sinduadi sudah dapat dikatakan sebagai wilayah perkotaan, salah satu pemicu yaitu fenomena urbanisasi, karena sebagai pusat pendidikan sehingga menarik minat pendatang dari berbagai penjuru tanah air di seluruh Indonesia untuk bermigrasi.
Tingkat kepadatan bangunan dan penduduk yang sudah cukup jenuh di Kota Yogyakarta, maka secara alamiah terjadi pergeseran ruang bagi pembangunan fisik kota ke arah pinggiran (sub-urbanisasi), yaitu kawasan-kawasan yang berbatasan langsung dengan wilayah Kota Yogyakarta, salah satunya daerah yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Sleman secara perlahan berubah karakter dari desa menjadi kota. Fenomena di atas telah merubah karakter fisik wilayah sedemikian rupa sehingga membentuk ruang perkotaan yang berada pada juridiksi tiga daerah administratif, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Kawasan ini kemudian disebut dan dikenal sebagai Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (Pemda DIY Dinas PU, Perumahan, dan ESDM).
Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung seperti jalan, drainase, air bersih, air limbah, sampah dan listrik sangatlah penting bagi pertumbuhan atau berkembangnya suatu perkotaan. Dampak yang serius dihadapi oleh wilayah Kec. Depok yaitu Kel. Condongcatur dan Kel. Caturtunggal, serta Kec. Mlati tepatnya di Kel. Sinduadi seperti penuruna n daya dukung lingkungan, hal ini ditandai dengan keberadaan air sungai dan air tanah sebagai air baku untuk air minum mengalami pencemaran, sehingga perlu adanya upaya- upaya pencegahan/pengurangan (Dinas PUP Kab. Sleman). Dampak tersebut harus disikapi dengan cermat dan tepat, khususnya dalam bidang pengelolaan air limbah yang dihasilkan oleh masyarakat
yang berpotensi semakin bertambah jumlahnya, oleh karena kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan konsumsi pemakaian air minum/bersih yang berdampak pada peningkatan jumlah air limbah (Dirjen Cipta Karya, Kementerian PU).
Pasal 13 UU No. 32 Th 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menerangkan bahwa pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi aspek pencegahan, penanggulangan dan pemulihan dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing. Pada penjelasan terkait ayat ini yang dimaksud pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang ada dalam ketentuan ini, antara lain pengendalian pencemaran air, udara, dan laut serta kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan iklim. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan melakukan pengolahan air limbah melalui sistem terpusat (off-site), di mana air limbah dialirkan melalui jaringan perpipaan menuju satu instalasi pengolahan.
Pengolahan air limbah sistem terpusat ini terdiri dari sambungan rumah tangga dan non rumah tangga, jaringan pengumpul, sistem penggelontor dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Sistem air limbah domestik terpusat Kota Yogyakarta, Kab. Sleman, dan Kab. Bantul (Kartamantul) berdiri sejak Januari 1996, dibangun dengan hibah JICA, APBN dan APBD I total sebesar Rp 68 Milyar. Lokasi pembangunan IPAL menjadi kendala karena kepadatan di Kota Yogyakarta, sehingga dilakukan komunikasi dengan pemerintah daerah sekitar seperti Kab. Sleman dan Kab. Bantul. Komunikasi berjalan dengan baik dan menghasilkan kesepakatan bersama, karena kondisi geografis maka jaringan dimulai dari Kab. Sleman berjalan melewati Kota Yogyakarta dan berakhir di Kab. Bantul sekaligus menjadi lokasi pembangunan IPAL. Sistem ini dalam pengelolaannya tidak terlepas dari masalah, seperti rendahnya retribusi pelayanan air limbah kepada pelanggan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya biaya operasional dan pemeliharaan, rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan air limbah, jumlah pelanggan masih jauh dibawah dari kapasitas desain IPAL, masih lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan-peraturan yang terkait dengan pencemaran air limbah, dan kurangnya informasi yang menggambarkan keberadaan sistem air limbah ini.
1.2 Perumusan Masalah
Sektor penyehatan lingkungan permuk iman khususnya bidang air limbah merupakan salah satu hal penting yang menjadi perhatian baik secara global maupun nasional. Air limbah merupakan salah satu permasalahan yang ada di perkotaan, sehingga diperlukan prasaranana dan sarana penyaluran serta pengolahan. Pengelolaan air limbah domestik/permukiman dapat ditangani melalui sistem setempat ataupun melalui sistem terpusat. Pada umumnya kota-kota di Indonesia belum memiliki sistem air limbah terpusat, namun hal ini berbeda dengan perkotaan Yogyakarta yang telah mempunyai sistem pengolahan secara terpusat sejak tahun 1996.
Keberadaan informasi mengenai lokasi jaringan air limbah belum tersaji dengan baik khususnya di daerah Kab. Sleman yang berada di tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Condongcatur, Caturtunggal, dan Sinduadi. Keadaan seperti ini dapat dimaklumi bahwa pengawasan dan pengelolaan tidak dapat seluruhnya terpenuhi sehingga pengelolaan harus benar-benar selektif dalam memanfaatkan dana yang tersedia, melihat kondisi yang demikian, maka diperlukan suatu upaya untuk mengatasinya, hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan dibidang teknologi, yaitu perangkat lunak (software) Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai sarana pemetaan. Dari uraian di atas maka penulis mengadakan penelitian dengan tema “Pemetaan Jaringan Air Limbah di Kabupaten Sleman“.
1.3 Tujuan
Memperbaharui peta lama mengenai keberadaan dan jumlah jaringan air limbah rumah tangga di Kabupaten Sleman. Hal ini dilakukan karena peta lama mempunyai tampilan yang kurang baik dan belum mempunyai informasi terkini terkait penambahan jaringan yang baru, sehingga diharapkan dengan bantuan SIG masalah ini dapat teratasi.
1.4 Sasaran Penelitian
Peta jaringan air limbah di Kabupaten Sleman berdasarkan data dari instansi pemerintah dan survei lapangan di Kel. Condongcatur, Kel. Caturtunggal, dan Kel.
Sinduadi, karena lokasi pembangunan jaringan di Kabupaten Sleman saat ini baru berada di tiga kelurahan tersebut.
1.5 Manfaat
1. Dapat menerapkan SIG dalam pembuatan peta jaringan air limbah.
2. Dengan bantuan software ArcView, pengolahan data menjadi lebih terkoordinasi dengan baik apabila suatu saat ada penambahan jaringan baru bisa ditambahkan dengan proses editing.
3. Informasi yang dihasilkan terkait jaringan air limbah lebih beragam, seperti panjang jaringan, jumlah bak kontrol, kepadatan permukiman, dan batas wilayah. 4. Bisa memberikan informasi terkini mengenai gambaran lokasi jaringan air limbah
di Kabupaten Sleman yang berada di Kelurahan Condongcatur, Caturtunggal, dan Sinduadi.
1.6 Tinjauan Pustaka 1.6.1 Air Limbah
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama (KepmenLH no 112/2003). Pengertian yang lain mengenai air limbah domestik yaitu air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau permukiman termasuk di dalamnya air buangan yang berasal dari WC, kamar mandi, tempat cuci dan tempat memasak (Sugiharto, 1987). Air limbah memiliki karakteristik fisik (bau, warna, padatan, suhu, kekeruhan), karakteristik kimia (organik, anorganik dan gas) dan karakteristik biologis (mikroorganisme). Komposisi air limbah domestik hampir lebih dari 99% berisi air itu sendiri, sisanya adalah kandungan pencemar bahan padat seperti bahan organik (protein, karbohidrat, lemak) dan bahan anorganik (butiran, garam, metal).
Dalam PP No 82 Th 2001 pasal 31 disebutkan bahwa setiap orang wajib melestarikan kualitas air pada sumber air dan mengendalikan pencemaran air pada sumber air, dan pada pasal 32 ditegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atas kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat
mengenai palaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Dalam rangka pengendalian pencemaran air sebagaimana diwajibkan di atas, maka setiap orang wajib mengambil langkah- langkah pencegahan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengurangan pencemaran dari sumbernya
Langkah yang sangat efektif dalam pencegahan pencemaran air adalah pencegahan dari sumber-sumber timbulnya limbah. Penerapan peraturan dan penetapan tata guna lahan yang tepat serta pencegahan terjadinya erosi merupakan langkah kongkret dalam penurunan tingkat pencemaran air permukaan akibat limpahan bahan padat dari daratan di sepanjang sisi sungai atau sumber air permukaan lainnya.
2. Pengolahan air limbah
Jika pengurangan air limbah dari sumbernya sudah dilakukan secara optimal, maka air limbah yang dihasilkan selanjutnya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Tujuan pengolahan air limbah ini adalah untuk mengurangi kandungan pencemar air, sehingga mencapai tingkat konsentrasi dan bentuk yang lebih sederhana dan aman jika terpaksa dibuang ke badan air di lingkungan. Proses pengurangan kandungan zat pencemar ini dapat dilakukan melalui tahapan penguraian sebagaimana dijelaskan berikut ini:
a. Proses alamiah
Tanpa bantuan tangan manusia dalam mengolah limbah yang mengandung pencemar, alam sendiri memiliki kemampuan untuk memulihkan kondisinya sendiri. Alam memiliki kandungan zat yang mampu mendegradasi pencemar dalam air limbah menjadi bahan yang lebih aman dan mampu diterima alam itu sendiri, diantaranya adalah mikroorganisme yang mempunyai sifat pengurai, selain mendatangkan kerugian seperti penyebab penyakit, keracunan, dan merusak bahan makanan. Waktu yang diperlukan akan sangat tergantung dari tingkat pencemarannya yang otomatis berkorelasi dengan tingkat kepadatan penduduk, jika kepadatan penduduk meningkat maka pencemaran akan sangat mungkin meningkat juga. Sehingga proses alam untuk membersihkan dirinya sendiri akan memakan waktu yang sangat lama dan akhirnya akan terjadi penumpukan beban limbah sampai dimana kemampuan alam untuk dapat melakukan pembersihan sendiri jauh lebih rendah dibandingkan jumlah pencemar yang harus didegradasi.
b. Sistem pengolahan air limbah
Jika kapasitas alam sudah tidak sebanding dengan beban pencemar, maka satu-satunya langkah yang harus ditempuh adalah dengan cara mengolah air limbah dengan rangkaian proses dan operasi yang mampu menurunkan dan mendegradasi kandungan pencemar, sehingga aman jika dibuang ke lingkungan. Untuk air limbah yang berasal dari aktivitas domestik dimana kandungan zat orga nik merupakan zat yang paling dominan terkandung di dalamnya, pengolahan dapat dilakukan dengan teknologi yang sederhana dan murah seperti septik tank, dikenal dengan istilah sistem setempat kembar sampai pada pengolahan limbah komunal menggunakan yang mengalirkan air limbah menggunakan jaringan perpipaan dan diproses dengan teknologi pengolahan yang mutakhir. Kedua sistem ini berfungsi meminimalisir pencemaran terhadap lingkungan.
Terdapat dua macam sistem dalam pengelolaan air limbah domestik/permukiman, yaitu:
1. Sanitasi sistem setempat atau dikenal dengan sistem sanitasi on-site, yaitu sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam persil atau batas tanah yang dimiliki, fasilitas ini merupakan fasilitas sanitasi individual seperti septik tank. Kelebihan sistem setempat:
- Menggunakan teknologi sederhana. - Biaya yang rendah dalam pembuatan.
- Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakannya sendiri. - Manfaat dapat dirasakan langsung.
Kekurangan sistem setempat:
- Tidak dapat diterapkan pada semua daerah, misalnya tergantung permeabilitas tanah, tingkat kepadatan dan lain- lain.
- Fungsi terbatas pada buangan kotoran manusia, tidak menerima limbah kamar mandi dan air limbah bekas mencuci.
- Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan.
2. Sanitasi sistem terpusat, yaitu sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada di luar persil atau dipisahkan menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara bersamaan kemudian menuju ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
- Menyediakan pelayanan yang terbaik.
- Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi .
- Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari. - Memiliki masa guna lebih lama.
- Dapat menampung semua air limbah. Kekurangan sistem ini:
- Memerlukan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan yang tinggi. - Menggunakan teknologi yang tinggi.
- Tidak dapat dilakukan perseorangan.
- Manfaat secara penuh diperoleh setelah selesai jangka panjang. - Waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan.
Aspek yang mempengaruhi pengolahan air limbah antara lain adalah demografi, ekonomi, sosial, lingkungan, dan teknis dan kesehatan.
1. Demografi
Pada kawasan perkotaan atau perdesaan memiliki kawasan-kawasan dalam bentuk klaster-klaster dengan kepadatan penduduk yang berbeda dan kond isi sosial yang berbeda pula. Seseorang dapat membuat sarana septik tank tetapi banyak masyarakat tidak mampu yang tidak mempunyai sarana untuk membuang hajat, sedangkan secara teknis dan kesehatan untuk kepadatan tertentu, yaitu > 50 orang/ha penggunaan cubluk sudah mengakibatkan kontaminasi pada sumur-sumur tetangga. Kepadatan lebih dari 100 orang/ha penggunaan septik tank dengan bidang resapannya akan memberikan dampak kontaminasi bakteri E-coli dan pencemaran pada tanah dan air tanah. Pengelolaan sistem air limbah ditinjau dari sudut demografi lebih melihat pada unsur kepadatan penduduk termasuk perkotaan atau perdesaan, bukan berdasarkan pembatasan administrasi.
2. Ekonomi
Hal terpenting pada aspek ekonomi adalah kelayakan secara ekonomis, yang dimaksud adalah kelayakan antara biaya sanitasi sistem terpusat dan sistem setempat terjadi pada titik kepadatan sekitar 300 orang/ha. Bila tingkat kepadatan penduduk lebih dari itu maka pengolahan air limbah sistem terpusat menjadi layak dilakukan. Pemilihan kapasit as sistem pengelolaan harus memenuhi skala ekonomi, hal ini dimaksud bahwa sistem yang dibangun harus memberikan pengembalian keuntungan yang optimal sehingga jangan sampai biaya perkapita
dari satu sistem menjadi tinggi disebabkan oleh jumlah pelayanan ya ng tidak layak.
3. Sosial
Penduduk pada suatu kawasan mempunyai tingkat sosial-ekonomi yang berbeda, sehingga akan terkait dengan kemampuan membayar retribusi air limbah. Hal ini akan mempengaruhi dan berdampak secara teknis terhadap konsep sanitasi yang akan diterapkan, kondisi sosial ini menjadi kompleks karena dana yang mampu dialokasikan oleh pemerintah sangat terbatas. Bila tingkat kesadaran pada masyarakat kurang mampu akan pentingnya sanitasi dan lingkungan bagi kesehatan diperlukan dorongan motivasi untuk membentuk sistem sanitasi komunal.
4. Lingkungan
Aspek lingkungan yang mempengaruhi pengelolaan air limbah antara lain:
- Intensitas hujan tropis yang tinggi akan memberikan run off (gelontoran) yang sangat besar dibanding aliran air limbah, sehingga sistem saluran terpisah antara air hujan dan air limbah akan relatif lebih ekonomis dan sehat. - Posisi bangunan sanitasi kawasan pasang surut harus memperhatikan muka air
tertinggi, untuk sanitasi setempat penggunaan septik tank dengan upward flow (aliran menaik) yang disebut vertikal septik tank dapat diterapkan.
- Untuk pengelolaan air limbah yang dibuang ke danau dan waduk harus mengendalikan kadar nitrogen dan fosfor karena akan memicu pertumbuhan algae biru dan gulma yang akan menutupi permukaan air.
5. Teknis dan kesehatan
Penanganan secara teknis dimaksud agar konstruksi, proses dan keluaran memenuhi esensi kesehatan, diantaranya:
- Jarak bidang resapan tangki septik dengan sumber air minum harus dijaga dengan jarak > 10 m untuk jenis tanah liat dan > 15 m untuk tanah berpasir. - Kepadatan 100 orang/ha dengan menggunakan sanitasi setempat memberikan
dampak kontaminasi bakteri E-coli yang cukup besar terhadap tanah dan air tanah, jadi bagi penggunan sanitasi individual pada kawasan ini penerapan
anaerobic filter sebagai pengganti bidang resapan.
- Hasil pengolahan limbah cair harus dibebaskan dari bakteri E-coli dengan proses maturasi atau menggunakan desinfektan, dengan demikian setiap
Instalasi Pengolahan Air Limbah harus dilengkapi salah satu dari kedua jenis sarana tersebut.
- Sebaiknya alat-alat sanitair menggunakan model water trap (leher angsa) untuk mencegah bau dan serangga keluar dari pipa buangan ke peralatan tersebut.
- Penggunaan pipa pembuang udara pada sistem plumbing harus mencapai plafon bagian atas.
1.6.2 Sistem Informasi Geografi
Sistem Informasi Geografi adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan), atau dalam arti yang lebih sempit, SIG merupakan suatu sistem yang digunakan untuk memasukan, mengelola, dan menganalisis data spasial (bereferensi geografis) untuk menghasilkan suatu informasi yang bermanfaat (Aronoff, 1989). Misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Salah satu kemampuan penting dari SIG adalah kemampuannya dalam melakukan analisis dan pemodelan spasial untuk menghasilkan informasi baru. Pemodelan spasial merupakan kumpulan aturan dan prosedur melaksanakan analisis spasial untuk memperoleh informasi baru yang dapat dianalisa untuk membantu dalam penyelesaian masalah dan perencanaan yang berkaitan dengan lokasi, bentuk, dan hubungan di antara feature geografi (PC
Understanding GIS The Arc/Info Method, 1989). Dari pengertian diatas, suatu sistem
informasi geografis selalu terdiri dari modul- modul yaitu perolehan data (masukan), penyimpanan data, analisis data, dan visualisasi dari suatu data spasial (hasil).
Menurut Prahasta (2001) Sistem Informasi Geografis merupakan sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi khususnya data spasial. Teknologi ini semakin berkembang mengikuti perkembangan teknologi komputer atau informatika. Hal ini dikarenakan dengan semakin berkembangnya teknologi komputer maka akan dapat memproses data dalam jumlah yang besar dan cepat serta menampilkan pada berbagai media, berupa hard copy (cetak) dan softcopy (cd interaktif, internet, dsb). Akan tetapi sistem informasi geografis ini tidak boleh hanya dipandang sebagai teknologi yang merubah data atau peta konvensional ke dalam bentuk peta atau data digital. Ini dikarenakan SIG mempunyai kemampuan untuk memanipulasi dan menganalisa data masukan sehingga akan diperoleh suatu hasil yang berupa informasi sesuai apa yang diperintahkan atau diprogramkan padanya (Aronoff, 1989). SIG sebagai sarana
untuk melakukan pemetaan, hasilnya tidak hanya berkaitan dengan gambar (berupa peta) akan tetapi informasi lain yang berkaitan dengan pemetaan itu. Maka didalam SIG diperlukan basis data untuk memperlengkap informasi tentang pemetaan tersebut. Basis data dikelompokkan menjadi basis data grafis dan atribut. Data grafis berupa peta tersebut, sedangkan atribut merupakan semua informasi yang dirujukan pada posisi geografis atau satuan pemetaan pada peta.
Seperti pada sistem lain yang memiliki karakteristik, SIG juga memiliki karakter yang mencirikan bahwa komponen tersebut merupakan bagian penting yang berkaitan dengan SIG. Menurut Sulistyo (1999), karateristik SIG tersebut adalah :
1. Berisi kumpulan.
2. Data atau informasi yang bereferensi geografis.
3. Terdapat hubungan antara data, baik secara numeris maupun logis untuk pengolahan data atau analisis.
4. Data yang di simpan harus mempunyai struktur data tertentu.
5. Adanya kemampuan untuk melaksanakan fungsi pengumpulan, penyimpanan, pengambilan, analisis dan penyajian data.
Lima karateristik tersebut kemudian diintegrasikan dengan komponen SIG yaitu: perangkat lunak, perangkat keras, data bergeorefensi, dan sumberdaya manusia (manajemen).
Secara umum SIG terdiri dari sub sistem (Prahasta, 2001), yaitu : 1. Data masukan (Input Data)
Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengkonversikan atau mentransformasikan format- format data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
2. Data Keluaran (Output Data)
Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian data baik dalam bentuk softcopy maupun dalam hardcopy seperti tabel, grafik, dan peta.
3. Data Manajemen
Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, diupdate, dan diedit.
4. Data Manipulasi dan Analisis
Subsistem ini menentukan informasi- informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
Subsistem masukan data dimaksudkan sebagai upaya mengumpulkan dan mengolah data spasial dari sumber (peta, data penginderaan jauh, dan basis data lain). Subsistem penyimpanan dan pemanggilan kembali dilakukan untuk mengorganisasi data dalam bentuk yang mudah dan cepat dapat diambil kembali, dan memungkinkan pemutakhiran serta koreksi cepat dan akurat. Sistem manipulasi data dan analisis data dilaksanakan untuk mengubah data sesuai permintaan pengguna, atau menghasilkan parameter dan hambatan bagi berbagai optimasi atau pemodelan menur ut ruang dan waktu. Subsistem keluaran mampu menayangkan sebagian atau seluruh basis data asli maupun data yang telah dimanipulasi, serta keluaran dari model spasial dalam bentuk tabel dan peta (Star dan Estes, 1990).
Format data spasial dalam SIG dapat dipresentasikan menjadi dua macam struktur data, yaitu data yang berbasis vektor dan data yang berbasis raster. Masing-masing format data mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemilihan format data yang digunakan sangat tergantung pada tujuan penggunaan, data yang tersedia, volume data yang dihasilkan, ketelitian yang diinginkan, serta kemudahan dalam analisa. Data vektor relatif lebih ekonomis dalam hal ukuran file dan presisi dalam lokasi, tetapi sangat sulit untuk digunakan dalam komputasi matematik. Sebaliknya, data raster biasanya membutuhkan ruang penyimpanan file yang lebih besar dan presisi lokasinya lebih rendah, tetapi lebih mudah digunakan secara matematis.
1.6.3 Perangkat Lunak ArcView GIS
ArcView GIS merupakan salah satu perangkat lunak desktop Sistem Informasi Geografi dan pemetaan yang telah dikembangkan oleh ESRI. Dengan ArcView, pengguna dapat memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, meng-explore, menjawab query (baik basis data spasial maupun non-spasial), menganalisis data secara geografis dan sebagainya. Komputer bekerja atas dasar instruksi. Sekumpulan instruksi diberikan untuk mengendalikan perangkat keras komputer. Sekumpulan instruksi inilah yang dikenal sebagai program komputer atau perangkat lunak (software). Perangkat lunak biasanya dikelompokkan menjadi
program aplikasi (application program) dan program sistem sumberdaya komputer, seperti CPU dan piranti masukan/keluaran. Kedudukan program ini adalah sebagai perantara antara program aplikasi dengan perangkat keras komputer, program aplikasi adalah program yang dibuat untuk melakukan suatu tugas khusus.
Prinsip pengolahan data dalam SIG secara sederhana dapat digambarkan dengan sebuah cara overlay beberapa peta berwarna yang tergambar pada kertas transparansi di atas sebuah overhead projector (OHP). Dalam pengolahan data digital SIG, masing- masing satuan pemetaan memiliki peranan tertentu. Peranan ini dilakukan dengan pengisian data atribut/keterangan untuk masing- masing satuan pemetaan.
Editing terhadap data raster sering kali diperlukan untuk menyempurnakan hasil dan visualisasi.
Perangkat lunak pengolahan data ini bermacam- macam dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Software image processing seperti ER Mapper, ILWIS, ENVI, ERDAS, dan lain- lain memiliki fasilitas pengolah digital seperti penajaman, penghalusan, filter, perentangan kontras, dan klasifikasi. Software lain yang sangat berperan dalam editing data digital berformat vektor seperti ArcInfo dan ArcView memiliki kemampuan pengolahan digital dan editing serta layout hasil olahan data digital tersebut. ArcView diciptakan oleh ENVIronmental System
Research Institute, Inc. (ESRI), perusahaan pembuat software ArcInfo yang telah
bergerak di bidang sistem informasi geografi (SIG) selama lebih dari 20 tahun. ArcView memberikan kemudahan data spasial, dengan menggunakan ArcView ini, beberapa informasi dapat diperoleh dengan mengklik pada tempat-tempat yang diinginkan. Keterangan yang diperoleh dapat berupa atribut atau tabel atau dalam bentuk gambar serta gambar bergerak. ArcView juga memberikan kemampuan pencarian informasi atas objek-objek yang bertampalan dengan objek pada theme lain, pada lokasi yang dipilih secara berkelompok berdasarkan jarak terdekat, atau berdasarkan kriteria tertentu. Informasi pada sebuah objek individual dalam peta dapat diperoleh dengan cara mengklik pada objek tersebut, informasi ini diperoleh berdasarkan pada data atribut yang ada pada tabel. Sebuah feature kadang-kadang mengelompok (clustered) pada suatu lokasi tertentu, misalnya pada suatu tempat terdapat kelompok permukiman tertentu. Informasi atas kelompok tersebut dapat diperoleh dengan mudah, objek atau individu-individu tersebut akan di tampilkan dalam bentuk tabel.
Arc View dalam operasinya secara default yaitu membaca, menggunakan dan mengolah data spasial dengan format yang disebut sebagai Shapefile. Format ini digunakan untuk menyimpan informasi- informasi atribut dan geometri non-topologi feature spasial di dalam sebuah kumpulan data. Geometri feature ini disimpan sebagai shape yang terdiri dari dan sekumpulan koordinat-koodinat vektor. Shapefile dapat mendukung representasi berbagai feature baik titik (point), garis (line), maupun area (polygon). Setiap feature polygon direpresentasikan sebagai loop tertutup. Data atribut di simpan dalam format lunak DBMS Dbase, setiap record memiliki relasi one to one terhadap feature data spasial yang bersangkutan. Shapefile ESRI terdiri dari beberapa file yaitu file utama, file indeks dan sebuah tabel Dbase. File utama merupakan direct-access, file dengan panjang record yang bervariasi dimana setiap record-nya mendeskripsikan sebuah shape (feature) dengan sebuah list (daftar) vertek-verteknya. Pada file indeks, setiap record mengandung offset record file utama yang bersesuaian dari awal file utama. Tabel Dbase terdiri dari atribut-atribut feature, satu record per feature, relasi one to one antara feature (geometri) dengan atributnya didasarkan pada nomor recordnya. Record atribut urutannya harus sama sebagaimana di dalam file utama.
ArcView mengorganisasikan sistem perangkat lunaknya sedemikian rupa sehingga dapat di kelompokkan ke dalam beberapa komponen-komponen penting sebagai berikut :
1. Project : merupakan suatu unit organisasi tertinggi di dalam ArcView. Merupakan file kerja yang digunakan untuk menyimpan, mengelompokkan dan mengorganisasikan semua komponen program : view, table, chart, layout dan script dalam satu kesatuan utuh. Project Arc View diimplementasikan dalam sebuah file teks dengan nama belakang (extension) “.APR”.
2. Theme : sebuah layer grafis yang memuat kumpulan fitur geografis dan informasi atributnya. Sebuah theme biasanya memuat informasi geografis dengan tema tertentu untuk sebuah tipe fitur tunggal, bisa berupa vektor ataupun citra. Contoh: SUNGAI.SHP, LCOVER_GRD, dan sebaginya.
3. Table : sebuah file data yang berisi informasi atribut dari suatu fitur geografis dalam bentuk table, kolom memuat atrib ut dan baris memuat record. Tabel adalah file dalam format TXT atau DBF yang mempunyai kolom yang bisa digabungkan dengan theme. Contoh: KOORDINAT.TXT, PENDUDUK.DBF.
4. View : view mengorganisasikan theme, merupakan representasi grafis informasi spasial dan dapat menampung beberapa ”layer” atau ”theme” informasi spasial (titik, garis, poligon, dan citra raster). Sebagai contoh, posisi kota (titik), sungai-sungai (garis), dan batas propinsi (poligon) dapat membentuk sebuah theme dalam sebuah view.
5. Chart : merupakan representasi grafis dari resume tabel data, chart juga bisa merupakan hasil suatu query terhadap suatu tabel data. Bentuk chart yang didukung oleh ArcView adalah line, bar, column, xy scatter, area, dan pie. 6. Layout : Layout digunakan untuk menggabungkan semua dokumen (view, table,
dan chart) ke dalam suatu dokumen yang siap cetak (biasanya dipersiapkan untuk pembuatan hardcopy).
7. Script : Script merupakan bahasa (semi) pemrograman sederhana (makro) yang digunakan untuk mengotomatiskan kerja ArcView. ArcView menyediakan bahasa sederhana ini dengan sebutan Avenue. Dengan Avenue, pengguna dapat memodifikasi tampilan (user interface) ArcView, membuat program, menyederhanakan tugas-tugas yang kompleks, dan berkomunikasi dengan aplikasi-aplikasi lain (misalnya dengan ArcInfo, basis data relasional atau lembar kerja elektronik). Singkatnya, dengan script, ArcView dapat dicustomized sedemikian rupa hingga dapat secara optimal memenuhi kebutuhan pengguna untuk tugas-tugas dan aplikasi tertentu.
No. Spesifikasi Uraian Keterangan
1. Nama Software ArcView GIS Merupakan salah satu software Sistem Informasi Geografi yang digunakan untuk pemrosesan, analisis dan penayangan data spasial.
2. Versi/Release 3.2 Versi ArcView GIS dengan
fasilitas untuk input data, analisis, dan output data spasial.
3. Diluncurkan tahun
2000 Software ini mulai dipasarkan dan digunakan pada tahun 2000.
Research Institute (ESRI)
Sistem Informasi Geografi yang berasal dari USA. Produk lainnya adalah ArcInfo dan ArcGIS.
5. Minimum Hardware • Processor • RAM • VGA Card • Freespace Intel Pentium II 32 MB 16 MB 421 MB
Penggunaan hardware yang lebih baik akan membuat proses analisis pengolahan data lebih cepat berjalan.
6. Operating System Windows 98, 2000, NT 4.0, XP
Dapat diinstal atau dioperasikan minimal dengan menggunakan windows 98.
7. Kategori Software GIS
-Profesional
Software ini termasuk software profesional karena tergolong lengkap fasilitasnya serta membantu sekali dalam proses pembuatan peta dari input data, proses hingga menghasilkan output. 8. Struktur Data/File - Vektor
- Raster
- Data vektor merupakan data digital yang disimpan dalam rangkaian koordinat (x,y). Resolusi data vektor tergantung dari jumlah titik yang membentuk garis.
- Data raster merupakan data grafis yang disimpan dalam bentuk rangkaian bujur sangkar yang disimpan sebagai pasangan angka menyatakan baris dan kolom dalam suatu matriks. Resolusi dari data raster ditentukan oleh ukuran grid-cell.
9. Format Data/File • Shp • Shx
Shp merupakan file utama. Shx merupakan file indek.
• Dbf • Apr
Dbf merupakan file tabel atribut. Apr merupakan file output berupa peta.
Tabel 1. Spesifikasi Software ArcView GIS
1.6.4 Citra IKONOS
IKONOS adalah satelit yang diluncurkan bulan September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan komersil pada awal 2000. IKONOS adalah satelit dengan resolusi spasial yang tinggi yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m (hitam-putih), dalam hal ini merupakan satelit komersil pertama yang dapat membuat image beresolusi spasial tinggi.
IKONOS juga dapat dimanfaatkan untuk pemantauan cuaca dan penataan ruang wilayah dibandingkan dengan satelit LANDSAT yang beresolusi sekitar 30 meter, maka IKONOS akan lebih bermanfaat misalnya dalam menganalisis lahan, jika digabung dengan data sekunder akan memberikan penge tahuan tentang potensi suatu daerah dengan lebih detil dan bermanfaat khususnya dalam pengambilan kebijakan pembangunan.
Spesifikasi Keterangan
Diluncurkan pada 24 September 1999 di Vandenberg Air Force Base, California.
Orbit 98.1° , sinkron matahari. Kecepatan Orbit 7.5 kilometer per detik. Banyaknya revolusi bumi 14.7 setiap 24 jam. Waktu 1 kali orbit 98 menit.
Ketinggian Satelit 681 kilometer Resolution Nadir: 26° Off-Nadir 0.82 meter (pankromatik) 3.2 meter (multispektral) 1.0 meter (pankromatik) 4.0 meters (multispektral) Lebar Citra 11.3 kilometer at nadir
Waktu rekam di equator 10:30 pagi.
Resolusi temporal Sekitar 3 hari at 40° latitude. Resolusi radiometrik 11-bit per pixel.
Band Citra Panchromatic, blue, green, red, near infra red.